Summarry

Hanya kesalahan kecil. Berhati-hatilah dengan ucapan dan tindakan. Sedikit saja melakukan kesalahan maka kau akan kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupmu.

The Lost

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto

The Lost milik Bird Paradise

Pair: Uchiha Sasuke dan Hyuuga Hinata

Rated T

Genre: Romence, Drama, Tragedi, Angst, Hurt/Comfort.

Warning

AU, OOC, Typo(s), Gaje, Abal, Ide pasaran,dan warning-warning lainnya.

.

Don't Like Don't Read

Don't Like Don't Read

Don't Like Don't Read

.

.

.

"Apa taruhanmu kali ini?" suara rendah yang terdengar begitu meremehkan.

"Apapun yang kau mau dariku… uang, wanita, mobilku?" terdengar sahutan dari lawan bicaranya.

"Aku tidak tertarik…" seringaian mengerikan terlihat dari bibirnya. "…Aku mau kau berlutut dan mencium kakiku. Setelah itu…" seringaian dan tatapan mengejek terlihat di wajah tampan itu. "Hancurkan mobilmu sendiri."

Seringaian itu makin lebar setelah bibirnya kembali mengeluarkan sebuah perkataan yang membuat lawan bicaranya sempat berpikir ulang.

"Baiklah Uchiha…tapi kalau kau kalah berikan semua yang paling berharga padaku." Sebuah kesepakatan akhirnya tercapai dari dua setan jalanan ini.

Ya. Julukan bagi semua pembalap liar di sebuah kota metropolitan. Konoha.

.

.

.

"Sasuke-kun…b-bangun," sebuah suara lembut mengalun dari bibir seorang gadis berwajah sendu.

"Hn," hanya sebuah gumaman tak jelas yang terlontar dari bibir seseorang yang sedang gadis itu bangunkan.

"S-sudah siang… Apa kau mau bolos?" ucapnya lagi dengan nada yang masih begitu lembut. Tangan mungilnya sedikit menggoyang-goyangkan bahu kokoh yang memunggunginya.

Perlahan, Onyx sang pemuda mulai nampak dari balik kelopaknya. Ia berbalik. Menghadap sang gadis yang masih setia duduk di tepian ranjangnya. Meletakkan tangan mungil itu dipipinya.

"Jam berapa kau pulang?" tanya sang gadis.

"Hn, mungkin jam tiga pagi," jawabnya dengan nada malas. Ia mengusapkan-usapkan telapak tangan halus itu pada pipinya.

"Kalau kau masih mengantuk, tidurlah lagi. Aku akan berangkat sekolah sendiri," ucap sang gadis yang sontak membuat onyx tajam pemuda itu terbuka lebar.

"Tidak. Aku akan bangun sekarang." Seketika pemuda itu bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas ke kamar mandi setelah mencuri kecupan singkat di bibir sang gadis.

Gadis berpupil lavender itu hanya menyunggingkan senyum manisnya kala melihat tingkah laku pemuda yang sangat dicintainya.

Hyuuga Hinata. Gadis berkepribadian baik dan sedikit pendiam.

Sejak gadis itu bisa mengingat, pemuda bersurai hitam kebiruan itu sudah ada bersamanya.

Sejak ia bisa mengingat, ia sudah tinggal di rumah mewah ini tanpa ada orang tua -hanya bersama seorang anak laki-laki seusianya yang bernama Uchiha Sasuke. Pemuda pendiam yang selalu menjaganya.

Pemuda yang juga mencintainya. Dari kabar yang mereka ketahui, kedua orang tua mereka meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat.

Setelah kejadian bertahun-tahun silam, akhirnya belakangan diketahui bahwa kecelakaan itu merupakan sebuah konspirasi untuk membinasakan dua buah keluarga yang paling berpengaruh di kota besar itu.

Hyuuga dan Uchiha.

Namun Tuhan masih berbaik hati, dengan menyisakkan dua buah hati mereka yang waktu itu tidak ikut bersama orang tua mereka.

Sejak saat itu, salah satu orang kepercayaan Fugaku Uchiha mau mengurusi semua perusahaan dan membesarkan kedua anak kecil yang belum tahu apapun.

Mereka tetap hidup dengan beban berat yang harus mereka berdua tanggung. Hidup tanpa kasih sayang orang tua.

Walaupun kedua orang tua mereka, Hiashi Hyuuga dan Fugaku Uchiha meninggalkan harta kekayaan yang tak akan habis dimakan sampai beberapa generasi berikutnya.

Namun tetap saja, seandainya mereka bisa memilih, lebih baik hidup sederhana asalkan ada orang tua disisi mereka.

Kebersamaan yang tercipta antara penerus Hyuuga dan Uchiha ini –yang hampir selalu bersama- menimbulkan kasih sayang yang lambat laun membesar berevolusi menjadi sebuah cinta.

Mereka akan terus menopang satu sama lain. Sasuke akan goyah tanpa Hinata dan juga sebaliknya. Itu yang mereka harapkan.

.

.

.

"S-sasuke-kun… jangan balapan lagi…" Hinata menatap sendu pemuda yang sedang vokus pada jalanan di depannya. "… aku takut," imbuhnya lirih.

Setiap malam Hinata selalu ketakutan kala Sasuke sedang beradu di jalanan liar. Ia tidak bisa membayangkan seandainya terjadi sesuatu pada pemuda itu.

Mungkin ia tidak akan sanggup bertahan hidup. Mata onyx itu membalas tatapan lembut gadis yang sangat dicintainya.

"Tenanglah… aku akan baik-baik saja," ucapnya menenangkan.

Ingin rasanya Hinata menghentikan hobi Sasuke yang setiap saat bisa merenggut nyawanya. Tapi apa daya, balapan liar bagaikan molekul yang sudah mengalir dalam darah pemuda tampan itu.

Tidak bisa di pisahkan.

Kepiawaian Sasuke dalam hal mengendalikan mobil, sudah tidak diragukan lagi. ia hampir tidak pernah kalah setiap kali beraksi di jalanan liar.

Sehingga julukan black devil pun melekat pada sosoknya. Auranya yang selalu terlihat kelam dan keganasannya setiap kali beradu di jalanan, membuatnya menerima julukkan tersebut.

Sasuke tidak pernah sekalipun membawa Hinata pada arena balap. Walaupun berkali-kali Hinata memohon, pendiriannya tak tergoyahkan. Tempat seperti itu tidak cocok untuk Hinata.

Alhasil, ia selalu meninggalkan Hinata dalam rumah mewah itu sendirian dengan penuh kekhawatiran.

.

.

.

Mereka berdua berjalan beriringan menyusri koridor. Pasangan kekasih yang sudah tersohor di Senju High School.

Tidak akan ada yang berani menganggu Hinata -kecuali mereka yang tidak ingin melihat matahari terbit esok hari.

Mereka semua tahu perangai Sasuke yang tidak segan menghajar siapapun yang berani mengusiknya ataupun Hinata.

Hampir semua gadis yang tergila-gila pada Uchiha tampan itu harus gigit jari melihat kenyataan –bahwa pemuda pujaannya sudah ada yang punya.

"Ohayou Hinata-chan…"sapa Naruto ketika pasangan kekasih itu baru memasuki kelas.

"Ohayou N-naruto-kun," balas Hinata dengan pipi memerah. Sasuke melirik sinis pemuda pirang itu.

"Yo Teme! Bagaimana balapmu malam tadi? Apa taruhannya? Sial sekali tadi malam Kaa-san melarangku keluar rumah. Kalau aku tetap nekat keluar maka-"

"Jangan membuat moodku buruk pagi-pagi begini Dobe," potong Sasuke sinis.

"Hah…aku kan hanya bertanya? Aku penasaran, bukankah tadi malam lawanmu adalah Hidan dari gank Akatsuki?" Naruto tampak tidak mempedulikan aura Sasuke yang sudah berubah gelap.

"Hn, seperti biasa aku menang," jawab Sasuke singkat.

"Benarkah? kau memang selalu bisa diandalkan," kehebohan langsung tercipta di kelas XI-2 itu.

Hinata nampak berkutat dengan buku pelajarannya ketika Naruto sedang mencecar kekasihnya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.

Seulas senyum tercipta dari bibirnya kala ia menyaksikan kedua sahabat yang berbeda ekspresi itu.

.

.

.

Hinata selalu menyempatkan diri memasak makanan untuk mereka berdua. Walaupun puluhan maid yang mengurusi mension mewah Uchiha selalu siap sedia memasakkan jenis makanan apapun.

Sasuke yang lebih senang memakan masakan Hinata membuat gadis itu selalu bersemangat membuat menu istimewa bagi pemuda terkasih.

Setelah menyelesaikan makan malamnya, Sasuke nampak mengganti-ganti channel TV dengan bosan.

Mungkin malam ini pemuda itu sedang malas untuk keluar. Setidaknya malam ini ia tidak membuat Hinata khawatir.

"Kau sedang apa hm," sebuah suara rendah berbisik di telinganya. Tak lupa kedua lengan kekar yang mengelilingi leher putih Hinata.

"Ah! S-sasuke-kun..aku hanya sedang m-menulis cerita pendek," tutur Hinata dengan suara gugupnya. Hinata sangat suka -citanya kelak adalah ingin menjadi seorang novelis handal.

Ia bisa merasakan bibir basah itu mulai menciumi pipinya. Terus bergerak ketelinganya dan berlabuh di leher jenjangnya.

"S-sasuke-kun…h-hentikan..aku s-sedang sibuk," ucap Hinata berusaha menghentikan sentuhan kekasihnya.

Hinata hanya takut, kejadian beberapa bulan lalu akan terulang kembali. Selama ini ia selalu menghindari kontak fisik yang berlebihan dengan Sasuke –sejak kejadian itu.

Semua itu ia lakuakan semata-mata untuk menghindari 'hal hal' yang pernah terjadi diantara mereka berdua.

Kebersamaan mereka yang hampir duapuluh empat jam, memang sangat sulit untuk menghindari hal-hal semacam itu.

Sekuat apapun Hinata menjaganya, tetap saja gadis itu tidak bisa mempertahankan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap perempuan.

"Hinata…" suara Sasuke sudah mulai terdengar parau. Ketakutan Hinata memuncak. Walaupun ia mencintai Sasuke, bukan berarti ia senang setiap kali suhu tubuh pemuda itu naik karena dirinya.

"Ummph…" tanpa peringatan apapun, Sasuke langsung melumat bibir merah itu.

Menggendong tubuh mungilnya, dan membaringkannya diatas ranjang. Setelah itu, hanya Tuhan yang menjadi saksi atas perbuatan terlarang yang sedang mereka lakukan.

.

.

.

Hinata terbangun saat sinar matahari mulai memasuki celah-celah tirai. Ia menggeliat pelan. Tubuhnya terasa sakit saat digerakkan.

Sasuke masih terlihat nyenyak dengan tangan kirinya yang bertengger manis diatas pinggang Hinata. Hinata mendesah ketika ingatannya kembali pada kejadian malam tadi.

Lagi-lagi ia tak mampu menolak dan menghindar. Adakalanya terbesit pemikiran –lebih baik Sasuke balapan liar dan pulang pagi daripada di rumah tapi malah melakukan kegiatan yang melelahkan bersamanya semalamam.

Perlahan, gadis itu bangkit. Memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai dan bergegas ke kamar mandi.

Setelah mengenakan seragam sekolahnya, Hinata baru membangunkan Uchiha bungsu itu.

"Bagaimana kalau kita tidak perlu ke sekolah… bukankah lebih menyenangkan mengulangi yang tadi malam hn?" goda Sasuke saat Hinata kembali membangunkannya.

Sontak pipi chubby Hinata memerah sempurna. Sasuke sangat menyukai saat-saat seperti ini dimana kekasihnya akan merona merah karena malu.

"I-itu t-tidak lucu! Cepatlah…mandi atau aku akan berangkat sendiri." Ancam Hinata dengan suara yang sedikit meninggi.

Sasuke malah tersenyum semakin lebar. Hanya di hadapan Hinata lah ia bisa manampakkan ekspresi lain. Tidak hanya ekspresi datar yang selalu nampak di muka umum.

.

.

.

Kali ini gadis bersurai indigo itu sedang membawa beberapa buah buku yang ia dekap di dadanya. Mata pearlnya bergerak kesana kemari memperhatikan kelas-kelas yang sedang ia lalui.

Ini memang belum waktunya istirahat, sehingga hanya dirinyalah yang berjalan di koridor. Kelas Hinata sedang tidak ada gurunya jadi, ia berinisiatif pergi ke perpustakaan sekedar untuk menghabiskan waktu dengan membaca.

"Ah! Ohayou Hana-sensei?" sapa Hinata ketika ia berpapasan dengan sang penjaga perpustakaan di pintu masuk.

"Ohayou Hinata, kebetulan sekali kau kemari. Aku akan keluar sebentar. Bisakah kau menjaga perpustakaan ini sampai aku kembali? Kau sedang tidak ada pelajarankan?" balas sang penjaga perpustakaan sekaligus meminta pertolongan.

"T-tentu," ujar Hinata sambil membungkuk.

"Terimakasih…aku hanya sebentar," balas Hana sambil keluar.

Setelah meletakan buku di meja pengembalian, Hinata bergegas menyusuri rak mencari buku yang ia inginkan. Setelah menemukannya, ia kembali duduk di meja dekat jendela.

"Hinata," panggil seseorang dari daun pintu ganda tersebut.

"Kiba-kun?" balas Hinata dengan suara lembutnya.

"Kau tidak masuk kelas?" ujar pemuda bertato di pipi tersebut sambil berjalan menghampiri bangku Hinata.

"Umm. Kurinei-sensei tidak masuk, jadi pelajaran pertama kosong… kau sendiri?" balas Hinata sambil menatap pemuda yang masih berdiri di hadapannya.

"Oh, aku mencari Nee-san," jawab Kiba dengan memperlihatkan cengirannya.

"Hana-sensei t-tadi keluar sebentar. Kau tunggulah mungkin sebentar lagi kembali." Hinata menunduk. Kembali menekuri buku yang sedang ia baca.

Kiba pemuda dari kelas XI-I yang sudah lama memendam rasa suka pada gadis manis yang sedang duduk di hadapannya.

Namun tak ada yang bisa ia lakukan. Karena gadis itu sudah menjadi milik orang lain. Seseorang yang tak akan pernah bisa ia kalahkan.

Uchiha Sasuke. Alhasil, selama ini ia hanya bisa memandang Hinata dari kejauhan.

"Kiba-kun? Kau tak ingin duduk?" tanya Hinata dengan wajah inocentnya saat melihat pemuda itu malah melamun di depan mejanya.

Dengan kikuk, akhirnya Kiba mendudukan diri di samping Hinata.

"Buku apa yang kau baca?" tanya Kiba basa-basi.

"Ummm hanya novel biasa," jawab Hinata singkat.

Dengan jarak yang lumayan dekat, Kiba bisa melihat dengan detail wajah cantik gadis yang sudah lama disukainya.

Pipinya yang putih dan selalu nampak merona, bulu matanya yang tebal, hidung mancungnya, bibir merahnya dan mata bulan yang selalu bergerak-gerak dengan cantiknya.

Ah. Sontak pemuda itu merutuki dirinya sendiri yang dengan lancangnya mengamati gadis yang duduk tenang disampingnya.

Hinata memang tidak nampak terganggu. Baginya Kiba adalah salah satu teman yang bersikap baik padanya.

Hinata yang polos tidak tahu bahwa sebenarnya pemuda yang diam-diam sedang mengamatinya itu menyukainya.

Tanpa mereka berdua sadari, ada seseorang yang dengan seringaiannya mengabadikan momen tersebut.

.

.

.

"Nanti malam ada yang menantangmu lagi," ucap seorang pemuda berambut hitam yang sedang bersandar pada tembok dengan tampang malasnya.

"Siapa?" jawab pemuda yang bersangkutan.

"Pentolan dari The Red yang paling ditakuti di Sunagakure," imbuh pemuda yang selalu nampak tersenyum.

Ke empat pemuda yang paling ditakuti di Senju High School itu sedang menghabiskan waktu mereka di tempat favorit mereka. Atap sekolah.

"Wah! Benarkah? terima saja Teme," sahut pemuda berambut pirang yang berbaring di samping Sasuke.

"Hn, apa dia sehebat itu? Siapa namanya?" tanya Sasuke yang masik asyik berbaring berbantalkan kedua lengannya. Shikamaru menghembuskan asap rokoknya sebelum menjawab pertanyaan Sasuke.

"Sabaku Gaara-"

.

Braak

.

Suara pintu atap yang dibuka paksa menginterupsi perkataan Shikamaru. Ia menatap dengan tampang malasnya ketika melihat siapa pelakunya.

"Sasuke-kun~ aku punya info bagus untukmu," suara wanita yang terdengar memenuhi tempat itu.

"Karin-Nee! Sudah kubilang jangan seenaknya masuk tanpa permisi!" raung Naruto melihat adik bungsu dari ibunya itu.

"Diam kau baka! aku tidak punya urusan denganmu," sewot Karin.

"Baiklah Baa-san.." jawab Naruti malas.

"Apa yang kau katakan tadi Baka!" raung Karin ketika ia mendengar keponakannya itu memanggilnya dengan kata-kata keramat.

Sebelum terjadi keributan diantara dua saudara tersebut, suara rendah sasuke terdengar.

"Ada apa?" Sasuke langsung terduduk. Menatap bosan gadis yang selalu mencari perhatian padanya.

"Ah! Aku hanya ingin menunjukkan ini. Tadi Kin yang mendapatkannya," jawab gadis berambut merah itu sambil mengangsurkan ponselnya yang berwarna putih kehadapan Sasuke.

Sasuke hanya menatap ponsel itu tanpa mengambilnya.

"Lihatlah…kau akan mengerti." Ketiga pemuda itu hanya diam ketika melihat Sasuke mulai melihat layar ponsel itu. Tidak ada ekspresi yang nampak dari wajah Sasuke. Tetap datar.

"Kau kemari hanya untuk menunjukkan ini?" Sasuke manaikkan sebelah alisnya ketika melihat gadis yang berdiri di hadapannya ini mulai terlihat gugup.

Bukan ekspresi seperti ini yang diharapka Karin keluar dari wajah pemuda yang disukainya. Ia ingin sasuke terlihat marah.

Namun sebaliknya, Sasuke nampak tetap tenang seakan-akan sesuatu yang baru ia lihat hanyalah gambar sebuah panda yag sedang tertidur.

"K-kau tidak marah? Itukan foto-"

"-cepat keluar… kalau kau hanya ingin mengangguku," potong Sasuke cepat. Dengan menghentakkan kedua kakinya karena kesal, Karin langsung bergegas pergi.

"Teme? Memangnya apa yang ditunjukkan Karin padamu?" tanya Naruto hati-hati.

"Hn, bukan sesuatu yang penting," jawab Sasuke datar dengan pandangan tajam seakan sanggup melubangi tembok dihadapannya. Tidak ada lagi pertanyaan yang terlontar dari ketiga temannya.

.

.

.

"Sasuke-kun…" panggil Hinata dengan suara lembutnya ketika ia melihat kekasihnya sudah bersender di pintu mobil menatapnya datar.

Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Uchiha bungsu itu. Biasanya Sasuke akan menjawab walaupun hanya berupa gumaman semata.

Namun gadis itu tetap berpikir positif, mungkin sedang ada masalah sehingga membuat mood pemuda itu memburuk. Bertahun-tahun hidup dengannya, membuat Hinata sangat hafal sifat Sasuke.

Dalam perjalanan pulangpun tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir kedua insan tersebut. Hinata terus menatap sendu pemuda yang tengah menatap tajam jalanan di depannya.

Kecepatannya dalam mengemudikan mobil, membuat Hinata meremas sabuk pengamannya. Tidak akan ada hasilnya seandainya ia meminta pemuda itu untuk menurunkan sedikit kecepatan laju mobil sport tersebut.

Alhasil, Hinata hanya memejamkan kedua mata indahnya dan terus berdoa dalam hati.

Sasuke akan selalu melindunginya setiap kali ia tertimpa masalah sebagaimanai sosok seorang kakak bagi Hinata. Sasuke akan mengelus rambut panjangnya saat ia bersedih sebagaimana sosok orang tua bagi Hinata.

Sasuke akan dengan sabar mengajarinya pelajaran sebagaiman seorang teman bagi Hinata. Dan Sasuke akan memperlihatkan mimik tidak sukanya saat melihat Hinata berbicara dengan anak lelaki lainnya.

Dan Sasuke akan memperlihatkan tampang menakutkannya ketika Hinata melakukan kesalahan besar. Seperti saat ini, pemuda itu terus menyeret Hinata memasuki kamarnya tanpa sepatah katapun.

Mengabaikkan panggilan dan rintihan kesakitan Hinata karena ia mencengkeram tangan gadis itu begitu kuat. Tapi kali ini Hinata sama sekali tidak mengetahui kesalahannya.

"Sasuke-kun… s-sakiit…" rintih Hinata lagi.

.

Braakk

.

Sasuke menggunakan kaki kanannya untuk menendang pintu kamarnya hingga menjeplak terbuka. Hinata hanya bisa membelalakkan matanya.

Ia jarang sekali melihat Sasuke yang seperti ini. Dengan kekuatannya, Sasuke melemparkan Hinata ke atas ranjangnya hingga gadis itu memekik.

Airmata mulai menggenangi pelupuk ametyhstnya. Sasuke tampak mengatur nafasnya yang memburu menahan amarah. Ia memejamkan matanya sejenak sebelum mengeluarkan suaranya yang sedari tadi tersimpan

"Apa yang kau lakukan saat di perpustakaan tadi hn?" suara Sasuke terdengar begitu berat dan sangat mengintimidasi.

Ia mulai berjalan mendekati Hinata yang masih terlentang. Tangan kanannya berusaha membuka dasi yang terasa mencekik lehernya.

Hinata masih terdiam, berusaha mencerna semua pertanyaan itu.

"Jawab!" bentakkan itu sontak membuat Hinata terkejut.

"A-aku hanya mengembalika buku Sasuke-kun," ujar Hinata dengan suara yang begitu kecil. Ia berusaha mendudukkan dirinya.

"Hanya itu? Apa kau mulai berbohong padaku?" tangan kanannya mencengkeram dagu Hinata. Membuat kedua mata berbeda warna itu saling bertatapan. Hinata mulai menangis. Ia takut melihat Sasuke yang seperti ini.

"T-tidak Sasuke-kun…a-aku tidak berbohong padamu.." tutur Hinata dengan susah payah. Ia memang tidak berbohong.

Tadi ia hanya mengembalikan buku yang sudah ia pinjam, duduk sebentar karena menjaga perpustakaan yang ditinggal sebentar oleh Hana-sensei di temani Inuzuka Kiba.

Inuzuka Kiba yang waktu itu duduk disebelahnya. Jangan-jangan… bola mata Hinata sontak kembali melebar kala ingatannya kembali pada saat itu.

Apakah Sasuke melihatnya? Kalau Sasuke melihatnya sudah pasti Sasuke akan langsung menyeretnya keluar waktu itu juga.

"Kau sudah berani bermain dibelakangku.." suara Sasuke makin rendah. Bola mata onyxnya terlihat makin menggelap. Ia mulai menggigiti leher Hinata.

"T-tidak Sasuke-kun…kau s-salah paham…aku tidak melakukan apapun dengan Kiba-kun…" ungkap Hinata yang mulai ketakutan. Sasuke tidak pernah seperti ini sebelumnya.

"Kau mengaku juga akhirnya…akan kubuat dia menyesal." Sesuke langsung bangkit. Menekan nomor di ponselnya dan menghubungi seseoarang di seberang sana.

"Hn, buat dia menyesal. Tapi ingat, jangan sampai mati." Setelah itu ia langsung melemparkan ponselnya kesembarang tempat.

"Tidak Sasuke-kun…jangan lakukan itu, hiks…Kiba-kun tidak salah apapun…" Hinata berusaha memberikan penjelasan.

Namun entah kenapa suaranya sulit sekali keluar. Sasuke sama sekali tidak mendengarkan ucapan Hinata.

Tanpa persetujuan dari sang pemilik bibir merah itu, Sasuke langsung melumatnya dengan tidak sabaran. Mengecupnya sesering mungkin.

Hinata tahu apa yang akan sebentar lagi terjadi. Ia sudah pasrah. Asalkan bisa meredakkan emosi pemuda yang sangat dicintainya ini, ia rela seandainya pemuda ini menghancurkan tubuhnya sekalipun.

.

.

.

"Kau yakin akan menantang Black Devil itu?" tanya seorang pemuda perambut merah terang.

"Hn, aku hanya penasaran….sampai mana kemampuannya," jawab pemuda perambut merah namun lebih gelap. Mereka berdua sedang duduk di mini bar yang ada di rumah mewah itu.

"Dia memang hebat, hampir semua pembalap liar pernah melawannya, namun tidak jarang mereka pulang dengan mobil yang hancur dan harga diri mereka yang di permalukan. Kau siap dengan semua itu Gaara?" ia memandang pemuda yang merupakan sepupunya itu.

"Hn, tenang saja Sasori, aku akan menjadi orang pertama yang mengalahkannya."

"Apa taruhanmu?" tanyanya lagi setelah menenggak alcohol berkadar rendah.

"Aku sudah memikirkannya…sesuatu yang sangat menarik." Mata Hijaunya berkilat tak lupa bibir tipisnya membentuk sebuah seringaian.

"Baiklah…aku sudah menyiapkan mobil yang akan kau gunakan malam nanti."

.

.

.

Suara ponsel membangunkan tidur lelap pemuda itu. Ia mengumpat pelan kala tangannya tidak menemukan ponselnya di atas nakas.

Dengan susah payah, ia membuka mata onyxnya. Setelah itu, ia bangkit untuk memungut ponsel yang tergeletak mengenaskan di bawah ranjangnya.

"Hn, apa Dobe?"

"Kau sedang apa? Kenapa belum bersiap? Aku sudah selesai mengecek mobilmu. Cepatlah kemari," suara cempreng yang memekakan telinga langsung menyapa.

"Hn, tunggu sebentar." Setelah itu Sasuke langsung menutup ponselnya.

Ia kembali beranjak ke ranjangnya. Mengelus wajah Hinata yang nampak kelelahan. Lalu mengecup semua bagian wajah cantik gadis itu.

"Maaf." Hanya kata itu yang keluar dari bibirnya sebelum Sasuke beranjak dan segera ke kamar mandi untuk segera bersiap.

.

.

.

Dua pemuda yang hampir mempunyai kepribadian yang sama –minim ekspresi. Yang satu bersurai biru kehitaman dan satunya lagi merah bata, saling menatap dengan pandangan meremehkan.

Mereka telah bersiap di dalam mobil balap masing-masing. Siap beradu dan menunjukkan siapa yang terhebat. Sasuke tampak sedikit gusar mengingat taruhan yang akan mereka perebutkan.

Mempertaruhkan Hinata.

Entah apa yang ada di dalam otaknya ketika ia menyutujui permintaan Sabaku untuk menjadikan Hinata sebagai taruhan mereka.

Sebelumnya, ia tidak pernah sekalipun mempertaruhkan hal yang satu ini selama ia malang melintang di dunia balap liar.

Seringkali lawannya meminta agar Hinata menjadi taruhannya. Tapi tidak sekalipun ia turuti. Biarlah mereka semua menganggapnya lemah atau apapun.

Di dunia ini ia hanya punya Hinata. Satu-satunya yang membuatnya tetap bertahan hidup. Tapi sekarang apa yang ia lakukan? Mempertaruhkan Hinata demi sebuah rasa yang tidak ingin terungguli.

Ya. Dia tidak ingin dicap pengecut oleh ketua gank The Red. Dan dia menyesali keputusannya. Ia benci ketika mengingat ekspresi Sabaku itu ketika menyebut nama Hinata.

'Sial! Hinata hanya miliku' ia akan berusaha sekuat mungkin agar bisa memenangkan pertarungan ini. Dan ia pasti menang. Selama ini tidak seorangpun yang dengan mudahnya bisa mengalahkannya.

Setelah selembar kain merah dilayangkan ke angkasa oleh wanita berpakaian seksi, maka dimulailah pertarungan hebat antar ketua gank tersebut.

.

.

.

Hinata terbangun saat jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari. Amethystnya terlihat sendu kala ia tidak menemukan sosok yang dikasihinya berada di sebelahnya.

Sasuke pasti sedang bersama teman-temannya dan bersenang-senang di club malam atau balapan di jalanan liar.

Sasuke selalu melakukan itu setiap kali sedang terjadi sedikit masalah dengannya. Perlahan ia duduk.

Entah sudah berapa lama ia tertidur hingga perutnya terasa sangat lapar. Setelah mengenakan baju seadanya, gadis itu akhirnya keluar menuju dapur. Sekedar mencari sesuatu untuk mengganjal perutnya.

Mension megah ini terlihat begitu sepi. Semua pelayan tentu saja sudah bergelung nyaman diperaduan mereka.

Setelah membuat teh hangat dan setumpuk roti gandum dengan selai kacang kesukaannya, Hinata duduk termenung didepan meja.

Pikiranya kembali pada kejadian siang tadi. Saat Sasuke terlihat kalap karena sebuah kesalahpahaman.

Sasuke memang sangat tidak suka apabila melihatnya berdekatan dengan pria lain. Itulah sebabnya, Hinata tidak pernah sekalipun berada di arena balap liar maupun club malam.

Dua tempat yang menjadi favorit kekasihnya.

Hinata tersenyum, semua sikap Sasuke yang terlihat sangat arogan padanya semata-mata karena pemuda itu sangat menyayangi dan melindunginya.

Setelah menghabiskan beberapa lembar roti gandumnya, Hinata bergegas kembali naik keatas. Sebelum melanjutkan tidurnya, ia memutuskan untuk mandi sekedar untuk menghilangkan bekas keringat yang telah mengering.

.

.

.

Seringaian kemenangan terus tersungging dari bibir pemuda bermata jade itu. Kemenangan telah ada di genggamannya.

Sedangkan pemuda yang menjadi lawannya terlihat menatapnya tajam dengan tangan yang terus terkepal erat menahan kekesalannya.

Sasuke tidak menyangka bahwa ia akan kalah dari pemuda itu. Keberuntungan sedang tidak memihaknya kali ini. Mobil yang ia gunakan tiba-tiba saja tak dapat dikendalikan saat pertandingan hampir mendekati finis.

Alhasil mobilnya sempat menabrak pagar pembatas jalan. Walaupun begitu, ia terus melajukan mobilnya hingga finis walau ia harus didahului pemuda bersurai merah itu.

Perlahan, Gaara berjalan mendekati Sasuke yang masih berdiri mematung di depan mobilnya yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Demikian juga dengan pemuda itu. Pelipisnya berdarah.

"Bagaimana Uchiha? Apa aku bisa mengambil hadiahku sekarang juga?" bisik Gaara tepat di telinga Sasuke.

Tidak ada yang tahu, kesepakatan apa yang dilakukan oleh kedua ketua genk besar tersebut sebagai taruhan di pertandingan yang begitu mengesankan bagi semua penonton yang memadati jalanan.

"Ambilah… aku juga sudah bosan." Oh. Apa yang ada di dalam kepala Sasuke saat bibir tipisnya mengatakan kalimat seperti itu.

Gaara kembali menyeringai. "Baiklah… aku akan membawanya kembali ke Sunagakure…." Ada jeda sejenak. "dan kau…tidak akan pernah melihatnya lagi."

.

.

.TBC

.

Author gaje kembali membawa fic baru yang mungkin idenya sangat… sangat pasaran. Tapi ini murni dari otak abal saia -_- Ini Cuma twoshoot. Jangan lupa read n Ripiu.

Arigatou Minna ^_^

.

-Bird