Sunrises's Died
©blossomkimp

Kai – Kyungsoo
All main cast on the story
Drama – Angst
Twoshoot

.

.

Juseon Era—perjodohan adalah hal terbaik dalam ikatan dua keluarga yang berkuasa. Tidak ada kata penolakan, dan Kyungsoo adalah satu wanita yang terjebak dalam situasi pernikahan 'terpaksa' itu. Ia menikah dengan seorang pengadil bijaksana di Istana, Kim Jongin.

Dia sangat murah hati, memiliki wajah tenang seperti wibawanya dan Kyungsoo membenci semua perhatiannya. Namun satu hal yang tidak bisa Kyungsoo mengerti dari suaminya ialah Jongin tidak pernah ingin berlama-lama untuk menatapnya.

Semuanya berubah. Semuanya berbeda. Kini ia tahu alasannya, sesaat setelah ia kehilangan orang-orang disekitarnya. Sesaat setelah pemberontakan itu terjadi. Kebenaran yang membuatnya Menyesal.

.

.

It's my own story. Don't be a plagiarism!
Semua ceita yang memungkinkan mirip dengan jalan cerita ini adalah Murni Ketidaksengajaan.


Sunrises's Died


Wanita itu hanya bisa duduk terbaring di tengah kebisingan pesta yang tengah diselenggarakan untuknya. Suara Jeong-ak—musik Istana—terdengar lebih keras dari sebelumnya. Padahal perataran kediaman rumah Kim lebih jauh dari kamar yang ditempatinya saat ini. Tetapi itu semua tidak bisa menutupi hingar-bingar kebahagiaan yang tengah terjadi di luar sana.

Suara musik dengan tawa dan obrolan keras saling bersahutan satu sama lain. Mengabaikan malam yang kian larut dengan cahaya rembulan yang semakin bersinar di tengah kegelapan. Rengekan kecil seseorang di sampingnya mengusik Kyungsoo dari dalam lamunannya saat ini. Memperhatikan putra kecilnya yang mungkin merasa terganggu dengan keramaian yang mengganggu tidurnya—jujur Kyungsoo ikut terganggu dengan kebisingan pesta yang kini tengah diadakan.

Kyungsoo hanya menggunakan hanbok putih polos dengan rambut terkepang panjang. Ia mengulum senyumnya dan memangku putranya yang masih berusia dua bulan kedalam pelukannya. Menimang dengan lembut lalu menyematkan ciuman kecil pada wajah itu dengan ujung hidungnya. Menghirup aroma bayi yang lagi dan lagi membuatnya jatuh cinta. Ia bersenandung menenangkan putranya untuk kembali terlelap, dan itu berhasil. Tidak membutuhkan waktu lama hingga si bayi kembali tenang dengan mata terpejam.

Kyungsoo meneteskan air mata ketika mengusap pipi itu dengan ujung jarinya. Dia sangat tampan, sama seperti ayahnya. Putranya lebih mirip sang suami dibandingkan dirinya sendiri; secara tak langsung membuatnya semakin merasa sakit ketika memperhatikan wajah itu lebih lekat lagi.

Jika Kyungsoo adalah wanita jahat, mungkin Kyungsoo telah mencampakkan malaikat kecil tak berdosa yang ada dalam gendongannya saat ini. Membiarkan dan menyerahkan segala urusan tentang bayi ini kepada pelayan-pelayannya dibandingkan harus mengurus si kecil dengan kedua tangannya sendiri. Tapi ia tak sampai hati melakukan itu. Bagaimanapun Taeoh adalah darah dagingnya.

Semua orang mengatakan bahwa seorang anak lahir dari buah cinta kedua orang tuanya. Tapi itu tidak benar, Taeoh terlahir bukan karena cinta. Bahkan Kyungsoo tak mencintai suaminya—Kim Jongin—begitupun sebaliknya. Mereka tak seharmonis apa yang dilihat orang dari luar. Dari dalam terlihat sekali jarak yang merenggang di antara mereka. Mereka tak banyak bicara atau berinteraksi. Pekerjaan Jongin di pengadilan Kerajaan membuat ia lebih banyak menghabiskan waktu di Istana dibandingkan kediaman rumah Perdana Menteri Kim—rumahnya sendiri.

Jujur saja, Jongin adalah sosok pria yang sempurna dan lembut hatinya. Ia sangat tampan, ramah dan memiliki senyuman menenangkan setiap kali ia menunjukkannya kepada orang-orang. Selain itu ia juga sangat tegas dalam mengambil keputusan dengan apa yang ia buat, dan hasilnya sekarang ia sukses bekerja di Istana. Namanya telah masyhur tak kalah dengan ayahnya yang bekerja sebagai Perdana Menteri kerajaan.

Kyungsoo menganggap pernikahan mereka adalah sebuah bentuk hubungan saling menguntungkan antara dua keluarga yang berkuasa. Jongin tak membantah itu, ia membenarkannya dengan ikatan yang terjalin di antara mereka setelah hari pernikahan mereka dilaksanakan. Namun Jongin sangat tenang, ia bahkan tak pernah membuat Kyungsoo selalu berdiri di posisi tak nyaman jika berada bersamanya. Dan sepertinya ia tak menanggapi betapa bencinya Kyungsoo akan pernikahan ini.

Bagaimanapun karena pernikahan ini, ia harus mengakhiri hubungannya bersama Oh Sehun, panglima perang kerajaan. Ia sangat mencintai pria itu, bahkan hingga hari pernikahannya Kyungsoo masih bersikukuh untuk bisa hidup bersama Oh Sehun dan menikah dengannya. Namun sayang, keluarganya tak memandang dengan baik keluarga Sehun. Mengharuskan ia mengorbankan cinta dan perasaannya untuk menikah dengan orang yang sama sekali tidak dikenal bahkan dicintainya.

Meskipun begitu hingga saat ini secara diam-diam dan tanpa sepengetahuan Jongin, Kyungsoo masih sering berkirim surat dengan pria yang dicintainya itu. Surat terakhir yang ia terima adalah ketika Sehun menuliskan bahwa ia akan membawanya pergi meninggalkan kediaman Perdana Menteri Kim.

Harusnya ia senang? Benar 'kan? Tapi untuk saat ini tidak. Setelah melahirkan Taeoh entah kenapa kini keinginannya untuk pergi memudar. Apa harus ia pergi meninggalkan Jongin beserta putra kecilnya disini? Itu sangat jahat. Alasan kenapa ia tidak kembali membalas surat yang diterimanya sebulan kemarin adalah karena keraguannya saat ini.

Jongin berbeda. Kyungsoo bisa melihat dan merasakananya secara langsung. Meski suaminya itu tak banyak bicara, tak pernah memandangnya lama, bersikap kaku dan lebih sering menghabiskan waktunya untuk menangani kasus-kasus korupsi di kerajaan. Pada saat-saat tertentu, Jongin akan memperhatikannya dengan sangat lembut. Apalagi saat ia tengah hamil. Sesaat setelah ia pulang, Jongin akan masuk kedalam kamar dan menawarkan dirinya untuk memijat kaki-kaki Kyungsoo yang membengkak. Bahkan ia melupakan rasa lelahnya sendiri hanya untuk melayani Kyungsoo—Kyungsoo merasa malu, karena sikap Jongin sangat bertolak belakang dengan sikapnya. Ia tak pernah melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang istri terhadap suaminya dengan sepenuh hati. Dan itu yang semakin membuatnya benci kepada Jongin yang masih memperhatikannya padahal sudah sangat jelas bahwa Kyungsoo tak menyukainya bahkan mencintainya.

Suara hingar bingar diluar tiba-tiba saja berubah mencekam. Memecah keheningan Kyungsoo di dalam kamarnya dan tersentak terkejut ketika seseorang menggeser pintu kamarnya dengan keras. Menampakkan wajah suaminya yang panik dengan bulir-bulir keringat di keningnya.

Setelah pintu itu dibuka kini Kyungsoo bisa mendengar beberapa dentingan pedang dengan anak panah yang memecah keheningan malam. Suara tawa yang sebelumnya memberisikkan malam kini berganti menjadi suara teriakan kesakitan yang membuat Kyungsoo bergidik ngeri.

Langkah Jongin tergesa memasuki kamarnya. Menarik sehelai selimut di sudut kamar sebelum menyelimuti tubuh sang bayi yang ada dalam gendongan Kyungsoo saat ini. Kyungsoo tak bisa berkata apa-apa ketika manik mata Jongin terlihat sangat cemas dan ketakutan. Bahkan ia hanya bisa mematung ketika Jongin kini beralih menyelimuti tubuhnya.

"Ada apa?" Bisik Kyungsoo lirih menahan tangan Jongin yang tengah membuka pakaiannya saat ini.

Jongin melirik namun ia hanya bisa diam. Ia menatap lekat-lekat wajah Kyungsoo dan wanita itu bisa mendapati raut ketakutan di wajahnya. Semakin membuatnya secara tak langsung panik dengan teriakan-teriakan yang didengarnya semakin menakutkan.

Tanpa mengatakan apapun Jongin mengganti hanboknya dengan yang lebih sederhana. Ketika langkah kakinya menuju almari dan menggeser pintunya, ditariknya sebuah pedang dari dalam almari membuat mata Kyungsoo terbelalak. Ia menyematkannya tepat di pinggulnya dengan siap.

"Tuan, katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?" Lirih Kyungsoo semakin cemas. Secara tak sadar membuat ia semakin memeluk erat Taeoh yang telah terselimuti oleh selimut tebal.

Jongin mendekat dan menangkup kedua pipi Kyungsoo. Entah perasaannya atau hanya halusinasinya, tangan Jongin terasa lebih dingin dari biasanya. Apa cuaca di luar begitu sangat dingin sehingga telapak tangan yang biasanya hangat kini berubah.

"Jangan takut, aku akan menjagamu." Hanya itu yang dikatakannya sebelum seorang pria—salah satu pengawal dari keluarga Kim—muncul di ambang pintu dan membungkuk memberi hormat padanya.

"Tuan, semua telah disiapkan, kita harus segera pergi demi keselamatan Anda sekeluarga."

Kyungsoo terbelalak mendengar penuturuan sang pengawal. Apa itu berarti mereka tengah dalam bahaya. Dan kenapa Jongin tak mengatakan apapapun kepadanya? Ia sempat ingin melontarkan pertanyaannya kembali, namun Jongin telah menarik tubuhnya untuk berdiri dan memastikan Taeoh baik-baik saja dalam gendongan Kyungsoo.

Jongin mendekap tubuh Kyungsoo erat dari samping sebelum membawanya terburu-buru keluar dari dalam kamarnya. Tanpa kata, Jongin membawa Kyungsoo kebelakang kediaman Perdana Menteri Kim, yang Kyungsoo tahu adalah jalan lain untuk keluar dari kediaman ini. Semakin ia keluar semakin ia merasakan kengerian yang luar biasa di dalam hatinya saat ini. Bagaimana ketakutan sang pengawal di depannya membuat ia semakin berpikir bahwa kejadian yang buruk akan segera menimpanya. Namun ketika ia ingat kembali dengan perkataan Jongin; ia akan menjaganya, sedikit demi sedikit perasaan buruk itu ia coba hilangkan. Ia hanya bisa terdiam mengikuti langkah kaki Jongin membawanya. Seraya memeluk putranya yang masih tenang dalam gendongannya.

Sungguh Kyungsoo tak bisa melihat apapun dengan jelas saat ini. Meski terburu-buru langkah kaki mereka bisa dibilang mengendap-ngendap. Tanpa penerangan apapun, mereka berjalan menuju kesebuah tempat yang Kyungsoo sendiri tak tahu kemana tujuannya. Seharusnya mereka menggunakan obor kali ini, Kyungsoo cukup kesal harus terantuk-antuk beberapa kali karena tersandung. Beruntung Jongin bisa menahan tubuhnya sehingga ia tak jatuh terjelembab ketanah.

Kini matanya bisa melihat dengan jelas sebuah cahaya di ujung sana. Semakin mendekat dan ia semakin bisa melihat dengan jelas beberapa pengawal telah siap disana, dengan pedang, busur beserta anak panahnya dan beberapa ekor kuda yang telah siap untuk digunakan.

"Tidak ada yang mengikuti kita?" Tanya Kai pada seorang pengawal yang memberikan tali kuda padanya.

Pengawal itu menggeleng, "Sejauh ini tidak Tuan, tapi kita harus segera bergegas. Mereka bisa mengejar kita kapan pun."

Kyungsoo membeku, ia semakin merasa ketakutan. Samar-samar entah kenapa ia bisa melihat wajah Jongin yang memucat di tengah kepanikannya. Jongin bukan satu-satunya, kurang lebih ada 7 pengawal disini dan semuanya memiliki wajah yang pucat sama seperti kondisi Jongin sekarang. Pertanyaan dalam benaknya menguar. Semakin bingung dengan apa yang terjadi saat ini.

Sebelum Kyungsoo ditarik lembut oleh Kai untuk segera menaiki kudanya, ia sempat menahan tangan itu dan menatapnya lekat-lekat dengan rasa penasaraan yang kuat.

"Tuan, tolong, katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi?" Mohon Kyungsoo.

Untuk beberapa saat Jongin hanya bisa diam. Ia mengusap lembut pipi Kyungsoo yang menegang ketakutan. Memberinya kekuatan sebelum ia mengatakan apa yang terjadi sebenarnya disini.

"Terjadi pemberontakkan, kita diserang." Bisik Jongin membuat Kyungsoo terperangah tak percaya. Ia tahu keluarga Kim adalah keluarga baik-baik, tidak mungkin ada yang berani menyerang mereka dengan cara seperti ini. "Sebelum semuanya terlambat kita harus pergi, aku harus menyelamatkanmu dan putra kita."

"Tapi, bagaimana dengan Ayah mertua, Ibu mertua, dan seluruh keluarga lainnya."

Jongin semakin menekan kuat telapak tangannya pada pipi Kyungsoo. Pelupuk matanya tergenang dan sebelum buliran air mata itu jatuh, Kyungsoo telah lebih dulu meneteskan air mata mengerti dengan apa yang terjadi saat ini. Semuanya terlalu kacau, tidak ada yang akan menduga peristiwa ini akan terjadi di malam yang seharusnya membahagiakan seluruh keluarga Kim.

Napasnya tercekat, Kyungsoo merasakan sesak di dadanya. Ia menjatuhkan wajahnya tak percaya bahkan ia merasakan lutut-lututnya mulai melemas. Sebelum ia terjatuh telapak tangan itu kembali menangkup kedua pipinya. Mengangkat wajahnya dan Kyungsoo bisa menemukan wajah Jongin yang tulus memberinya kepercayaan.

"Jangan takut, aku disini. Kita semua akan selamat." Bisiknya menguatkan dan Kyungsoo hanya bisa menangkap ketakutan di wajah Jongin. Jelas-jelas dialah yang berada pada posisi yang paling membahayakan saat ini.

Jongin langsung melepaskan tangkupan pipinya sebelum ia naik keatas kudanya. Jongin mengulurkan tangannya pada Kyungsoo. Tatapannya selalu sama, tulus dan menenangkan. Bahkan rasa kepercayaannya kini mulai muncul hanya untuk Jongin. Ia tidak pernah memiliki hubungan yang lebih khusus layaknya suami istri yang saling mencinai. Tapi untuk kali ini, ia akan mencoba mengikuti apapun yang dilakukan suaminya.

Dengan tangan gemetar Kyungsoo menggapai telapak tangan Jongin yang langsung ia genggam erat. Satu tangannya masih memeluk Taeoh yang tetap tenang dalam tidurnya. Ia naik keatas kuda yang ditunggangi Jongin dibantu oleh seorang pengawal yang mendorong tubuhnya dengan sopan.

Kyungsoo sedikit kesulitan dengan hanbok yang kini tengah dipakainya. Namun ia tidak terlalu memikirkan hal itu, Sebaliknya setelah ia duduk diatas kuda bersama Jongin. Dengan refleks ia langsung memeluk erat pinggang suaminya dengan tangan lain, menahan tubuh Taeoh agar tidak terjepit dalam pangkuannya.

"Katakan padaku bahwa kita akan baik-baik saja." Bisik Kyungsoo di tengah ketakutannya saat ini.

Jongin menggapai lengan Kyungsoo yang memeluk pinggangnya. Menggenggamnya erat memberinya kekuatan, "Kita akan baik-baik saja." Balasnya lirih. Dan saat itu juga Kai langsung memacu kudanya. Melesat pergi diikuti beberapa pengawal dibelakangnya.


Kyungsoo ingat di malam pertama hari pernikahannya bersama Jongin. Pria yang telah berstatus suaminya itu memilih diam menikmati soju dan beberapa manisan yang telah dihidangkan dihadapan mereka dibandingkan untuk bicara. Bahkan sekedar melirik pun tidak ia lakukan.

Malam itu menjadi malam yang sangat menegangkan bagi Kyungsoo. Hari pertama ia ditempatkan dalam satu kamar bersama seorang Pria yang berstatus suaminya—Jongin. Ia bahagia? Tidak, yang ada di benaknya hanyalah Oh Sehun—kekasih yang ditinggalkannya. Namun ia tidak bisa menolak lagi kehendak, sudah sejauh ini. Ia tidak bisa lari begitu saja, bahkan ia tidak tahu betul dengan sifat asli seorang Kim Jongin; pengadil yang paling bijaksana di kerajaan. Bisa saja dari sikapnya yang dingin namun terkesan tenang memiliki sifat buruk yang sangat kasar. Kyungsoo tidak ingin memikirkan itu.

Kepalanya terasa pening dengan sanggul dan hiasan kepala yang menempel kuat di rambutnya. Kyungsoo merasa ia tengah memikul sebuah batu besar di kepalanya. Kyungsoo terusik, ia mulai merasa tak nyaman untuk duduk ketika sebuah tangan menyentuh rambut-rambutnya yang masih terikat.

Ia melirik dan menemukan Jongin dengan tangannya yang tengah melepaskan ikatan-ikatan antara rambut Kyungsoo dengan mahkota yang tengah dikenakannya. Kyungsoo beringsut mundur ketika pria itu semakin mendekat kebelakang tubuhnya.

"Tuan, apa yang sedang Anda lakukan?" Tanya Kyungsoo gugup. Tanpa sadar tangan-tangannya beralih mencengkram erat tali hanboknya.

Ia terdiam, bahkan mata gelap itu tak menatapnya. Mata itu masih tetap mengunci pada hiasan kepala yang baru setengah terlepas.

"Hanya melepaskan ikatanmu. Jika tidak segera dilepaskan, itu akan sakit." Jelasnya.

Kyungsoo hanya terpaku ketika tangan pria itu kembali menyentuh permukaan rambutnya. Ia terdiam dan menahan napas untuk beberapa saat ketika beban berat yang sebelumnya menyakiti kepalanya telah menghilang. Rambut-rambutnya yang terkepang kini jatuh dan Kyungsoo melarikan tangannya untuk menarik kepangan rambutnya kedepan sisi tubuhnya.

"Kau bisa istirahat jika kau mau." Ucap Jongin membuat Kyungsoo menatap Jongin lekat. Memastikan bahwa apa yang dikatakan pria itu benar. Namun ia tak bisa memastikan dengan jelas apa Jongin bersungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya, karena lagi-lagi Jongin melemparkan wajah untuk tidak menatapnya.

Kyungsoo mencengkram halus hanboknya. Berpikir apa malam ini ia akan aman? Apa Jongin benar-benar membiarkannya tanpa harus melewati malam pertama seperti pasangan pengantin baru pada umumnya? Bukannya ia senang, Kyungsoo hanya merasa tak pantas untuk hal itu. Lagipula ia masih ragu.

"Bagaimana dengan tuan?" Tanya Kyungsoo.

"Jangan panggil aku seperti itu ketika kita tengah berdua, panggil saja aku Jongin."

Kyungsoo terdiam, bukan karena Jongin tak menjawab pertanyaannya melainkan bagaimana pria itu menyarankannya untuk memanggil namanya. Itu terasa sangat sulit dan Kyungsoo hanya mampu menggigit lidahnya saat itu.

Ia bisa mendengar dentingan gelas keramik beradu antara cangkir dengan poci. Suara tegukan itu terdengar halus dan masih sangat tenang, sama seperti sikap Jongin saat ini.

"Aku tidak akan menyentuhmu." Lirih Jongin yang kini mulai berani menatap Kyungsoo yang duduk di sampingnya. Kyungsoo hanya bisa terdiam dengan mata membulat ketika Jongin mengatakan hal yang tak terduga seperti itu. "Jika kau tidak mau, aku tidak akan melakukannya."

Kyungsoo sedikit menghela napas. Entah kenapa ucapan itu terdengar seperti sebuah sindiran halus dari seorang pria yang terhormat.

"Hubungan ini hanya sebagai perantara untuk menguntungkan keluarga kita masing-masing." Ingat Kyungsoo.

"Itu benar." Balas Jongin.

"Dan aku sama sekali tak menyukaimu." Bisik Kyungsoo. Jongin terdiam, ia hanya menatap lekat-lekat wajah Kyungsoo yang menunjukkan ekspresi serius saat ini; mengatakan bahwa apa yang ia sampaikan bukanlah sebuah omong kosong belaka.

Jongin melarikan tatapannya dan menatap lurus kearah makanan-makanan yang terlihat menggiurkan matanya. Namun pria itu sama sekali tak bicara ataupun beranjak, ia masih tetap duduk dengan posisi yang sama untuk beberapa menit. Membiarkan keheningan menyelimuti kamar yang tengah ditempati mereka malam ini. Kyungsoo membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menunggu apa tanggapan dari Jongin, bahkan ia merasakan Jantungnya seolah berhenti berdetak ketika Jongin kembali membuka mulutnya.

"Tidak apa-apa." Lirihnya. "Tidak ada ikatan khusus yang terjalin di antara kita, tapi aku akan memperlakukanmu dengan baik."

Jongin melirik Kyungsoo. Mendapati wajah gadis itu yang datar tanpa ekspresi sama sekali. Entah apa yang dipikirkannya namun pria itu memilih menuangkan soju pada cangkir keramik sebelum meneguknya halus.

"Istirahatlah, aku tidak akan mengganggumu. Aku akan berhati-hati untuk tidak mengganggumu saat kita tidur nanti." Perintahnya tulus.

Kyungsoo kembali membuka matanya ketika ia mengingat malam pertama mereka. Tidak terjadi apa-apa dan Jongin benar-benar menepati janjinya untuk tidak menyentuh Kyungsoo sama sekali. Masih melekat dalam ingatannya. Ketika ia terbangun pada malam hari. Pria itu memilih tidur dengan posisi terduduk di sudut kamar. Hanya menyelimuti kakinya dengan selimut tipis. Secara langsung atau tidak, Kyungsoo merasa ia menjadi seorang gadis yang jahat. Dan ia membenci harus mengingat bagaimana pria itu yang bersikap baik-baik saja padahal Kyungsoo tahu, seluruh tubuhnya kaku karena semalam harus tidur dengan posisi seperti itu.

Entah kenapa air matanya menetes begitu saja ketika mengingat hal itu. Jongin terlalu baik, bahkan ia terlalu baik untuk menyikapi gadis tak berperasaan sepertinya.

"Tuan.." Panggil Kyungsoo, namun Jongin sama sekali tak menjawabnya. Entah ia mendengarkannya atau tidak. Kyungsoo menelan ludahnya lagi sebelum ia kembali membuka suaranya. "Jongin.."

Pria itu berdehem. Sedikit menoleh untuk memastikan bahwa Kyungsoo benar-benar memanggilnya. Meski ia tidak dapat melihat dengan jelas wajah Kyungsoo yang bersandar di balik punggungnya.

"Kemana kita akan pergi?" Tanya Kyungsoo lirih.

"Sebrang desa, apa kau baik-baik saja?"

Kyungsoo hanya terdiam mendengar apa yang di katakan Jongin. Suaminya itu menanyakan keadaanya tetapi suaranya terdengar lebih lemah darinya. Seharusnya ia yang mengatakan apakah ia baik-baik saja. Tapi mulutnya seolah terkunci. Menutup rapat untuk tak bicara lagi.

"Kita akan baik-baik saja." Lagi-lagi Kai menyampaikan hal seperti itu. Ia tahu Jongin tengah mencoba menenangkannya kali ini. Tetapi kenapa jantungnya seolah berdebar ketakutan saat ini. Secara tak sadar ia semakin mencengkram baju Kai, memeluknya erat. Sedangkan satu tangan lainnya semakin merapatkan tubuh Taeoh dalam dekapannya.


Mereka telah melewati hampir setengah hutan untuk pergi menyelamatkan diri. Semakin malam, semakin membuatnya mencekam. Namun Kyungsoo tidak bisa berbohong bahwa rasa kantuknya kini mulai datang dengan tiba-tiba. Ia hampir saja menutup matanya ketika ia merasakan deru napas suaminya terasa semakin cepat dan terus terbatuk beberapa kali. Bukan hanya sekali tetapi terus terjadi selama perjalan mereka mulai dari memasuki hutan.

"Jongin.. kau baik-baik saja?" Kyungsoo memanggil namanya, berharap Jongin menjawab pertanyaannya. Namun yang ia terima hanya sebuah deheman sebelum Kai kembali terbatuk semakin keras. Semakin ia tak menjawabnya secara tak langsung membuat Kyungsoo semakin khawatir.

"Jongin.." Lirihnya.

Tetapi tiba-tiba ia mendengar suara cekikan kuda yang cukup jauh dibelakangnya dan beberapa suara jatuh yang cukup keras. Kyungsoo menoleh kebelakang dan menemukan beberapa pengawal yang telah terjatuh dari kudanya.

"Jongin mereka terjatuh!" Panik Kyungsoo membuat Jongin berhenti untuk sesaat dan ikut melirik kebelakang.

Membutuhkan waktu lama bagi Jongin untuk melihat situasi yang terjadi. Sebelum ia turun dari kudanya meninggalkan Kyungsoo yang masih berada diatas kuda dengan memeluk putranya erat.

Kyugsoo bisa melihat langkah Jongin yang tertatih. Mendekati beberapa pengawal yang terjatuh berbaring jauh dibelakang mereka. Ia tidak tahu apa yang terjadi tetapi ketika ia melihat Jongin yang langsung jatuh berlutut bersama pengawal lain yang terduduk disampingnya. Kyungsoo tak bisa lagi menahan dirinya sendiri untuk turun dari atas kuda dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Kyungsoo berjalan mendekat dan gerakan pertama yang ia buat adalah menutup mulutnya terkejut dengan kedua telapak tangannya. Ia melihat sekitar 4 orang pengawal yang mengikuti mereka telah tergeletak dengan darah yang bercucuran dari mulut. Ia sempat ingin bertanya apa yang sebenarnya terjadi? Tetapi ketika ia melihat wajah Jongin yang memucat, ia mengurungkan niatnya.

Dibawah cahaya bulan yang menelusup masuk dari sela-sela pohon, ia bisa melihat dengan cukup jelas keringat yang membasahi kening suaminya. Wajahnya pucat, napasnya tersenggal dan tatapan yang kosong. Bukan hanya Kai, tiga orang pengawal yang tersisa juga kini tengah terbatuk.

Kyungsoo mendekat dan berlutut di samping tubuh suaminya. Menepuk bahunya pelan sebelum merambat menuju lengannya dan berhenti pada pergelangan tangannya untuk ia genggam erat.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Lirih Kyungsoo.

"Kyungsoo…" Balasnya. Tapi ia sama sekali tidak menatap sosok yang dipanggilnya saat ini.

Kyungsoo kini bisa merasakan cengkraman kuat tangan Jongin pada pergelangan tangannya. Wajahnya melirik dan Kyungsoo mencoba menelisik arti dari tatapan yang diberikan Jongin saat ini.

"Kita telah diracun." Bisiknya dengan suara yang sangat lemah. Mata Kyungsoo membelalak. Ia tak mengerti maksud yang dikatakan Jongin padanya.


"Kita harus kembali Jongin, tidak, kita harus menemui tabib Istana dan membantu menyelamatkanmu!" Panik Kyungsoo terus menggenggam tangan suaminya yang kini duduk kian melemah. Punggungnya bersandar pada pohon.

"Kita tidak bisa kembali Kyungsoo, itu berbahaya.. untukmu." Bisiknya lemah.

Kyungsoo menggeleng. Ia terus menguatkan hati ketika ia semakin melihat kondisi Jongin yang kian melemah dengan suara batuk yang kian keras. Kyungsoo bisa melihat dengan jelas bagaimana napasnya kian memburu lemah, tersenggal-senggal.

Kyungsoo tidak pernah sepanik ini. Bahkan ketika salah satu pengawal yang masih bertahan kini telah tak sadarkan diri di samping kudanya. Tergeletak bersama keempat pengawal lain. Menyisakan dirinya, Jongin, bersama kedua pengawal yang kini tengah menjaga mereka dengan tangan yang menyangga pada kuda-kuda mereka.

Kondisi ini terlalu menyulitkan. Bagaimana bisa mereka bisa diracuni seperti ini? Apa yang telah meracuni mereka? Jika itu pun terjadi ia juga harus mengalami kondisi yang sama seperti suaminya. Tapi tidak terjadi apa-apa padanya. Lalu apa maksudnya ini?

"Siapa yang telah melakukan ini? Kenapa semuanya bisa menjadi seperti ini?" Kini kepanikan Kyungsoo menghilang menjadi suara isakan, suaranya bergetar ketakutan dengan genggaman tangan kian erat.

"Sepertinya mereka meracuni kita melalui minuman," Kai melarikan tatapannya pada Kyungsoo. Dan satu yang bisa Kyungsoo ingat. Pesta. Ya benar, minuman yang dikatakan Jongin tidak lain adalah minuman yang berada di pesta. Kyungsoo tidak ada disana karena sesuai peraturan, ia tidak diizinkan keluar kamar dan mengharuskan ia untuk menjaga Taeoh.

Tatapannya kian melembut dan semakin membuat Kyungsoo merasa sakit untuk menatapnya. "Kau baik-baik saja?"

Berhenti bertanya padaku bahwa aku baik-baik saja! Kyungsoo rasanya ingin berteriak saat ini. Bagaimana bisa di dalam kondidisi seperti ini Jongin masih menanyakan keadaannya. Tanpa suara bulir-bulir air matanya kian menetes keluar dari sudut matanya. Tak kuasa melihat keadaan Jongin yang kian memburuk. Wajah pucat pasi dengan bibir yang membiru. Ia kedinginan.

Kyungsoo langsung melepaskan selimut yang menutupi tubuhnya. Menyangga tubuh Jongin untuk sedikit duduk tegap lalu menyelimuti tubuh yang kian melemah itu.

"Tidak," tahan Jongin. "Kau bisa kedinginan."

"Berhenti mengkhawatirkanku, aku akan menyelamatkanmu!" Teriak Kyungsoo dengan isakannya. Ini adalah kali pertama ia berteriak dihadapan Jongin dan suaminya tak berkutik sama sekali. Selain diam dengan tatapan sendu.

Kyungsoo langsung merapatkan selimut yang ia lilitkan di tubuh Jongin. Lalu menyandarkan punggungnya dibalik pohon. Ia mencoba berpikir apa yang ia lakukan sekarang. Ia harus melakukan sesuatu karena ia tidak mungkin duduk dan melihat banyak nyawa lagi mati dihadapannya, apalagi itu adalah Jongin.

"Mereka menuju kearah kita!" Teriak satu pengawal dengan napas yang tersenggal.

Kyungsoo melarikan tatapannya pada pengawal itu dan melihat kedua tangannya yang telah siap dengan pedang di sisi tubuhnya. Kyungsoo bisa merasakan getaran ditanah yang mulanya pelan kini kian terasa bergetar. Suara kaki-kaki kuda yang tengah berlari.

Sebelum Kyungsoo menanyakan pendapatnya, pengawal itu telah berteriak jauh dari tempat Kyungsoo dan Jongin.

"Tuan, Nona, Anda harus segera pergi. Aku akan menghalau mereka disini!" Ungkapnya.

"Tapi bagaimana—" Suaranya tergagap, sungguh ia tidak bisa berpikir apa-apa.

"Saya akan menjaga keluarga Kim sampai mati. Percayalah, saya tidak akan membiarkan Nona dan Tuan dalam masalah dan terluka sedikitpun. Itu janjiku!"

Kyungsoo tertegun mendengar ungkapan janji dari sang pengawal. Suaranya tegas dan lantang, mengatakan sebuah kesungguhan padahal ia sendiri tengah sekarat. Ia tengah melawan racun yang kini menyebar ditubuhnya namun semangatnya untuk bertarung kian memuncak membuat Kyungsoo bangga dikelilingi oleh orang-orang yang begitu setia kepadanya—setia pada keluarga Kim.

Ia bisa melihat pancaran mata kesungguhan dari sang pengawal sebelum satu pengawal yang lain kini berlutut dihadapan mereka.

"Biar saya membatu Nona dan Tuan! Sampai saya mati." Bisiknya.

Kyungsoo menatap kesungguhan di matanya. Pria ini masih muda, mungkin seumuran dengan sepupunya. Bahkan lebih muda darinya. Wajahnya memucat, keringatnya membanjiri wajahnya dengan bibir yang bergetar menahan sakit. Ia terdiam menunggu dan Kyungsoo tahu, ia harus memutuskan sesuatu sekarang juga.

Dengan mata terpejam, ia mengabil napas sesaat bersungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya. Baik katakanlah Kyungsoo belum pernah menjadi istri yang baik bagi Jongin, tetapi kali ini, ini adalah saatnya ia membalas apa yang telah diberikan Jongin kepadanya dengan segala ketulusan dan kebaikan hatinya. Ia harus menyelamatkan suaminya.

"Kita lanjutkan perjalanannya dan kita cari tabib setelah kita keluar dari hutan ini. Aku tahu tabib terkenal di sebrang desa!" Perintah Kyungsoo sungguh.

Ia langsung berdiri dan menatap wajah Taeoh dalam pangkuannya yang masih tertidur dengan tenang. Ia mengecup dalam-dalam kening halus putranya. Kini dia yang akan berkorban, apapun itu demi menyelamatkan keluarganya, menyelamatkan Jongin.

Kyungsoo merampas sebuah busur beserta anak panah yang ada disisi tubuh pengawal yang telah tak bernyawa. Melampirkannya disisi tubuhnya. Setelah itu ia langsung mengikatkan kuat-kuat tali yang menggendong Taeoh di depan tubuhnya. Setelah semuanya siap, ia berlutut dan menarik lengan Jongin dan merangkulkannya di bahunya.

Wajah yang memucat itu mendongak dan menatap penuh kelemahan. "Kau harus segera pergi, sia-sia saja menyelamatkanku." Bisik Jongin.

"Aku tidak akan membiarkan suamiku mati begitu saja." Balas Kyungsoo. Menyeret dengan terpapah tubuh Jongin dibantu satu pengawal lain. Menaikkan tubuhnya yang lemah keatas kuda sebelum Kyungsoo naik menunggangi kudanya. Kini ia yang mengendalikan semuanya. Ia akan menyelamatkan Jongin apapun yang terjadi. Kyungsoo menggenggam kedua lengan Jongin yang duduk di belakang tubuhnya. Mengalungkan kedua lengan Jongin untuk memeluk perutnya erat.

Sebelum ia memacu kudanya untuk bergegas pergi. Ia berbisik, entah Jongin mendengarnya atau tidak.

"Bertahanlah, demi Taeoh, dan… demi diriku."


Kyungsoo bukanlah seorang penunggang kuda yang baik. Hanya saja ia pernah diajarkan untuk bisa menunggangi kuda bila dalam posisi bahaya. Ia juga pernah belajar menggunakan busur panah dan Ia mengayunkan pedang meski ia tidak pernah bertarung sama sekali. Hanya sebagai pertahanan diri. Meski dulu ia berpikir apa yang dipelajarinya tidak akan berpengaruh begitu besar untuknya, tetapi kali ini ia bersyukur. Setidaknya ia memiliki sedikit kemampuan untuk melawan musuh yang bisa saja menyerang mereka dengan tiba-tiba.

Ia bisa merasakan melalui kulit punggungnya bahwa napas suaminya kian pelan. Entah ia tertidur atau tak sadarkan diri. Namun, selagi ia merasakan cengkraman kuat tangan Jongin di pinggangnya dengan napas yang memburu di belakang tubuhnya. Ia masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan Jongin.

Taeoh tak bergerak. Ia sama sekali tidak terganggu dengan hentakkan kuat tubuhnya yang memantul pelan menunggangi kuda. Ia sama sekali tidak menangis, sama sekali tidak merengek. Setidaknya, putranya aman dan dalam kondisi baik-baik saja. Mengingat udara malam yang kian dingin. Kabut mulai menutupi jalan yang tengah ia lewati.

Kyungsoo tak memerdulikan suhu dingin yang kini menusuk kulitnya yang terbuka. Meski wajahnya terasa kaku karena dinginnya embun yang merembes wajahnya. Ia sebisa mungkin melawan untuk bertahan. Ia tidak akan mengeluh dalam kondisi seperti ini. Satu-satunya orang yang bisa diandalkan disini adalah dirinya sendiri mengingat ia adalah satu-satunya orang yang sehat dan tidak diracuni.

Ia menunggangi kudanya yang berlari cepat. Mengikuti arah sang pengawal di depannya yang sama melesatnya. Tiba-tiba Kyungsoo mengkhawatirkan kondisi pengawal muda itu. Apa benar ia baik-baik saja? Selain Jongin, ia juga tidak akan mengabaikannya. Pria muda itu harus selamat.

"Aku merasa lelah." Jongin berbisik dibalik tubuhnya dengan suara parau. Saat itu juga tangannya mulai mengendur.

"Tidak, Jongin tidak.." Ucapnya, satu tangannya menggapai lengan Jongin yang hampir terjatuh. Menahan sebisa mungkin tubuhnya untuk tetap bersandar di punggungnya.

"Ini sia-sia saja, Kyungsoo kau harus menyelamatkan dirimu."

"Aku tidak akan membiarkanmu, aku akan menyelamatkanmu! Kumohon tetaplah bertahan."

Kini satu lengannya mencengkram kuat tangan-tangan Jongin untuk tetap memeluk pinggangnya dan satu tangannya lain mengendalikan kuda yang ditungganginya. Semakin memacu kudanya cepat agar ia bisa segera sampai di sebrang desa dan menyelamatkan nyawa Jongin dari racun yang ada di dalam tubuhnya.

"Kenapa kau melakukan ini untukku?"

Kyungsoo hanya bisa terdiam. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Secara garis besar ia merasa harus untuk menyelamatkan Jongin namun perasaanya yang lain tidak dapat mengatakan apa-apa. Apa ini sebuah belas kasihan, balas budi, atau mungkin kasih sayang. Ia tidak tahu dan ia hanya mencari aman untuk tidak mengatakannya.

"Kyungsoo?" Jongin memanggilnya, jelas ia menunggu jawaban yang ditanyakannya.

"Kau sendiri mengatakan bahwa kita akan baik-baik saja. Jadi tetaplah bertahan." Bisiknya, entah itu jawaban dari hati atau hanya ucapan tak bermakna. Karena jelas, ia tdak tahu apa yang harus ia katakan.


Embun kian merapat membutakan jalan mereka. Kyungsoo tidak tahu jalan keluar dari hutan ini selain mengikuti kuda pengawal di depannya. Ia mencoba fokus untuk tetap mengamati jalannya. Sebisa mungkin agar ia tidak kehilangan arah dan bisa membawa keluar Jongin secepatnya.

Namun kian lama, cengkraman lengan jongin pada pinggangnya kian melemah. Ia hampir jatuh kalau saja Kyungsoo tak menahannya. Bebannya semakin berat saja. Tubuh Jongin terasa akan benar-benar jatuh karan kini tubuhnya bersandar bertumpu pada sisi tubuhnya yang lain. Membuatnya tidak seimbang dan mau tak mau Kyungsoo berteriak pada sang pengawal di depanya untuk berhenti dan ia menghentikan kudanya kuat-kuat membuat kuda itu terkikik keras.

Kyungsoo masih mencoba menahan tubuh Jongin untuk tak jatuh ketika pengawal dihadapannya mendekat dengan wajah yang masih sama pucat, hanya saja kini keringatnya semakin membanjiri wajah hingga lehernya.

"Nona?" Pria itu bertanya dengan suara parau.

"Kita berhenti sejenak." Titahnya.

"Tapi, Nona.. secepatnya kita harus keluar dari hutan ini. Mereka mengejar kita!"

Kyungsoo bisa melihat ketakutan yang tergambar jelas di wajah pengawal muda itu. Namun ia menggeleng. Ia tidak peduli, kini ia mengkhawatirkan kondisi tubuh Jongin. Meski ya, ia harus mencari tabib sesegera mungkin namun melihat keadaan Jongin ia ragu. Ia harus memastikan Jongin untuk tetap kuat dan mengambil keputusan untuk beristirahat. Sekaligus berpikir langkah apa yang harus ia lakukan selanjutnya demi menyelamatkan kedua pria yang mungkin sekarang tengah sekarat oleh racun yang ada di dalam tubuh mereka.

Mungkin karena melihat tatapan memelas Kyungsoo, akhirnya pengawal itu mengangguk dan turun dari kudanya. Dengan langkah tertatih ia mendekat dan membatu Jongin untuk turun dari kudanya dan di ikuti Kyungsoo. Mereka kini saling berjalan memapah. Membawa Jongin duduk di bawah pohon besar yang rindang. Ia meringis perlahan sebelum bernapas sedikit lega ketika punggungnya bersandar dengan nyaman pada batang pohon itu.

"Kau, baik-baik saja? Apa kau masih kuat untuk bertahan?" Kyungsoo berlutut di sisi tubuh Jongin. Matanya yang semula tertutup kini terbuka dengan senduu, membalas tatapan Kyungsoo.

"Kyung.." Napasnya tersenggal.

"Kita beristirahat dulu, tunggu aku, aku akan mencarikan sesuatu untukmu. Mungkin tanaman obat, hutan berguna. Aku tahu itu, aku akan mencarinya dan akan menyelamatkanmu. Semuanya akan baik-baik saja dan—" Ucapannya terpotong ketika lengan Jongin menggapai pipinya lalu merambat halus menuju bibirnya mengatakan bahwa ia harus tutup mulut dan berhenti bicara.

"Itu tidak berguna." Bisik Jongin.

"Tapi Jongin, kau tidak—"

"Semuanya akan baik-baik saja, selama kau baik."

Kyungsoo tertegun mendengar apa yang dikatakan Jongin. Entah kenapa kini matanya kian memanas, Kyungsoo pikir tak lama lagi mungkin ia akan menangis dihadapan Jongin—lagi—namun ia tidak ingin terlihat rapuh dihadapannya. Ia harus menjadi wanita kuat dan meyakinkan Jongin bahwa ia masih memiliki kesempatan untuk hidup.

Ketika telapak tangan Jongin menjauh dari bibirnya. Kyungsoo tak bisa berkata apa-apa lagi. Otak dan mulutnya seolah tidak bekerja untuk saling terhubung, mengatakan apa yang sedari tadi ia pikirkan. Namun yang bisa Kyungsoo lakukan saat ini hanya menangis dan menatap Jongin lekat meski kini matanya ia alihkan ke sisi lain.

Kyungsoo mengikuti arah tatapan Jongin dan berakhir pada wajah Jungkook yang kini berlutut cukup jauh di sisi tubuh Jongin. Dengan wajah tertekuk dan kedua tangan yang menyangga tubuhnya kedepan.

"Jungkook." Panggilnya membuat sang pengawal muda itu mengangkat wajahnya dengan tatapan tak percaya. "Apa aku pernah memanggil namamu sebelumnya?" Tanya Jongin.

"Ti..tidak Tuan." Bibirnya bergetar mendengar apa yang dikatakan Jongin kepadanya. Tidak percaya bahwa Jongin mengenal nama pengawal semacam dirinya.

"Aku mengenal banyak nama pengawal, sungguh. Aku tidak percaya kau masih bisa bertahan." Jongin tersenyum di wajah pucatnya. "Seberapa banyak kau minum tadi?"

"Satu gelas," Ia berbisik lemah. "Sa.. saya.. tidak kuat untuk minum."

"Syukurlah.." Kai mendesah sebelum ia menggapai tangan Jungkook untuk mendekat padanya. "Kau lebih bisa bertahan lama dariku. Bawa Nona Kyungsoo bersamamu." Perintahnya lirih.

"Jongin!" Kyungsoo tersentak mendengar penuturan Jongin pada Jungkook. Ia menatap tidak percaya bahwa Jongin akan mengatakan hal semacam itu, seperti kalimat menyerah. Bahkan Jongin sama sekali tidak menatapnya dan memilih menatap lekat wajah Jungkook dengan serius. Wajah pengawal muda itu masih tertegun tak percaya.

"Ti.. tidak Tuan. Saya akan menyelamatkan Anda sekeluarga. Itu telah menjadi janji saya pada keluarga Kim."

"Tidak Jungkook.. tidak. Aku tidak akan bisa bertahan lama." Kai terbatuk membuat Kyungsoo merangkulkan tangannya pada tubuh Jongin yang hampir tejatuh. "Istriku, anakku, mereka harus selamat. Kau juga.."

Kyungsoo menatap penuh sendu ketika wajah Jungkook membeku dengan tetesan air mata yang jatuh dari matanya. Kedua telapak tangannya mengepal di atas tanah. Tubuhnya bergetar namun tatapannya masih mengunci pada mata Jongin.

"Tidak," Sahutnya. "Aku akan tetap disini, apapun yang tejadi. Aku telah berjanji untuk mati, Ini setiaku pada keluarga Kim." Ucapnya penuh tekad.

"Meskipun aku yang memerintahkanmu?"

"Maafkan aku Tuan." Jungkook duduk dengan tegap sebelum ia menunduk dan memberi ucapan permintaan maaf.

Kyungsoo bisa mendengar desahan napas Jongin sebelum akhirnya ia kembali bersandar dan menutup matanya. Sebelum seluruh perhatiannya teralihkan pada Jongin, Jungkook memanggilnya dan menatapnya penuh keyakinan.

"Aku akan berjaga-jaga di depan, nona."

Dengan ragu Kyungsoo mengangguk. Membiarkan pengawal muda itu berdiri dengan langkah tertatih. Mengeluarkan pedangnya dan berjaga kesisi lain dimana jalan itu merupakan jalan yang sebelumnya telah mereka lewati.

Kyungsoo kini mengambil posisi duduknya untuk bersisian dengan tubuh Kai yang menyandar lelah di batang pohon. Kedua tangan Kyungsoo kini beralih memeluk Taeoh yang sedari tadi hanya diam tak bersuara. Ia memejamkan mataya untuk sesaat sebelum ia mengatur napasnya untuk tetap tenang. Ia tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi karena saat ini secara tiba-tiba tubuh Kai jatuh pada sisi tubuhnya. Kepalanya menyandar dengan lemah di pundaknya dan napasnya seolah menghangatkan wajah Kyungsoo saat ini.

"Bagaimana bisa kau begitu keras kepala, sama perti dia."

Kyungsoo tahu, kini Jongin tengah memarahinya dan Jungkook. Mereka berdua sama-sama tidak ingin mendengarkannya dan malah memilih tetap tinggal disini menjaga Jongin yang kondisinya mulai memburuk.

"Bukan itu, aku tidak ingin egois. Dan aku yakin, pengawal itu.. maksudku Jungkook, dia juga memikirkan hal yang sama sepertiku."

Untuk beberapa saat mereka saling terdiam. Jongin yang tengah mengatur napasnya dan Kyungsoo yang masih berusaha sebisa mungkin untuk tidak panik kembali. Jujur saja, semakin ia mendengar suara Kai terbatuk semakin ia merasa takut. Takut jika darah itu keluar dari mulut bersama batuknya setelah itu ia berakhir seperti pengawal-pengawal lain yang telah jauh mereka tinggalkan.

"Kita tidak pernah sedekat ini sebelumnya." Bisik Jongin. Kyungsoo melirik dan menatap mata suaminya yang tengah tertutup dengan rapat. "Dan kau harus tahu, betapa senangnya aku mendengar kau memanggil namaku, dibandingkan sebutan Tuan."

Kyungsoo mengelak, "Itu kewajibanku, aku menjaga kesopanan di tengah keluarga."

"Itu terdengar seperti aku tengah membudakimu, dan aku tidak ingin mendengarmu memanggilku seperti itu."

Kyungsoo terlonjak mendengar penuturan Jongin, namun ia tidak bisa bergerak. Sepertinya udara dingin yang tengah menusuk kulitnya sekarang telah membekukan seluruh tubuhnya, termasuk otaknya saat ini.

"Aku ingin kau memandangku, melihatku selayaknya suami tapi aku tidak bisa memaksakan diriku seperti itu," lanjutnya. "Bahkan aku tidak bisa melihatmu."

Kyungsoo terdiam. Kini matanya menatap lekat wajah Jongin. Menunggu mata itu terbuka dan menjelaskan semuanya lebih jelas. Karena sungguh, ia tidak mengerti kemana arah pembicaraan Jongin kali ini. Mungkin karena pengaruh racun itu kini Jongin mulai bicara yang tidak masuk akan kepadanya.

Ketika kelopak dengan bulu mata yang lebat itu terbuka. Dengan was-was Kyungsoo menunggu, apakah Jongin akan melihatnya atau bahkan tidak menatapnya sama sekali seperti apa yang telah dikatakannya. Tetapi suaminya itu benar-benar tidak melihatnya, tidak menatapnya bahkan sama sekali tidak mengalihkan perhatian hanya untuk sekedar melirik Kyungsoo.

"Kenapa kau tidak bisa melihatku?" Tanya Kyungsoo ragu.

Butuh waktu cukup lama untuk Kyungsoo mendapatkan jawaban. Selagi ia menunggu, ia hanya bisa melihat helaan napas Kai yang cukup berat ditariknya untuk ia hirup lalu hembuskan. Kai membuka mulutnya dan saat itu suaranya cukup tercekat seperti tertahan di tenggorokannya. Terlihat sekali ia sangat ragu menyampaikan apa yang dikatakannya kali ini.

"Karena jika aku terlalu lama melihatmu, aku takut aku semakin jatuh cinta kepadamu."

Kyungsoo tertegun. Ia merasa tubuhnya mati rasa, jantungnya berdebar keras dengan wajah yang menghangat mendengar penuturan Jongin tadi. Benarkah yang dikatakan Jongin? Jatuh cinta? Apakah pria yang berstatus suaminya itu jatuh cinta kepadanya?

Sebelum Kyungsoo bisa berkomentar, mata Jongin yang gelap ia larikan pada tubuh yang ada dalam pangkuan Kyungsoo saat ini. Menatapnya lekat-lekat dan tak bergerak sama sekali. Sebuah ketegangan muncul di wajahnya. Entah apa itu membuat Kyungsoo ikut melirik menatap Taeoh.

"Bayi kita.." Lirih Jongin.

"putra kita, Taeoh, dia—" Napasnya tersentak. Jantungnya yang tadi berdebar cepat kini berhenti begitu saja. Tangannya menggantung dengan takut ketika ia menyentuh kulit putranya yang dingin dan kaku. Seluruh tubuhnya menegang, dan ia merasa seluruh pandangannya berputar dengan hebat. "Taeoh.." Bisiknya sebelum ia meneteskan air matanya di wajahnya yang membeku.


To be Continued