Summary: "Tak ada salahnya menjadi berbeda."/ Midorima menghabiskan 13 tahun hidupnya tanpa seorang pun teman. Semua hanya karena warna rambutnya yang 'berbeda'. Akankah semua itu berubah ketika seorang anak berambut raven justru mendekatinya?/ "Kenapa kau tak menjauhiku—nodayo?"/ "Bukan hanya kau yang berbeda, Shin-chan."/ AU. MidoTaka. First Kurobas fic, RnR please?

A/N: Fic pertama Ruvi di fandom ini, salam kenal :) Yoroshiku onegaishimasu~


.

"Okaa-san, apa kau yakin aku boleh keluar?"

.

Sebuah tangan mengusap rambutnya dengan lembut.

.

"Tentu saja, Shin-kun. Memangnya ada apa?"

.

"Tapi... aku kan 'berbeda' dari mereka—nanodayo."

.

Seulas senyuman untuknya.

.

"Tak ada salahnya menjadi 'berbeda', Shin-kun. Nah, ayo buka pintunya dan nikmatilah pemandangan di luar."

.

Ia tersenyum.

.

"Baiklah, Okaa-san."

.


.

Being Different

A Kuroko no Basuke MidoTaka fic

This fic is labeled as AU (Alternate Universe)

Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki

Being Different © Ruvina no Ookami Hime

No profit is made from this fic

Don't like, Don't read~

.

Inspired by:

Warna Empat Musim di Bulan Agustus © Sorata Akizuki

.

Chapter 1 — The Half Basketball Court

[Setengah Lapangan Basket]

.


Di musim panasnya yang ke-13, Midorima Shintarou memutuskan untuk mencari suasana baru dengan menghabiskan liburan musim panas di rumah neneknya. Rumah yang sekilas mirip villa itu memang kebetulan terletak di kawasan pantai, hanya terpaut beberapa meter dari laut yang airnya begitu jernih, terpisahkan oleh lapisan pasir putih yang begitu lembut ketika dipijak.

Namun walaupun telah disuguhkan pemandangan pantai yang begitu indah, Midorima tak sedikit pun terlihat tertarik dengan semua itu. Yang menarik perhatiannya saat ini malah sebuah bola basket berwarna jingga yang warnanya telah memudar, tergeletak begitu saja di sebuah lapangan basket dekat rumah neneknya.

Lapangan itu berukuran cukup kecil, hanya seukuran setengah lapangan basket yang sesungguhnya. Bagian bawah lapangan itu berlapiskan semen abu-abu muda yang terlihat retak di sana-sini, sementara keempat sisinya dilapisi oleh pagar kawat yang menjulang tinggi. Dua ring basket yang terlihat cukup tua menghiasi kedua ujung lapangan itu, mengundang Midorima untuk memasukkan bola ke dalam lingkarannya.

Dengan takut-takut, Midorima—yang sebetulnya tadi hanya kebetulan lewat—berjalan memasuki lapangan di hadapannya. Ia meletakkan tas yang sejak tadi diselempangkannya di bahu di dekat pintu masuk sebelum bergegas mengambil bola basket yang ada di sisi lain lapangan. Ia lalu memantulkan bola itu beberapa kali ke lapisan semen di bawahnya, sedikit terkejut dengan kondisi bola itu yang masih cukup baik untuk dipakai dalam permainan.

Kedua matanya lalu melirik ke arah ring yang berada di ujung lapangan, berpikir untuk mencoba memasukkan bola ke dalam ring berlapis cat putih itu. Tanpa sadar tubuhnya tiba-tiba bergerak membentuk posisi shooting. Tangannya baru mau mendorong bola itu ketika—

"Hei, bukankah itu anak yang ada di rumah baa-chan?"

"Ah, iya kau benar... Lihat, rambutnya benar-benar berwarna hijau, anak yang aneh."

"Pantas baa-chan tak pernah menceritakannya ke kita, ya?"

"Iya, rambut hijau itu sudah seperti rambut bakemono saja... Jangan-jangan dia memang monster?"

"Sudah ah, pergi yuk. Melihatnya saja sudah membuatku takut..."

Midorima mempererat pegangannya pada bola di tangannya. Tentu saja ia mendengar semua perkataan anak-anak itu. Dengan perasaan berantakan, ia pun mendorong bola itu dan membiarkannya melesat jauh membelah udara. Sayang bola itu membentur bagian pinggir ring dan terpental menjauh, tak berhasil masuk ke tempat yang seharusnya.

Bola itu lalu memantul asal ke sudut lapangan tanpa ada yang berusaha menghentikannya. Bagaimana tidak? Satu-satunya orang di lapangan itu hanya diam tak bergeming di tengah lapangan, kepalanya menunduk ke bawah sementara kedua tangannya mengepal erat di samping tubuhnya.

Bakemono. Monster. Itulah sebutan yang sering ia dapat hanya karena rambutnya memiliki gradasi warna yang sedikit berbeda dari orang kebanyakan. Sejujurnya, Midorima membenci rambutnya. Ia membenci warna rambutnya yang membuatnya terus dijauhi orang-orang. Ia membenci warna itu, warna hijau gelap yang membuatnya tak pernah memiliki satu pun teman dalam hidupnya.

"Sial..." Ia mendesis pelan, kesal tak bisa melakukan apapun untuk mengubahnya.

Tenggelam dalam pikirannya sendiri, anak berambut hijau gelap itu tak menyadari saat sebuah tangan kecil menghentikan pergerakan bola basket yang tadi dilemparnya. Pemilik tangan itu lalu mengangkat bola berukuran cukup besar itu dengan bantuan tangan satunya.

"Lemparan yang bagus!"

Sebuah suara membuyarkan lamunan sang anak berkacamata, membuatnya mengangkat kepala ke arah sumber suara.

Tak jauh dari tempatnya berada, berdiri di ambang pintu kawat yang menjadi satu-satunya jalan keluar-masuk ke lapangan itu, adalah seorang anak yang nampak seumuran dengannya. Anak itu memakai kaos orange yang terbalut jaket abu-abu muda dengan lengan yang ditarik ke atas, terlihat cocok dengan celana jeans dan sepatu putih yang juga dikenakannya.

Tapi bukan baju yang dikenakan anak itu yang membuat Midorima menatapnya dengan sedikit unsur iri. Bukan juga karena sepatunya yang terlihat begitu mengilat di bawah terangnya sinar mentari yang menerpa mereka. Tidak, yang membuat Midorima iri adalah rambut anak itu, yang berwarna kehitaman persis seperti yang selama ini didambakannya.

Anak tak dikenal itu menyengir ke arah Midorima, sebelum akhirnya menggantikan cengiran itu dengan sebuah senyuman bersahabat. Tapi semua itu seakan luntur dari wajahnya ketika ia berjalan mendekat ke arah Midorima yang masih berdiri di tengah lapangan.

"Ah, rambutmu—"

Ini dia. Ejekan biasa yang terlontar begitu orang-orang menyadari warna rambutnya yang berbeda. Midorima menutup kedua matanya, bersiap-siap menerima kata-kata selanjutnya yang keluar dari mulut anak itu. Bakemono, monster, apapun, sebut saja. Midorima sudah siap dengan panggilan apapun.

"—terlihat lembut sekali! Seperti rumput yang bergoyang ketika tertiup angin! Aku baru pertama kali melihatnya!"

Midorima spontan membuka matanya lalu mengerjap. Entah yang barusan itu sindiran atau memang tulus dari hati anak di depannya, ia benar-benar tak tahu. Anak ini tidak buta, kan? Midorima membatin dalam hati.

Seakan mengabaikan tatapan shock Midorima, anak itu lalu melanjutkan ucapannya, "Namaku Takao Kazunari." Ia mulai memantulkan bola basket yang dipegangnya. "Namamu?"

Midorima meneguk ludahnya sebelum berhasil menjawab, "M-Midorima Shintarou."

"Hmm... Shintarou..." Ia tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke arah ring di ujung lapangan.

"Ah, Shin-chan, ya?" Takao memasang posisi shooting secepat kilat. "Kau suka main basket, Shin-chan?" Ia lalu melempar bola yang dipegangnya, sepertinya tak bisa membendung senyumnya ketika ia memanggil nama teman barunya itu.

Walaupun sedikit terkejut dengan reaksi Takao yang biasa-biasa saja ketika melihat rambut anehnya, ujung mata Midorima mau tak mau berkedut begitu mendengar nama panggilan yang diberikan Takao padanya. Shin-chan...? Panggilan kekanak-kanakan macam apa itu?

"Siapa yang memperbolehkanmu memanggilku—"

DUK!

Suara bola basket yang menabrak tepi ring menggema di lapangan basket kecil itu, diikuti suara pantulan bola basket yang semakin lama semakin menjauh.

"Aah...! Kurang ke kiri sedikit... Padahal aku sudah mengukurnya baik-baik tadi..." Takao berkata penuh kekecewaan, mengabaikan kata-kata Midorima. Ia lalu mulai berlari mengejar bola yang bergulir menjauh itu.

"Oiya, soal lemparanmu yang tadi, Shin-chan..." Ia berhenti ketika melewati Midorima. "Seandainya kau mengurangi kekuatanmu sedikit, aku yakin shoot-mu yang tadi pasti masuk," kata Takao sambil menepuk pundak Midorima yang masih kesal karena tak diacuhkan.

Tak menyadari perubahan mood Midorima yang tadinya buruk menjadi sangat buruk, Takao malah mempercepat langkahnya untuk mengambil bola basket yang kini tergeletak diam di pinggir lapangan. Di belakangnya, tak terlihat oleh anak berambut raven itu, Midorima sekali lagi membetulkan posisi kacamatanya.

"Berikan bolanya padaku, Takao." Midorima memerintahkan tanpa melihat ke arah kenalan barunya itu.

"Eh?" Takao yang baru saja mengangkat bola berwarna jingga pudar itu dari permukaan semen terkejut mendengar kata-kata Midorima.

Takao menatap bola yang dipegangnya sebelum mengembalikan pandangannya ke arah Midorima. Merasa tak ada salahnya melakukan apa yang diminta sang anak berkacamata, Takao lalu men-dribble bola yang dipegangnya sebentar sebelum mengopernya ke Midorima. Midorima lalu menangkap benda berbentuk bundar itu dengan dua tangan, mengamati permukaannya yang terlapisi debu sebentar sebelum memantulkannya ke bawah.

Dari pinggir lapangan, Takao melayangkan pandangannya yang dipenuhi rasa penasaran ke arah Midorima. Kedua alisnya berkerut ketika Midorima bergerak mundur perlahan sambil membawa bola jingga itu di tangannya. Kini Midorima berdiri di atas garis yang memisahkan lapangan itu menjadi dua bagian; garis tengah lapangan.

Apa yang mau dilakukannya?, tanya Takao dalam hati.

Midorima menarik napas dalam-dalam. Kedua mata hijau tuanya terpaku pada ring basket jauh di depannya. Diangkatnya bola jingga yang sejak tadi dipegangnya ke depan dahinya, kedua lututnya menekuk seiring dengan pergerakan kedua lengannya ke atas; Midorima kembali membentuk posisi shooting.

"Perhatikan baik-baik, Takao... Jangan lepaskan pandanganmu sedetik pun dari bola ini."

Menyadari apa yang coba dilakukan Midorima, Takao spontan berteriak.

"Tunggu, Shin-chan! Tidak mungkin kau bisa—"

Bola itu terlepas dari tangan Midorima dengan perlahan, seakan menganggap perkataan Takao sebagai angin lalu. Benda berwarna jingga itu melesat jauh ke atas, menciptakan lintasan berbentuk sebuah lengkungan tinggi yang tingginya bahkan melebihi tinggi pagar kawat yang mengelilingi mereka. Bola itu lalu berputar di udara dalam gerakan slow motion, berhenti sesaat di puncak sebelum akhirnya turun perlahan dan...

Whuush.

...masuk tepat ke tengah ring di ujung lapangan.

Takao tak dapat mempercayai penglihatannya. Kedua matanya tak menemukan kesulitan mengikuti gerakan bola berwarna jingga pudar itu, namun justru itulah yang membuatnya kini membelalakkan mata. Ia melihat sendiri dengan kedua mata kepalanya bagaimana bola itu berhasil masuk ke dalam ring dengan begitu indahnya. Dari jarak sejauh itu. Dilempar oleh seseorang yang ia yakin umurnya tak beda jauh dengan dirinya sendiri.

Bagaimana bisa?

Terlalu banyak pertanyaan dan Takao tak punya satu pun jawabannya. Ia hanya bisa berdiri diam di tempat, terlalu terpukau untuk berkata-kata.

Melihat Takao yang masih terpana dengan aksinya barusan, Midorima memutuskan untuk tidak mengganggunya. Ia lalu berjalan dalam diam ke pinggir lapangan untuk mengambil tasnya yang ia letakkan begitu saja ketika memasuki lapangan tadi.

Sambil melihat untuk yang terakhir kalinya ke arah kenalan barunya itu, Midorima pun berkata,

"Aku duluan, Takao."

Ekspresi datar tetap menghiasi wajahnya bahkan ketika ia membetulkan posisi kacamatanya sambil berjalan meninggalkan tempat itu. Walaupun begitu, jika dilihat baik-baik, sebenarnya kedua sudut bibirnya terangkat sedikit, membentuk sebuah senyum tipis penuh kebanggaan yang telah lama tak ia perlihatkan kepada siapapun.

Lagipula, tak seperti ia punya seseorang yang ingin ia perlihatkan ekspresi semacam itu... kan?

.

.

.

To be continued...


A/N:

Orz apa ini...? Tadinya bermaksud bikin fic MidoTaka yang fluffy-fluffy gimana gitu, kenapa jadi fic super epic begini? Iya Ruvi tau bagian Midorima nge-shoot itu lebay, tapi itulah yang Ruvi rasakan setiap kali ngeliat orang-orang nge-three point. Mungkin ini juga pengaruh dari kebanyakan nonton Kuroko no Basuke Crack sih... Orz ada yang tau? #promosi.

Ngomong-ngomong di fic ini Shin-chan 13 tahun, begitu juga dengan Hawk eyes-user tercinta Ruvi X3 (eits jangan salah, ini cuma gara-gara zodiak kita sama kok~ Sesama Scorpio harus saling mencintai, kan? #ditendang)

Dan untuk yang belum tahu, bakemono itu artinya monster, dan baa-chan itu artinya nenek~

Yak, sekian curcol sekaligus informasi tambahannya. Kalo readers udah pada tau syukurlah, tapi kalau belum ya silakan dibaca :)

Oiya, Ruvi sengaja publish fic ini hari ini sebagai peringatan MidoTaka Day~ (06/10) - Menurut penanggalan Indonesia. Happy MidoTaka Day minna~ :D

Last, Review please? #puppy eyes.

-R.O.H-