Disclaimer: Assasination Classroom milik Yuusei Matsui. Author hanyalah membuat fanfiksi ini berdasarkan karakter yang telah ada. Author juga tidak mengambil keuntungan material dari fanfiksi ini.
Everything will be okay
.
.
.
Pada hari itu, adalah hari bersejarah untuk kelas 3-E
Dengan strategi dan jiwa kepemimpinan Isogai Yuuma, kelas 3-E bisa mengalahkan kelas 3-A di ajang pekan olahraga SMP Kunugigaoka.
"Tapi sungguh, aku tidak menyangka kita bakal menang seperti ini! Ya ampun... kalian lihat kan betapa kuatnya kelas 3-A, terutama siswa dari luar negeri itu. Aku tidak habis pikir strategi Isogai bisa mengalahkan mereka seperti ini. Kita harus merayakannya! Aku aku membuat puding untuk kalian semua!"
Kayano terus berbicara tanpa henti. Rangkaian acara dan resep-resep makanan yang patut dicoba terus memberondong cepat keluar dari mulutnya. Terus berceloteh untuk perayaan kemenangan mereka. Ada beberapa anak yang berminat untuk nimbrung dan ikut membicarakan. Ada juga yang memutuskan untuk tidak peduli.
Mau bagaimana lagi. Tidak ada yang bisa menghentikan Kayano jika berbicara soal perayaan dan resep-resep makanan. Gadis manis itu memang paling hobi membicarakannya tanpa henti.
Mungkin ini agak berlebihan. Tapi mengalahkan kelas 3-A seperti itu adalah kesenangan tersendiri. Terutama melihat wajah Asano Gakushuu yang putus asa (hanya Karma menyadarinya) dengan kekalahannya. Agak kejam jika merayakan kekalahan Asano. Tapi bukan berarti kelas 3-E tidak akan merayakan kemenangan mereka.
Menikmati daging panggang di sekolah ketika bintang bertabur di langit bukanlah perayaan yang buruk.
"Tapi setidaknya Isogai-kun masih bisa bersekolah di sini."
"Kita tidak perlu kehilangan ketua kelas ikemen kita."
"Aku yakin, Asano-kun pasti akan memegang kata-katanya. Ia tidak akan membeberkan rahasia terbesarmu."
Sedaritadi Karma hanya memperhatikan teman-temannya tanpa banyak berkomentar. Hari ini, ia tidak ingin merusak kesenangan kelas 3-E. Biarlah mereka sekali-kali terlarut pada kesenangan yang jarang didapatkan seperti ini. Lagipula, memenangkan pertandingan ini juga suatu kebanggaan sendiri.
Karma mengambil tasnya. Ia ingin cepat-cepat pulang hari ini. Badannya agak lelah setelah bertanding olahraga. Terutama, ia ingin belajar untuk menghadapi ulangan tengah semester dalam hitungan dua minggu lagi. Karma tidak mau lagi kalah dan berakhir dipermalukan dengan gurita kuning menyebalkan itu.
"Asano-kun." Suara Isogai Yuuma membuat Karma menoleh. Asano Gakushuu berada di koridor, berbicara dengan anggota OSIS lainnya. Wajah Asano masih sama, seperti tidak mengalami kekalahan sedikitpun.
Asano mengalihkan pandangan ke arah mereka. Ia menatap Isogai Yuuma.
Karma terdiam. Ia tidak begitu yakin. Tapi tak sengaja Karma melihat sebuah warna mengelilingi Asano, seperti sebuah selimut yang terbuat dari aura.
Isogai Yuuma mulai berbicara, "urusan janji kita..."
"Ah, maksudmu janji itu." Asano menutup matanya sejenak, tampak memikirkan sesuatu. "Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan membeberkannya. Selanjutnya, terserah kau."
Lalu Asano Gakushuu pergi meninggalkan mereka, seolah tampak tidak peduli lagi.
"Kau dengar itu, kau selamat Isogai-kun!"
"Syukurlah, kau tidak jadi dikeluarkan." Nagisa menghela nafas. Ia menoleh ke arah Karma yang ada di belakangnya. "Karma-kun, kenapa kau melamun di sana?"
Lamunan Karma buyar begitu Nagisa memanggilnya. Ia mengambil tasnya dan menghampiri Nagisa. "Asano kemana?"
"Dia sudah pergi sama teman-temannya."
Karma mendesah pelan. Ia berjalan cuek mendahului Nagisa. Tidak peduli omelan keluar dari mulut pemuda berambut biru itu, matanya terus kelayapan mencari Asano, meski langkahnya menuju pintu gerbang SMP Kunugigaoka. Ia harus menemukan Asano, memastikan apa yang dilihatnya hanyalah halusinasi belaka.
Tapi Karma juga tahu, apa yang dilihatnya bukanlah halusinasi belaka.
Pada hari itu, Karma telah melihat warna kematian menyelimuti Asano Gakushuu.
.
.
.
Hakuna Matata
Bagian 01 | Warna Kematian
.
.
.
Sejak kecil, Akabane Karma bisa melihat warna yang berbeda dari lain. Sebuah warna yang menentukan nasib seseorang.
Karma memang tidak pernah ingat sejak kapan dirinya bisa melihat warna-warna itu. Seperti sebuah aura yang mengelilingi seseorang. Warna aura itulah yang menentukan nasib seseorang. Tapi bagi Karma, itu bukanlah auara sembarangan. Aura itu melambangkan kematian seseorang. Entah itu bagaimana cara mereka mati atau kapan mereka mati. Ketika Karma bisa melihat warna itu pada seseorang, maka orang tersebut dalam waktu dekat.
Terlalu menyeramkan untuk anak sekecil Karma pada waktu itu.
Tapi sekeras apapun Karma mengatakan kemampuan ini kepada orang lebih tua, tidak akan pernah yang mendengarkannya. Bagi mereka, itu hanya sebuah imajinasi dari seorang anak cerdas seperti Karma. Lebih mengenaskan lagi, mereka menganggap itu hanyalah semua lelucon kecil. Akan dilupakan seiring waktu.
Karma untuk memutuskan tidak mengatakan siapaun lagi tentang kemampuan ini. Tapi ia juga tidak bisa menghilangkannya. Sekeras apapun Karma mencoba—bahkan hampir saja Karma ingin menusuk matanya dengan gunting miliknya, kekuatan tetap ada.
Pada akhirnya, Karma menyerah. Ia hanya membiarkan manik matanya melihat warna kematian pada orang-orang yang ia lihat. Lalu membiarkan mereka mati begitu saja.
Sangat mudah menggunakan kemampuan ini. Cukup perhatikan warna yang menyelimuti target. Semakin pekat warna-warna itu, maka sebentar lagi orang itu akan mati. Dan juga, warna yang Karma lihat juga akan menentukan bagaimana cara ia mati nantinya.
Seperti warna Koro-sensei. Ia memiliki warna biru kehijauan, namun tidak begitu pekat. Menurut Karma, Koro-sensei akan mati dengan damai. Tapi kematiannya akan membuat seseorang akan menangis. Entah siapa itu yang menangis, Karma tidak ingin tahu.
Pernah sekali Karma melihat warna merah bercampur dengan warna ungu dari seorang pengusaha ternama di televisi. Pada akhirnya, orang itu mati, sesuai dengan dugaan Karma. Dari warna merah, orang itu mati karena dendam seseorang. Tapi dari warna ungu, sepertinya orang yang dendam dengan pengusaha itu membunuhnya dengan jasa pembunuh bayaran.
Dari semua warna yang Karma lihat, setiap warna melambang kematian yang berbeda.
"Karma-kuuunn, kau tidak berniat jail ke Asano kan?"
Hampir saja Karma terlonjak jatuh dari pohon, jika kakinya tidak pintar menahan tubuhnya di dahan pohon. Gurita itu benar-benar mengejutkannya. Tahu-tahu saja Koro-sensei berdiri di belakangnya, menyamar menjadi salah satu bunga raksasa. Senyuman bodohnya hampir ingin membuat Karma ingin melempari gurita kuning itu dengan teleskopnyanya.
"Bisakah kau tidak mengejutkanku seperti itu, sensei!" Karma mengerutu sebal.
"Nufufu, mana bisa sensei tidak mengejutkan murid yang mengitip ketua OSIS malam -malam begini." Koro-sensei tertawa pelan sambil menganti sosoknya menjadi guru kelas 3-E, seperti biasa. Ia duduk di samping Karma. 'Tapi kenapa mesti Asano-kun? Apa menariknya dari anak itu."
"Aku ingin membunuhmu sekarang juga."
Karma memilih tidak banyak bicara lagi. Ia mengambil teropongnya kembali. Salah satu mata jingganya bertemu dengan lensa okuler teleskopnya. Ia mengatur pebesaran gambar yang ditangkap oleh teleskop. Lensa objektifnya mengarah pada salah satu dari jendela gedung utama. Asano Gakushuu masih ada disana. Meski sudah menjelang malam, Asano masih terus berada di ruang OSIS.
Malam ini, Karma ingin memastikan. Setelah pekan olahraga berakhir, Karma melihat warna kematian mengelilingi Asano. Ia tidak begitu yakin, kalau warna itu benar-benar berasal dari Asano.
"Kudengar, Asano-kun menginap di sekolah. Ia lagi dihukum ayahnya karena kalah dengan kita."
Tidak menoleh. Karma terus memperhatikan Asano seksama. Pemuda berambut jingga itu masih serius berkutat dengan lembaran kertas bertumpuk di mejanya (Karma ragu itu hanya urusan sekolah yang ditangani oleh ketua OSIS). Kadang-kadang ia mengambil kopi di mejanya. Lalu tetap kembali mengerjakan dokumennya, tanpa henti.
Sama diam, Koro-sensei juga ikut-ikutan memperhatikan Asano. Barangkali matanya mampu memperbesar pandangan seperti teleskopnya, atau bahkan lebih sehingga ia tidak perlu repot-repot membawa teleskop. Gurita kuning terus mencoba memperhatikan Asano, mencari sesuatu menarik dari laki-laki itu.
Tidak ada satupun menarik. Hanya pemuda yang kelewatan berkerja keras di masa mudanya. Pemuda yang tidak mengerti bersenang-senang di usianya.
"Koro-sensei." Panggilan bernada rendah dari Karma membuat pandangan Koro-sensei teralih padanya. "Apa mungkin seseorang akan bunuh diri jika karena dengan masalah sepele?"
Tentakel Koro-sensei mengelus rambut Karma dengan lembut. Protesan tidak suka langsung keluar dari mulut Karma, tapi laki-laki itu tidak menjauh dari tentakelnya.
"Asano-kun tidak mungkin serendah itu, Karma-kun. Terutama cara mengajar ayahnya. Sensei yakin kalau ayahnya tidak pernah mengajarkannya untuk terlarut pada kekalahan dan terus berdiri menjadi pemenang."
Matanya terpejam. Perkataan Koro-sensei tertangkap baik oleh otaknya. Koro-sensei mungkin benar. Tidak mungkin Asano mati begitu saja hanya karena kalah melawan kelas 3-E. Justru, mungkin Asano akan menyiapkan peluru mematikannya untuk mengalahkan kelas 3-E. Ia tidak akan mengakhiri hidupnya begitu saja.
Tapi mungkin saja Asano akan mengakhiri hidupnya.
Belasan kali Karma ingin menyangkal dan mempercayai Koro-sensei, tapi ia tidak bisa. Karma telah kematian telah menyelimuti Asano. Tidak terlalu pekat, tetapi berwarna hitam.
Warna hitam berbeda dengan warna lainnya. Sesungguhnya Karma tidak pernah suka warna hitam. Bunuh diri adalah cara kematian yang dimiliki warna hitam. Hanya saja, bunuh diri dilandasi oleh rasa putus asa. Sekarang Asano memiliki warna itu. Memang masih belum terlalu pekat, hanya selimut tipis yang mengelilingi sekitar Asano.
Dalam waktu dekat, Asano Gakusuu akan mengakhiri hidupnya. Ia tidak mengingikannya sama sekali.
Karma harus menolong Asano.
Laki-laki itu tidak boleh bunuh diri, apapun alasannya.
.
.
.
Kalah dari kelas 3-E bukanlah keinginan Asano Gakushuu.
Kepalanya pening. Malam itu, Asano harus menerima hukuman atas kekalahannya di festival olahraga kemarin. Dalam tiga hari ia harus menyelesaikan dokumen-dokumen perusahan ayahnya di sekolah. Kafein yang terpadu pada rasa pahit kopi sama sekali tidak membantunya untuk menahan kantuk yang menyerang. Tapi Asano tetap memaksakan untuk terpaku di depan dokumennya.
Ingin rasanya pulang. Ia ingin tidur di kamarnya. Meskipun tetap saja harus mengerjakam tugas yang menumpuk, setidaknya beristirahat sejenak di kasur akan merilekskan badanya. Di sini, ia tidak bisa beristirahat dengan tenang. Sofa ruang OSIS bukanlah pilihan yang menyenangkan untuk tidur. Ia butuh kamarnya.
"Tch, kenapa juga aku harus kalah..."
Semuanya menjadi sia-sia. Semua strategi terlicik yang ia miliki berakhir debu di mata ayahnya. Ia harus menanggung malu kelas 3-A dan semua hukuman kelas 3-A dari Kepala Dewan. Sudah cukup teman-temannya dari luar negeri menjadi korban kekejaman monster itu. Ia tidak mau teman-teman kelas 3-A harus menerima hukuman.
Yah, Asano pantas menerima hukuman ini. Orang kalah seperti dirinya pantas dihukum.
"Bagaimanapun juga aku ingin istirahat." Asano menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Ia memijat pelipisnya sejenak. "Aku tidak ingin kalah seperti ini lagi."
Meski begitu, Asano tahu—suatu saat nanti ia akan kalah dengan kelas 3-E.
Ada kekuatan besar yang tersembunyi di kelas 3-E. Seperti sebuah rahasia terbesar yang tidak boleh Asano sentuh sedikitpun. Berkat kekuatan itu, Kepala Dewan—ayahnya—jauh lebih memperhatikan kelas 3-E ketimbang dirinya. Semuanya selalu tentang kelas 3-E. Mata ayahnya bahkan enggan untuk melihat anaknya sendiri.
"Aku akan menghancurkan kelas 3-E. Aku akan menghancurkanmu... ayah."
Bahkan jika itu harus mengorbankan nyawanya. Ia akan melakukanya.
.
.
.
to be continued
.
.
.
Hollaaaaa!
Perkenalkan, aku nadezhda rain. Yah... sebenarnya juga bukan anak baru-baru banget di fanfiksi, udah lama malah. Sudah bikin fanfiksi juga di akun lama. Sudah ngerasain garam-gula di dunia fanfiksi juga, untunglah pairwar bisa kuhindar semaksimal mungkin. Tapi pengalamanku engga selama para senior juga :"D
Cerita ini memang AsaKaru. Tapi jika kalian berharap banget yaoi, slash dan minta rating naik, maafkan aku... aku tidak bisa. Mungkin hasrat fujoshiku terhadap nih fanfic bakal kesalur side story. Intinya ini bakal nyerempet yaoi tapi bukan yaoi—pokoknya cuman sebatas pegang tangan! Enggak lebih doang, cuman friendzone doang!
Ah ya, ini cerita tentang perjuangan Karma menghentikan Asano untuk bunuh diri (alasannya masih misteri. lol) Apakah Asano bakal mati beneran atau Karma bisa menghentikannya, selamat menikmati mister-misteri! XD
Akhir kata, terima kasih telah mau membaca fanfiksi ini. Kritik sarannya ditunggu ^^
.
nadezhda rein
—Next Chapter: Dia dan Jingga
