Prologue

0.

.

.

Kegelapan dunia sudah mengalir di dalam pembuluh darahku. Sebagiannya berusaha merobek kerongkonganku, memutus suara jernih yang hendak memanggil cahaya dari balik dedaunan rindang. Kakiku menapak pada kotornya lumpur penghisap. Mataku terpejam rapat, terhalang oleh butiran air hujan yang tak kunjung berhenti. Tidak ada yang bersih, terkecuali perasaan yang terpendam begitu lama di dalam bilik hatiku. Yang tertutup rapat dan mungkin tidak akan pernah kembali ke permukaan.

"Rukia!"

Suara itu memanggil, berteriak dalam kericuhan derasnya hujan. Di balik petir menyambar seperti sebuah amukan tak terkendali.

Di luar dan terpapar cahaya sama sekali tidak aman. Dia pasti akan menemukan diriku terlalu mudah. Kakiku terus berlari, memasuki kegelapan yang menjadi satu-satunya tempat perlindunganku.

"Rukia!" Dia mendekat, terlalu dekat hingga bisa kurasakan di tulangku yang terasa ngilu.

Kedua tanganku menutup telingaku, tidak ingin lagi mendengar sebuah kebohongan yang terasa begitu manis. Aku menyangkalnya, setiap kata yang terucap dari mulut sinisnya. Kupalingkan wajahku setiap kali mata tajamnya menatap, seakan menilai dalam berbagai sudut pandang berbeda. Dia tidak akan pernah melepaskanku, tanpa memiliki diriku seutuhnya.

Kuhentakkan tanganku pada batang pohon yang bertekstur kasar, menusuk telapak tanganku. Napasku tersengal, membakar tenggorokan. Aku ingin semua ini berakhir, walaupun harapanku hanyalah sebuah imajinasi belaka yang tidak akan pernah terwujud.

"Rukia!" Dia kembali memanggil, serak dan memohon. "Kau tahu di mana tempat seharusnya kau berada! Aku tidak akan pernah melepaskanmu!"

Tidak akan pernah mudah, melewatinya tanpa melepaskan genggamannya. Dia selalu menarik kuat tanganku—menahan agar terus berada di sisinya.

"Rukia!"

Dan itu satu hal yang kubenci dalam hidupku. Merutuki setiap jalan yang mengarahkanku kepadanya.

Seandainya kami tidak pernah bertemu malam itu. Seandainya aku mengambil jalan yang berbeda dan menolak tawaran Bambietta untuk pergi bersamanya.

"Rukia?" Wajahnya muncul dari balik batang pohon, tempat persembunyianku. Kegelapan membuatku tidak bisa melihat jelas wajahnya, kecuali kilat cahaya dari matanya. Seakan siap menyerangku dan mematahkan jari-jariku. "Kau tahu kau tidak akan pernah bisa lari."

Aku mulai terisak, menyesali kehidupanku yang penuh dengan duri juga racun. Bau busuk yang akan selalu menahanku untuk terus berada di bawah. Kebodohanku karena memercayainya pertama kali tawaran itu ditujukan kepadaku.

Tangannya terulur menyentuh puncak kepalaku. Lebih tepat disebut sebagai mencengkram. Memaksaku untuk menatap wajahnya. Bengis yang memikat seperti perwujudan serigala berlaku jinak. Tidak akan pernah tahu kapan taringnya akan menancap di kulit tangan, ketika amarahnya terusik—keegoisannya.

"Tempatmu adalah di sisiku," bisiknya di telingaku, bibirnya menyentuh kulitku yang gemetar. "Selamanya—itu adalah pilihan satu-satunya, atau kau tidak akan pernah bisa bertahan hidup di kehidupanmu yang kotor ini."

Seperti terjerumus ke dalam sumur tanpa dasar, tidak bisa naik lagi karena tubuhmu masih tetap melayang di udara dan terjatuh. Tidak bisa menggapai dindingnya dan tidak bisa merasakan air dingin di dasarnya. Namun, pilihannya tetap ada di kedua tanganku. Di jari-jariku yang mencengkram tanah terlalu keras. Kurasakan permukaan kasar dari batu tajam yang menusuk kulitku, membangkitkan kembali semangat untuk melawan yang kian pudar.

Aku masih bisa hidup. Tanpa dirinya, tanpa siapapun. Karena kehidupanku adalah milikku sendiri. Ini baru permulaan, yang akan mengantarkanku pada ujung cahaya di atas sana. Terus mencoba untuk merangkak naik.

Manusia berhak untuk mendapatkan kebebasannya. Tidak ada yang boleh digunakan sebagai kepentingan sepihak—yang berkuasa. Setiap jiwa di dunia ini mempunyai jalannya masing-masing. Ke atas, ke bawah, ke kiri, ataupun ke kanan. Bahkan menyamping, juga berkelok. Konsekuensinya, menjadi tanggungan yang memenuhi kepenatan di dalam pikiranmu seorang diri. Juga pemicu keberanian muncul. Kekalahan akan memunculkan daya juang yang baru, seperti kertas kalender yang terus tersobek dan memberikan angka berbeda setiap harinya. Seperti matahari berganti setiap sore dan tampak kembali esok paginya. Cahayanya masih tetap sama, tapi suasananya yang berbeda. Udara dan air, tanah maupun emosinya.

Inilah diriku, pejuang yang terkekang di dalam keterpurukan juga kekuasaan monarki mutlak. Mulut terbungkam rapat oleh penindasan. Mata tertutup karena larangan kebebasan. Kulit yang merasakan, hanya diberi sentuhan menyengat layaknya sengatan lebah.

Kukuatkan tekadku untuk menatap matanya. Bibirnya tersungging sebagai penanda kemenangan, bagi dirinya. Tidak untukku, selama kakiku masih bisa berlari.

"Aku bukan milikmu, karena hati ini, jiwa ini, semuanya memiliki kemauan masing-masing tanpa aku pun yang bisa mengekangnya. Aku bukan kuda yang bisa kaudidik dan dijadikan kuda pacuan yang selalu dipecut setiap harinya. Kau tahu—bahwa tubuh ringkih ini bisa melawan?"

Dia terlihat tidak senang, hampir mencapai murka yang membuat bulu kudukku berdiri. Tapi, apa dayaku. Sikap bertahanku berteriak pada langit gelap di atas sana. Bahkan, hujan pun tidak bisa lagi menggores tekadku yang sudah terbentuk kuat. Tidak lagi.

.

.

.

.

.

.

_*_Black Hair Girl_*_

By: Morning Eagle

Disclaimer :: Bleach belong to Kubo Tite ::

Just to warn you all :: AU, OOC, Misstypos, Dark/Violent Contents...for this story

.

.

.

.

.

.

.

Author's note:

This is it! My first fic yang ber-rate M! Bergenre Crime, Tragedy, juga Angst. Sudah lama ide ini terpendam di dalam flashdisk ku dan tanpa ada niat untuk mengembangkannya. Tiba-tiba aja aku mendapat inspirasi, dari tema fic "Hades and Persephone" ini. Setelah menonton beberapa film dokumenter mengenai criminal dan 'dunia bawah' yang ternyata tidak akan pernah ada habisnya diberantas pihak berwajib, aku jadi ingin membuat fic ini dipublish secepatnya. Idenya, masih ada cahaya di tengah kegelapan dunia. Yup! Perlambang Persephone yang dibawa Hades ke dalam Underworld-nya.

Berharap fic ini bisa menjadi fic yang menarik dan tidak terlalu flat. Dan uppss, rate M bukan berarti ada adegan Lemon dan semacamnya, karena rate M untuk fic ini ditujukan kepada tema dan setting nya yang dark juga kekerasan lebih mendominasi dibandingkan fic-fic yang sudah kubuat. Setting mengenai dunia bawah yang banyak sekali hal-hal jahat, yang menurutku tidak baik berada di rate T.

Enjoy the story dan… happy reading! ^^

.

.

.

My playlist (as always):

Zara Larsson- Uncover

Ariana Grande- One Last Time

G.R.L- Lighthouse

Sia- Salted Wounds, Dressed in Black

Calvin Harris feat. Ellie Goulding- Outside

These songs don't belong to me…