Kurobasu bukan punya saya. Demi apapun.

Rate T untuk amannya

Pairing? AkaFuri. Masbuloh? /dikemplang

Oh ya. Tolong RnR jika sempat. Satu review anda akan sangat menyenangkan saya—kecuali flame, tentu. Nah, jadi... silakan di nikmati.

/

/

/

Chapter 1:

Kouki mengusap pelupuk mata dengan ujung jari jempol. Merasa mengantuk, ia membiarkan kepalanya jatuh bersender pada bahu lelaki bersurai biru lembut yang sedang duduk di sebelahnya, membaca buku dengan begitu tenang. Niat: belajar untuk persiapan ujian akhir. Kenyataan: tertidur di bahu sobatmu. Begitulah adanya. Dan memang sudah sering terjadi. Entah mengapa, aroma perpustakaan selalu membuat pemuda bermata kucing ini mengantuk.

"Oh?" Menyadari Kouki tertidur dengan begitu lelap di bahunya, Tetsuya enggan untuk membangunkan. Lagipula ia tahu Kouki hanya tidur beberapa jam dalam seminggu terakhir ini. Ada banyak pekerjaan yang di ambilnya. Alasannya sih untuk tidak membebani orangtua dan mencoba belajar mandiri. Bagus, bagus. Ia jadi merasa sedikit iri.

Di tutupnya buku bersampul kekuningan itu, lalu di taruhnya di meja. Ujian akhir tinggal menghitung hari. Bukannya ia sentimentil akan kata-kata itu. Aduh. Siapa sih yang menyukai ujian? Anda suka? Oh, berarti ada yang suka. Aneh. Ia memang tak memiliki masalah dengan mata pelajaran yang bejibun itu. Ia tak seperti Kagami Taiga, kok.

Mengambil buku lain bersampul hijau terang untuk di baca, ketika ia menyadari ada orang selain dirinya dan Kouki di perpustakaan. Seorang pemuda. Tak terlalu tinggi. Dan rambut merah membingkai wajahnya. Tetsuya tak dapat melihat wajah orang tersebut dengan jelas, terhalang rak. Anggaplah ia penasaran. Masalahnya... ia merasa selama ini ialah orang paling pendek seangkatan. Tapi, itu kok—meski sedikit lebih tinggi darinya... tapi kan, tetap saja.

Asal membatin; pendek itu absolut.

Kemudian, entah sebuah kesialan atau apa, lelaki tersebut menoleh. Memberinya tatapan paling tidak bersahabat yang pernah Tetsuya lihat. Sedikit terkejut, namun wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun.

Ia dapat membaca pikirankukah?

Menggeleng sesudahnya. Mana mungkin. Hanya kebetulan, kok.

Berikutnya tercengang ketika melihat lorong di mana terakhir kali ia melihat lelaki tersebut di hiasi warna merah. Melalap habis rak yang tersusun penuh akan buku.

... Terbakar?

/

"...Apa?" Kouki mengerjap sekali. Masih mengantuk, ia menepuk kedua pipi. Tetsuya ini bilang apa? Mana mungkin perpustakaan terbakar. Bukannya hanya tersisa mereka bertiga—ia, Tetsuya dan seorang pegawai? Dan mereka bertiga tak terbukti membawa benda semacam rokok saat masuk ke dalam. (Jika salah satu di antara Kouki atau Tetsuya membawanya, pastilah pihak sekolah sudah mengintrogasi mereka habis-habisan. Biasa. Peraturan ketat sekolah bertaraf internasional.)

"Perpustakaan terbakar." Tetsuya mengulangi, tak jua merubah mimik muka seriusnya. "Ada orang lain selain kita bertiga di sana, kemarin. Berambut merah. Tingginya—kira-kira 3 cm lebih tinggi darimu, Furihata-kun."

"Pendek sekali." Komentar pertamanya. Maksudnya, ia tak tahu di angkatannya ada seorang siswa dengan tinggi rata-rata macam itu. Yah, jangan hitung ia dan Tetsuya. Seperti yang sudah pernah di bahas; pendek itu absolut. Tolong jangan buat saya mengulangnya berkali-kali. Kasihan bagi mereka yang merasa. Nampaknya Kouki kurang tertarik akan pemuda yang di bawa Tetsuya dalam topik, karena ia tak bertanya apapun. "Err... tunggu sebentar." Teringat sesuatu, ia tak bisa menahan kerutan di dahinya untuk tidak meluas. "Kau bilang perpustakaan terbakar, Kuroko?"

"Ya." Angguk.

"Dan itu kapan?"

Tetsuya tak perlu untuk mengecek jam. Ia benar hapal. Mana mungkin ia melupakan peristiwa sehebat itu. "Pukul 18:20."

"...Kemarin?"

"Ya."

Si brunette menelan ludah. "Kau yakin?"

"Sangat."

Sebelum Tetsuya menanyainya, Kouki sudah terlebih dulu membuka mulut, berkata dengan suara bergetar yang terdengar bagai binatang kecil; "Kau seharusnya tahu kita tak mungkin ada di perpustakaan kemarin."

Tetsuya mengangkat sebelah alis, tak paham.

"Kita—aku dan kau," telunjuk itu terarah dengan tak fokus, "—membolos kemarin. Ingat dengan es krim bertumpuk yang aku beli? Dan strap ponsel baru? Dan—dan game center? Jika yang kau maksud adalah mengenai kunjungan kita ke perpustakaan sebulan lalu, mungkin itu benar. Tapi tak ada yang terbakar. Satupun tidak. Perpustakaan masih kokoh berdiri dengan rak-rak berdebunya. Dan tidak ada lelaki berambut merah di sana. Paling-paling hanya Kagami."

Tetsuya masih diam. Ia benar ingat, kok. Kemarin ia dan Kouki—tunggu. Kemarin?

Kemarin..., Tetsuya sedikit menundukkan kepalanya, mengingat-ingat. Ya, ya. Kita memang membolos. Ke cafe, game center, bahkan ke mall. Setelahnya, sebelum jam 18:20... apa yang kita lakukan?

Menyadari kejanggalan, Tetsuya mengambil ponsel flipnya. Mengecek berbagai email masuk, spam, apapun itu. Ia tahu ada yang salah dengan hari kemarin. Dan benar. Ia menemukan waktu pengiriman emailnya ke alamat email teman-temannya berubah. Semuanya terjadi sebelum 18:20. Dan setelah 18:20, ia mengirimkan email kosong ke Kouki. Tak hanya sekali, melainkan beberapa kali. Tetapi... untuk apa?

Ia sendiri bahkan tahu dirinya tak mungkin bisa sekurang kerjaan itu.

"Furihata-kun."

"Kuroko."

Keduanya saling bertatapan, menggenggam ponsel masing-masing.

"K-Kau tahu..." Kouki dengan gugup tersenyum, jemarinya bergerak gusar menekan layar, seakan ingin menghapus sesuatu yang ada di sana. "A-Aku tak mengerti tapi—" menyodorkan ponselnya pada Tetsuya, memperlihatkan belasan spam dan email yang masuk. Sama seperti Tetsuya. Semuanya sebelum pukul 18:20 dan setelahnya, banyak email kosong. Pengirimnya memiliki alamat email yang tak valid. Salah satunya alamat email Tetsuya, "—tolong bilang kau hanya sedang menggodaku, Kuroko. Meski aku tahu April Mop sudah lewat."

"Tidak. Tidak, Furihata-kun." Geleng tegas di beri. Mana mungkin ia melakukan hal semacam itu. Meski ia senang melihat Kouki ketakutan, ia tak sekejam itu. Ia bisa jamin. Tetsuya hendak menyimpan kembali ponselnya di saku, ketika di dengarnya bunyi getar yang khas. Oh. Milik Kouki.

{ From: ERROR

21/02/2014 18:20

Oh, halo. Selamat datang dalam api tak berujung. Kupersembahkan khusus. Untuk kalian.

This email was sent by:

ERROR

ERROR

ERROR

ERROR #18-20, Japan, 1820, Japan }

"Dari siapa?"

Dengan tenang, Kouki menekan opsi delete. "Dari Fukuda. Tak penting."

Ia sendiri heran mengapa ia sanggup menciptakan kebohongan seperti itu.

/

Beberapa bulan berlalu sejak hari itu. Meski keduanya berusaha berpura-pura tak tahu menahu, mereka sadar adanya perubahan besar dalam hidup mereka. Bukan hanya mengenai email iseng, bahkan sekarang mulai merambat ke kehidupan nyata mereka—daerah privasi mereka. Sering kali di saat sendiri, Kouki merasa ada sepasang mata yang menatapinya. Ia tak tahan lagi. Seakan-akan ia tak bisa menikmati waktu sendiri. Selalu ada sepasang mata yang memandanginya, memperhatikan apa yang di kerjakannya, menontonnya.

"Furihata-kun."

Kouki sedikit menoleh. Lagi-lagi mengantuk, ia menjatuhkan kepalanya dengan pelan ke bahu Tetsuya. Tak peduli akan tanggapan orang-orang sekitar, ia menguap. Betapa dalam beberapa bulan ini ia kehilangan banyak waktu tidur. Semua di habiskan dengan pekerjaannya. Dan itu melelahkan. Terkadang, ia perlu membawa beberapa tugasnya ke tempat kerja, dan ia mengerjakannya di sana, di jam istirahat di mana seharusnya ia bisa tidur untuk mengisi tenaga.

"Ada apa? Kau terlihat kacau sekali." Mau tak mau, Tetsuya membiarkan. Di peluknya erat beberapa buah novel setebal ensiklopedi. Ia harus mengembalikannya hari ini. Cukup sekali saja ia mendapat denda. Ia ingin meminjam novel lain lagi, lagipula. "Mengapa tak berhenti saja? Kau hanya perlu bekerja di satu tempat, Furihata-kun."

Dan Kouki lagi-lagi merasa ucapan Tetsuya hanyalah sebuah khotbah, yang hanya ia dengar sebelah telinga. Maksudnya, Tetsuya tidak benar-benar mengerti. Ia butuh uang. Ia sangat membutuhkannya. Keputusannya sudah bulat untuk itu. Ia sudah memikirkannya matang-matang sebelum mengambil sebuah keputusan. Ia tahu konsekuensinya. Maka dari itu, ia sudah siap untuk menanggungnya sendiri pada punggungnya.

"Kau tahu, uang." Sama sekali tak menyadari jika nada yang di pergunakannya berubah. Terdengar lebih sarkastik. "Aku butuh itu. Bahkan jika dengan menjual tubuhku dapat menghasilkan banyak, aku tak akan keberatan—"

Tetsuya buru-buru menyikut perutnya. Bahaya, bahaya, bahaya! Sungguh bahaya sekali mulut Kouki di saat ia sedang depresi begini, ia baru ingat. Akan fatal akibatnya jika salah seorang kawan mereka yang mungkin tak tertarik dengan kaum hawa mendengar. Namun Kouki keras kepala. Ia terus bicara seakan tak ada yang dapat menghentikannya, "—apalagi jika ia membayarku per jamnya. Aku mungkin akan memberikan yang terbaik."

Bertepatan dengan itu, derap langkah terburu terdengar mendekat. Begitu jelas di telinga keduanya. Seseorang berjalan ke arah mereka. Seseorang bersurai merah.

Entah bagaimana, surai itu terlihat bagai api yang menyala-nyala di mata Tetsuya.

Seperti tak dapat melepas pandangan darinya, Kouki terus memandangi punggung tegap itu. Perlahan menjauh. Ia belum pernah melihat orang itu sebelumnya. Belum. Siapa dia? Kouki di buat cukup penasaran.

Kemudian suara dentang bel memecah hening. Jam pelajaran selanjutnya akan segera di mulai. Ah-uh, sial. Kouki tak bawa lembar kerjanya. Dan makalah. Dan kamus.

Tolong, seraya di kerutkannya dahi. Memang sudah dasar kebiasaan. Mau bagaimana lagi, coba?

Hampir bersamaan dengan itu, pemuda tadi berbalik arah. Lagi. Menghampiri mereka. Tatapannya terarah lurus ke depan, tak menyadari akan adanya dua pemuda lain yang berdiri diam di depan loker. Namun kemudian, kepala itu tertoleh. Sebuah senyum ramah—di buat-buat—muncul ke permukaan. Sedetik pertama ia memandang Tetsuya, detik berikutnya ia tak dapat mengalihkan pandang dari Kouki.

Susah-payah Kouki menelan ludah, gugup. Meski ia tak menjerit 'astaga astaga astaga!' di dalam hati, ia tahu sebentar lagi ia akan. Di hadapkan dengan seorang pemuda kharismatik macam orang di depannya ini membuatnya sedikit rendah diri. Oke oke. Tenangkan diri. Rileks. Ia toh juga manusia biasa, meski—uh, auranya begitu tak biasa.

"Um... hai?"

Tetsuya facepalm.

"Ya?" Respon pemuda itu, masih dengan senyum ramahnya yang terlihat kaku. Ia maju, selangkah lebih dekat dengan Kouki. Dan... entah hanya sugesti atau apa, Kouki merasa ia... ia...

"Siapa namamu?" Tangan itu terjulur di depannya. "Akashi Seijuuro."

Kouki menyambutnya dengan semangat—terlalu bersemangat, malah. Dan itu membuat bibir Seijuuro berkedut, menahan tawa. Mungkin merasa aneh dengan tingkah Kouki yang agak kekanakkan.

"Kouki. Kouki Furihata."

Tentu, ia juga memperkenalkan diri pada Tetsuya. "Omong-omong, kelasku ada di lantai atas. Jika ada perlu, kalian bisa langsung menemuiku. 2-C." Dengan lambai ringan, Seijuurou berlalu menapaki anak tangga.

"Eh... aww-" pekik yang di keluarkan Kouki membuat beberapa murid lain yang lewat menoleh. Anak itu mengusap keras-keras telapak tangannya. Ada bekas terbakar di sana, dan setitik darah. Apa-apaan. Bagaimana bisa?

—ia seharusnya bisa segera ingat.

/

/

/

TBC

A/N: Gomennasai! Iya iya, saya tau kok kalo kurang memuaskan, aneh, dll. Nah, tolong maafkan saya ; w ; dan bisa saya minta review-nya dari kalian semua, para reader?