"Chanyeol?"

Itu merupakan kata pertama yang selalu Baekhyun keluarkan tiap kali membuka mata, kemarin, hari ini mungkin juga akan masih menjadi kata pertama yang sama untuk hari-hari selanjutnya.

Matanya yang berat dia usap pelan sembari bangkit dari posisi berbaring. Pandangannya berpendar pada seluruh kamar setelah itu dan mendapati sosok tidur bersamanya semalam tak lagi mengisi tempat tidur di sisinya.

Baekhyun lalu memperhatikan sesaat gorden jendela yang telah di sibak; membiarkan cahaya matahari menyinari seisi kamar, menyadarkan Baekhyun jika paginya telah terlambat dengan matahari yang telah naik pada langit sana. Baekhyun mengusap perut buncitnya lembut bersama dengan kedua tungkai dia bawa turun dari tempat tidur lantas melangkah pelan keluar kamar mencari pemilik nama yang dia gumankan sedari tadi.

Ruang depan kosong tanpa Chanyeol, pada ruang tengah juga begitupun dengan dapur.

"Chanyeol?" Baekhyun memanggilnya lagi. Mulutnya terbuka lebar, menguap seraya menuju pintu belakang rumahnya itu. Pada halaman samping sosok Chanyeol terlihat, berdiri dengan sebuah rak kayu yang belum pernah Baekhyun lihat sebelumnya dengan polibag hitam tersusun di dalamnya.

Suara deritan pintu mengalihkan pandangan Chanyeol dan senyumnya lekas merekah mendapati Baekhyun.

"Morning sayang." Chanyeol menyapa pertama kali.

Baekhyun cemberut, "Ini sudah tidak morning lagi," sungutnya seraya membawa langkah menuruni tiga anak tangga menghampiri Chanyeol. "Kau tidak membangunkanku." Sambungnya lagi. Satu lengannya melingkari pinggang Chanyeol reflek, memeluk pinggang suaminya itu seperti yang selalu dia lakukan.

Chanyeol tertawa pelan dengan sebuah ciuman dia berikan pada kening Baekhyun.

"Kau harus banyak istirahat, lupa apa yang dokter katakan?"

Seminggu yang lalu Baekhyun mengalami kontraksi dini yang membuat keduanya panik setengah mati. Dokter bilang janin Baekhyun sangat lemah dan itu semakin di perparah dengan aktifnya yang Baekhyun yang tak pernah bisa diam walau hanya satu jam saja. Bagaimanapun kandungan Baekhyun baru saja memasuki trimester kedua juga ukuran perutnya yang semakin membesar oleh dorongan dari rahim kian melebar pula.

Chanyeol menyalahi dirinya sendiri karena hal itu. Dia tak pernah tau jika seseorang yang mengandung haruslah banyak beristirahat sedang Baekhyun malah tak bisa diam dan selalu mengikutinya bahkan ketika pergi berkeliling kebun.

Chanyeol menyesal dan Baekhyun lebih merasa sesal dan berjanji untuk lebih memperhatikan kandungannya. Walaupun membosankan namun sejauh ini Baekhyun masih bisa mengontrol dirinya untuk duduk diam di rumah dengan syarat Chanyeol harus menemaninya pula.

Baekhyun mencibir lagi sedang kepala dia sandarkan pada lengan keras Chanyeol. Pandangannya mengarah pada rak yang tengah Chanyeol tekuni, menatap pada polibeg dengan tumbuhan yang tak Baekhyun ketahui apa itu.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Baekhyun bertanya.

"Kau bilang kau sangat menyukai stroberi, jadi aku menanamnya untukmu."

Baekhyun mengerjab takjub lekas menatap Chanyeol. Matanya yang berat oleh sisa kantuk melebar dengan binar bahagia terpancar. "Benarkah?!" dia memekik pula. Pelukannya pada pinggang Chanyeol menguat dan tak sadar menggesekkan wajahnya pada lengan Chanyeol berulang. "Aku jadi terharu~"

Chanyeol menyengir senang mendengarnya. "3 bulan dari sekarang kau bisa menikmati buah stroberimu sendiri."

"Aku akan merawatnya dengan baik sampai bisa di panen!" seru Baekhyun senang.

"Asal tidak berlebihan maka aku akan mengijinkan."

"Aku tau." Sahut Baekhyun cepat. "Terima kasih Chanyeollie." Ucap Baekhyun tulus.

Chanyeol selalu merasa bahagia jika Baekhyun bahagia, terlebih karena dirinya. Chanyeol juga tidak keberatan mengubah kebun jeruk keluarganya ini menjadi kebun stroberi jika Baekhyun memintanya, namun tampaknya dengan jejeran polibag yang tak seberapa banyak itu saja berhasil membuat Baekhyun bahagia karenanya.

Sebelum menikah, tepatnya seminggu setelah Baekhyun menerima lamaran Chanyeol dulu, Chanyeol mengajak Baekhyun ke Hadong untuk bertemu dengan keluarganya. Itu merupakan kali pertama sejak setahun yang lalu Chanyeol pulang ke kampung halamannya dan wajar saja jika seluruh anggota keluarga terkejut dengan kehadiran Baekhyun yang diperkenalkan sebagai calon suami si bungsu itu.

Namun kehadiran Baekhyun di sambut dengan baik. Sifat ramah mereka bahkan mampu menutupi pandangan Baekhyun akan kesederhanaan yang dimiliki oleh keluarga calon suaminya itu. Sebenarnya keluarga Chanyeol tidaklah semiskin dalam pandangan Baekhyun sebelumnya, bahkan dibandingkan dengan finansial keluarga Baekhyun pula mereka jauh lebih baik dengan petak tanah perkebunan yang luas juga peternakan yang masih aktif memasok kebutuhan hewan potong juga susu segar dan para pekerja yang mereka miliki untuk di gaji setiap bulannya.

Mereka kaya hanya saja kehidupan di desa membuatnya terlihat sederhana dan Baekhyun malah menyukainya seperti itu.

Mereka tinggal di desa dengan penggunungan dan pohon-pohon rindang masih memenuhi setiap tempat. Kabut selalu menemani di kala pagi dan malam dengan hawa sejuk dan menyegarkan yang tak pernah Baekhyun dapati ketika berada di Seoul. Di hari pertama, alih-alih merasa tak nyaman Baekhyun malah tak berkeinginan untuk pulang dalam waktu dekat.

Terlebih ketika Chanyeol mengajak Baekhyun ke kebun jeruk milik keluarganya. Lahan perkebunan itu luas dengan pohon jeruk yang tumbuh berjejer rapi. Saat kedatangan Baekhyun yang pertama, pohon-pohon jeruk itu masih belum berbuah hingga hanya hijau saja yang menemani retinanya sepanjang menjelajah tempat itu.

"Kami memiliki rumah disini." Chanyeol berkata menunjuk sebuah bangunan kayu yang terlihat. Rumah itu terletak tak jauh dari pintu masuk, bangunannya di kelilingi oleh pohon pohon besar nan rindang dengan pagar kayu sebagai pembatas.

"Kami dulu tinggal disini sebelum akhirnya Ayahku membeli sebuah rumah yang mereka tinggali sekarang."

"Jadi rumah ini dibiarkan kosong?"

Chanyeol mengangguk, "Kecuali saat musim panen orangtuaku menginap disini, kau tau ada banyak sekali pencuri tiap kali musim panen tiba."

Rumah itu cukup besar dengan tiga anak tangga menuju teras yang menggelilingi bangunan kayu itu. Warnanya di cat putih, terlihat sedikit kusam dengan jendela besar pada tiap sisi. Pada teras samping dekat dengan pintu dapur terdapat sebuah kursi ayunan berhadapan langsung dengan seluruh halaman. Dari tempat itu pula, jalanan setapak menuju pagar utama juga terlihat dan mampu menangkap setiap aspek perkebunan itu. Dari halaman samping disambung halaman belakang yang luas berbagai macam pohon-pohon berbuah tumbuh ditemani tanaman rambat yang memenuhi pagar kayu.

Baekhyun menatap lama halaman itu dan tak menyadari bagaimana secercah keinginannya timbul untuk tinggal disana. Namun tak bisa dilakukan dengan pekerjaan yang mereka miliki di Seoul. Setelah menikah, mereka tetap tinggal di ibukota negara itu tepatnya di apartemen Chanyeol.

Chanyeol masih bekerja di kebun binatang sedang Baekhyun juga masih bekerja di kantor. Baekhyun menyadari pekerjaannya bertambah dua kali lipat bagaimana kini memiliki kewajiban untuk mengurusi suaminya pula. Baekhyun bangun lebih cepat, menyiapkan sarapan juga membersihkan rumah sebelum berangkat bekerja.

Baekhyun tak bisa menutupi bagaimana lelah menumpuk pundaknya terlalu banyak. Chanyeol sangat khawatir dan meminta Baekhyun untuk berhenti bekerja saja namun si mungil itu bebal enggan untuk keluar.

3 bulan setelah menikah, Baekhyun mengetahui dirinya hamil dan itulah menjadi batas limit dan Chanyeol benar-benar memaksanya untuk berhenti. Baekhyun menuruti dan tinggal di rumah seharian penuh menunggu kepulangan Chanyeol. Terkadang Baekhyun pulang ke rumah Ibunya namun nyatanya bosan malah membunuhnya perlahan menyebabkan stress bahkan di bulan kedua kehamilannya.

Baekhyun sakit-sakitan, mual sepanjang hari bahkan tak bisa bergerak walau hanya seinci. Dia lebih sering menangis sampai Chanyeol harus mengambil cuti untuk mengurus suaminya itu. Itu taunya memberikan pengaruh bagi kesehatan Baekhyun, Baekhyun makan lebih banyak dengan Chanyeol yang menemaninya, menjelang sore hari Baekhyun juga mengajak keluar sekedar berjalan-jalan seolah dia tak pernah sakit sebelumnya.

Namun tak berlangsung lama, tepat setelah cuti Chanyeol selesai dan pria itu harus bekerja kembali, di hari yang sama pula Baekhyun kembali merasakan seluruh persendiannya melunak seolah semua kekuatan yang dia miliki telah melebur hilang.

Disanalah Baekhyun menyadari apa yang dia butuhkan adalah Chanyeol, kehadiran Chanyeol dan hangat tubuh Chanyeol menemaninya.

"Apa yang harus kulakukan untukmu Baekhyun?" di antara tangis kesakitan Baekhyun, Chanyeol ikut menangis oleh rasa frustasi tak tau harus bagaimana menenangkan sakit yang Baekhyun rasakan. Chanyeol bahkan melabeli dirinya sebagai suami yang payah dan menyesali dirinya sendiri tanpa alasan.

"Kau akan menurutinya?" serak suara Baekhyun bertanya.

Chanyeol mengangguk cepat, begitu mantap dan yakin seolah jika Baekhyun meminta sebuah planet maka Chanyeol akan memberikannya pula.

Baekhyun menegakkan tubuh sesaat, memutar tubuhnya guna menghadap Chanyeol lantas menatap dalam suaminya itu. "Berhentilah bekerja di kebun binatang." Baekhyun berkata pelan nyaris tak terdengar namun Chanyeol tetap mampu mendengarnya.

Sejak menikah, Chanyeol telah berusaha mengubah penampilannya menjadi lebih baik. Rambutnya yang ikal awut-awutan telah dipotong pendek dengan tataan rapi dan berusaha mengenyahkan kebiasaannya memakai pakaian yang sama sampai seminggu. Chanyeol berhasil melakukannya dan dia pikir Baekhyun takkan mempermasalahkan pekerjaannya dengan syarat dia pulang tanpa bulu monyet yang menempel pada pakaian miliknya.

Menyadari kesimpulan dalam pikiran Chanyeol, Baekhyun lekas menggeleng dan berkata, "Ini bukan tentang pekerjaanmu, sungguh." Ujarnya. "Hanya saja…" Baekhyun merasakan wajahnya menghangat dan dia bersyukur dengan air mata yang masih menggenang mampu menutupi merah muda itu pada wajahnya.

"Aku akan berhenti, aku akan berhenti dari pekerjaanku." Sambut Chanyeol cepat.

"Sungguh?" Baekhyun mengerjab terkejut.

"Ya, tentu saja. Apapun asal itu bisa membuatmu merasa lebih baik."

Baekhyun tak mampu menahan tangisnya lebih lama lagi oleh sepenggal ketulusan yang Chanyeol miliki, untuk seluruh cinta yang pria itu berikan untuknya. Baekhyun terharu, di sisi lain merasa sangat di cintai dan sekujur tubuhnya menghangat oleh rasa bahagia.

Baekhyun meraung dalam tangis memeluk Chanyeol. "Aku sungguh tak mempermasalahkan pekerjaanmu Chanyeol, hanya saja—" Baekhyun memejamkan mata sedang rasa malu merambati dirinya lagi. "Hanya saja… aku tak bisa menahan diri berpisah denganmu sepanjang hari. Aku… hanya ingin selalu melihatmu, helai rambut keritingmu juga tidak apa-apa asal itu adalah kau…"

Chanyeol terperagah oleh tuturan kalimat Baekhyun. Rahangnya sampai terbuka dan Chanyeol tau pasti ekspresi wajahnya sangat konyol dan Baekhyun akan mengejeknya seperti biasa. Namun Chanyeol tak ingin peduli, sedang bahagia tanpa ampun menampar sekujur sarafnya.

Ketediaman Chanyeol menimbulkan resah dalam diri Baekhyun. Lelaki mungil itu berpikir betapa menggelikannya dia dengan kalimat yang baru saja dia katakan itu. Namun Baekhyun tak bisa menahan diri bahkan untuk apa yang selalu ingin dia ungkapkan untuk Chanyeol sejak hari pertama pernikahan mereka.

Cengkraman tangan Baekhyun menguat tanpa sadar, menahan malu dan menyembunyikan wajahnya di atas dada Chanyeol.

"Apa menurutmu aku sudah sinting?" suara Baekhyun bak cicitan teredam di atas dada bidang itu.

Chanyeol mengerjab dengan kesadaran menarik fokus kembalinya. Chanyeol lekas menggeleng sedang lengan mendekap Baekhyun kian erat.

"Apa itu berarti kau sudah menyukaiku?" Chanyeol malah balas bertanya.

Baekhyun diam sedang otak memproses jawaban untuk pertanyaan itu. Namun selama apapun dia berpikir Baekhyun masih tak memilikinya, apakah dia telah menyukai Chanyeol atau belum. Di saat bersamaan, Baekhyun teringat oleh setiap perlakuan Chanyeol, 2 bulan setelah lamaran ditambah hari-hari yang mereka lewati selama 3 bulan pernikahan.

Baekhyun pernah membayangkan akan bagaimana sesal menggoroti dirinya karena menerima lamaran Chanyeol dulu, Baekhyun juga sempat membayangkan bagaimana sengsara masa depannya hidup dengan pria seperti Chanyeol. Namun kemudian Baekhyun mendapati hidupnya masihlah baik-baik saja, bahkan hidupnya menjadi lebih baik, lebih menyenangkan dan semua itu bisa Baekhyun rasakan karena Chanyeol sebagai pasangannya.

Baekhyun merasa konyol dan lebih konyol lagi tak berniat membantahinya sama sekali.

Diam-diam Baekhyun tersenyum sedang wajah kian terbakar di pelukan pelukan itu.

"Kau 'kan suamiku, bagaimana mungkin aku tak menyukaimu." Baekhyun berbisik.

Chanyeol tercenung lagi, sedetik kemudian kembali menangis.

"Aku juga sangat sangat sangat menyukaimu—tidak, tapi aku saaaangat mencintaimu." Chanyeol tertawa tapi air matanya semakin banyak menetes.

Baekhyun merasakan hangat lagi menjalari tubuhnya oleh pernyataan itu. Pelukan mereka dia lepas pertama kali dan menjalin tatapan dengan suaminya itu kembali.

"Berhenti menangis, kau jelek sekali." Baekhyun berkata dalam rengutan dan lupa seolah dirinya tak sedang menangis pula. Satu tangannya menuju wajah Chanyeol dan dengan lembut mengusap aliran air mata pada wajah suaminya itu.

"Ayo tinggal di Hadong Chanyeol." Baekhyun berkata setelahnya. "Bukankah kau diminta oleh Ayah untuk mengurus perkebunan?"

Chanyeol melebar, terkejut luar biasa oleh ajakan Baekhyun.

"Kau… serius ingin tinggal di Hadong?"

Baekhyun mengangguk, "Rumah di kebun jeruk itu, aku ingin sekali tinggal disana." kata Baekhyun.

"Kupikir kau tidak ingin tinggal di desa."

"Aku pun berpikir seperti itu hm… mungkin karena bawaan bayi?" bibirnya yang tipis membentuk kotak ketika menyengir seperti itu.

Chanyeol tertawa di antara anggukan kepala, "Aku tidak masalah sama sekali."

Dan mereka pun pindah ke Hadong dan tinggal di rumah semasa kecil Chanyeol itu.

Atas saran dari orangtua Chanyeol, mereka pun merenovasi ulang juga mengganti perabotannya dengan yang baru pula yang membuat bangunan tua itu terlihat bak hunian baru.

Warna putih bersih menjadi warna depan rumah, lantai kayunya di cat ulang dengan warna cokelat tua. Sedang pada bagian dalam, warna pastel menjadi warna pilihan Baekhyun untuk menghias dinding ditemani perabotan berwarna putih menjadikan hunian di antara pohon jeruk itu terlihat menarik sekaligus cantik.

Hal lain yang Baekhyun sukai di rumah itu adalah halamannya yang luas tidak seperti rumah miliknya di Seoul yang hanya berukuran beberapa meter saja dan semakin sempit dengan tanaman hias milik Jihyun.

Rumput-rumput tinggi sebelumnya telah di potong pendek dan mengikuti kebiasaan Ibunya, Baekhyun membeli bunga-bunga cantik juga tanaman hias di dalam pot yang diletakkan pada sepanjang teras.

Dan disinilah mereka tinggal sekarang, sudah lebih sebulan dan nyatanya Chanyeol masih belum mendengar keluhan apapun dari si mungil yang menjadi suaminya itu.

"Nah sudah selesai," Chanyeol membuyarkan lamunan Baekhyun pada tanaman stroberi di dalam polibag. "Jangan lupa untuk rutin menyiramnya setiap pagi dan sore, oke?" Sambung Chanyeol lagi.

"Siap Bos!" Baekhyun mengangguk cepat dengan senyum lebar tersungging.

"Nah, sekarang ayo kita masuk."

Sarung tangan kotor yang membalut telapak tangannya, Chanyeol buka lalu meletakkannya pada pinggir rak sebelum merangkul Baekhyun masuk ke dalam rumah.

"Apa yang kau inginkan untuk sarapan?" Chanyeol bertanya seraya menuju wastafel mencuci tangan sedang Baekhyun duduk pada kursi makan.

"Aku jadi ingat jika belum cuci muka." Baekhyun mengusap wajahnya sekali dan menemukan sesuatu yang menempel pada sudut matanya. Dia menyekanya cepat namun masih enggan untuk bergerak mencuci wajahnya segera.

"Oh benarkah? Tapi mengapa kau sudah wangi?"

"Tidak usah berbohong!" tuduh Baekhyun dengan cibiran. "Nanti kita mandi bersama ya?" ajaknya kemudian.

"Aku baru saja ingin mengajakmu mandi bersama." Chanyeol menyengir senang. Tangannya mulai bergerak membuka kulkas mengeluarkan bahan makanan untuk sarapan Baekhyun. Dia terlebih dahulu membuatkan segelas susu hamil yang rutin Baekhyun konsumsi dan mengangsurkannya kepada suaminya itu.

"Hari ini kita akan melakukan apa?"

Sejak tinggal di Hadong, rutinitas Chanyeol adalah memantau pekerjaan para pekerja yang datang setiap pagi juga memastikan tidak adanya hama yang akan mengganggu hasil panen nanti. Chanyeol akan pergi berkeliling, terkadang dengan skuter vespa miliknya semasa SMA dulu namun lebih sering berjalan kaki ditemani Baekhyun.

"Tidur sepanjang hari." Sahut Chanyeol.

"Aku baru saja bangun tidur." Sahut Baekhyun. "Bagaimana jika nanti kita ke peternakan? Naik kuda!" pekik Baekhyun.

"Sayang," Chanyeol menegur.

Baekhyun cemberut tau betul Chanyeol menolak permintaannya. "Aku hanya bercanda." Gumannya seraya mengusap perutnya sekali. "Ah omong-omong, aku punya nama panggilan untuk bayi kita." Baekhyun berkata lagi, teringat akan apa yang dia pikirkan.

"Oh benarkah?"

Baekhyun mengangguk cepat, "Namanya Chacky."

"Chacky?" satu alis Chanyeol naik oleh rasa bingung.

Baekhyun mengangguk lagi dengan senyum terkulum malu-malu, "singkatan dari Chanyeol dicky."

"…"

"Bagus bukan?"

"…"

Baekhyun memiliki kebiasaan mandi tengah hari lantas telanjang sampai rambutnya kering sepanjang musim panas. Ketika menikah, kebiasaannya itu masih kerap dilakukan walau tak sesering ketika berada di Seoul mengingat udara Hadong yang lebih dingin.

Setelah sarapan yang dirangkap menjadi makan siang itu selesai, Chanyeol dan Baekhyun mandi bersama. Rambut masih basah selepas keramas dengan handuk basah tergeletak begitu saja pada pinggir tempat tidur.

Baekhyun duduk dengan tenang merasakan desau angin yang masuk malu-malu pada jendela. Gordennya melambai lembut selembut usapan Chanyeol yang duduk di belakang Baekhyun—menempeli kulit punggung suaminya itu pada dadanya. Baekhyun tak sempat untuk peduli dengan ponsel tergenggam di kedua tangan—bergerak lincah menekan layar untuk permainan yang tengah dia tekuni.

"Berhenti menjilati tahi lalatku Chanyeol, dia akan sebesar gunung jika kau terus melakukannya." Baekhyun berujar dalam rutukan kesal oleh sebaris kata game over pada layar. Minatnya pada permainan itu melebur hilang dan dengan kesal melempar ponsel begitu saja pada sisian tempat tidur. Baekhyun menoleh kemudian, menemukan helai rambut Chanyeol yang merunduk jatuh kala pemiliknya menunduk seperti itu.

"Aku suka tahi lalatmu disini." Chanyeol menjawab pelan setelah meninggalkan sebuah kecupan pada bundaran hitam kecil tepat di atas pundak kanan Baekhyun. "Dan yang disini." Chanyeol melanjutkan diikuti kecupan pada daun telinga Baekhyun.

Suami mungilnya itu menggelinjang pelan merasakan geli menerpa oleh perlakukan itu. "Geli~" sungutnya.

"Hehe…" Chanyeol malah menyengir. Kepalanya di jatuhkan pada pundak Baekhyun membawa pandangan pada perut buncit suaminya itu. Tangannya mengusap pelan, merasakan betul sebuah kehidupan yang tengah tumbuh di dalam sana.

"Omong-omong aku penasaran akan sesuatu." Baekhyun berkata lagi. Dia menoleh dan surai Chanyeol lagi yang menyambut retinanya. "Setelah kondisi keuangan keluargamu kembali stabil, mengapa kau tidak melanjutkan kuliah lagi alih-alih tetap bekerja di kebun binatang?"

Chanyeol berguman pelan tanpa menghentikan usapannya pada perut Baekhyun. "Sebenarnya dulu aku ingin masuk fakultas kedokteran, aku ingin menjadi dokter hewan." Chanyeol memulai. "Tapi orangtuaku menginginkan aku masuk fakultas pertanian terlebih karena peternakan telah menjadi tanggungjawab suami Yoora Noona dan aku diharapkan bisa mengurus perkebunan."

"Ah," Baekhyun menganggukkan kepalanya paham. "Tapi bukankah gaji yang kau dapatkan di kebun binatang itu tak seberapa banyak, bukankah lebih baik berada disini mengurus perkebunan orangtuamu saja?"

"Aku tidak begitu menyukainya," Chanyeol berucap. "Dan sebenarnya aku bekerja di kebun binatang karena aku menyukai binatang, jadi gaji bukan tujuan utamaku berada disana."

Baekhyun mencibir tak percaya atas apa yang baru saja Chanyeol katakan. "Tapi akhirnya kau tetap mengurus perkebunan, mengapa tiba-tiba berubah pikiran?"

"Karena kau menginginkannya."

"Huh?" kening Baekhyun berkerut.

"Kau bilang kau ingin tinggal disini, maka aku tak memiliki alasan untuk tidak mengabulkannya 'kan?" Chanyeol memeringkan kepalanya dengan senyum tipis terulas.

Baekhyun tercenung sedang darahnya terasa berdesir oleh rasa haru mendera tiba-tiba.

"Ah Chanyeollie~" satu pukulan dia berikan main-main pada lengan suaminya itu. Wajahnya menjadi merah muda dan Chanyeol kian melebarkan senyum dalam cengiran bangga akan hal itu. Satu ciuman Chanyeol berikan pada bibir Baekhyun sebelum bangkit dari tempat tidur menuju lemari.

"Omong-omong sayang," Chanyeol berkata lagi di antara kerja tangannya memilah pakaian rumahan untuk suaminya itu. "Adakah tempat yang ingin kau kunjungi?"

"Eung?"

"Aku berencana akan mengajakmu berlibur setelah Chacky lahir nanti."

"Hah?! SERIUS!?" Baekhyun nyaris terlonjak oleh rasa terkejut. "HAWAII! AKU INGIN SEKALI PERGI KE HAWAII!" Baekhyun berseru menggemu oleh semangat.

"Hawaii? Baiklah, kita akan kesana ketika Chacky lahir."

"YEAYYYY! TERIMA KASIH CHANYEOLLIE, AKU JADI SEMAKIN MENCINTAIMU~" dayuan manja Baekhyun menghangatkan seisi saraf Chanyeol. Dia lagi merasa bangga sedang cengiran konyol lagi Baekhyun dapati pada parasnya.

Satu potong kaos polos putih dan celana pendek Chanyeol bawa pada Baekhyun dan membantu suami yang tengah mengandung anaknya itu untuk menggenakan pakaiannya. Baekhyun memakainnya dengan semangat sebelum sesuatu mengusik pikirannya.

"Tapi—" Baekhyun berkata lagi. "Memangnya kau punya uang untuk pergi ke Hawaii?" Baekhyun bertanya.

"Ah itu, kau tak harus khawatir. Aku tinggal menjual satu petak tanah untuk biaya liburan kita nanti."

"…"

Usia kandungan Baekhyun sudah memasuki bulan ke delapan. Perutnya sudah terlihat besar dan Baekhyun sudah terbiasa merasakan bayinya yang bergerak-gerak di dalam sana. Ibu Chanyeol, Minyoung rajin berkunjung membawakan makanan sehat untuk menantunya itu, Yoora juga datang sesekali membawa serta buah hatinya si kembar Joona dan Jooni. Kedua keponakan Chanyeol itu berusia 5 tahun yang gemar sekali membuat keributan dan berlari tanpa lelah menggelilingi kebun. Keduanya juga sangat menyukai Baekhyun bahkan melebihi kecintaan mereka terhadap Chanyeol pamannya sendiri.

Sebagai orang baru di lingkungan itu, Baekhyun hanya mengenal beberapa di sekitar perkebunan. Dia lebih sering berbincang dengan para pekerja ketika berkeliling selebihnya para penjual pinggir jalan di pasar langganannya.

Kedatangan Yoora adalah hal yang paling Baekhyun sukai, iparnya itu akan datang dengan segudang topik pembicaraan dan menemani Baekhyun selagi menunggu kepulangan Chanyeol.

Namun terkadang, Yoora memiliki kesibukannya yang lain yang membuatnya tak bisa berkunjung terlalu sering. Pagi dan siang milik Baekhyun menjadi sedikit membosankan ketika Chanyeol harus pergi. Beruntung, suaminya itu rajin mengajak keluar ketika sore hari; makan makanan yang Baekhyun sukai, menonton film atau sekedar menikmati matahari terbenam di halaman luas peternakan.

Melihat matahari terbenam telah resmi menjadi kesukaan Baekhyun. Dulu saat berada di Seoul Baekhyun tak memiliki waktu untuk sekedar melihat oren di langit barat dengan sekujur tubuh lelah harus duduk berhadapan dengan komputer sepanjang hari. Terkadang Chanyeol akan menuruti keinginan Baekhyun pula untuk naik kuda dan berkeliling di halaman peternakan yang luas.

Tapi dengan keadaan perutnya yang semakin besar, membuat ruang gerak Baekhyun menjadi terbatas dan dia menjadi kesusahan untuk memanjat hewan bertubuh kokoh itu. Keduanya berakhir dengan berjalan santai, saling berpegangan tangan dengan pembicaraan ringan di sela.

Chanyeol bukanlah orang yang romantis dan sebenarnya dia menjadi sangat kaku ketika berhadapan dengan khalayak ramai, tapi itu pengeculian ketika hanya berduaan dengan Baekhyun saja.

Di beberapa titik tertentu, Chanyeol akan menghentikan langkah pertama kali lalu merunduk untuk sebuah kecupan di atas kening Baekhyun. Hangat mentari senja menyinari, menerpa menyenangkan kulit kedua orang itu mengiringi sebuah ciuman yang Chanyeol berikan pada lunak tipis milik Baekhyun. Sebuah ciuman lembut yang selalu Baekhyun sukai, sebuah ciuman yang telah menjadi obsesi keduanya itu sejak janji sumpah pernikahan mereka lantunkan dulu.

"Aku sangat mencintaimu Baekhyun."

Dan Chanyeol tak pernah lupa menyampaikan sebaris kalimat yang dimiliki untuk sosok cantik di depannya itu, berulang tanpa pernah bosan.

Baekhyun akan mengulum bibirnya malu-malu diikuti pukulan pelan pada dada Chanyeol. Namun tak berlangsung lama dengan ciuman yang Baekhyun awali lagi, di sela nafas yang beradu melantunkan sebaris kalimat yang mampu menerbangkan Chanyeol pada puncak tertinggi kebahagiannya.

"Aku juga mencintaimu."

Baekhyun tak pernah tau kehidupan di desa menjadi semenyenangkan itu.

Namun pikirnya, dia takkan sebahagia ini jika itu tanpa suaminya, Park Chanyeol.

Di hari tertentu Baekhyun akan menghabiskan waktu dengan mengolah tepung dan mentega—membuat kue dengan butter cream terlampau banyak yang dia sukai. Terlebih dengan Chanyeol yang juga menyukai makanan manis seperti itu membuat Baekhyun bisa menghabiskan waktunya berjam-jam di dapur untuk berbagai macam bentuk kue.

Kurang dari seminggu lagi, semua jeruk-jeruk itu sudah bisa di panen. Warnanya yang hijau sudah terlihat menguning beberapa dan Chanyeol menjadi lebih sibuk mengontrol seisi perkebununan. Para pekerja tambahan juga terlihat, bekerja keras membersihkan tiap jengkal perkebunan pun mengingat musim liburan telah berada di depan mata.

Hadong selalu menjadi tempat pilihan ketika musim liburan tiba. Orang-orang dari kota memilih untuk menghabiskan waktu menyatu dengan alam penggunungan seraya memetik berbagai macam buah langsung yang menjadi ikon propinsi itu.

Sore itu, Baekhyun membawa setoples cookies buatannya dalam dekapan menuju ayunan pada teras samping. Chanyeol masih belum pulang dan Baekhyun berniat untuk menunggu suaminya itu sembari menghubungi Jihyun dengan panggilan video.

Suara sambungan terdengar pelan di antara fokus Baekhyun menatap wajahnya sendiri pada layar dengan mulut mengunyah cookies dengan nikmat. Beberapa detik kemudian, sambungan itu terhubung dan wajah Eunbi menyambut pandangan Baekhyun memenuhi seluruh layar.

"OY BYUN BAEK!" diikuti suara cempreng yang tak pernah Baekhyun ingin dengar.

"YAK BYUN EUNBI! ENYAHKAN WAJAH BURUK RUPAMU ITU DARI LAYAR PONSELKU!" Baekhyun berteriak kesal tanpa peduli pekerja yang akan mendengar suaranya.

"Lihat wajahmu yang seperti babi itu!" Eunbi tertawa mengejek membuat Baekhyun dongkol setengah mati.

"Berhenti mengatai kakakmu Eunbi," suara Jihyun terdengar diikuti wajahnya yang terlihat memenuhi layar.

"Ibu~" Baekhyun merengek, bermaksud mengadukan perbuatan saudara perempuannya itu.

"Tumben sekali kau menghubungi, kupikir kau sudah lupa jika ibu dan adikmu masih hidup."

Sindiran itu menciptakan kerucutan lagi pada bibir Baekhyun, "ish." Dia berdesis kesal.

Jihyun tertawa, cukup bersenang hati berhasil mengganggu si sulung. "Apa yang sedang kau lakukan? Dimana Chanyeol?"

"Aku bosan, Chanyeol masih belum pulang." Baekhyun menyahut dengan kerutan yang sama. "Ibu sedang apa?"

Layar ponsel Jihyun bawa pada meja di depannya dengan berbagai macam masakan tertata di dalam wadah. "Eunbi akan pergi piknik dengan pacarnya, jadi aku membantunya memasak."

"Orang gila mana yang mau dengan gadis dekil gila seperti dia?" Baekhyun membola, benar-benar terkejut.

"YAK!" teriakan Eunbi menggema lagi. Jihyun meletakkan ponselnya di atas meja bersandar pada gelas di depannya. Sarung tangan plastik kembali dia kenakan, melanjutkan kimbab yang tengah dia kerjakan seraya berbicara leluasa dengan putranya dalam sambungan.

Baekhyun menatap berbinar pada olahan makanan pada layar. "Bu aku mau~ kirimkan kesini."

"Dasar tidak tau diri, masak sendiri sana!" kutuk Eunbi tak peduli.

"Tak bisakah makhluk rawa-rawa itu Ibu mutilasi saja? Suara dan wajahnya benar-benar tidak baik untuk kesehatan bayiku!"

Jihyun menghela nafasnya pelan sedang pelipis berdenyut oleh pertengkaran yang selalu saja terjadi pada kedua anaknya itu. Bahkan pada panggilan video seperti ini.

"Kau tidak memeriksakan kandunganmu Baekhyun?" Jihyun memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

Raut wajah masam Baekhyun lekas berganti manis mendengar pertanyaan Ibunya itu. Baekhyun selalu suka ketika orang-orang bertanya tentang bayi yang tengah dia kandung, tak sadar tangan mengusap perutnya lembut dan mendapatkan sebuah tendangan dari dalam sana.

"Aku dan Chanyeol baru pergi kemarin, dokter bilangnya Chacky sangat sehat."

Jihyun menghela nafasnya lagi, "kau tidak serius akan memberi nama bayimu dengan sebutan Chacky 'kan Baek?"

"Mengapa Ibu harus terkejut, dia 'kan memang gila." Lagi-lagi Eunbi menyahut.

"Apa yang salah dengan nama Chacky memangnya? Chanyeol bilang itu nama yang bagus kok."

"Satu-satunya orang yang menganggapmu tidak gila itu hanya Kak Chanyeol, aku bertaruh jika kau bilang kau mirip babi dia pasti akan langsung setuju denganmu." Itu masih Eunbi yang berkata.

Jihyun menyembunyikan senyum mendengarnya.

"Kau dan Chanyeol baik-baik saja bukan?" Jihyun lagi mengalihkan pembicaraan, benar tak berniat mendengar perdebatan sepasang saudara itu lagi dan lagi. "Apa sekarang kau sudah sengsara?"

"Mengapa aku harus sengsara, aku bahagia sekali disini!" Baekhyun menyahut cepat.

"Aku lupa siapa yang dulu mengatakan hidupnya sudah berantakan ketika menerima lamaran Kak Chanyeol dulu, apa Ibu ingat siapa orangnya?" Eunbi menyindir. Tawa Jihyun benar tak mampu di tahan lebih lama lekas meledak oleh gelegaran.

Baekhyun cemberut, kesal setengah mati dan sialnya dia malah mati kutu tanpa tau harus menyahuti apapun.

"Ish!" Baekhyun berdecih lagi. "Jadi ibu kapan berkunjung disini?" Baekhyun bertanya dengan nada mendayu dalam rengekan. "Dua minggu lagi aku akan melahirkan, aku tak percaya Ibu setega ini padaku!"

"Kami berencana kesana saat kau melahirkan nanti Baekhyun." jawab Jihyun.

"Sekarang saja Bu," Baekhyun lagi merengek.

"Ya Tuhan aku ingin muntah~" suara Eunbi lagi menjadi alasan mengapa masam wajah Baekhyun terpantri pada layar. Baekhyun cemberut untuk kesekian kalinya dan dengan kesal meraup satu cookies untuk dikunyah kasar.

Ayunan yang tengah di dudukinya bergoyang pelan bersama tiupan angin sore menerpa. Baekhyun membawa pandangannya pada halaman, pada satu-satunya rak yang berada disana dengan polibag hitam yang kini telah ditumbuhi merah stroberi.

Melihat buah kesukaannya itu, membuat suasana hati Baekhyun lekas membaik diikuti senyum yang ikut terulas pada wajahnya.

"Aku lupa bilang jika Chanyeol menaman stroberi untukku," Baekhyun berkata seraya mengganti mode kamera belakang lantas mengarahkannya pada rak stroberinya. "Lihat sudah berbuah,"

"Banyak sekali~" Jihyun menatap takjub pada layar. "Apa sudah bisa di panen?"

Baekhyun mengganti mode kamera depannya lagi dalam anggukan, "Chanyeol sengaja menanamnya bertepatan dengan jadwal panen jeruk juga." Cerita Baekhyun. Baekhyun lalu bercerita tentang buah apel yang mulai berbunga juga pohon mangga di halaman belakang. Sesekali Baekhyun bercerita ketika dia pergi ke peternakan, si kembar Joona dan Jooni membeli sepasang kelinci yang dibiarkan lepas pada halaman luas disana.

Jihyun menatap anaknya itu lama dengan senyum tipis terulas, hatinya ikut menghangat, merasakan betul bagaimana kebahagian yang di rasakan oleh sulungnya itu.

"Aku ingin memelihara anjing tapi takut tak bisa merawatnya saat Chacky lahir nanti." Baekhyun berkerut sedih, namun tak berlangsung lama ketika inderanya menangkap deru skuter vespa di kejauhan diikuti dengan sosok Chanyeol yang mengendarai kenderaan roda dua itu.

"Bu sudah dulu ya!" Baekhyun tak menunggu respon Jihyun lekas mematikan sambungan video mereka. Ponsel diletakkannya begitu saja pada ayunan bersama toples berisi cookies yang tak menarik minatnya.

Chanyeol memarkirkan kenderaan roda dua itu di depan rumah sebelum menghampiri Baekhyun pada teras samping. Topinya dia lepaskan meninggalkan cetakan lingkaran dengan rambut lembab oleh keringat. Baekhyun menyambutnya dalam senyuman dan dengan susah payah turun dari ayunan.

"Lelah?" Baekhyun bertanya sebagai sapaan.

Chanyeol memberikan gelengan sebelum membungkuk untuk sebuah kecupan pada kening Baekhyun diikuti pada perut buncit lelaki itu. "Sore Chacky~"

"Sore juga Dada." Baekhyun menyahut menirukan suara anak kecil.

"Aku membawa beberapa buah jeruk untukmu," Chanyeol memperlihatkan sekantung jeruk oren kemerahan yang luput Baekhyun perhatikan lalu berkedip takjub akan ukurannya yang sangat besar.

"Seharusnya kau mengajakku untuk petikkan pertama." Baekhyun mengambil satu lalu mengupasnya. Satu potongan dia masukkan ke dalam mulut lalu terpekik oleh rasa manis terkecap oleh lidahnya. "Manis~" dia mengambil satu potong lagi untuk di suapi kepada Chanyeol.

Chanyeol mengangguk membenarkan, "Sangat segar, 'kan?"

"Aku akan menghabiskannya semua!" Baekhyun lekas mengambil alih kantung plastik itu lalu menyembunyikan dibalik tubuhnya dari Chanyeol. "Ini milikku!"

"Aku memang mengambilnya untukmu sayangku." Kata Chanyeol dalam cengiran. Dia hendak membimbing Baekhyun untuk duduk kembali pada ayunan namun di tolak si mungil itu.

"Bolehkah aku memetik stroberinya sekarang?"

Pandangan Chanyeol mengarah pada rak, "Ayo kita lihat."

Keduanya menuruni tangga menuju rak dengan jajaran polibag berisikan tumbuhan stroberi yang telah berbuah itu. Satu lengan Chanyeol melingkari pinggang Baekhyun memastikan langkah suaminya itu di atas rumput takut-takut tersandung oleh sesuatu yang luput Baekhyun perhatikan.

"Stroberinya menjadi lebih besar dari tadi pagi!" Baekhyun memekik takjub.

"Kau boleh memetik yang ini." Chanyeol menunjuk satu yang paling besar dan telah memerah sempurna. "Hati-hati jangan sampai merusak cabangnya." Tuntun Chanyeol.

Baekhyun menuruti, mengambil satu lantas memetiknya dengan hati-hati. Buah merah kecintaannya itu berada dalam genggamannya dan Baekhyun tak mampu menahan bahagia oleh karenanya. Chanyeol membersihkannya sesaat dan membiarkan Baekhyun memakan hasil petikkan pertama stroberinya itu.

"AKHH ENAK SEKALI HUHUHU~" Baekhyun mengunyah semangat dengan kecapan. "Kau juga harus mencobanya." Baekhyun menyodori Chanyeol setengah gigitannya yang diterima segera oleh pria itu.

"Wah, padahal ini adalah kali pertama aku menaman stroberi." Chanyeol ikut terkejut pula dengan hasilnya.

"Kau memang ditakdirkan untuk berkebun Chanyeol." Baekhyun terkekeh.

Chanyeol mengangguk pelan dalam persetujuan, "kau benar."

Jadwal persalinan Baekhyun telah ditentukan. Seperti janji, Jihyun datang ke Hadong dua hari sebelum hari H dengan berbagai macam barang bawaan yang Baekhyun minta berdalih jika itu adalah permintaan bayinya yang hendak lahir. Eunbi tak bisa ikut dengan sekolah yang tak bisa dia tinggalkan dan lagipula Baekhyun pun tak berniat melihat gadis itu muncul lantas membawa pengaruh buruk kepada bayinya.

Ini adalah kali kedua Jihyun datang, pertama saat kepindahan Baekhyun dulu beberapa bulan yang lalu. Suasananya terasa sedikit berbeda dengan buah jeruk yang tersebar banyak pada tiap pohon dan suasana ramai oleh pengunjung yang datang untuk berwisata.

Chanyeol menyerahkan perkebunan sepenuhnya pada Jongin, salah satu pekerja yang diberi kepercayaan untuk mengurus semua hal selagi dia memfokuskan diri untuk merawat Baekhyun juga bayi yang akan lahir.

Minyoung juga datang dan kedua besan itu malah tenggelam dalam pembicaraan seru seolah keduanya adalah teman semasa sekolah dulu yang kembali bertemu setelah sekian lama berpisah.

Baekhyun berada di atas ayunan dengan usapan lembut yang tak berhenti dia berikan pada perutnya yang buncit. Chacky aktif sekali sejak semalam sampai Baekhyun tak bisa tidur dan berakhir dengan Chanyeol yang menemaninya mengobrol sepanjang malam.

Pria itu tengah berada di kamar, bertanya kepada dua wanita yang menjadi Ibunya tentang perlengkapan apa yang harus dia bawa ke rumah sakit. Namun dua wanita itu dengan kompak mengatakan akan menyiapkan semuanya dan meminta Chanyeol untuk menemani Baekhyun saja.

"Ajak Baekhyun jalan-jalan, Yeol agar proses persalinannya nanti menjadi lebih mudah." Minyoung memberi saran. Chanyeol mengangguk tanggap dan lekas menemui Baekhyun pada teras samping.

"Sayang." Chanyeol memanggilnya.

Perhatian Baekhyun teralih pada Chanyeol, hanya sesaat sebelum menunjuk rak stroberinya yang merah merekah di dalam polibag. "Stroberi."

Chanyeol segera paham dan tak bertanya apapun cepat-cepat masuk ke dapur mendapatkan sebuah wadah lalu menyimpan stroberi hasil petikkannya sebelum dia berikan kepada Baekhyun.

Suami mungilnya itu menerimanya dan segera mengunyah satu.

"Adakah yang sakit? Haruskah kita ke rumah sakit sekarang?" Chanyeol bertanya panik. Itu sedikit lucu bagaimana mata Chanyeol yang bulat melotot dalam gerakan kacau.

"Duduk disini." Baekhyun menepuk sisian ayunan kayu yang kosong dengan pelan. Chanyeol menurut. Baekhyun membawa kepalanya bersandar pada dada Chanyeol dan membawa satu tangan pria itu untuk menapak di atas perutnya. "Sepertinya Chacky sudah tidak sabar untuk keluar." Baekhyun berkata dengan senyum manis tersungging.

Chanyeol merasakannya dengan jelas bagaimana gerakan juga tendangan beradu di atas ari telapak tangannya. Chanyeol selalu ingin menangis tiap kali merasakan hal itu dan Baekhyun tak pernah lupa mengatakan betapa jeleknya dia dengan buraian air mata terlampau banyak membasahi wajahnya.

"Aku tidak percaya kita akan menjadi orangtua." suara Baekhyun semerdu kicauan buruk menyapa indera Chanyeol dengan syahdu. Sudut hatinya berdentum pelan akibat darah yang berdesir oleh kenyataan itu dan Chanyeol benar lagi menangis tanpa mampu ditahannya.

"Rasanya baru kemarin aku mengataimu caplang."

"Kau baru saja mengataiku caplang sayangku." Chanyeol menyahut dengan suara bergetar. Baekhyun mendongak lalu mencibir dalam ejekan melihat Chanyeol yang menangis.

"Yak, kau benar-benar menangis?" Baekhyun mencela tak habis pikir.

Chanyeol mengangguk tanpa dosa. "Aku bahagia sekali." Ungkapnya jujur.

"Aku juga bahagia." Sambut Baekhyun. "Karena kau mencintaiku dan menjadi suamiku."

Chanyeol terkesiap dengan rahang jatuh tanpa peduli jika wajahnya kian konyol terlihat. Dan Baekhyun tak terlihat ingin mempermasalahkan hal itu. Rahang Chanyeol di usapnya lembut sebelum menariknya untuk mendapatkan sebuah ciuman.

"Selamat, kau berhasil membuatku bahagia dan... mencintaimu sebesar rasa cinta yang kau berikan untukku." Bisikan itu sekali lagi berhasil melambungkan Chanyeol pada langit tertinggi.

Bayi mereka berjenis kelamin laki-laki.

Baekhyun tetap memberikan nama bayi pertamanya itu Chacky untuk nama kecilnya sedang nama resminya adalah Park Deokjun. Chanyeol tak mempermasalahkan, apapun pilihan Baekhyun akan menjadi pilihannya juga. Dan itu akan menjadi kebahagiannya pula, dalam hal apapun asal itu adalah Baekhyun bahkan jika diteriaki pagi siang malam yang kewalahan menjaga si kecil yang terlampau sangat aktif.

"Chacky jangan berlari nanti jatuh—"

DUAKKK!

"—dan sekarang kau benar-benar terjatuh 'kan, ish. CHANYEOL!" Baekhyun berteriak nyaring.

Balita berusia tiga tahun itu lekas bangkit dari tanah dengan lutut lecet namun ajaibnya malah tidak menangis sama sekali.

"PAPA AYO KEJAR CHACKY!" balita itu berseru dengan lengkingan yang dia dapatkan Baekhyun. "CEPAT NANTI PAPA DI CULIK ALIEN!"

Baekhyun berusaha mengatur nafasnya yang terengah sedang satu tangan memegang belakang pinggangnya dengan gusar. Perut buncitnya serasa akan jatuh dengan gerakan terlampau sering Baekhyun rasakan di dalam sana, berasal dari dua janin yang tengah tumbuh kembang menanti hari untuk menyapa dunia.

"Aduh Chacky, papa tidak bisa berjalan apalagi berlari," Baekhyun mengeluh dengan langkah hati-hati menuruni tangga. "CHANYEOOLL~" Baekhyun berteriak lagi memanggili nama suaminya itu.

Pada ruangan lain di dalam rumah, si pemilik nama menutup matanya erat-erat, seerat genggaman gulungan tisu yang nyaris remuk dalam tangannya.

"Se-sebentar Baek, aku ughh me-mencret~ /crooot/ ah leganya~"


tamat


Dan aku mutusin untuk post sequel PLOT TWIST sebagai penutup tahun 2018.

Aku mau bilang lagi makasih udah baca si PLOT TWIST kemarin dan baca si adeknya From Hate, With Heart ini. Makasih juga udah menemani semua coretan-coretanku selama tahun 2018, ketemu lagi kita di tahun 2019 setuju?

Terakhir salam pasangan jurangan bucin chanbaek yang always real~