Rivalovey

By: Hyelaflaf

Naruto © Masashi Kishimoto

Story © Hyelaflaf

Main cast : Shikamaru x Temari

WARNING!

OOC, Banjir typo, Abal, Gaje, Bikin mual mules(?), Author amatir, DLDR

Note: disini Hinata adik Neji, dan mereka beda satu tingkat.

Happy Reading~

Acara Kelulusan. 28 Maret 2010.

Ruangan megah itu terdengar begitu ramai dengan riuh rendah siswa-siswi yang sekarang ini resmi menjadi alumni Konoha Junior High School.

Hari ini adalah upacara kelulusan. Semua orang menyambut dengan antusias, tentu saja karena ini adalah kesempatan untuk memakai pakaian bagus dan berdandan cantik -bagi perempuan- dan juga kesempatan untuk makan gratis.

Raut bahagia terpancar dari tiap anak. Kelihatannya nilai ujian mereka cukup memuaskan. Beberapa dari mereka juga ada yang terlihat sedih karena harus berpisah dengan temannya. Sebut saja Sakura, yang terpaksa menjalani hubungan jarak jauh atau bahasa kerennya LDR dengan sang kekasih, Uchiha Sasuke. Atau Lee yang harus berpisah dari Sang Guru Tersayang, Maito Gai. Tapi itu tak lantas menghentikan euforia mereka atas acara kelulusan ini.

Semua orang terlihat sangat antusias. Semua, kecuali satu. Duduk di deret paling belakang dengan kepala tersandar di bantalan kursi, Nara Shikamaru, dengan wajah mengantuk dan tampak tak tertarik sama sekali.

Yah, tidak ada yang heran melihat kelakuannya mengingat gelar Pemuda itu sebagai 'Pemalas Nomor Wahid'. Hanya saja hal itu membuat sosok berambut pirang kuncir empat yang duduk beberapa kursi di depan pemuda itu emosi. Emosi karena merasa bagaimana kehidupan sudah berlaku tidak adil padanya.

Tentu saja tidak adil! bagaimana mungkin orang pemalas seperti Shikamaru dianugerahi otak jenius layaknya Einstein?! Dan lagi, entah bagaimana caranya pemuda yang hanya bermodal sifat malas itu, dapat menyabet gelar juara kelas bahkan juara umum tiap tahunnya! Tidak adil kan?

Temari -gadis itu- terus saja menggerutu. Mulutnya komat-kamit merapal cacian untuk Sang Nara. Disebelahnya, Sakura hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya. "Hati-hati, benci dan cinta itu beda tipis,"

Temari mendelik tajam. "Maksudmu?"

Sakura mendesah. "Maksudku adalah, kau bisa jatuh cinta pada Shikamaru kalau terlalu membencinya,"

"Yang benar saja! Mana mau aku dengan pemalas macam dia!" Wajah Temari merah padam karena emosi.

Sementara Sakura hanya mengangkat bahunya tak acuh kemudian kembali memfokuskan diri pada gadget di tangannya. Temari hampir saja melayangkan jitakan penuh sayang ke kepala merah muda Sakura kalau suara MC tidak lebih dulu menginterupsi.

"Baiklah sekarang kita akan memasuki acara selanjutnya, yaitu pemberian penghargaan pada siswa berprestasi!"

Segera setelah Sang MC berkata begitu, riuh terdengar di seantero ruangan. Sebagian menebak-nebak siapa gerangan yang akan mendapat penghargaan, tapi kebanyakan dari mereka sudah tahu dan memilih untuk menggoda temannya. Tiga tahun berada di sekolah yang sama membuat mereka tidak perlu susah-susah menebak.

"Bersiaplah, kau akan segera dipanggil!" Sakura menyenggol Temari sampai gadis itu hampir terjatuh dari duduknya.

"Pelan-pelan saja, Sakura no baka!" Temari merengut kesal.

"Berada di urutan kelima, dari kelas IX 4-" Sang MC menggantung kalimatnya dramatis. "Haruno Sakura!"

Sakura nyengir lebar kemudian beranjak dari duduknya menuju panggung.

"Selanjutnya di urutan ke empat, dari kelas IX 1-" Kembali MC itu menggantungkan kalimatnya "Hyuuga Hinata!"

Hinata terlihat tersenyum malu-malu kemudian berjalan dengan langkah pelan di iringi tatapan memuja penggemarnya, yang dibalas death glare mematikan dari sang kakak, Neji.

"Kemudian di urutan ketiga, dari kelas IX 5-" MC itu kembali menggantungkan kalimatnya. Penonton mulai bosan. "Uchiha Sasuke!"

Seketika sorak sorai dan jerit terpesona terdengar memekakan telinga. Sasuke berjalan dengan wajah stoicnya yang malah semakin menambah decakan kagum kaum hawa. Sementara Sakura yang menyaksikan adegan nista antara kekasihnya dan fangirls-nya itu hanya bisa menebar aura kebencian dari atas panggung. Ehm, ada yang cemburu.

"Dan di tempat kedua, dari kelas IX 2-" Temari menahan nafas. "Sabaku Temari!"

Temari mencelos. Dengan raut terpaksa dia melangkah maju menyusul teman-temannya yang sudah berada di atas panggung. Bukan, bukannya ia tidak suka mendapat penghargaan, hanya saja- ah, sudahlah.

"Dan sekarang yang kita tunggu-tunggu, urutan pertama datang dari kelas IX 3-" MC kembali menahan nafas. Penonton ikut menahan nafas. "Nara Shikamaru!"

Dan seketika sorak sorai kembali terdengar. Shikamaru berjalan dengan raut malas yang kentara. Tangannya ia masukkan ke saku celana, dan percayalah, hal itu semakin membuat para fangirls nya makin menggila. Bisik-bisik dan desahan kagum memenuhi seluruh ruangan.

Temari memandang jengah para fangirls yang dirasanya terlalu berlebihan itu. Memangnya apa yang menarik dari dia? Tampang malas yang membuat orang ikut malas melihatnya itu bukan apa-apa jika dibandingkan dengan Gaara -adiknya- atau Sasuke. Lantas apa yang membuatnya begitu terkenal? Temari mencak-mencak dalam hati.

Oh benar, dia jenius.

Temari kembali menggerutu dalam hati, tidak terima dengan kenyataan bahwa pemuda dengan hasrat hidup minim itulah yang mendapat gelar jenius.

"Baiklah, kami persilakan kepada Bapak Kepala Sekolah, Hiruzen Sarutobi, untuk memberi penghargaan."

Seorang pria paruh baya dengan rambut yang sudah memutih sepenuhnya naik ke panggung. Senyumnya memancarkan kewibawaan sekaligus membawa perasaan hangat pada orang yang melihatnya.

Dengan diiringi kalimat-kalimat sarat akan rasa bangga, pria itu mengalungkan medali ke leher siswa-siswi berprestasi tadi. Tak lupa juga sebuah piagam sebagai bukti tertulis akan prestasi mereka.

Blitz kamera, sorak sorai, dan decakan kagum melatari adegan dramatis itu. Temari menelusuri barisan tempat duduk orang tua, iris teal-nya bergerak cepat mencari siluet yang diharapkannya.

Tidak ada.

Gadis itu menghela nafas. Seharusnya ia tahu, tidak ada yang bisa diharapkan dari orang itu.

Orang yang dimaksud adalah ayahnya, Sabaku Rasa. Manusia super sibuk yang selalu memprioritaskan pekerjaan di atas apapun. Padahal sekali saja, hanya sekali, Temari ingin melihat senyuman bangga ayahnya, seperti yang sekarang ini ditunjukkan orang tua murid lain pada anaknya.

Temari menghela napas. Dengan lesu, gadis itu berjalan menuruni panggung selepas acara.

Banyak yang ia pikirkan sekarang, terlalu banyak sampai ia tidak melihat kabel yang melintang di depannya.

Dan kecelakaan naas itu pun dimulai.

Temari jatuh tersandung kabel sialan yang seenaknya melintang di tengah jalan, ia sempat menarik jas orang di depannya sebelum terjatuh sampai orang itu berbalik dan kelihatannya berniat membantu.

BRUK!

Tapi dia kurang cepat.

Mereka terjatuh dengan posisi Temari berada di atasnya. Di atas orang itu. Di atas makhluk berambut nanas. Di atas tubuh Shikamaru.

Penonton ternganga. Beberapa siswi menjerit histeris, ada juga yang berbisik-bisik, ada yang tetap diam dengan tampang bego. Sedangkan para siswa terdengar bersiul-siul dan deham-dehem serta batuk-batuk tidak jelas.

Dan para guru, mereka hanya diam karena syok. Beberapa memandang dua insan itu iri, teringat akan masa muda. Astaga.

Sedang dua objek utama kini tengah adu tatap dengan mata terbelalak dan wajah merona parah.

Temari yang pertama sadar. Gadis itu langsung berdiri dan berjalan pergi dengan langkah lebar tanpa ada niatan untuk meminta maaf atau berterima kasih.

Bukannya berniat tidak sopan. Ia hanya ... terlalu malu.

.

"Ya Tuhan, Temari! Aku yakin itu pasti pertanda kalau kalian berjodoh!" Sakura terlihat begitu heboh. Gadis itu langsung berkicau di sebelah Temari pasca insiden yang baru terjadi.

Temari merengut kesal. "Berhentilah membahasnya, Jidat." Wajahnya memerah karena malu sekaligus marah. Malu karena harus kembali mengingat kejadian nista barusan. Dan marah karena Sakura terus membuatnya teringat akan hal itu, juga ditambah rasa kesalnya pada Pemuda Nara yang membuatnya jadi bahan olok-olok sahabatnya sendiri.

Temari tahu, kejadian tadi memang diawali oleh kecerobohannya, tapi tetap saja! Kalau saja Shikamaru sedikit lebih cepat menolongnya, kalau saja orang yang ia tindih bukan Shikamaru...

Kalau boleh memilih Temari lebih suka Sasuke yang berada di posisi Shikamaru, setidaknya Sasuke lebih tampan dan konsekuensi yang ia terima hanyalah murka sesaat Sakura. Itu lebih baik daripada dihadapkan pada ocehan menjijikan Si Pinky yang entah kapan akan berhenti.

Arrgghh! Nara sialan! Dasar nanas! Kukutuk kau jadi nanas selamanya! Gadis kuncir empat itu terus mengumpat dalam hati. Selamat Shikamaru, sekarang kau menempati urutan pertama dalam blacklist Temari. Selamat.

"Kau tahu? Kalian terlihat manis sekali tadi. Aww! mulai sekarang aku adalah ShikaTema shipper!" Sakura kembali bersuara, lengkap dengan jeritan ala fangirl yang baru melihat idolanya.

Apanya yang manis?! Temari berteriak frustasi dalam hati. Kesal pada sahabatnya yang bahkan tidak bisa dikategorikan sebagai sahabat lagi. Bukannya menghibur malah mendoakan hal jelek, pakai acara memberi mereka julukan pula!

"Sayang sekali ya Shikamaru harus pindah ke Oto, tapi tenang saja Temari, jodoh tidak kemana!" Tanpa mempedulikan wajah kesal Temari, gadis musim semi itu kembali mengoceh sambil menepuk-nepuk bahu temannya penuh simpati.

Temari menggeram kesal. Dalam hati ia berdoa agar Tuhan mengirimkan malaikat untuk menyingkirkan Sakura sementara, karena sekarang ini telinganya sudah panas mendengar ocehan tidak bermutu si dahi lebar.

"Sakura-chan, lihat dirimu! Ibu bangga sekali," Dan malaikat itu benar-benar datang dalam bentuk wanita paruh baya berpenampilan nyentrik. Haruno Mebuki, ibu sakura.

Wanita itu langsung menyerocos, merangkul, dan menciumi anaknya penuh sayang tanpa peduli situasi.

Sakura terlihat tidak nyaman diperlakukan seperti itu. "Kaa-san hentikan, ini tempat umum." Gadis itu berusaha melepaskan diri dari rangkulan ibunya.

Sementara Temari, yang mendadak jadi nyamuk memilih menjauh dari adegan dramatis antara Sakura dan ibunya. Memberi privasi bagi keduanya. Oh, mungkinkah memang begitu?

Gadis kuncir empat itu memilih untuk mengambil beberapa snack kemudian memakannya di deret belakang. Berusaha untuk tidak dilihat atau melihat siapapun.

"Kerja bagus. Itu baru anakku,"

Temari menoleh begitu mendengar suara berat di dekat tempatnya duduk. Dan gadis itu mendapati orang yang sangat amat dibencinya dan sedang ia hindari mati-matian, Shikamaru, bersama ayahnya. Shikaku-ayah Shikamaru-terlihat menepuk-nepuk pundak putranya bangga, sementara Shikamaru hanya menggaruk tengkuknya. Malu mungkin.

Temari terus saja menatap keduanya tanpa sadar. Sampai salah satunya sadar diperhatikan. Shikamaru menoleh, dan mendapati gadis kuncir empat itu tengah menatapnya dengan tatapan ... tidak suka? Iris keduanya bertumbukan cukup lama, sampai akhirnya Temari memalingkan wajah dan kembali memakan snacknya dengan tak acuh.

Sementara Shikamaru masih menatapnya lekat-lekat, penasaran dengan apa yang dipikirkan si gadis kuncir nyentrik sampai-sampai menatapnya benci begitu. Mungkinkah karena insiden tadi? Shikamaru blushing sendiri mengingatnya, pasalnya itu adalah kali pertama ia dekat-dekat dengan seorang gadis. Dekat secara harfiah.

Tapi kalau dipikir-pikir kejadian tadi kan sama sekali bukan salahnya. Lantas apa yang membuat gadis itu mengobral tatapan benci begitu? Dia kan jadi merasa tidak enak. Huh, merepotkan. Shikamaru mengeluh dalam hati.

"... Shikamaru?"

Shikaku mengangkat sebelah alisnya saat sang putra tidak mendengar panggilannya. Anak ini melihat apa? Pria paruh baya itu mengikuti arah pandang anaknya. Dan begitu tersadar, ia tersenyum miring. Ah, anakku sedang jatuh cinta rupanya. Shikaku membuat kesimpulan sepihak.

"Itu gadis yang tadi kan? Dia cantik juga," Shikamaru tersentak mendengar suara sang ayah menyapa pendengarannya.

Pemuda itu mendengus. "Jangan berpikir yang tidak-tidak, Tou-san,"

Shikaku manggut-manggut, sok berpikir. "Sebaiknya memang kau tidak menyukainya, akan sulit menjalani hubungan jarak jauh."

"Astaga Tou-san, berhenti mengatakan hal aneh. Mendokusei." Shikamaru nampak mulai kesal.

Shikaku terkekeh pelan. "Sudahlah, sebaiknya kita pulang sekarang. Banyak yang perlu diurus sebelum keberangkatanmu ke Oto,"

Dan pasangan ayah-anak itu pun pergi dari sana. Meninggalkan Temari yang cuek-cuek saja meski tahu dirinya dibicarakan.

Nyatanya meskipun terlihat cuek dan tidak peduli, hatinya tidak begitu. Bukan, bukan karena tidak rela atau semacamnya.

Temari hanya ... iri.

Shikamaru ... selalu lebih unggul darinya dalam segala hal.

.

.

.

Kediaman Sabaku. 2 April 2012.

Temari menggeliat tak nyaman di atas ranjangnya. Sinar matahari yang menyengat langsung ke kulitnya sungguh mengganggu. Gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya perlahan, diliriknya jam dinding yang tergantung tidak jauh dari sana.

"Setengah tujuh..." Gadis itu bergumam pelan dan kembali memeluk guling kesayangannya.

Sesaat kemudian matanya terbuka lebar.

"KYAAAA! AKU TERLAMBAT!"

.

Temari berlari pontang-panting keluar dari kamar setelah bersiap seadanya. Mandi sepuluh menit bukanlah hal yang tidak mungkin bagi gadis tomboy sepertinya. Lihat saja sekarang, dibandingkan turun dengan tangga, gadis itu lebih memilih untuk berseluncur di atas pegangan tangga. Percayalah, dia sudah pro dalam hal ini.

Gadis itu menyambar gelas berisi susu coklat di atas meja makan, meneguk setengah dari isinya dalam satu tegukan.

Dan dengan kecepatan yang setara dengan kereta express, gadis itu berlari ke sekolahnya yang hanya berjarak 700 meter dari sekolah. Lupakan soal naik kendaraan karena meskipun statusnya sebagai anak jutawan, ia tidak tertarik menggunakannya, dan ayahnya juga sama sekali tidak menawari.

Temari berulang kali melihat jam tangan sportnya. Tinggal lima menit lagi gerbang akan ditutup. Dan masalahnya, ini adalah hari pertamanya sebagai siswi kelas tiga!

Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya terlambat bangun, lagi. Masih membekas diingatannya bagaimana memalukannya hukuman yang ia terima karena terlambat setahun lalu. Berjoget di tengah lapangan. Di jam istirahat. Gadis itu bergidik ngeri. Kami-sama kumohon lindungi aku, setelah ini aku janji akan jadi anak baik!

TAP

TAP

TAP

Temari terus memacu kecepatannya. Langkahnya terdengar nyaring di sepanjang koridor yang sepi, tapi ia tidak peduli. Gerbang sudah berhasil ia lewati di menit-menit akhir, sekarang tinggal berdoa semoga saja yang menjadi wali kelasnya adalah tukang ngaret macam Kakashi-sensei, atau baik hati seperti Kurenai-sensei, jadi kalaupun ia terlambat masuk hukumannya tidak seberapa.

BRAK!

Dobrakan pada pintu menghentikan sejenak aktivitas penghuni kelas Sains One. Semua pasang mata secara otomatis teralih kepada sumber suara.

Tampak oleh mereka seorang gadis pirang dikuncir empat berdiri setengah membungkuk di depan pintu. Nafasnya terengah-engah. Wajah dan seragamnya basah oleh keringat.

Menyadari atensi seluruh penduduk kelas kepadanya, gadis itu -Temari- melayangkan tatapan tajam.

"Apa?!" Hardiknya kesal. Wajahnya memerah karena malu, kesal, sekaligus kepanasan akibat terlalu banyak berlari.

"Kau lagi?"

"Hn, seperti biasanya."

"Dasar Temari,"

Dan itulah sambutan yang diterima Temari setelah kedatangannya. Beruntung baginya, karena Sang Wali Kelas belum datang. Gadis itu mendesah lega, syukurlah.

Ia mengedarkan pandangannya mencari-cari sobat pinky-nya yang selama ini selalu duduk sebangku dengannya. Dan terlihatlah gadis merah muda itu di barisan ujung, deret kedua dari belakang, duduk bersama Yamanaka Ino. Sungguh setia kawan.

Temari melayangkan death glare pada mantan teman sebangkunya itu. Yang bersangkutan nyengir polos. "Kau duduk di belakangku saja,"

Tentu saja. Tentu saja Temari akan duduk di belakang Sakura mengingat hanya itu satu-satunya meja yang tersisa. Gadis kuncir empat itu mendengus kesal lalu menghentakkan tasnya kasar ke atas meja. Yah, tidak apalah ia duduk sendiri sekarang, setidaknya lebih baik daripada duduk dengan orang yang menyebalkan, ya tidak?

Tepat ketika Temari mendudukkan dirinya, seorang pria dengan rambut keperakan dan masker di wajahnya masuk. Kakashi-sensei. Dengan seseorang mengekor di belakangnya. Oh tidak...

"Anak-anak, tahun ini kita kedatangan murid baru. Perkenalkan dirimu,"

Rambut hitam kuncir nanas. Wajah mengantuk. Tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Itu-

"Namaku Nara Shikamaru, salam kenal."

TIDAAAAAAAKKKK!

Temari menjerit dramatis dalam hati.

Kenapa Tuhan?! Kenapa aku harus satu sekolah dengan orang ini lagi?! Nanas sialan, kenapa kau tidak menetap saja di Desa Antah Berantah sana sampai ajal menjemput?! Kenapa?!

Batin Temari menangis frustasi. Wajahnya juga menampakkan raut yang sama. Sakura malah menatap sobatnya itu jahil.

"Ne Temari, kelihatannya kau memang berjodoh dengan dia,"

Benar-benar seorang teman.

"Baiklah Shikamaru, sekarang kau bisa duduk di sebelah gadis berkuncir empat yang disana."

Hahaha.

Sialan.

Untuk pertama kalinya dalam hidup, Temari merasa ingin membenturkan kepalanya ke tembok, berharap amnesia setelahnya.

.

.

TBC~

A/N:

Hai ._.

Oh oke jadi ini fic AU pertama saya, maaf kalau mengecewakan, apalagi plotnya udah mainstream ._.

Ini emang pendek, dan untuk chapter-chapter selanjutnya mungkin bakal tetep pendek karena saya rencananya mau bikin semacam drabble berlanjut(?) ShikaTema xD

Mungkin juga bakal ada slight pair-pair favorit saya nyempil di beberapa chapter ._.

Dan maaf sekali lagi kalau chap ini terlalu berbelit-belit atau apalah itu, jujur saya yang nulis aja bingung ini apaan:") *plakplak

FYI, fic ini udah lama mendem di draft jadi ya kalau tata bahasanya kacau tolong maklum, saya terlalu capek buat ngedit(?):") *ngeles

Oke sekian A/N ga mutu saya, kritik dan saran masih sangat dibutuhkan *-*

Tapi tolong jangan flame, kalau kalian ga suka ceritanya liat warning ._.

See ya next chapter~!