My Life Saver
Suara teriakan teriakan berisi perintah terdengar keras dari luar rumah. Aku rasa ada belasan, ah tidak mungkin puluhan agen FBI mengelilingi rumah ini. Dia memeluk ku dengan sangat erat sambil mengelus-ngelus rambut dan punggungku, meminta ku untuk tenang dan diam. Dalam keadaan seperti ini bagaimana aku bisa diam? Aku menggigit bibir bawah ku, berusaha agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun.
Napasnya teratur, berbanding terbalik dengan napas ku yang menderu tidak karuan, dia sangat tenang, kelewat tenang untuk orang yang akan disergap oleh agen FBI.
Orang –orang diluar terus berteriak, meneriakan kata-kata perintah yang sama. Yaitu menyuruhnya keluar dan menyerahkan diri. Tapi aku tak menginginkan dia melakukannya, aku ingin dia terus memelukku sekarang dan selamanya. Dia bersenandung pelan, menyanyikan lagu lullabynya untuk ku. Aku berusaha keras agar tidak menangis dan mempererat pelukan kami, dia pun melakuka hal yang sama.
Teriakan-teriakan berisi perintah kembali terdengar dengan keras, kali ini dengan ancaman. Dia sempat mengejang sesaat, lalu mendesah dan sedikit menjauh. Aku menahannya dalam pelukan ku tak ingin dia pergi, dia mendesah lagi, lalu dengan lembut dia melepaskan tangan ku dari pinggangnya dan bangkit.
Aku menatapnya ketakutan, apa yang harus kami lakukan sekarang? Dia mengintip dari jendela lalu berbalik dan manghampiri ku yang tengah duduk disofa ruang tamu. Dia duduk disebelahku dan menatapku dengan tatapannya yang memancarkan kesedihan dan ketidak relaan, aku tahu apa arti tatapan itu. aku menggelengkan kepalaku dengan keras pertanda aku tidak suka dan tidak setuju dengan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.
Dia meraih tangang ku dan mengelusnya dengan pelan, berusaha menenangkan ku dan memberi ku semangat disaat dialah yang seharusnya diberi semangat. Aku menatap tangan kami yang bertautan, aku merasa bahwa tanagan kami memang diciptakan untuk satu sama lain, begitu pas. Begitu pula hatiku yang hanya dibuat untuknya, dia mengangkat pelan dagu ku lalu tersenyum dengan lembut.
Aku menggelengkan kepala ku dengan kuat, tahu bahwa keputusannya sudah bulat. Air mata mengucur dengan derasnya dari mataku, dia lalu memelukku dengan erat, Aku terisak dalam pelukannya dan dia kembali melantukan lagu lullabynya. Kembali menenangkanku. Tak lama, dia melepaskan pelukan kami. Dia mengecup keningku lama dan aku berharap waktu dapat berhenti untuk saat ini. Aku tidak ingin semuanya berakhir seperti ini. Lalu dia menjauh dan bangkit kembali lalu berjalan ke pintu depan rumahnya.
Aku menatapnya nanar dengan air mata mengalir di pipiku. "Hyukkie, jangan." bisikku. Aku tahu dia dapat mendengarnya.
Dia tersenyum. Senyuman paling indah dan bebas yang pernah dia perlihatkan, lalu membuka pintu depan rumahnya dan suara letusan tembakan pun terdengar diiringi jeritanku.
