Back to Back

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warning : OOC, aneh, typos everywhere, gaje.

Genre : Romance, Hurt and little bit Drama.

Pairing : Pure SasuSaku

Summary ; Uchiha Sasuke, siswa berandalan yang suka mencari masalah dengan para guru dan ketua dewan murid, Haruno Sakura, ketua dewan murid yang keras terhadap pelanggar aturan. Mereka berdua saling berbagi rahasia yang sama, yaitu mereka telah dijodohkan. 'Kenapa aku hanya bisa melihat punggungmu? Apa aku tidak pantas berada disampingmu?'

.

.

.

Haruno Sakura mengangkat alisnya saat melihat bayangan itu dibalik tembok gudang belakang sekolah. Bayangan seorang pemuda yang beberapa tahun ini selalu menghantuinya. Pemuda yang memiliki nama Uchiha Sasuke.

"Uchiha Sasuke!" teriak Sakura kesal.

Tentu saja kesal. Siapa yang tidak kesal jika kau mendapati murid yang seenaknya telah mencemari udara di lingkungan sekolah? Dan sang objek hanya mendecih namun tetap melanjutkan kegiatanya, yaitu merokok.

"Apa-apaan kau? Kau sudah bosan hidup hingga merokok di lingkungan sekolah, hah?!" bentak Sakura kesal. Sasuke hanya meliriknya sekilas dan membuang batang rokok yang terselip di bibirnya, bukan karena takut atau khawatir dengan teriakan amarah Sakura tapi karena batang rokoknya memang sudah hampir habis.

Sakura menarik nafas, siap untuk kembali memarahi atau berteriak pada pemuda tampan itu, "sudah berapa kali kau melanggar peraturan di bulan ini, hah?! Jangan karena kau itu-"

"Diam," suara dingin Sasuke memotong teriakan amarah Sakura. Sakura menutup mulutnya, wajahnya memerah karena kehabisan nafas dan juga tatapan tajam pemuda itu.

Sakura tersenyum miris. Pemuda? Hell, ia saja ragu jika laki-laki di depannya ini sudah pria atau masih berstatus pemuda.

Sasuke berdiri dari posisinya dan berbalik menghadap Sakura, tak menyembunyikan raut dinginnya yang semakin dingin. "jangan pernah memerintahku," ucapan itu mengudara seiring dengan langkah yang diambil untuk menjauhi Sakura.

Meninggalkan Sakura yang hanya diam, menatap punggung tegap Sasuke yang semakin mengecil dan hilang dari pandangannya, menghilang dibelokan taman belakang sekolah.

Ya, punggung itu adalah objek yang selalu ia lihat. Punggung yang selalu mengintimidasinya. Punggung yang selalu tegap setiap ia amati.

Dan sang pemiliki punggung tak pernah berbalik untuk melihatnya dibelakangnya.

'Apa aku tidak pantas untuk berjalan disampingmu, Sasuke-kun?'

.

.

.

"Ini daftar anak-anak yang bermasalah bulan ini," Sarutobi Kurenai memberikan kertas yang berisi daftar kelam para murid pada Sakura, sang ketua dewan murid yang berdiri di depannya.

Sakura mengambil kertas itu, mata hijaunya menelusuri cepat nama-nama murid di kertas. Kepalanya terangkat untuk kembali memfokuskan perhatiannya pada Kurenai saat tidak menemukan nama yang diincarnya.

"Uchiha Sasuke?" tanya Sakura. Ia benar-benar menginginkan nama itu berada dalam daftar murid bermasalah bulan ini tapi harapan itu harus pupus saat melihat wajah pasrah Kurenai.

"Aku benar-benar ingin memasukkan namanya dalam daftar itu tapi ketua yayasan tidak akan mengijinkanku karena Uchiha adalah donatur terbesar sekolah ini," gerutu Kurenai, tangan lentiknya memijat dahinya yang mulai muncul tanda-tanda penuaan.

Sakura mengangkat alisnya, sedikit heran. Memang, sekolah swasta mahal seperti Konoha Shippu Gakuen Den ini pasti membutuhkan uang yang tidak sedikit tapi Sakura tidak habis pikir, bagaimana bisa Uchiha Sasuke, sang raja pembuat onar yang sudah melanggar ratusan atau bahkan ribuan peraturan masih diperbolehkan belajar di sini? Hanya karena dia adalah Uchiha.

Uchiha, my ass.

"Sakura. Aku harap kau tidak berbuat nekat dengan mengirimkan surat panggilan kepada Uchiha-san, tinggal satu tahun lagi kalian belajar di sekolah ini, kuharap kau bisa bersabar dengan tindakannya, ya?"

Penolakan sudah ada di ujung lidah Sakura, bagaimana pun juga ia harus tetap mengirimkan surat panggilan pada orang tua Sasuke, si bajingan beruntung yang menyandang nama terhormat itu tapi saat melihat wajah lelah Kurenai, Sakura harus kembali menelan penolakannya sehingga ia hanya bisa mengangguk pelan.

.

.

.

Saat Sakura pulang ke rumahnya, ia di sambut oleh pekikan ibunya yang sepertinya sudah menunggunya sejak tadi.

"Sakura! Syukurlah kau sudah datang! Cepat bersihkan badanmu dan berpakaian yang cantik!" Haruno Mebuki, ibunya sekaligus wanita yang melahirkannya tujuh belas tahun yang lalu itu menyambutnya dengan pelukan singkat.

Sakura tahu ada yang aneh di sini. Ibunya yang selalu sibuk itu tak mungkin ada di rumah di jam-jam ini. Mebuki dan Kizashi selalu sibuk bekerja dari pagi sampai malam demi kelancaran finansial keluarga mereka.

"Oh? Ada apa ini? Acara makan keluarga?" tanya Sakura antusias karena jarang sekali orang tuanya ada di rumah di jam-jam ini. Gadis itu ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang tuanya yang semakin hari semakin tua itu. Menjadi anak tunggal di saat orang tuamu selalu sibuk bekerja pasti akan membuatmu kesepian kan?

Mebuki tertawa, "ya, bisa dibilang seperti itu walau mereka masih menjadi calon keluarga kita. Cepatlah bersiap! Kita sudah janji untuk datang jam tujuh malam TEPAT dan mereka tidak suka dengan kata terlambat!" wanita Haruno itu mendorong tubuh Sakura untuk segera bersiap-siap ke kamar Sakura.

Sakura menghela nafas saat ibunya sudah pergi meninggalkannya, ia tidak tahu secara jelas apa yang direncanakan kedua orang tuanya tapi ia cukup tahu jika rencana ibunya bisa saja menjadi hal paling buruk yang pernah terjadi di kehidupannya.

.

.

.

Sejak Sakura memasuki rumah atau lebih tepatnya mansion itu, ia tidak bisa berhenti melihat-lihat sekitarnya. Ada banyak hal menakjubkan di mansion ini! Chandelier kristal hitam yang memberikan kesan anggun-gothic, guci-guci berukuran macam-macam yang tertata rapi, meja perak kecil yang diatasnya ditempati berbagai kerajinan kayu dan lainnya, bahkan Sakura berani bertaruh jika tidak ada debu yang menempel di barang-barang mewah milik keluarga ini. Berkali-kali Sakura memasuki mansion ini, ia tetap tidak bisa menahan rasa kagumnya yang membuncah di dadanya.

Seorang wanita berambut panjang dengan warna dark blue memekik saat melihat keluarga Haruno datang, kemudian memberikan beberapa perintah pada maid nya dan kembali memfokuskan maniknya pada Haruno.

"Oh astaga, Mebuki! Kalian datang terlalu cepat!" wanita itu menyambut ibu Sakura dengan pelukan hangat, Mebuki membalas pelukan wanita itu.

"Tentu saja, kami datang cepat, bukankah Uchiha itu tidak suka menunggu?" balas Mebuki jenaka hingga wanita seumurannya tertawa kalem.

"Terlalu cepat, hidangan kalian bahkan masih di pemanggangan, aku jadi merasa tidak enak karena belum ada sajian untuk kalian," jelas wanita berambut gelap itu. Ia menarik senyum tak enak karena tamu istimewanya belum bisa dihidangkan sajian apapun.

"Oh, itu lebih baik. Kami sabar menunggu. Dari pada saat kami datang terlambat dan makanannya sudah mendingin," Kizashi mencoba melucu yang bagi Sakura sama sekali tidak ada lucunya namun berhasil membuat wanita bersurai dark blue itu kembali tertawa manis.

"Sakura-chan! Kau semakin cantik ya!" wanita dengan nama lengkap Uchiha Mikoto memuji Sakura dengan senyum manisnya. Matanya menyipit karena tersenyum, melihat pakaian yang dipakai oleh Sakura.

Sakura merasa sedikit tersanjung, yang memujinya adalah Uchiha Mikoto, pengamat trend fashion di Jepang yang terkenal! Terlebih pakaian ini ia pilih sendiri tanpa bantuan Mebuki walau memang tidak jelas apa Mikoto memuji pakaiannya atau memuji wajahnya.

"Aku akan memanggil Fugaku dulu. Sakura-chan, kau mau memanggil Sasuke?" tawar Mikoto setelah mempersilahkan keluarga Haruno untuk duduk di ruang tamu mansion. Tawaran ini membuat Sakura nyaris terlonjak seolah di sengat lebah.

"Apa boleh?" tanya Sakura ragu.

"Tentu saja! Kau adalah tunangannya kan?"

.

.

.

"Kenapa kau datang kemari?" sapaan atau pertanyaan bernada sinisme dikeluarkan Sasuke saat Sakura baru saja memasuki kamarnya.

Sakura mengangkat alisnya, bukan karena sapaan (Sakura menganggap itu sapaan) sinis Sasuke namun karena kamar Sasuke benar-benar gelap, pemuda itu tidak menyalakan lampunya. Sinar lampu di lorong yang menembus celah-celah kecil sama seklai tak membantunya.

"Kenapa lampunya tidak dinyalakan?" Sakura meraba-raba dinding di sampingnya, berharap menemukan sakelar sampai suara dingin Sasuke yang sedingin udara di kamarnya kembali muncul.

"Jangan nyalakan lampunya,"

Sakura menahan nafasnya saat mencium bau maskulin di dekatnya. Suara nafas yang samar-samar Sakura dengar membuatnya semakin gugup. Jika ia tidak salah mengira, Uchiha Sasuke mungkin saja berjarak tiga puluh centimeter dengannya!

"Pergilah, jangan pernah masuki kamar ini lagi."

Sakura berjalan mundur saat dirasakannya tubuh Sasuke berjalan maju kearahnya. Satu langkah, dua langkah, hingga Sakura tak sadar ia sudah di luar kamar Sasuke. Sasuke yang tadi di telan kegelapan mulai terlihat.

Wajahnya dingin seperti biasa, dengan rambut yang sedikit basah, yang sepertinya baru selesai mandi. Pantas saja, bau maskulin sekaligus mint tercium kuat dari badannya. Sakura nyaris terlena dengan bau itu.

"Aku dan keluargaku datang kemari karena-"

"-di undang ibuku?" potong Sasuke. Sakura mengangguk sekali. Terlalu gugup untuk langsung melihat wajah Sasuke sehingga ia hanya melihat dada telanjang Sasuke, yang sialnya sangat bidang itu.

Debaran jantungnya semakin menggila saat Sasuke menundukkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Sakura. Sial, Sakura harap debaran jantungnya yang menggila tidak terdengar sampai telinga Sasuke.

"Dasar menyebalkan," bisik Sasuke di telinga merah Sakura. Ia langsung berbalik dan meninggalkan Sakura yang masih memproses 'apa yang baru saja terjadi'. Suara pintu kamar Sasuke yang ditutup dengan keras menyadarkan Sakura.

Senyuman miris terukir di bibir kissable Sakura, 'Pada akhirnya, aku pun tetap hanya akan melihat punggungnya,'

Dia, Haruno Sakura hanya menginginkan Uchiha Sasuke, tunangannya untuk melihatnya saja.

.

.

.

Keluarga Uchiha dan Haruno memakan hidangan yang disediakan pelayan Uchiha. Uchiha Fugaku, ayah Sasuke terlibat perbincangan seru dengan Kizashi. Tentu saja pembicaraan mereka tidak jauh-jauh dari perkembangan bisnis Uchiha Corp.

"Kudengar Itachi mengadakan kerja sama dengan perusahaan General Electric, bukankah itu menakjubkan? Itachi masih semuda itu namun dia telah mendapatkan kepercayaan dari salah satu perusahaan terkaya di dunia. Kau pasti sangat bangga memiliki anak seperti Itachi kan, Fugaku?" puji Kizashi di sela-sela menyantap seafood cream gratin miliknya.

Fugaku tersenyum tipis, "ya, dengan kerja sama itu, Uchiha Corp memiliki kesempatan untuk semakin melebarkan sayapnya di bidang teknologi Jepang,"

Sasuke menatap makanannya tidak berselera, lagi-lagi pembicaraan ini. Tentang Itachi, kakaknya sendiri. Betapa hebatnya sang kakak dalam melihat kesempatan kerja sama, betapa baiknya Itachi pada semua orang atau betapa berbahayanya Itachi saat menghadapi lawan-lawan bisnis ayahnya. Apa mereka tidak bosan terus-terusan membicarakan Itachi?

Sakura memperhatikan Sasuke yang sekarang hanya melamun memperhatikan makanannya, padahal grilled mushroom chopped steak buatan maid Uchiha enak sekali namun pemuda itu tampaknya tidak akan menyentuh peralatan makannya lagi.

"Tapi Sasuke pasti bisa seperti Itachi kan? Kurasa Itachi dan Sasuke bisa bekerja sama untuk menguasai perekonomian Jepang nantinya," tanya Kizashi pada Sasuke yang hanya menatap makanannya.

Sakura menendang pelan kaki Sasuke agar menyadarkan Sasuke, Sasuke menatapnya sekilas dan kembali memakan makanannya dengan pelan. Sakura menaikkan alisnya saat melihat reaksi pasif Sasuke.

"Ada apa, Sasuke-kun? Kau kurang enak badan?" tanya Mebuki yang tampaknya juga menyadari keanehan diamnya Sasuke. Sasuke memang tipe orang pendiam dan tidak banyak bicara tapi diamnya kali ini terasa sedikit mencekam.

Sasuke mengangguk singkat dan mengalihkan atensinya ke Sakura yang memperhatikannya, "Sakura, jika kau sudah selesai. Kau bisa menyusulku di taman belakang?" tanya Sasuke. Tanpa menunggu jawaban dari sang gadis, pemuda itu berdiri dan meninggalkan dua keluarga tersebut.

Sakura mempehatikan punggung tegap Sasuke yang kemudian menghilang lagi. Perutnya terasa tak enak hingga membuatnya tak nafsu makan lagi.

Apa ini salah satu tanda?

.

.

.

Punggung tegap itu adalah satu-satunya objek yang menarik bagi Sakura untuk diperhatikan. Keindahan taman belakang mansion Uchiha tidak Sakura perhatikan lagi. Karena objek itulah yang telah menyita perhatian Sakura bertahun-tahun. Tapi kali ini, Sakura rasa pemilik punggung tersebut akan menyakitinya.

Sakura mendekati Sasuke dengan langkah pelan, Sasuke sama sekali tidak bergerak walau Sakura yakin bahwa Sasuke tahu dia menghampirinya. Sakura bisa melihat bahwa bahu pemuda itu lebih tinggi dari yang ia perkirakan dari dulu. Bahu yang selalu ia bayangkan betapa nyamannya bersandar di sana.

Tapi apa ini? Padahal sudah sedekat ini tapi Sakura tetap merasa bahwa mereka jauh.

"Berhentilah,"

Sakura mengangkat alisnya saat mendengar itu dari Sasuke. Tidak paham dengan maksud Sasuke, berhenti? Berhenti dari apa?

"A-apa maksudmu, Sasuke-kun?" Sakura tersenyum kaku, tenggorokannya serasa terbakar saat menanyakan itu. Apa 'berhenti' yang dimaksudkan Sasuke adalah berhenti mengharapkannya?

Sakura tahu hubungan mereka itu dikarenakan kerja sama antara kedua orang tuanya, Fugaku, ayah Sasuke sering meminta saran dan masukan dari Kizashi untuk perkembangan Uchiha Corporation hingga perusahaan itu besar seperti sekarang ini. Jadi salahkah Sakura jika ia telah jatuh untuk Sasuke? Pemuda yang tak pernah menoleh ke belakang, pemuda yang tak mengetahui bahwa ia selalu melihat punggungnya, pemuda yang membuat gadis polos itu berandai-andai kapan pemuda itu melihat ke belakang.

"Kau tahu apa maksudku, Haruno. Berhentilah berharap atau kau akan semakin sakit," Sasuke memperjelas perkataannya, tak memedulikan perasaan Sakura yang semakin menyesakkan dada.

Uchiha bungsu itu berbalik, ingin meninggalkan Sakura di taman itu. Jangan bercanda!

"Tunggu," Sakura menangkap tangan Sasuke, tangannya dingin namun tak sedingin Sakura. Padahal bukan dia yang harapannya di minta berhenti namun kenapa telapak tangannya juga dingin?

Sasuke menatap Sakura, wajahnya menggelap dan Sakura segera melepaskan genggaman mereka, menganggap bahwa Sasuke tak suka dengan kontak fisik mereka. Tapi Sakura tak mau ambil pusing sekarang karena semuanya sudah selesai.

Harapannya sudah hancur kan?

"Aku yang akan pergi kali ini,"

Biarkanlah Sakura yang egois saat ini. Biarkan Sakura yang meninggalkan Sasuke saat ini. Dan biarkan kali ini Sasuke yang melihat punggungnya, punggung rapuh milik gadis yang harapannya telah dihancurkan.

.

.

.

"Kau benar-benar ingin mengambil kesempatan ini?"

Ada helaan nafas di sana, "Ya, aku yakin dengan keputusan ini. Ini adalah kesempatan sekali seumur hidupku,"

"Orang akan mengambil keputusann yang buruk saat mereka sedang marah atau ketakutan, sayang,"

"Ini bukan keputusan yang buruk, ibu. Ini adalah keputusan yang sangat baik setelah kupikir berkali-kali,"

.

.

.

Sakura memperhatikan tiket pesawat ditangannya. Tiket dengan tujuan London, Inggris. Ketua dewan murid Konoha Shippu Gakuen Den itu terpilih menjadi pertukaran pelajar dari Jepang. Keputusan yang telah ia pikirkan ribuan kali.

Sakura pasti akan merindukan suasana Jepang yang selalu menghangatkan hatinya, merindukan ocehan ibu ataupun lelucon tidak lucu milik ayahnya, maupun suara guru dan teman-temannya yang menemani kegiatan sekolahnya, atau mungkin...pemuda itu.

Lima belas menit lagi, pesawat akan take off dan ia sudah kemarin dengan sengaja menonaktifkan smartphone nya. Tak ingin membalas pertanyaan kenapa ia tiba-tiba menerima tawaran kepala sekolah untuk menjadi pertukaran pelajar atau sekedar salam perpisahan dari keluarganya. Orang tuanya? Mereka tidak bisa mengantarkan Sakura ke bandara tapi Sakura mengerti, orang tuanya sibuk dan dia bukan anak manja.

Sakura tersenyum miris, surat yang ia titipkan pada bibi Mikoto dari dua hari lalu, ia harap sudah sampai di tangan Uchiha Sasuke, mantan tunangannya.

.

.

.

Hei, jika kau sudah membaca ini. Mungkin aku sudah pergi meninggalkan Jepang. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih.

Terima kasih, terima kasih telah mau memintaku menyerah.

Terima kasih telah membuatku pernah memimpikan bagaimana rasanya bersandar di bahumu.

Terima kasih atas kenangan yang telah kita rajut bersama walau selalu diisikan teriakan penuh kemarahanku.

Aku juga sangat berterima kasih karena kau selalu melihatkan punggung tegapmu.

Karena punggung tegapmu membuktikan bahwa kau bukanlah khayalanku semata walau punggung itu tak akan pernah bisa kuraih.

Terima kasih, Sasuke-kun

Dan maaf jika aku selalu menganggumu.

.

.

.

Pemuda bermata hitam mengkilap itu terduduk di ranjang empuknya, tangan kirinya mencengkram kertas tak berdosa itu. Ia tersenyum kecil namun sarat dengan sakit dan kekecewaan.

"Kau pikir hanya kau saja yang melihat punggungku? Aku juga hanya bisa melihat punggungmu, Sakura bodoh,"

.

.

.

You're touchable

You're visible

But still a fantasy for me

.

.

.

Wah, cerita apaan nih? Haha, pasti pada bingung kan ini cerita apaan? Sama, gua juga. Sebenarnya, ffn ini terinspirasi sama drakor Goblin episode 2, dimana Kim Shin dan Ji Eun Tak saling melihat punggung masing-masing dan akhirnya tercetuslah cerita ini. Walau sedikit gua kasih bumbu real life gua sendiri.

Pasti banyak yang mikir, Sakura kenapa gak ngejar-ngejar Sasuke padahal dia cinta sama Sasuke. Gampang, gua bosan sama adegan mainstream kek gitu, terang-terangan ngejar Sasuke dengan kedok cinta yang malah kelihatan ngebuat Sakura jadi kek cewek 'ilfeel' bagi gua tapi bukan berarti di sini Sakura gak cinta ama Sasuke. Dia ngelarang Sasuke merokok, mau ngirim surat panggilan buat ortu Sasuke, menurut gua udah termasuk wujud perasaan cinta Sakura. Sebenarnya agak gak percaya diri juga sih buat pub cerita ini, karena The Best Team milik gua aja keknya gak disukai sama reader di sini tapi rasanya juga sayang banget kalau ffn ini nganggur gitu aja di draft. Saran, kritik bahkan flame selalu gua nantikan dari reader sekalian. Bahkan jika hanya sekedar nyapa gua, gua udah senang.

Salam cinta, Snowincherry.