Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Genre : Romance, Drama
Warning : AU, typos, missing text, gaje
storyline by Youkoku Tomomi
" Kaze wa Fuiteiru "
Sudah lama ia memperhatikan lelaki tersebut. Wajahnya yang tampan, rambut pirangnya yang begitu bersinar, senyuman lima jarinya, dan kebaikan hatinya mampu membuat Hinata terkagum-kagum akan sosok lelaki ini.
Dan kini, hati Hinata dipenuhi oleh rasa rindu yang kian menyesakkan dadanya. Ya, sang pujaan hati telah pergi selama beberapa tahun untuk belajar menjadi pemimpin yang baik bagi desanya. Setidaknya, itu lah impian sang lelaki yang membuatnya mengagumi Naruto–sang lelaki tersebut.
Untuk mengurangi sedikit rasa rindunya, Hinata mulai beranjak dari pekarangan mansionnya. Ia tersenyum kecil, mengingat tempat tujuannya sekarang adalah tempat yang menjadi favoritnya. Tempat yang mampu membuat hatinya tenang, yaitu taman bunga lavender.
"Hinata-nee-sama! Mau pergi kemana?" Baru saja ia akan mengambil langkah, suara adik tercintanya terdengar.
"Hanya akan jalan-jalan. Kau mau ikut Hanabi-chan?" Ajak Hinata. Berjalan-jalan bersama keluarga itu menyenangkan. Setidaknya itulah yang Hinata pikirkan, mengingat ia jarang sekali bisa jalan bersama.
"Ah, maaf sekali nee-sama, aku ingin sekali. Tapi, tadi aku disuruh tou-sama untuk pergi mengantarkan ini." Ucap Hanabi sembari menunjukkan sekantong plastik berisi makanan.
Hinata tersenyum. Mungkin ini bukan waktunya, pikir Hinata dalam hati. "Tidak apa-apa Hanabi. Kita bisa pergi lain waktu."
Setelah mendapat jawaban dari Hanabi, ia kembali pada aktifitas utamanya. Yaitu pergi ke taman bunga lavender.
-oOo-
Tak sampai setengah jalan, lagi-lagi ada yang memanggil namanya. Dan kali ini, Ino –Sahabatnya, menghampirinya dan mengajak Hinata untuk berbincang sejenak di kedai ramen Ichiraku.
Hinata tersenyum kecil. Kali ini, ia mengingat bahwa kedai ramen ini adalah kedai yang sering Naruto kunjungi. Sebenarnya, ia baru beberapa kali datang ke kedai ramen ini. Karena sibuk latihan untuk menjadi pemimpin klan, ia menjadi jarang berpergian dari rumahnya.
"Nee Hinata-chan, apa kabar? Ahhh, sudah lama ya kita tidak bertemu.." Ino menerawang ingatannya. Mencoba untuk mengingat masa mudanya yang masih berumur sepuluh tahun.
"Aku baik-baik saja Ino-chan." Jawab Hinata dengan lembut. "Lalu bagaimana denganmu, kudengar Ino-chan dilamar oleh Sai-kun, ya?"
Setelah mendengar perkataan Hianta tadi, Ino membuyarkan lamunan masa mudanya. Diikuti dengan semburat merah muda yang menempel di pipi putihnya. Juga ia tersenyum malu.
"Hehehe, ya begitulah. Nee Hinata-chan, jika sudah ditetapkan, datang ya!" Lagi-lagi Ino tersenyum. Namun, kini ia tersenyum bahagia. Yaa, siapa yang tidak bahagia jika seorang wanita dilamar oleh lelaki yang menjadi panutannya.
Memikirkan itu, Hinata teringat dengan Naruto. Apakah ia baik-baik saja? Apakah ia makan dengan benar? Apakah ia tidak kecapekan? Berbagai pertanyaan muncul dibenak Hinata.
"Bagaimana dengan Naruto, Hinata-chan?" Seketika itu, Hinata sedikit murung. Ia tidak tahu harus menjawab apa kepada Ino. Ino yang baru menyadarinya langsung mengganti topik pembicaraan.
"Gomen Hinata-chan, aku lupa. Umm, jadi kau mau kemana?"
Hinata hanya tersenyum lemah ketika Ino meminta maaf. Sebenarnya, Ino tidak perlu meminta maaf. Karena ia tidak bersalah.
Hanya saja, ketika Hinata mendengar nama Naruto, hatinya menciut. Sudah lama ia menyatakan cintanya, tapi tidak ada respon yang diterimanya. Mungkin Naruto tidak menyukaiku, pikir Hinata saat itu.
"Aku hanya ingin pergi ke taman bunga lavender. Kau mau ikut Ino-chan?" tanya Hinata. Meskipun Hinata sebenarnya ingin menenangkan hatinya sendiri, ia tidak enak kepada Ino. Bagaimanapun juga Ino lah salah satu sahabat dekatnya.
"Hey, aku tahu kamu. Kau pasti butuh sendirian 'kan? Pergilah, Hinata-chan. Tenangkan hatimu." Ujar Ino sembari tersenyum hangat. Ya, Ino tahu. Hinata sedang dilanda kerinduan yang lumayan hebat.
Mau tidak mau, Hinata tersenyum kepadanya dan mengucapkan terima kasih. "Terima kasih sudah mengerti diriku, Ino-chan."
-oOo-
Ahh, taman bunga lavender ini ternyata sudah berubah. Terakhir Hinata pergi, tamannya hanya seluas mansion Hyuuga, rumahnya. Kini taman lavender itu berubah menjadi padang lavender yang sangat luas.
Pipinya merona merah, saat merasakan angin berhembus pelan menerpa permukaan kulitnya. Entah mengapa, hatinya mendadak begitu damai. Pun bibirnya tersenyum penuh arti.
Melihat helaian bunga lavender beterbangan tertiup angin, dirinya tak kuasa untuk mengikuti tebaran bunga tersebut. Salah satu tangannya terulur mengambil beberapa helain bunga lavender tersebut.
Dirasakannya setiap helaian bunga itu. Lembut. Bagaikan kain sutra. Lagi-lagi bibir tipisnya tersenyum hangat. Aroma lavender yang terbawa oleh hembusan angin, mampu membuatnya tak bisa berkata-kata. Menutup mata, adalah salah satu caranya untuk menikmati sensasi yang sedang dirasakannya saat ini.
Ia mulai menduduki sebuah batu besar yang berada di dekatnya. Ia membuka matanya kembali. Sesaat, tidak ada yang berubah dari pandangan Hinata sebelumnya.
Sampai ia melihat sesosok bayangan manusia yang mulai mendekatinya secara perlahan. Karena banyaknya helaian bunga lavender yang beterbangan, membuat pandangan mata Hinata tidak begitu jelas.
Betapa terkejutnya Hinata saat melihat sosok bayangan itu yang kini nampak jelas sekali di matanya, telah berdiri beberapa meter tepat di depannya.
Bagaimana bisa? Mungkin itulah yang ada dipikirannya saat ini. Ya, Hinata terkejut karena sosok bayangan itu adalah pujaan hatinya, Naruto. Seketika pipinya merah merona dan jantungnya berdetak kencang.
"Katanya, kau sedang berada disini." Ujar Naruto, saat ia berada di samping Hinata. Pipi Hinata tambah merona, karena Naruto secara tidak langsung memberi tahu Hinata, bahwa ia sedang mencarinya. Setidaknya itulah pikiran Hinata.
Dengan malu, Hinata mengangguk menyetujui. Sambil berusaha menenangi jantungnya, Hinata memberanikan diri untuk bertanya. "Ada a-apa, Naruto-kun?"
Seolah tidak memperdulikan pertanyaan Hinata, Naruto terus melanjutkan perkataannya dan bercerita sembari menatap lurus ke padang lavender.
"Dulu, aku pernah menyukai seseorang. Kau pasti tahu siapa 'kan? Ya, setidaknya aku menyebutnya begitu, perasaan suka atau mungkin bisa disebut cinta? Entahlah, aku tidak begitu mengingatnya, karena saat itu aku masih bocah berumur sepuluh tahun."
Naruto tersenyum kecil. Mungkin ia teringat akan masa lalunya. Sedangkan Hinata, ia hanya menatap Naruto bingung.
"Tapi setelah melihat betapa dia mencintai lelaki lain, aku sadar. Rasa sukaku bukanlah cinta. Melainkan rasa kagum sebatas sahabat. Terlebih, saat lelaki itu meninggalkannya, dia masih saja mencintainya dan berjanji akan selalu menunggunya kembali." Naruto menarik nafas pelan.
"Jujur saja, aku sempat iri padanya. Bahkan aku pernah berfikir, apakah ada orang seperti itu. Menyukaiku apa adanya. Tapi entah mengapa, perasaan ingin melindunginya semakin besar. Aku tidak ingin melihatnya terluka dan terpuruk. Maka dari itu, aku membuat perjanjian seumur hidup."
Seketika pipi Hinata merona, tatkala pikirannya berkata bahwa saat ini Naruto sedang mencurahkan perasaannya. Alias curhat.
"Tapi, semakin lama aku mengatakan bahwa aku suka padanya, entah mengapa rasa suka malah semakin berkurang. Sekarang aku benar-benar sadar bahwa aku memang tidak mencintainya."
Tepat setelah Naruto mengakhiri perkataannya, pandangannya beralih pada seseorang yang berada di sampingnya. Ya, kini Naruto sedang menatap manik lavender Hinata dengan intens. Membuat Hinata tak mampu menyembunyikan rona merahnya.
"Maaf. Maaf karena tidak menjawab langsung. Saat itu aku masih ragu dengan perasaanku sendiri. Tapi saat aku melihatmu melindungiku dari berbagai musuh, aku sadar. Bahwa aku..."
Naruto memberi jeda sejenak untuk menarik nafas. Kemudian tatapannya berubah melembut. "...Mencintaimu."
Setelah mengungkapkan perasaannya, Naruto berbalik memunggungi Hinata. Mungkin ia sedikit malu atas perkataanya sendiri. Sedangkan Hinata hanya mematung. Pipinya merona hebat. Jantungnya berdegup dengan kencang. Seakan tidak percaya apa yang baru di dengarnya tadi.
Beberapa detik kemudian, angin kembali berhembus. Kali ini sedikit kencang, mampu membuat beberapa rambut Hinata ikut terbang. Sehingga Hinata berusaha untuk menata rambutnya seperti sedia kala.
"Saat ini, aku hanya ingin tahu satu hal." Ujar Naruto yang kini sudah berhadapan kembali dengan Hinata. "Apakah kau masih mencintaiku?"
Dengan yakin Hinata menjawab, "Um! Aku mencintaimu, Naruto-kun."
OWARI
A/N :
Well, ini adalah FF ke dua-ku. Ya semoga saja lebih baik dari yang pertama
Boleh minta krisarnya senpai-tachi?
Thanks for read my fiction..
