If Ciel Phantomhive is a...

(Disclaimer: Kuroshitsuji by Toboso Yana)

My first one!!!! Yaaayyyy!!!! Akhirnya post juga!!! Yaah, masih acak-acakan n membuatnya masih perlu jatuh bangun (?). Fict nie Yuu buat sbg protesnya Yuu soal tamatnya Kuroshitsuji yang sedih n rada ngegantung *nangis lagi*. Soal inspirasi, setelah baca KS volume 1, Yuu langsung kepikiran, gimana kalo Yuu bikin FFnya??? Eh, gak taunya volume 2 tokoh utamanya jadi ngalamin hal yang 'mirip' sama FF Yuu ini!!! Murni kebetulaaaaan, seriously...!!!!! *triak-triak ga-je*

Note: Gomen kalo banyak author's notenya. Soalnya aku grogi banget bikin romance fic kayak gini! Hontou ni gomen nee! m_ _m Tapi, anggap aja author s note itu lawakan garing dari seseorang yang selalu loading kalo lagi ngomongin soal yang ecchi-ecchi atau hentai-hentai kayak aku!!!

OK, Retsu GOOOOOOOO!!!!!

Saat itu adalah pagi yang damai di mansion Earl of Phantomhive. Semua berjalan normal (setidaknya menurut para penghuninya). Seperti biasa, satu-satunya maid memecahkan sebuah tea set mahal, si gardener merusak tatanan taman yang sudah rapi, sang koki meledakkan bahan-bahan untuk sarapan pagi ini, Tanaka hanya duduk sambil menikmati teh dan cuma berkata "ho-ho..." , sementara itu, seorang butler berpakaian hitam bernama Sebastian masuk ke sebuah kamar besar sambil membawa nampan berisi tea set berisi teh dan susu untuk porsi satu orang.

"Tuan muda, waktunya bangun." Sebastian membangunkannya dengan lembut. Tapi, masternya itu belum juga terlihat akan bangkit dari balik selimutnya. Sebastian mengguncangkan Ciel pelan, tapi ia tetap tidur. Sebastian menegakkan tubuhnya, lalu menghela napas. Memang agak sulit membangunkan Ciel. Tapi seketika, Sebastian menyeringai. Ia menemukan ide untuk membangunkannya. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Lord-nya. "Bangunlah, My Lord." Sebastian kembali berkata dengan lebih lembut. Ciel mulai membuka mata perlahan, terdiam sebentar, lalu...

"Waaaaaaaa!!!!!!" teriaknya saat melihat wajah butlernya begitu dekat dengan wajahnya. Sebastian kembail berdiri tegak, dengan wajah menahan tawa.

"Karena Tuan selalu saja sulit dibangunkan, jadi saya terpikirkan ide itu." Sebastian tertawa kecil. Ciel terlihat berwajah begitu merah menahan malu. Sebastian menyiapkan teh dengan susu yang agak lebih banyak.

"Tapi tak perlu dengan cara seperti itu, kan?" bantah Ciel dengan wajah berpeluh. Ia bangkit, memperbaiki posisi duduknya. Sebastian menghampirinya dan memberikan cangkir berisi teh susu.

"Secangkir teh dengan banyak susu kurasa akan cukup menenangkan. Setelah ini, mandi air hangat pasti akan menyenangkan, My Lord," katanya lagi. Ciel menerimanya, meneguknya perlahan.

"Kemarin aku kelelahan, jadi aku agak sulit dibangunkan pagi ini. Apa saja jadwalku hari ini?" tanya Ciel setelah meneguk setengah tehnya.

"Baiklah, hari ini anda akan datang ke perusahaan Phantom untuk menghadiri rapat pemegang saham juga para pemimpin cabang perusahaan Phantom dari seluruh dunia." jawab Sebastian.

"Lalu...?"

"Lalu... ah, ya! Hari ini anda harus bertemu dengan Yang Mulia Ratu untuk memenuhi panggilannya. Maaf, saya hampir melupakannya jika Tuan tidak mengingatkan saya. Saya mohon maaf." Sebastian membungkukkan badan menandakan penghormatan yang tinggi pada tuannya.

"Tak masalah, aku merasa agak tidak sehat hari ini. Sepertinya tidak sopan menghadap Yang Mulia dengan keadaan seperti ini." Ciel memijit pelan keningnya yang agak sakit. Sebastian langsung memegang pundak Ciel yang tampak akan rubuh kembali ke ranjang. Ia lalu menyandarkannya ke bantal yang dipasang vertikal.

"Perlukah saya mengundur rapat juga pertemuan anda hari ini?" tanya Sebastian sambil mengambil kembali cangkir dari tangan Ciel. Ciel menggeleng lemah.

"Tak perlu. Semuanya tetap dalam rencana semula. Cukup bangunkan aku 2 jam lagi. Tak ada perubahan, mengerti?" jawab Ciel tegas.

"Baik, My Lord." Sebastian membungkuk pada tuannya agak lebih rendah. Ia lalu mengambil nampan dan kembali berjalan menuju pintu. Ia membuka pintu dan keluar.

Sepertinya... memang sudah tiba waktunya... gumam The Earl of Phantomhive pelan, dalam hening kamarnya.

********

Dua jam kemudian, seperti perintah, Sebastian kembali ke kamar Ciel untuk membangunkannya. Tapi ia melihat ranjang telah kosong, tak ada Ciel di sana. Tiba-tiba terdengar suara tongkat yang beradu dengan lantai marmer dari belakangnya. Sebastian segera berbalik, dan disana ia lihat sang Earl muda telah siap untuk pergi.

"Ayo pergi, Sebastian." Ciel membalikkan tubuhnya dan mulai berjalan meninggalkan kamarnya. Sebastian mengikuti di belakangnya dengan wajah tersenyum.

Musim semi sudah sampai pertengahannya. Udara sudah mulai menghangat. Bunga-bunga mulai bermekaran di taman puri Phantomhive. Ciel mampir sebentar dan memetik setangkai mawar merah, lalu melanjutkan perjalanan menuju kereta kuda yang telah menunggu.

Sebastian segera membukakan pintu untuk Ciel, lalu mempersilakannya masuk terlebih dulu. Saat ia akan menutupnya, tangan Ciel meraihnya, menariknya masuk.

"Jangan duduk di depan. Temani aku di sini," perintah Ciel singkat. Sebastian mematuhi perintah Ciel, dan masuk ke kereta penumpang. Lalu kereta mulai berjalan.

"Tuan, kenapa anda meminta saya duduk di sini?" tanya Sebastian heran. Sementara itu di depannya Ciel tampak memainkan mawar yang tadi ia petik.

"Tak perlu aku jawab. Bukan pertanyaan yang terlalu penting kan, Sebastian?" Ciel balik bertanya. Raut wajah sang butler berubah, dari ekspresi terkejut menjadi tersenyum.

"Tentu, Tuan. Anda tak perlu menjawabnya jika tidak memungkinkan," jawab Sebastian diplomatis. Sesaat keadaan hening, hanya suara derap kuda yang terdengar.

"Aku cuma..." kata Ciel terputus memecah kesunyian. Sebastian yang sedang melihat ke arah lain segera menoleh. "... aku cuma... sedikit kesepian." Ciel melanjutkan kata-katanya. Wajahnya sendu, terlihat ia memang sedang sedih. Sebastian bangkit dari kursinya dan berlutut di bawah kaki tuannya.

"Jangan berwajah murung seperti itu, Tuan," hibur Sebastian. "tak ada yang harus Tuan sedihkan". Sebastian melanjutkan kata-katanya. Ia ambil mawar dari tangan Ciel, lalu ia selipkan pada saku baju di dada Ciel. Tangan mungil Ciel meraih tangan Sebastian dan menurunkannya menjadi berada di pangkuannya dan menggenggamnya erat-erat.

"Berjanjilah akan selalu berada di sampingku, apapun yang terjadi, meskipun aku bukan lagi The Earl of Phantomhive yang kamu kenal. Mengerti?" tanya Ciel dengan wajah tegas. Sebastian terkejut saat ia tak bisa melepas tangannya, tapi ia lalu tersenyum.

"Baik, My Lord," Sebastian menjawabnya sambil balik meremas tangan tuannya. Sebastian hafal betul kenapa sang tuan agak sedih hari ini. Hari ini memang hari yang sangat penting baginya. Tapi orang-orang itu seenaknya mengganggu, tak tahu apa yang sebenarnya terjadi hari ini.

********

Kantor pusat perusahaan Phantom terlihat sibuk pagi ini. Hari ini ada rapat yang sangat penting, ditambah lagi sang pimpinan yang biasanya tidak akan pernah ingin meninggalkan mansionnya hanya untuk rapat, kali ini menyempatkan hadir. Jadi sudah sepantasnya kantor berbenah untuk menyambutnya.

"Kita telah tiba, Tuan Muda." Sebastian bangkit dari tempat duduknya lalu mempersilakan tuannya turun setelah ia turun terlebih dahulu. Ciel turun perlahan dari kereta kuda, dibantu oleh Sebastian. Saat Ciel turun, semua karyawan yang ada di sekitarnya langsung terdiam, sebelum akhirnya membungkuk penuh hormat.

"Selamat pagi, Tuan Muda!" kata mereka semua serempak. Ciel menanggapinya hanya dengan anggukan kecil. Ciel terus berjalan masuk dengan Sebastian di belakangnya. Di dalam pun, orang-orang membungkuk hormat dan mengucapkan selamat pagi pada Ciel yang tetap berjalan tegap tanpa menoleh sedikitpun. Tongkatnya mengetuk lantai seirama dengan derap langkah kakinya yang konstan.

"Tolong buka pintunya, Sebastian," kata Ciel dingin saat tiba di depan pintu ruangannya yang besar. Sebastian maju dan membukanya, lalu mempersilakan Ciel masuk. Ruangan Ciel ditata dengan megah, sesuai dengan seleranya. Tak ada cela, tak ada barang kekanak-kanakan di sana. Sempurna, jika boleh dikatakan.

"Permisi, Tuan Muda," kata seseorang di balik pintu setelah mengetuk pintu. Ciel menoleh ke arah Sebastian. Sebastian mengangguk dan maju, membukakan pintu.

"Ya, silakan Nona." Sebastian mempersilakan seorang wanita muda masuk dengan setumpuk kertas di tangannya. Mereka berdua berjalan menuju Ciel yang tenggelam di kursinya yang empuk.

"Silakan duduk," kata Ciel singkat. Wanita itu duduk setelah mengucapkan terima kasih. Sementara itu, Sebastian kembali berdiri di samping majikannya.

"Maaf, Tuan Muda. Ada beberapa dokumen yang perlu anda baca dan setujui," kata wanita itu. Ia meletakkan dokumen-dokumen itu di meja. Ciel mengambilnya satu-persatu.

"Apa kamu ingin minum sesuatu sambil menungguku menyelesaikan ini, Nona?" tanya Ciel tanpa memalingkan matanya dari dokumen yang sedang ia baca.

"Eh, mungkin... saya mengikuti Tuan saja," jawabnya canggung. Sebastian mendekati Nona itu dan meletakkan tangannya di bahu Nona itu.

"Jangan seperti itu, Nona. Majikan saya ini selalu ingin jawaban yang pasti. Jadi, Nona ingin minum apa ya?" tanya Sebastian lagi. Wanita muda berpakaian rapi dan berwajah oriental Jepang itu makin canggung.

"Uhm..." ia berpikir lagi. Wajahnya memerah saat merasakan butler itu jaraknya terlalu dekat dengannya. Ciel mendongak dan wajahnya menyembunyikan kemarahan, tapi ia berusaha mengeremnya. Ia mencoba rileks dan mengatur nafas.

"Sudahlah, Sebastian. Teh susu untukku dan teh merah untuk Nona ini," kata Ciel menghentikan Sebastian dengan wajah masih agak semrawut. Sebastian mundur setelah memberi hormat pada tuannya.

"Maaf," kata nona itu memecah keheningan.

"Ya, ada apa?" tanya Ciel tanpa menoleh.

"Maaf bila pertanyaan saya agak lancang. Tapi, sampai kapan anda akan menyembunyikan hal itu darinya?" tanya nona itu. Seketika, Ciel terdiam, antara kaget dan bingung. Lalu ia menghela nafas dan meletakkan dokumen yang sedang ia baca di atas meja.

"Entahlah, Yuu. Aku sendiri tak tahu akan sampai akan kusembunyikan hal ini darinya. Tapi yang jelas, tak lama lagi ia akan tahu." Ciel menjawabnya dengan nada yang agak meragukan. Nona itu terkejut.

"Anda... masih mengingat nama saya?" tanyanya dengan nada kaget. Ciel tersenyum kecil.

"Sangat keterlaluan bila seorang atasan tak hafal nama bawahan-bawahannya. Sungguh akan sangat memalukanku," jawabnya ringan dengan nada santai. Mereka tertawa kecil, lalu Yuu menemani sang atasan mengobrol sambil membaca laporannya.

"Saya merasa ada yang ganjal," Yuu tiba-tiba berbicara. Ciel mendongak lalu mengerutkan kening.

"Apa itu?" tanya Ciel penasaran dan bangkit dari kursinya. Yuu membisikkan sesuatu di telinga Ciel. Seketika itu juga, Ciel menunjukkan ekspresi kagetnya. Ia kembali ke kursinya dengan wajah tertegun.

"Apakah saya benar?" tanya Yuu dengan wajah gembira dan penuh harap.

"Aah, sudahlah!" jawab Ciel buru-buru. Wajahnya merona merah. Ia kembali menutup wajahnya dengan dokumen-dokumen untuk menyembunyikan senyumnya. Sementara itu di hadapannya, Yuu sedang berusaha keras untuk menahan tawa. "Ya, sudah selesai. Kira-kira jam berapa rapat akan dimulai?" tanyanya sambil memberikan dokumen yang telah selesai ditandatangani.

"Kira-kira satu jam lagi. Tapi ada beberapa orang yang telah datang ke kantor." Yuu menjawab sembari menjelaskan. Ia lalu mengambil dokumen dari meja Ciel. Bersamaan dengan itu, Sebastian muncul sambil membawa nampan dengan dua buah cangkir diatasnya.

"Lama sekali, Sebastian. Apa yang kamu lakukan dari tadi?" tanya Ciel sambil menopang dagu dengan kedua tangannya.

"Maaf, Tuan. Tadi ada sedikit gangguan, tapi tak masalah." Sebastian menjawab. Yuu bangkit dari kursi.

"Saya telah selesai. Saya undur diri, Tuan." Yuu pamit untuk kembali ke mejanya. Ciel dan Sebastian agak terkejut dengan kata-kata Yuu.

"Bukankah lebih baik tehnya di minum dulu?" tanya Ciel dan Sebastian bersamaan. Mereka saling berpandangan, agak terkejut saat mereka berkata bersamaan. Yuu makin sibuk menahan tawanya.

"Tak perlu, Tuan. Masih banyak yang perlu saya kerjakan. Saya permisi dulu." Yuu dengan sopan menolak tawaran atasannya sekaligus dengan butlernya. Sesaat ia menatap Ciel dan memberikan kerlingan padanya, lalu keluar dari ruangan.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Tuan?" tanya Sebastian yang kebingungan. Ciel memutar kursinya sehingga memunggungi Sebastian.

"Ada sesuatu yang terjadi Sebastian, tapi kamu tak boleh sampai mengetahuinya. Tidak sekarang," batin Ciel dalam lamunannya. Sementara itu, di belakangnya Sebastian Michaelis makin kebingungan karena mendapat jawaban kosong.

********

Kyaboooooo!!!! *Nodame mode on* Akhirnya selesai juga satu chapt!!!!! Waaaaaiiiii!!!! Ga-je banget, kalo boleh jujur.... Tapi Yuu tetep minta reviewnya *melas-melas*!!!! Jadi....

REVIEW PLEAAAAASSSEEEEEEE!!!! m_ _m