Oyasumi!

Apa kabar Minna?, aku balik lagi nih bawa fic baru. Semoga Minna semua suka sama fic ini, amiin!

Yosh!, gak usah basa-basi lagi. Langsung to the point saja. Iko!

Don't Like, Don't Read

NO FLAME!

Enjoy it!

Srek...srek...srek!

Terdengar suara gemeresak sepasang kaki yang menyusuri setiap rumput hutan dengan cepatnya, kaki itu terkadang sering hampir tak seimbang karena gara-gara langkah kaki yang terlalu cepat, bahkan terkadang kaki itu hampir tersandung jika saja orang yang memiliki kaki itu tak bisa menyeimbangkan tubuhnya.

Bersama dengan irama bentrokan antara rumput dan kaki tersebut, terdengar juga suara helaan nafas yang begitu berat dan cepat dari mulut kecilnya. Dan seragam sekolah yang ia pakai hampir semuanya dilapisi dengan debu dan lumpur, terutama di bagian rok sekolahnya gara-gara pergerakkannya yang selalu kalang kabut ketika berlari.

Jleb...Jleb...Jleb!

"!"

Mata lavendernya membelalak lebar disaat melihat 4 buah pisau berukuran kecil (Kunai) menancap 1 meter tepat didepan kakinya. Ia memperlambat gerakkannya dan kemudian ia refleks menggerakkan kakinya kekanan lalu...

DUARRR!

"Kyaaa! Kenapa ini bisa terjadi padaku?!" teriaknya sambil menutup telinganya dan terus berlari.

"Maafkan aku! Aku tak punya salah apa-apa, hentikan!" lanjutnya frustasi

Jleb...Jleb...Jleb!

DUARRR!

"Kyaa!"

Gadis itu terpental beberapa meter saat bom itu menancap tepat 90 cm dari belakang punggungnya, ia berguling-guling di rerumputan sambil menyerukan rasa sakit tubuhnya dan kulitnya ketika berbenturan dengan tanah berumput tersebut. Hingga akhirnya tubuhnya menubruk pohon besar yang berada didekat danau.

Ia mencoba bangun dengan perlahan-lahan seraya menyentuh dahinya yang mulai mengucurkan aliran darah segar dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya mencoba menahan tubuhnya yang mulai melemas dengan menumpukan telapak tangannya di tanah. Nafasnya terasa sesak dan cahaya matanya sedikit mengabur ketika seluruh tubuhnya mulai sedikit melemas.

Zessh...Zessh...Zessh...Tap!

"!"

Tubuhnya menegang ketika melihat sesosok bayangan didepannya mulai melangkahkan kaki kedepan bermaksud untuk berjalan mendekatinya. Mata lavendernya melebar ketakutan disaat melihat sosok itu mulai terlihat jelas disaat cahaya bulan mulai memancarkan sosok bayangan itu. Ia menelan ludah dan kemudian mencoba untuk mundur namun gagal, punggungnya sudah dihalangi oleh pohon besar dibelakangnya. Seluruh tubuhnya mulai berkeringat ketakutan, ia menggerakkan kepalanya kekanan dan kekiri bermaksud ingin berlari kembali, namun sebelum ia ingin berlari, ia mendengar suara gemeresak rerumputan yang benar-benar terasa sangat dekat dengannya.

Dengan jantung berdegup cepat, ia perlahan-lahan menggerakkan kepalanya kedepan kembali dan akhirnya matanya mendapatkan sesosok pemuda aneh yang sedang berdiri didepannya dengan menatapnya dengan tatapan mata yang menyeramkan. 'Kenapa otakku tak bisa berfikir ketika dalam keadaan terpojok seperti ini, apakah aku harus mati disini?' batinnya putus asa.

Selang dua puluh detik, pemuda aneh didepannya itu mulai mengayunkan kunai kearahnya dan pada saat yang sama korban pemuda itu yang sebenarnya seorang wanita, mulai memejamkan matanya rapat-rapat dengan perasaan yang masih ketakutan.

Jleb...!

Once Upon A Time In Konoha

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rate : T

Pairing : NaruHina

Genre : Adventure (Bisa jadi), Crime, Romance (Maybe), Action

Warn! : Gajeness, Lebayness, OOCness, OCness, Diluar Jangkauan (?), Aneh (?)

Prologue

By : Shisui Namikaze Deandress Chan

Tok...Tok...Tok!

"Hinata?...Hinata?"

"!"

Mendengar suara seorang wanita yang menyerukan sebuah nama dibalik pintu kamar tersebut, gadis yang tadinya sedang tertidur pulas, akhirnya membuka matanya secara perlahan-lahan. Ia menguap sejenak sebelum melesat mendudukkan tubuhnya di tempat tidur dan kemudian ia menoleh ke sisi kanan lemarinya, dimana tergantung sebuah jam dinding berbentuk kucing yang telah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Gadis itu menghela nafas panjang dan kemudian ia menggerakkan kedua tangannya kesegala arah bermaksud mencoba untuk melenturkan tubuhnya yang melemas karena masih mengantuk. Dan ketikanya ia merasa sudah cukup, ia mulai menurunkan kedua kakinya dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu kamarnya.

Tok...Tok...Tok

"Hinata? Ayo bangun. Sudah siang, nanti kamu bisa telat berangkat ke sekolah. Bukankah hari ini kau akan pergi ke museum kekaisaran?" Seru wanita itu lagi di balik pintu.

Cklek...

"Ha'i Okaa-san, aku sudah bangun" balas gadis berambut lavender itu setelah membuka pintu kamarnya.

"Ayo cepat mandi, nanti kamu telat. Sarapanmu sudah Okaa-san siapkan di meja makan, dan uang jajanmu Okaa-san letakkan di meja dekat vas bunga ya." sahut wanita yang notabene adalah ibunya.

"Ha'i"

"Oke, Okaa-san berangkat bekerja dulu ya. Ittekimasu" seru ibunya seraya berjalan menuju tangga.

"Hm, Itterashai" balas gadis itu sambil tersenyum.

Ketikanya ibunya itu sudah tak terlihat lagi dimatanya, gadis bernama Hinata itu mulai menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju kamar mandi yang berjarak 7 meter tepat di sebelah ruangan kamarnya.

Ia berjalan menuju kamar mandi sambil melamuni mimpi anehnya tadi. Mimpi aneh yang dimimpikan olehnya bukanlah pertama kalinya ia mimpikkan, mimpi itu sudah seringkali masuk kedalam fikirannya. Jika malam itu mimpinya itu selesai, keesokan harinya mimpi itu berlanjut lagi ke latar dan waktu yang berbeda layaknya sebuah episode yang tak pernah bisa habis. Dan yang lebih anehnya lagi, ia merasa mimpinya itu sangat nyata dan benar-benar terjadi padanya.

Setelah selesai mandi dan memakai seragam sekolah SMA-nya, ia berjalan menuju anak tangga rumahnya untuk menuju meja makan. Sesampainya disana, Hinata menatap sejenak sepiring ommelete yang di lapisi saus tomat tersebut di meja makannya. Didalam fikirannya, lapisan saus tomat tersebut terlihat seperti lapisan darah yang mengalir dan terolesi dalam ommelete. Dan setelah itu, ia kembali membayangkan mimpinya itu lagi, mata lavendernya mulai sedikit sayu disaat membayangkan suara sabetan dan tusukkan sebuah katana di dalam mimpinya. Setiap sabetan itu, selalu saja menimbulkan atau memunculkan banyak sekali darah bahkan ada juga yang muncrat kesana kemari karena gara-gara ayunan sabetan katana yang terlalu kuat. Karena membayangkan hal itu, Hinata jadi tak nafsu makan dan akhirnya berjalan menuju pintu keluar rumah, mengabaikan sepiring ommelete yang berada di meja tersebut.

"Hinata-san!" seru seorang wanita berambut orange di depan pintu rumahnya ketikanya Hinata membuka pintu.

"Eh?"

"OHAYOU!"

"Misaki-san? Ohayou" seru Hinata sambil tersenyum.

"Ayo kita berangkat ke sekolah bersama-sama"

"Hm, Iko"

Hinata dan temannya yaitu Misaki mulai berjalan menuju jalan umum dengan dihiasi senyuman dan tawa, mereka sering mengobrol dan suka mengejek satu sama lain. Karena hal itu, Hinata sudah mulai melupakan mimpinya itu. Hinata hanya bisa melupakan mimpinya jika dia sudah pergi ke sekolah, karena jika dia pergi ke sekolah, fikirannya terasa sangat penuh dengan segala hal, apalagi kalau bertemu dengan temannya yang selalu bersemangat di sebelahnya itu. Ia merasa seakan-akan Misaki lah yang bisa membantunya mengabaikan mimpi itu.

"Ano ne Hinata-san?" tanya Misaki ketika mereka sedang berjalan kaki menuju sekolah

"Hm, Nani?" sahut Hinata.

"Apa alasanmu untuk ikut pergi ke museum kekaisaran?"

"Eh?"

"Sebenarnya aku tak mau ikut ke museum kekaisaran, tetapi karena gara-gara aku dipaksa oleh Otou-san dan Aniki, aku jadi harus pergi. Padahal hari ini adalah hari yang bagus untuk tidur ne?"

"Hahaha, ceritamu sangat lucu Misaki-san"

"Eh? Naze?"

"Yah, karena bagiku ceritamu tak masuk akal saja. Jika kamu memang tak mau ikut kenapa kamu menceritakan pada mereka kalau kamu ingin pergi ke museum? Hal itu 'kan lebih memungkinkanmu untuk tak ikut ke museum, ne?"

"Hah! Sou ka, kenapa aku tak memikirkan hal seperti itu?"

"Itu karena kamu benar-benar ingin ikut ke museum"

"Eh? Benarkah? Tetapi aku tak bersemangat sama sekali untuk pergi kesana"

"Bangun pagi-pagi itu, apakah itu bukannya orang yang bersemangat?"

"EH! Eto..." Misaki menundukkan kepalanya mencoba menyembunyikan wajah memerahnya dari Hinata, ia sangat malu pada Hinata karena ia sudah terpojok olehnya. Padahal dirinya hanya ingin basa-basi, tetapi kenapa dia jadi merasa sangat malu begini.

"Hahaha"

"Jangan tawakan aku Hinata-san!" bentak Misaki dengan wajah yang memerah.

"Ne Hinata-san, menurutmu museum itu membosankan atau tidak?"

"Kurasa membosankan, karena yang nanti akan kita lihat hanya barang-barang antik dan patung-patung batu yang berdiri dan dipajang di setiap ruangan."

"Sou ka"

"Hm, tapi meskipun begitu, pasti akan ada hal yang menyenangkan dan kenangan yang tak terlupakan jika kita datang ke museum. Dan satu hal yang paling penting, kita bisa mengetahui setiap ilmu dan pengetahuan soal sejarah jepang yang pastinya tak pernah kita dengar di sekolah maupun di luar."

"Hufft, Hinata-san. Kau jadi kelihatan seperti ibuku kalau seperti itu. Tetapi aku suka, aku jadi banyak belajar darimu, hihi"

"Hm, arigatou"

Tiga puluh menit kemudian, mereka akhirnya tiba di depan gerbang sekolah mereka. Di halaman sekolah tersebut, sudah berkumpul banyak para murid seusia Hinata yang sedang berlalu lalang diantara 4 bus sekolah yang berbaris secara vertikal di halaman sekolah yang luas.

"Kenapa mereka semua terlihat sangat semangat? padahal ini bukanlah pertama kalinya mereka pergi ke suatu tempat" tanya Misaki cemberut karena merasa iri melihat begitu semangatnya teman-teman seusianya itu.

"Hahaha, Misaki-san. Pemandangan ini sudah biasa, bukankah semua murid di SMA ini akan sangat senang kalau misalkan mereka study tour ke suatu tempat? Dan lagi, bukankah kau juga bersemangat tadi? Mana rasa semangatmu itu?" seru Hinata mencoba menggoda temannya itu.

"Huh, aku tidak semangat kok" bantah Misaki membela diri. Lagi-lagi ia memulai basa-basinya karena terpancing oleh godaan Hinata.

"Orang yang tak semangat, tak mungkin terang-terangan mengucapkan kalau dia itu tak semangat"

"..." tak ada balasan dari Misaki, ia mengalihkan pandangan matanya dari wajah Hinata ke arah lain. Bibirnya ia manyunkan karena lagi-lagi ia merasa terpojok lagi oleh Hinata. Sekarang dia tahu, dirinya pasti akan selalu kalah kalau misalkan debat dengan Hinata.

"Oh mou~ sudahlah, ayo kita masuk kedalam bus" seru Misaki mengubah topik seraya berjalan menuju bus sambil menggenggam pergelangan tangan Hinata.

-x-x-x-x-

Empat jam kemudian, mereka akhirnya tiba di tempat tujuan mereka yaitu museum kekaisaran. Museum tersebut didesain layaknya sebuah istana kuno pada zaman pemerintahan Meiji lengkap dengan sepasang patung pengawal yang dibuat dengan kayu jati. Patung itu terletak di antara gerbang masuk museum dengan desain pakaian besi lengkap dengan katana yang dipeluk di dada seolah-olah patung tersebut memberi kesan hormat pada pengunjung yang datang.

Setelahnya mereka semua masuk kedalam museum, mereka semua dikejutkan oleh segala banyak hal yang tertata rapih didalam museum besar tersebut, terutama pada barang-barang antik peninggalan bersejarah yang seolah-olah masih terlihat sangat baru meskipun sudah berumuran ratusan tahun.

"Satte, dengarkan aku sebelum kalian berjalan berkeliling museum ini. Di museum ini ada 3 aturan yang tak boleh kalian langgar. Aturan yang pertama, jangan pernah sekalipun menyentuh barang-barang antik di museum ini tanpa seizin penjaga museum. Aturan yang kedua, jangan pernah berlari-larian di museum ini, apalagi kalau misalkan kalian mengalihkan pandangan kalian kesegala arah. Hal itu bisa membuat barang-barang antik bersejarah disini akan menjadi 'korban tabrak lari kalian'. Aturan yang ketiga, kalian dilarang membawa makanan, minuman atau snack ketika berada didalam museum, jika kalian lapar ada suatu ruangan dimana kalian boleh memakan sebanyak apapun snack atau makanan yang kalian bawa. Apa ada pertanyaan?" jelas seorang guru pria berambut cepak.

"TIDAK SENSEI!" teriak setiap murid bersamaan.

"Satte, kalian boleh berkeliling. Pada jam makan siang, kita akan berkumpul lagi di aula ini untuk bersiap-siap makan siang. Oke semuanya?!"

"HA'I SOUJIRO-SENSEI!" teriak setiap murid bersamaan.

Tepat dua menit setelah mereka semua meneriakkan hal itu, para murid yang berada disana mulai menyebar ke segala arah layaknya lalat. Sekarang di aula hanya tersisa Hinata dan Misaki. Mereka menggerakkan kepalanya kekanan dan kekiri masih merasa bingung ingin melihat kemana dulu. Di dalam museum itu, terlalu banyak barang-barang antik jadi mereka sulit memutuskan yang mana yang pertama kali ingin mereka lihat.

"Ah, Hinata-san, bagaimana kalau kita pergi ke utara. Mungkin ada sesuatu yang bagus disana" kata Misaki mulai memutuskan. Hinata memandangi Misaki sejenak lalu ia menolehkan kepalanya kearah utara. Ia rasa tidak salahnya kalau melihat-lihat dulu, lagipula ia juga merasa bingung ingin apa dulu yang mau ia lihat. Disini banyak sekali barang-barang antik. Mungkin usulan Misaki bisa jadi tuntunan baginya untuk melihat barang-barang bersejarah yang hebat.

"Hm, Iko" sahut Hinata seraya menganggukkan kepalanya.

"Yosh! Ikuzo" seru Misaki antusias dan mulai berjalan menuju utara bersama dengan Hinata.

Selang hampir 2 jam setengah mereka berdua melihat-melihat, mereka akhirnya mulai merasa kelelahan. Dan rasa dahaga yang mulai melanda mereka akhirnya membuat 'rasa ingin tahu lebih' mereka jadi sedikit berkurang. Misaki dan Hinata beristirahat sebentar di dinding terdekat, mencoba untuk menyantaikan kaki mereka yang mulai terasa pegal-pegal.

"Ne, Hinata-san?" tanya Misaki memulai pembicaraan.

"Hm, nani?" sahut Hinata.

"Apa kau haus?"

"Iya, sedikit"

"Ayo kita cari tempat untuk beristirahat. Aku juga merasa sangat haus sekali"

"Iya, ayo"

Hinata dan Misaki melesat berjalan kembali ketika mereka berdua sepakat untuk pergi ke tempat peristirahatan. Lalu tujuh menit setelah mereka berjalan, Hinata mengalihkan perhatiannya ke sebuah katana yang terpajang di sebelahnya. Katana itu mempunyai panjang hampir 1,7 m. Panjang katana tersebut termasuk yang paling panjang diantara semua katana, namun penjelasan katana yang ia lihat tersebut bukanlah 'Katana terpanjang dalam sejarah' melainkan 'Katana terpendek dalam sejarah'. Mengapa demikian? Padahal setahunya ia tak pernah melihat katana yang lebih panjang dari katana tersebut. Apakah ini berarti dia masih kurang mengetahui soal katana?

Karena sedikit tertarik, Hinata mengalihkan langkah kakinya dari mengikuti Misaki menjadi mendekati katana tersebut, sedangkan Misaki tak menyadari sama sekali kalau Hinata tak mengikuti dirinya, itu dikarenakan dirinya sudah sangat haus sekali dan ingin cepat-cepat menuju ruangan peristirahatan.

Ketika sesampainya di sana, Hinata memandangi katana tersebut tanpa berkedip. Ia heran, kenapa katana ini bisa dibilang terpendek? Padahal setahu dia, dirinya tak pernah melihat katana yang lebih panjang dari katana ini?. Karena rasa penasaran yang tinggi itu, Hinata mulai memberanikan diri melewati batas tali merah yang mengelilingi katana tersebut dan mulai menyentuh kaca lapisan yang melindungi katana tersebut. Mata lavendernya bergerak kearah penjelasan tulisan katana tersebut, dan ia mendapati sebuah tulisan kecil tertulis dibawah sudut tulisan 'Katana terpendek dalam sejarah'. Tulisan itu berbunyi 'Katana terpendek yang dibuat pada era Tokugawa'.

"Katana terpendek yang dibuat pada era Tokugawa?" ulang Hinata heran. Hinata kembali memandangi pedang tersebut dengan seksama dan mulai mengamati setiap sisi tajam katana tersebut.

"Kenapa katana ini bisa dibilang pendek?" tanya Hinata masih bingung.

"Hei!"

"Ah!"

Hinata refleks mundur beberapa langkah dari katana tersebut ketika dirinya mendengar sebuah teriakkan di sebelah kanannya. Dan kemudian Hinata melebarkan matanya ketika melihat siapa yang berteriak tersebut. Orang yang berteriak tersebut adalah salah satu seorang penjaga museum berbadan besar dan terlihat sangat menyeramkan sekali. Mata penjaga museum tersebut memandangi Hinata dengan tatapan membunuh yang begitu menyeramkan sekali, bahkan karena saking menyeramkannya, Hinata sampai harus menelan ludahnya dan berkeringat karena merasa sangat ketakutan pada sosok orang didepannya tersebut.

"Gomenasai!" teriaknya dan mulai berlari menjauhi katana tersebut.

"Hei!" teriak penjaga museum tersebut, namun meskipun dia berteriak, dia tak mengejar Hinata sama sekali.

-x-x-x-x-

Jam makan siang pun akhirnya tiba, para murid-murid satu sekolah dengan Hinata mulai kembali mengumpul lagi di aula utama dengan membuat sebuah perkumpulan, lalu beberapa saat kemudian Soujiro-sensei pun tiba dan mulai melakukan pengabsenan pada setiap murid yang berkumpul disana. Setelahnya selesai, mereka semua mulai berjalan keluar dari museum untuk mencari tempat makan siang bagi semuanya. Di setiap perjalanan kaki mereka, perjalanan tersebut selalu dihiasi senyuman dan tawa. Ada beberapa diantara mereka yang saling tanya jawab soal barang-barang antik yang berada di museum tadi. Dan juga ada beberapa diantara mereka menceritakan sebuah kekaguman suatu barang-barang antik disana. Didalam hati mereka, mereka begitu sangat puas karena telah datang ke museum kekaisaran tersebut, mereka banyak belajar didalam museum itu, dan tentu saja mendapatkan banyak kenangan yang pastinya tak bisa dilupakan oleh mereka.

Mereka semua berhenti di perempatan jalan ketikanya lampu pejalan kaki telah mengganti warnanya menjadi merah. Hinata mengalihkan perhatiannya ke segala arah bermaksud memandangi setiap jalan umum kota Osaka itu hingga akhirnya matanya terkunci pada seorang ibu yang sedang menelpon dan anak perempuan yang sedang memainkan sebuah bola kecil sendirian. Ia bisa menyimpulkan kalau anak perempuan tersebut adalah anak dari ibu yang menelpon tersebut, itu karena jarak antara ibu dan anak perempuan itu berada sangat dekat sekali. Hinata tersenyum, ia jadi ingat masa kecilnya ketika melihat anak perempuan tersebut. Anak perempuan tersebut memainkan mainannya sendirian, sedangkan ibunya sibuk menelpon. Anak perempuan tersebut hampir sama persis dengan nasibnya dulu.

Lalu selang beberapa saat kemudian, bola anak perempuan itu terjatuh ke jalanan dan memantul terus kedepan dan anak perempuan yang mempunyai bola kecil tersebut pun mulai mengejar bola itu dari belakang. Hinata melebarkan kedua matanya saat melihat bola itu sudah terjatuh ke jalan raya, ia menoleh kearah ibu anak perempuan tersebut, namun ibunya itu tak menyadari anaknya sama sekali. Hinata ingin berteriak memanggil ibu anak perempuan itu namun sebelum ia ingin berteriak, tiba-tiba saja sebuah mobil pribadi berwarna hitam muncul tak lama setelah anak kecil itu hampir turun ke jalan raya. Ia merasa ini sudah bukan waktunya memanggil ibunya. Dia harus menyelamatkan anak perempuan tersebut sebelum terlambat.

Hinata berlari mendekati anak perempuan tersebut dan langsung di respon oleh Misaki yang kaget dengan pergerakkan Hinata yang tiba-tiba tersebut. Orang-orang serta para murid disana memandangi Hinata secara bersamaan hingga akhirnya mereka menyadari kenapa Hinata berlari seperti itu. Orang-orang dan para murid disana berteriak disaat jarak mobil berwarna hitam dan anak perempuan tersebut sudah berjarak hampir 4 meter. Ibu anak perempuan itu baru saja menyadari anaknya itu berada di jalan raya setelah mendengar teriakkan histeris orang-orang dan para murid disana, ia berlari ingin menyelamatkan anaknya, namun anaknya tersebut sudah lebih dulu diselamatkan oleh Hinata dengan menarik tangan kiri kecil perempuan itu hingga anak perempuan itu kembali memasukki batas jalan raya dan akhirnya berhasil di peluk oleh ibunya. Namun sayangnya ketika Hinata menarik tangan anak perempuan tersebut, tubuhnya tak seimbang gara-gara pergerakkan cepatnya hingga akhirnya tersandung kebelakang atau lebih tepatnya kearah jalan raya dan kemudian...

Brughh!

"KYAAAAA!"

-x-x-x-x-

Hinata membuka mata lavendernya dengan gerakkan terkejut dan kemudian akhirnya ia refleks melesat bangun dari ketidurannya seraya berteriak 'KYAAAA!' dan menutupi telinganya dengan mata yang kembali menutup. Namun ketika ia merasa tak ada yang terjadi dan tak ada rasa sakit di tubuhnya, ia berhenti berteriak dan mulai membuka kedua matanya secara perlahan-lahan.

"Apa?" tanyanya bingung ketika melihat seluruh tempat disekitarnya yang banyak dikelillingi rerumputan dan pepohonan-pepohonan besar.

"Dimana ini?" tanya nya lagi seraya melesat berdiri dan memutari setiap sisi tempat tersebut dengan ekspresi kebingungan.

"Misaki-san!, Soujiro-sensei!, teman-teman! Kalian dimana?!" teriaknya memanggil teman-temannya. Namun tak ada respon sama sekali, yang ia dengar hanya suara kepakkan burung yang beterbangan dan suara serangga musim panas yang berdengung disekitarnya. Hinata melebarkan matanya merasa ketakutan hingga akhirnya tubuhnya melemas dan akhirnya terjatuh kembali ke tanah yang dilapisi rerumputan tersebut sambil menatapi seluruh pepohonan yang mengelilinginya di siang hari tersebut.

"Di-di-dimana ini?"

TBC

A/N: YOSH! Selesai, mungkin terlalu lebay dan tak masuk akal. Iya memang, 'kan ini dari otak aku yang dongkol, yah jadi hasil fic-nya pun juga ikut dongkol, hehehe. Oh iya, bagi Minna semua yang menunggu fic That's Boy Is A Paranormal maaf banget yah sepertinya tak bisa aku lanjutin deh, mungkin akan aku delete...eittsss...gak deng bercanda, kena deh! hahaha#plak! Gak kok, gak bakal aku discontinue kok, hanya tak bisa aku update sekarang aja, soalnya ceritanya masih dalam pembuatan. Mungkin insya allah nanti aku akan update cerita That's Boy Is A Paranormal minggu depan yah, jadi tunggu saja. oh iya, bagaimana menurut minna soal cerita aku yang satu ini?

Mohon reviewnya?

Arigatou sudah membaca fic aku!#deep bow

Jaa~