Tittle: Kataomoi

Disclaimer: Naruto dan High school DxD bukan punya saya

Genre: Supranatural, Romance, Comedy.

Pairing: Uzumaki Naruto x Rias Gremory(oke, mungkin bakal ada harem tapi mini harem aja.)

Rated: M

Summary: Uzumaki Naruto, seorang pemuda SMA yang kelewat baik hati harus bersedia menerima kenyataan dirinya mati karena hal itu. Namun, apakah itu akhir semuanya?

Warning: Typo,Adult theme, Sexual theme, Violence, etc.

A/N: Ah, aku bikin cerita baru lagi. #Wuuuu padahal yang lain juga masih belum selesai! Gomen gomen, tapi setelah melihat jadwal baruku aku merasa lebih longgar hahaha. Jadi aku buat cerita ini sebagai selingan saja. Oke, kalian mungkin protes kenapa pairnya mainstream banget. Ya, aku nggak bisa komentar banyak karena pikiranku hanya terarah pada Naruto dan Rias pada Fic ini. Tanpa banyak basa basi silahkan nikmati. P.S : Rias bukan iblis disini.

Keterangan: '…..' (ini suara batin atau suara misterius jikalau dicerita ini muncul lagi)

"…." (Bicara biasa)

Chapter 1 : Cinta satu arah

Disebuah kelas, duduklah seorang anak laki-laki berusia sekitar 16 tahun. Matanya sedari tadi hanya menatap sendu kejendela kelas yang berada disampingnya. Tatapan tersebut sebetulnya dia arahkan kepada seorang gadis berambut merah panjang diluar kelasnya. Gadis itu sedang bercengkrama dengan temannya sembari terkikik sesaat. Pemuda itu hanya tersenyum sendiri menatap gadis tersebut dari kejauhan.

'Andai saja aku punya keberanian lebih.' Dirinya hanya memandang dari jauh tanpa bisa menggapai gadis tersebut. inilah salah satu penyakit yang sering dialami oleh anak seusianya. Penyakit tidak kronis tetapi berakibat fatal bernama Cinta. Dan parahnya lagi, dia mengalami sub spesies dari penyakit itu. Namanya cinta satu arah.

"Naruto! Kenapa kau melamun terus? Kau lupa kalau kamu hari ini ada acara klub?" sebuah suara bass menyadarkan pemuda itu dari lamunannya. Secara perlahan, dia menatap lawan bicaranya itu. Dihadapannya sekarang berdiri seorang pemuda berambut coklat dengan mata senada menatapnya bingung.

"Ah, aku hampir lupa. Untung kau mengingatkanku. Ayo pergi, Issei." Naruto lalu mengambil tas selempangnya dan berlari kencang menuju lorong kelas.

Pemuda satu ini berlari seperti dikejar setan, dia mencoba menghindari setiap rintangan dilorong kelas tempat ia berlari layaknya seorang ninja namun gagal. Akibatnya, beberapa orang ditabraknya secara brutal. Dirinya yang sedang terburu-buru hanya bisa meminta maaf sembari berlari kencang.

"Maaf!" "Maaf!" seluruh lorong yang dilaluinya pasti tidak luput dari kata satu itu. Sementara itu, para siswa sudah memaklumi kesibukkan anggota klub fotografi sekolah satu itu. Setiap hari merupakan waktu Hunting baginya. Hasil jepretannya terkadang memenangkan lomba meskipun hanya berada dilevel kota.

Sraakkk!

Pintu ruangan klub Fotografi SMA Kuoh terbuka secara kasar. Naruto, si pembuka nampak seperti orang yang baru saja melahirkan. Hidungnya kembang kempis begitupun dadanya yang juga naik turun karena keletihan berlari dari lantai 3 menuju lantai 1.

"Maaf terlambat! Ini fotonya! "dirinya menyerahkan sebuah memory card kepada seorang gadis berkacamata yang memasang wajah mesum.

'Ah, apakah hari ini kau memotret gadis telanjang?" omongan vulgar itu meluncur dari mulut seorang gadis dengan lancarnya. Sepertinya sang gadis sudah terbiasa dengan hal semacam itu.

Sementara itu, Naruto hanya menjitak kepala gadis itu. "Tidak mungkin, Kiryuu. Aku hanya akan memotret hal yang menurutku indah." Pemuda ini tidak habis pikir setan semacam apa yang bersemayam dikepala gadis ini.

'Hahaha, kuharap kau jujur dengan perkataanmu." Kiryuu hanya tertawa renyah sembari memasukkan memory card itu kedalam kantungnya. "Baik, pertemuan hari ini sudah selesai." Gadis mesum itu kemudian berjalan keluar ruangan klub sembari menenteng sebuah laptop.

"Dasar aneh. Aku jauh jauh kesini dan cuma dibeginikan." Naruto mencibir sebal karena ulah sang ketua klub. Pemuda pirang itupun memilih meninggalkan ruangan fotografi dan memilih kembali menuju kehalaman sekolah karena sudah waktunya pulang sekolah.

Naruto yang baru saja beranjak pulang dari sekolahnya kini lebih memilih untuk berhenti disebuah kafe. Dia terlebih dahulu mengecek isi dompetnya. Tentu tak lucu kalau kau harus mencuci piring demi membayar tagihan pembayaran.

Tring!

Semacam bel telah dipasang oleh pemilik kafe untuk memberitahukan dirinya jikalau ada pelanggan datang. Naruto lalu memilih sebuah tempat duduk yang bersebelahan dengan jalanan. Baginya, inilah spot terbaik untuk menikmati segala sesuatu baik makanan atupun mencari ide.

"selamat datang, ada yang bisa kami bantu?" seorang pelayan cantik dengan baju kerjanya menghampiri Naruto yang masih melamun. Dirinya menanyakan hal tersebut sembari menawarkan daftar menu. Pemuda pirang itupun menerimanya sambil tersenyum lembut.

"Hmm,aku pesan Cappuccino dan Pancake saja." Naruto hanya memilih menu ringan hari ini dikarenakan moodnya juga sedang dalam keadaan kurang baik. Dirinya hanya menatap bosan kearah jalanan yang mulai basah karena diguyur hujan.

'Ah sial! Aku lupa bawa paying tadi!' pemuda tersebut menggerutu kepada dirinya sendiri akibat kebodohannya karena tidak percaya pada ramalan cuaca. Hey, ini jepang bung! Pasti teknologi mereka hanya memiliki 1% saja dalam kesalahan kerja.

Akhirnya pemuda itu memilih untuk membuka tas selempangnya. Diambilnya sebuah laptop kecil yang selalu dia bawa kemanapun dan ditaruhnya diatas meja. Perlahan dia memilih membuka forum dimana biasanya dia bertukar ilmu tentang fotografi. Dirinya berterima kasih karena masih ada kafe dengan akses Wifi gratis tanpa password disini.

Jarinya secara perlahan menggeser track pad laptopnya sembari memandang kagum terhadap hasil jepretan para professional diforum itu. 'Wah, mereka jauh lebih hebat dariku. Aku masih harus belajar banyak agar bisa menjadi fotografer dokumenter.'begitulah isi pikirannya ketika melihat para maestro bekerja.

"Pesanan anda telah tiba." Sebuah suara lembut membuyarkan konsentrasinya. Ternyata pelayan tadi telah membawakan makanannya.

"Ah, terima kasih."Pemuda pirang itu melempar senyum lembutnya kepada pelayan disampingnya. Sang pelayan hanya tersenyum tipis sembari meninggalkannya.

Naruto kini mengambil Cappuccino miliknya sembari tetap fokus pada layar laptopnya. Sesekalli tangannya mengambil potongan pancake yang telah dia iris terlebih dahulu. Dia nampaknya terhisap kedalam dunianya sendiri.

Setelah setengah jam berlalu, hujan akhirnya berhenti. Naruto sendiri akhirnya pergi meninggalkan kafe tersebut. tentunya dengan membayar tagihannya terlebih dahulu.

Tring!

Bel diatas pintu kafe itu berbunyi lagi sebagai pertanda bahwa ada yang pergi.

Naruto memilih untuk segera pulang menuju rumahnya karena melihat langit yang masih mendung. Jalanan juga masih basah dan terdapat sedikit genangan air ditepi trotoar. Dirinya memilih berjalan secara pelan mengingat jalanan basah kadang mengundang bahaya tak terduga.

Tep!

Langkahnya kini terhenti ketika melihat seorang gadis yang dipujanya selama ini dari kejauhan. "Rias-senpai?" kedua mata birunya tak hentinya menatap intens pada sosok itu. Jarak diantara mereka hanya sekitar 3 meter. Namun, jarak tersebut terasa amat jauh bagi pemuda ini untuk sekedar menyapanya.

Gadis itu mengenakan payung berwarna putih yang masih dia gunakan meskipun hujan terpasang sebuah headset berwarna abu-abu. Ah, gadis ini berhasil mengalihkan dunia Naruto.

Gadis itu terlihat hendak menyeberang dijalan raya. Dilihatnya lampu tanda menyebrang masih berwarna merah. Dia menurut saja dan memilih diam. Namun, sekitar beberapa saat kemudian lampu tersebut berubah menjadi hijau.

Gadis itu nampak sedikit bingung. Namun, karena jalanan yang sepi maka dia memilih langsung menyeberang saja. Namun, gadis itu tak sadar bahwa dari kejauhan muncul sebuah truk besar dengan kecepatan tinggi melaju kearahnya. Telinga gadis itu sendiri telah ditulikan oleh musik dari headset tersebut.

Sementara itu, truk itu juga tidak membunyikan klakson sama sekali. Dia hanya terus maju mencoba menghantam Rias.

Naruto yang melihat ini secara reflek entah karena rasa baik hatinya atau karena rasa cintanya yang sudah membutakan dirinya kemudian menerjang kencang kearah Rias.

Brukh!

Dia berhasil mendorong Rias sampai ketepi jalan. Namun, kini dirinya yang harus berhadapan satu lawan satu dengan truk itu.

Bruakh!

Tubuh itu terpental sejauh sepuluh meter secara sadis. Seluruh isi tasnya berceceran terbang lalu jatuh berserakkan diaspal yang masih basah. Perlahan darah mengalir secara hebat dari kepala serta anggota geraknya tak bisa lagi digerakkan.

"Uhuk!" Naruto terbatuk sembari mengeluarkan darah. Tampaknya paru-parunya remuk akibat tabrakan tadi. Dia berusaha menoleh kearah Rias.'Syukurlah.' Begitulah kata hatinya melihat gadis itu baik-baik saja. Akan tetapi, tak lama kemudian dirinya melihat seorang pria berambut perak dipeluk secara erat oleh gadis itu. Pria tersebut berusaha menenangkannya. Namun, sebuah seringai tertangkap dimata Naruto.

Mata Naruto hanya terlihat membulat karena kejadian itu. Dia tahu kalau pria itu punya niat tak baik jika melihat seringainya tadi. 'S-sial, tubuhku makin lemas.' Perlahan pemuda malang itu kehilangan kesadarannya. Para pengguna jalan serta polisi baru saja berdatangan saat itu.

'R-Rias-senpai…..' akhirnya pemuda pirang ini menghembuskan nafas terakhirnya karena sudah tak kuat menahan sakit ditubuhnya.

"Gawat! Denyut nadinya melemah! Cepat panggil ambulans!" salah satu polisi disana berusaha menelepon ambulans. Kejadian tadi seketika membuat seisi pengguna jalan menjadi heboh.

XXXXXXXXXXXXXXXX

'Apa aku akan mati disini?' sebuah tanya dibenak Naruto. Kini tubuhnya terasa begitu ringan. Tak ada lagi luka seperti tadi. Dirinya kini berjalan disebuah jembatan dengan bagian bawah tanpa dasar. Namun, dirinya melihat tubuhnya disana. Dirinya melihat kedua orang tuanya beserta adikknya menangis hebat melihat tubuh kakunya.

'Apakah aku akan mati dengan cara seperti ini?' sebuah tanya kembali terlontar. Dirinya merasa bahwa bukanlah ini waktu untuk mati. Dia merasa harus hidup lebih lama lagi.

'Kau ingin hidup?' sebuah suara menggema terdengar dijembatan itu. Naruto menjadi terkejut karena suara tersebut.

"Siapa kau?" sebuah tanya kembali digunakannya untuk menjawab pertanyaan. Nampaknya ini kebiasaan alami seorang Naruto.

'Aku tanya, kau ingin hidup?' tampakanya orang yang sedang berbicara dengan pemuda pirang ini memiliki hobi yang sama. Naruto akhirnya memilih mengalah.

'Ya, aku ingin hidup.' Jawaban singkat itu membawa perubahan besar pada tempatnya sekarang. Seketika jembatan itu berubah menjadi sebuah ruangan bernuansa eropa klasik. Terdapat empat buah kursi sofa yang saling berhadapan satu sama lain. Disana duduklah seorang pria berambut cepak dengan bagian poni berwarna emas.

"Kau ingin hidupkan?" pertanyaan itu kembali terlontar. Naruto menjadi malas menjawabnya karena terus saja pertanyaan yang sama diulang.

"Ya, aku ingin hidup." Pemuda itu kini berdiri dihadapan pria itu dengan tubuh transparannya.

Sebuah senyum mengembang dibibir pria senyum yang terkesan jahat akan tetapi juga mengundang kesan misterius.

"Baiklah, kau akan hidup. Perkenalkan, namaku adalah Azazel." Pria itu mengenalkan dirinya dengan cuek. Tangannya terlipat rapi sembari memandang Naruto dari atas kebawah seolah menilai apakah sosok dihadapannya ini pantas untuk sesuatu yang akan diterimanya nanti.

"Azazel? Aku pernah mendengar nama itu. Hmmm, ah itu nama salah seorang malaikat jatuh." Naruto kembali mengingat momen ketika dia melakukan pemotretan dengan tema malaikat.

"Hahaha, baguslah kalau kau mengenalku. Ini akan menjadi lebih mudah. Apakah kau akan percaya kalau kubilang didunia ini sekarang sedang terjadi perang?" Azazel melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat bingung Naruto.

"Perang? Tentu dibelahan dunia ini sering terjadi perang." Naruto menjawab pertanyaan tersebut menggunakan segala pengetahuan yang dimilikinya.

Azazel yang mendengarnya cuma bisa tertawa. "Hahaha, bukan itu maksudku. Baiklah, akan kuperjelas. Apakah kau percaya bila kubilang dunia ini sedang berusaha didominasi oleh para malaikat jatuh, Malaikat, serta iblis?" pria itu kemudian mengambil wine dimejanya sembari menuangnya kedalam gelas berisi es batu.

Naruto yang mendengar hal itu menjadi berpikir sejenak. "Hmm, dengan hal semacam ini terjadi padaku maka akan sulit untuk berkata tidak mengenai perkataanmu." Pemuda pirang ini kelihatannya mempercayai omongan pria dihadapannya ini.

"Hahaha, kau memang pintar. Dan percayakah bila aku bilang kalau semua itu dipertaruhkan didalam sebuah turnamen dimana nasib umat manusia yang tidak tahu apa-apa juga dipertaruhkan disana?" Azazel kembali melempar sebuah pertanyaan diluar nalar seorang manusia biasa.

"Tidak, untuk kali ini aku lumayan sulit mempercayainya. Lagipula, apa keuntungan yang mereka raih dari manusia sepertiku?" Naruto kini bertanyabalik pada Azazel. Menurutnya manusia tidak punya harga penting dalam masalah ini.

Azazel hanya menyeringai ketika mendengar hal itu. "Naruto, aku tidak tahu apakah Atheisme yang kau anut membuatmu menjadi mengalihkan pandanganmu atau apa. Namun, kau harus tahu bahwa manusialah pusat pergerakkan seluruh alam semesta sekarang! Para malaikat mendapat kekuatan dari lantunan pujian kalian terhadap Tuhan, Malaikat jatuh sepertiku menambah keturunan dengan berhubungan badan dengan manusia, serta para iblis yang selalu membentuk kontrak kerja sama bersama Manusia."

Naruto menjadi tercengang sedikit mendengar hal tersebut. "K-kau serius?' hal ini baru pertama kali dia dengar. Dirinya tak menyangka bahwa ada begitu banyak potensi dalam diri seorang manusia.

"Baiklah, aku akan membuat sebuah penawaran denganmu. kuberikan kau kehidupan lagi dengan bermodalkan kecerdasanku ini. Namun kau harus melakukan apa yang aku bilang." Azazel membuka ssesi tawar menawarnya kali ini.

Naruto yang mendengarnyamenjadi sedikit ragu. Namun keraguan itu terbaca dimata Azazel. Sebuah senyum tipis penuh makna terlukis diwajah pria itu.

"Naruto, tahukah kau bahwa dirimu baru meninggal dalam jangka waktu beberapa jam saja. Disaat itu Rias Gremory sudah berada dalam ancaman." Azazel berusaha menggoda Naruto. Pria ini sudah lama memata-matai Naruto. Dia mengetahui segalanya mengenai pemuda pirang ini sampai hal terkecil.

"B-Benarkah?! Kalau begitu aku harus bagaimana?" Naruto menjadi panik ketika nama gadis itu diucapkan. Dirinya merasa bahwa Cinta pertamanya itu masih tetap melekat dihatinya.

"Kau hanya perlu mendengarkanku." Azazel menyeringai sembari mengepakkan kedua belas sayap hitamnya.

TBC

Buat kalian yang nunggu sekuel The Shifter udah aku ketik kok hahaha. Cuma aku masih pusing apa judulnya hahaha. Ada ide?

Oke, sekian dulu chapter satunya, seperti biasa. Silahkan berikan koreksi, saran, ataupun ide bagi fic ini. Terima kasih buat yang mau Review, fav, ataupun follow fic ini. Review kalian merupakan sumber inspirasi dan pembangkit semangat bagi author untuk melanjutkan cerita. Mind to review?. Sekian dan terima kasih ^_^.