'Service'
DISCLAIMER : NARUTO © Masashi Kishimoto
WARNING : OOC, AU, typo(s), tidak jelas
Genre: Romance, Fluff
DON'T LIKE DON'T READ!
.
.
.
Tak tak tak tak, bunyi suara ketikan memenuhi seisi ruangan. Terlihat jari-jari manis seorang gadis menari-nari di atas keyboard laptop miliknya. Kalau ditanya apakah gerakan jarinya cukup cepat untuk dikatakan sebagai seorang yang mahir mengetik, maka jawabannya adalah TIDAK.
Jari-jari itu menari dengan ritme yang berantakan. Memperlihatkan bahwa pemiliknya cukup kesulitan untuk melakukan kegiatan tersebut.
Namun ia terlihat fokus dengan pekerjaannya. Sangat fokus hingga tak ada seorang pun yang tega menegurnya. Menegur untuk mengatakan bahwa apa yang ia lakukan itu sangat berisik. Kecuali seorang gadis blonde yang terlihat sangat kesal dengan gadis bersurai pink disampingnya itu.
"Ssst, Sakura!" bisiknya.
Gadis bersurai pink itu tidak mempedulikannya.
"Hei, Sakura!" bisiknya kembali kali ini dengan cubitan di pipi yang cukup keras.
"H-Hei!" rintih Sakura hingga gadis blonde itu melepaskan cubitannya. "Sakit tau! Santai dikit napa?" tukasnya sambil mengusap pipinya.
"Kau yang harusnya santai dikit jidat. Sadar ga sih cara ngetikmu itu berisik?" ujar Ino tepat sasaran.
Sakura terdiam, ia melihat Ino sejenak dan kemudian mencoba untuk mengetik beberapa kata.
Tak tak tak tak.
Suara itu terdengar lagi.
"Oh ia, berisik ternyata," ucap Sakura dengan polosnya disambut dengan tepukan jidat yang Ino lakukan.
Ino menghela nafasnya, "aku ga ngerti gimana caramu ngetik sampai berisik gitu. Mau keluar aja? Ke kantin gitu? Daripada kau buat onar di perpus."
"Hei! Aku ga buat onar," bantah Sakura sambil mengerucutkan bibirnya.
"Udah ah, yuk cabut. Lagian ngapain juga jam kosong nongkrongnya di perpus? Harusnya kita ke kantin. Aku lapar." Ino membantu Sakura membereskan barang-barang bawaannya.
Sakura memasukkan laptop ke dalam tas. "Aku lagi ada ide Ino. Lagian juga aku kan udah bilang kalau kau sendiri aja ke kantinnya."
"Dan ninggalin kau sendirian berkutat di perpus gitu? No no no. Ga akan." Ino menarik Sakura untuk segera jalan.
Sakura sedikit memiringkan kepalanya. "Why?"
"Aku sudah hafal kebiasaanmu. Kalau sudah fokus ama satu hal, otomatis hal lain bakal dilupain. Apa lagi kalau kau udah ada ide ngerjain fanfictionmu itu. Kau tau, harapanmu akan merasa lapar itu berapa persen?"
"Berapa?"
"0%."
"Loh? Ga separah itu juga."
"Ga parah apanya? Kau bahkan bisa ga sadar kalau lagi diperhatiin."
"Hah?"
Ino mengerutkan dahinya. "Udah ah, percuma dijelasin. Ayo buruan, 20 menit lagi masuk," ujar Ino dan mempercepat langkahnya. Dengan berbagai pertanyaan di benak Sakura, ia pun ikut mempercepat langkahnya.
Ketika mereka tiba di kantin, seperti kata ino, hampir seisi kantin memperhatikan mereka. Bagaimana tidak, mereka adalah duo yang terkenal karena kecantikannya. Akan sangat sulit untuk melepaskan pandangan jika sudah melihat salah satu diantara mereka.
Mereka berjalan menuju ke salah satu kios langganan mereka. "Bibi, aku pesan seperti biasanya ya," ucap Ino dengan penuh sumringah.
"Aku juga bi," sahut Sakura tak mau kalah.
"Baik," ucap bibi penjaga kantin. Ia mempersiapkan pesanan mereka berdua. "Kalian bersemangat sekali seperti biasanya ya, hahaha."
"Tentu saja! Memikirkan masakan bibi saja sudah membuatku semangat!" tukas Ino blak-blakan.
"Dasar rakus."
Ino seketika mengalihkan perhatiannya pada Sakura. "Tadi kau bilang apa jidat?"
"Aku tidak mengatakan apa pun," jawab Sakura dengan senyuman manisnya.
"Tidak mengakatan apa pun? Barusan kau bilang aku rakus!"
"Sudah sudah, ini makanan kalian. Satu paket chicken katsu dan satu paket beef teriyaki," ucap bibi penjaga kantin sembari menyuguhkan pesanan mereka. "Ditambah bonus dessert untuk kalian."
Mendengar kata 'dessert' sukses membuat mata Ino berbinar. "Yay! Bonus!"
"Bibi yakin selalu ngasih kita bonus tiap belanja disini?" tanya Sakura penasaran.
"Tentu saja! Berkat kalian kiosku tidak pernah sepi." Bibi penjaga kantin kemudian tersenyum sumringah pada sosok yang ada di belakang mereka. "Berkat kalian juga Sasuke-kun sering datang ke kiosku."
Sakura dan Ino membalikkan badan, melihat sesosok pria jangkung dengan rambut raven khas miliknya. Pria yang bernama Sasuke itu menatap mereka, kemudian tersenyum.
"Selamat siang," ucapnya.
Sakura mengedipkan matanya berkali-kali. Berbeda dengan Ino yang hanya bisa membatu dengan sedikit cairan merah keluar dari hidungnya.
"Wa! Ino!" pekik Sakura sesaat setelah melihat wajah Ino. "Bi, tisu tisu. Tolong tisu!"
Bibi penjaga kantin dengan sigap memberikan selembar tisu pada Sakura. Ia kemudian memberishkan cairan merah dari hidung Ino.
"Ah," Ino mulai tersadar dari lamunannya. "Terimakasih Saki."
Bibi penjaga kantin memberikan tisu lainnya kepada Ino agar ia dapat membersihkan noda merah yang masih tertinggal di wajahnya. "Dia sangat tampan bukan? Bahkan kalian sampai terdiam melihatnya."
"Wah, bibi bisa aja. Aku tidak setampan yang bibi katakan," ucap Sasuke merendahkan diri.
Sakura melirik Sasuke dari sudut matanya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Lirikan itu disadari oleh Sasuke yang kemudian tersenyum ke arahnya. Sakura mengalihkan pandangannya secepat mungkin.
"Ayo Ino," ujar Sakura. "Terimakasih bi," Sakura mengambil nampan yang berisi makanannya kemudian pergi meninggalkan mereka.
Ino yang bingung dengan tingkah Sakura, segera mengambil nampan makanannya. "Terimakasih juga bi," ucap Ino kemudian menyusul Sakura.
"Mereka manis-manis ya."
"Hn, kurasa begitu."
"Ah aku baru ingat. Mereka belum bayar makanannya."
Sasuke mengeluarkan sebuah dompet dari saku celananya. "Biar aku saja yang bayar bi. Sekalian, aku mau pesan paket beef teriyaki."
"Seperti biasanya? Baik. Seleramu sama seperti Sakura-chan ya Sasuke-kun," ujar bibi penjaga kantin kemudian menyiapkan pesanan Sasuke.
Sasuke memiringkan kepalanya. "Sakura?"
"Haruno Sakura." Bibi penjaga kantin meletakkan sebuah nampan di atas meja kasir. "Bagaimana bisa kau tidak tau namanya Sasuke-kun? Padahal alasanmu belanja di tempatku supaya bisa melihatnya bukan?"
Sasuke menerima struk yang diberikan kepadanya dan membayarkan sejumlah uang kepada sang bibi. "Entah lah." Ia kemudian mengambil nampan dan duduk di salah satu meja.
.
.
"Saki Saki," panggil Ino yang telah selesai membereskan barang bawaannya.
Sakura yang masih membereskan barang bawaannya menatap Ino sekilas kemudian melanjutkan kegiatannya.
"Hei! Jangan mengacuhkanku!"
"Ada apa?" tanya Sakura singkat.
"Ingat ga kejadian di kantin tadi?"
"Ya."
"Aku udah tau dia siapa," ucap Ino dengan bangga.
Sakura yang telah selesai bersiap-siap memicingkan kedua matanya. "Lalu?"
Ino menghela nafas. "Udah liat cowo cakep gitu, responmu datar doang? Situ waras?"
Sakura menggaruk kepalanya bingung. "Waras? Masih waras kok. Kalau ga udah dirumah sakit jiwa dong."
Kali ini giliran Ino yang menggaruk kepalanya frustasi. Ia tidak tau Sakura itu kelewat pintar, terlalu polos, atau oonnya memang sedang kumat sampai melihat pria tampan tidak melunturkan imannya.
"Ayo," panggil Sakura mengajak Ino pergi. Ino menganggukkan kepala dan mengikutinya. Sakura melirik Ino yang terlihat kecewa dengan responnya. "Dia siapa?" tanya Sakura.
"Dia?" tanya Ino kembali sedikit terkejut.
"Ia. Dia. Sa..Sasuke-kun? Itu bukan namanya?"
Ino membulatkan kedua bola matanya dan tersenyum lebar. "Ternyata kau tertarik juga! Namanya Uchiha Sasuke. Putra bungsu dari pemilih Uchiha grup. Dia masih seangkatan dengan kita. Lalu dia anak jurusan teknik informatika."
"Hee…" ucap Sakura datar.
"Kau tau Saki, dia itu udah cakep dari kecil! Bayangin aja dari SD udah punya fans club. Pintar lagi! Dia slalu jadi incaran, tapi susah banget buat ditaklukin. Sampai sekarang list mantan pacarnya masih kosong. Hebat ga tuh? Kayanya tipikal cowo setia. Aku kalau bisa jadi mantannya aja kayanya udah cukup," celoteh Ino panjang lebar.
"Hah? Jadi mantan? Kenapa ga skalian aja jadi istrinya?" tanya Sakura tidak mengerti dengan isi pikiran Ino.
"Ga ah, ribet. Bayangin aja jadi istri dari pemilik grup gede selevel Uchiha grup. Pasti banyak yang harus diperhatiin. Dari gaya busana lah, sikap lah, cara ngomong lah. Bayanginnya aja udah cape. Jadi, jadi mantan aja udah cukup."
Sakura terkekeh geli mendengar penjelasan panjang lebar yang dilontarkan Ino. Benar-benar seperti Ino yang ia kenal. Tidak suka segala hal yang merepotkan dan terkesan mengatur hidupnya. Yamanaka Ino yang dikenalnya memang selalu mencintai kebebasan lebih dari apa pun.
"Ngomong-ngomong Ino, kau dapat infonya darimana?"
"Info? Tentu saja dari informanku. Kau mau cari info apa pun bisa tanya padaku Saki. Informanku banyak ditambah mereka semua tepat dan akurat."
"Dasar ratu gosip," tukas Sakura dibalas dengan cengiran Ino.
.
.
Tak tak tak, bunyi suara ketikan kembali memenuhi seisi ruangan. Jika kalian bertanya itu suara ketikan dari siapa, maka jawabannya adalah Sakura. Sakura terlihat sibuk berkutat dengan laptopnya. Ia mengetik kata per kata yang akhirnya membentuk sebuah pola kalimat yang cukup ringan. Kalimat yang cukup ringan untuk dibaca oleh reader fanfiction.
Kali ini Sakura tidak merasa khawatir kalau suara ketikannya akan mengganggu orang lain. Ia merasa keputusannya tepat untuk berada di kantin. Salah satu spot yang sangat hidup di area kampus. Kalau-kalau suara ketikannya terlalu keras, maka akan tertutupi oleh suara kerumunan orang-orang yang sedang berbincang.
Yah, kurang lebih begitulah yang ada dipikiran Sakura. Sayangnya, apa yang dia pikirkan dengan apa yang menjadi realitanya terbalik seratus delapan puluh derajat.
Setiap orang yang lewat akan saling berbisik sambil memperhatikan Sakura. Bahkan orang-orang yang tadinya duduk di dekat Sakura, memutuskan untuk memilih meja yang berada cukup jauh darinya. Dengan kata lain, semua tempat duduk disekitar Sakura kosong.
Disisi lain, terlihat seorang pria berambut raven sedang bingung dengan fenomena yang terjadi saat itu. Sembari membawa nampan berisi makanan miliknya, ia memperhatikan sekitar dengan seksama. Kemudian tanpa pikir panjang, ia berjalan menuju gadis bersurai pink dengan laptopnya.
"Permisi," ucapnya.
Tak ada respon yang diberikan.
"Permisi," ucapnya sekali lagi.
Gadis bersurai pink yang tak lain adalah Sakura, masih tidak bergeming ketika dipanggil. Tak kehabisan akal, pria itu menetakkan nampan yang dipegangnya. Ia kemudian mengibaskan tangan tepat di depan Sakura. "Permisi."
Sakura berhenti sejenak. Ia melirik ke arah sumber suara. Pria itu tersenyum. Namun Sakura tidak peduli dan melanjutkan kegiatannya.
Pria itu mengendikkan bahunya. Sepertinya ia diperbolehkan untuk duduk di depan Sakura, pikirnya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, ia duduk dan menyantap makanannya.
Tidak butuh waktu yang lama baginya untuk menyadari alasan semua orang menjauhi gadis yang ada di hadapannya. Suara ketikan, itulah alasannya. Namun, ia tidak peduli. Selama itu tidak mengubah rasa makanannya.
"Sakura!," teriak Ino beberapa menit kemudian. Ia berlari menghampiri Sakura. "Sakura!" panggilnya kembali dengan nafas sedikit tersenggal-senggal. Namun yang ia dapati hanya Sakura yang sedang fokus dengan kegiatannya.
"Hei Saki, berhenti bentar. Aku mau pinjam laptopmu buat ngecek materi presentasi kelompokku."
Sakura masih tidak merespon. Dengan mandiri, Ino langsung menancapkan sebuah flashdisk dan 'menyita' laptop Sakura. Yah, tentunya tidak dalam waktu yang lama.
"Hei! Apa yang kau lakukan Ino? Setidaknya biarkan aku save dulu!" protes Sakura sambil mengerucutkan bibirnya.
Pria berambut raven itu meliriknya sesaat.
"Berisik, pinjam bentar. Nungguin kau nge-save kelamaan. Keburu waktu isitirahatku habis. Habis ini kelompokku presentasi," tukas Ino singkat, padat, dan jelas.
Sakura melihat apa yang dilakukan Ino dengan seksama. "Materi buat presentasimu banyak juga."
"Ia, tapi ini masih belum semua. Katanya masih ada materi yang belum digabungin."
"Ngomong-ngomong, itu bukan flashdiskmu?" tanya Sakura ketika melihat benda asing tertancap di laptop miliknya.
"Bukan, ini punya temanku."
"Oh, oke," jawab Sakura singkat. Ia menatap ke arah jendela. Sepasang mata emerald miliknya menangkap sosok asing dari pantulan jendela. Seorang pria berambut raven yang sedang menikmati makanannya.
Sakura memicingkan matanya. Pria itu benar-benar tepat berada di hadapannya. 'Sejak kapan dia di depanku?' batinnya.
Ia memperhatikan setiap gerakan pria itu dengan seksama. Yang terlintas di pikirannya saat itu adalah indah. Setiap gerakan yang dilakukannya terlihat indah di mata Sakura. Seolah ia sedang melihat film berdurasi singkat yang sedang diputar dihadapannya. Mungkin ini bisa menjadi referensi fanfiction yang sedang dibuat olehnya saat ini, pikirnya.
"Saki Saki," panggil Ino.
"Ya? Gimana? Udah?" jawab Sakura dengan senyuman khas miliknya.
Pria berambut raven itu meliriknya kembali.
Ino mengangguk menjawab pertanyaan Sakura. Namun, ia menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Ano.."
"Apa? Kenapa Ino?"
"M-Maaf, tadi pas aku buka dokumennya.. Aplikasinya eror."
Sakura membulatkan kedua bola matanya. "Maksudmu?"
"Aplikasinya eror, terus force close."
Dengan cepat Sakura mengambil laptop dari hadapan Ino. Entah kenapa kali ini laptopnya bekerja sangat lambat dibandingkan beberapa menit yang lalu. Ia membuka file fanfiction yang dikerjakan olehnya sedari tadi. Bahkan respon aplikasinya sangat lama dibandingkan biasanya saat membuka file.
Sakura mengerutkan dahinya setelah melihat isi file yang dibukanya. Tak ada sepatah kata pun di dalamnya. Hanya aplikasi yang terkesan kosong tanpa berisikan apa pun. Ia tutup aplikasinya dan mencoba membuka file miliknya kembali. Itu dilakukan olehnya berkali-kali.
"Ada apa Saki?" tanya Ino merasa bersalah.
"Fileku."
"Filemu? Kenapa?"
"Ga ada isinya! Yaampun, gimana dong? Itu kan sudah hampir selesai, tinggal dikit lagi mau diupload. Mana chapter baru lagi," tukas Sakura panik.
"Maafkan aku Saki," mohon Ino sambil mengatup kedua tangannya.
Sakura menatap Ino dan tersenyum simpul, "sudah lah, marah pun tidak akan membalikkan keadaan. Fileku hilang dan aku tidak bisa upload lanjutannya."
Ino menggaruk kepala sambil memperhatikan sekelilingnya. Apa yang ia dapati? Sesosok pria yang tidak asing menurutnya di depan Sakura. Ya, bahan gosipnya dengan Sakura beberapa hari yang lalu.
"Uchiha-san!" teriak Ino spontan.
Sasuke menyelesaikan suapan terakhirnya dan meletakkan peralatan makannya. "Ya?" tanyanya datar.
"Uchiha-san.. Itu, bisakah kau membantu kami?"
"Membantu? Membantu apa?" tanyanya kembali pura-pura tidak mengerti.
Ino memindahkan laptop dari hadapan Sakura ke hadapan Sasuke. "Tolong bantu kami."
Sasuke menatap laptop kemudian menatap Ino datar. "Apa yang perlu aku bantu?"
"Tolong perbaiki laptop Sakura," pinta Ino.
"Memperbaiki? Laptopnya masih bisa beroperasi."
"Tapi,-"
"Kalau begitu, bisa kau jelaskan apa yang bisa aku bantu?" sela Sasuke sebelum Ino menyelesaikan kalimatnya.
"Bukannya dari tadi kau ada disini? Harusnya kau dengar dong semuanya," protes Ino.
Sasuke mengendikkan bahunya, "maaf, kalau aku sedang makan, aku tidak memperhatikan lingkungan sekitarku. Kau juga hanya perlu menjelaskan situasinya bukan?"
"Sudahlah, ayo Sakura," tukas Ino menarik tangan Sakura. Namun Sakura menariknya kembali, "tunggu Ino."
"Maaf, anda Uchiha-san dari jurusan teknik informatika bukan?" tanya Sakura memastikan.
"Hn."
"Bisakah anda membantu saya?"
"Jangan terlalu formal. Seperti yang sudah aku bilang. Kau perlu menjelaskan situasinya. Hanya itu yang aku butuhkan."
Sakura mengangguk mengerti. "Jadi, setelah laptopku dipinjam Ino, tiba-tiba kerjanya lambat. Terus fileku.." Sakura berhenti sejenak. "Fileku yang tadinya aku buka katanya terclose sendiri. Udah gitu tadi aku cek semua isinya hilang."
Sasuke menatap Sakura, kemudian mengalihkan perhatiannya pada objek yang dimaksud. Ia melakukan beberapa hal pada laptop Sakura. Sakura dan Ino hanya bisa saling menatap tidak mengerti dengan apa yang ia lakukan. Melihat Sakura yang menatap Sasuke dengan harap-harap cemas, Ino hanya bisa mengatupkan kedua tangannya. Berharap file fanfiction Sakura bisa kembali.
Tak, bunyi tombol enter yang ditekan cukup keras menandakan Sasuke sedang melakukan sebuah perintah pada laptop Sakura. Tidak membutuhkan waktu yang lama, ia mencabut flashdisk yang masih menancap dan menyodorkannya kepada Ino.
"Ini flashdisknya. Sumber permasalahannya dari benda ini. Tapi aku sudah memperbaikinya. Setidaknya, hanya file presentasimu yang bisa aku selamatkan. Kau membutuhkannya bukan?"
"Presentasi?" Ino melihat jam tangannya. "Oh ia! Presentasiku!" Ino menyambar flashdisk yang tergeletak di atas meja. "Maaf Saki, aku harus pergi!" Ia berlari namun berhenti sejenak. "Terimakasih Uchiha-san!" teriaknya dan pergi.
Sekarang hanya ada Sakura dan Sasuke. Tanpa Ino. Tapi tentu saja masih dengan suasana kantin yang ramai.
Melihat kombinasi yang langka itu membuat seisi kantin mengalihkan pemandangannya ke mereka berdua. Tentu saja, banyak bisikan-bisikan gaib yang menyertainya. Bahkan sekilas terdengar suara orang yang tidak menerima kedua insan itu bertatap muka.
"Jadi, mari kita lanjutkan," tutur Sasuke sambil tersenyum tipis.
Sakura memicingkan kedua matanya. Ia merasakan pemandangan yang janggal. Setidaknya cukup janggal jika dibandingkan dengan beberapa menit yang lalu. Saat Ino masih ada di sini.
Merasa tidak diperhatikan, Sasuke mengibaskan tangannya di hadapan Sakura.
"Ah ya?" ucap Sakura kaget.
"Sebelumnya maaf, aku harus memanggilmu apa? Berhubung sepertinya kau sudah tau namaku."
"Oh ia, maaf. Haruno Sakura. Namaku Haruno Sakura."
"Baik. Haruno-san. Mengenai laptopmu.." Sasuke berhenti sejenak. "Laptopmu bervirus."
"Hah? Maksudmu?" Sakura mengedipkan matanya berkali-kali.
"Laptopmu bervirus. Penyebabnya flashdisk yang dibawa temanmu. Selama dia mengedit presentasinya, selama itu pula virus menjangkit laptopmu."
"Tunggu, bukannya tadi kau bilang kau tidak memperhatikan lingkungan sekitarmu?"
Sasuke tersenyum kemudian memutar laptop hingga menghadap Sakura. "Mengenai laptopmu, jika ingin diperbaiki setidaknya membutuhkan waktu 3-4 hari," ujarnya tidak menjawab pertanyaan Sakura.
"3-4 hari? Itu terlalu lama. Tidak bisakah kau langsung memperbaikinya disini?"
Sasuke menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kau bisa mencari tempat service laptop pada umumnya jika kau tidak mau. Ujung-ujungnya, mereka akan mengatakan hal yang sama."
"Bagaimana dengan fanfictionku?"
"Fanfiction?"
"I-Itu, maksudku dokumenku yang tidak ada isinya itu?"
"Tentu saja aku akan mengusahakannya."
Sakura memegang dagunya. Sambil menutup mata, ia memikirkan cost dan benefit yang akan dia dapatkan jika menerima bantuan Uchiha. Yah setidaknya itu tidak membuatnya repot untuk mencari rekomendasi tempat service yang bagus. Berhubung sang jenius mengajukan dirinya secara sukarela.
Disisi lain, Sasuke memainkan jari-jarinya sambil menatap Sakura.
"Baiknya," ujar Sakura. "Aku terima tawaranmu."
Sasuke tersenyum tipis. Ia segera menonaktifkan laptop Sakura dan menutupnya. "Akan aku bawa laptopmu. Boleh sekalian dengan chargernya?"
Sakura mengangguk dan menyerahkan benda yang diminta oleh Sasuke.
"Satu hal lagi. Bisakah kau memberi kontakmu?"
"Kontak?" tanya Sakura sambil sedikit memiringkan kepalanya. "Kau ingin kontakku untuk apa?"
Sasuke mengerutkan dahinya. "Untuk apa? Tentu saja kalau terjadi sesuatu aku akan menghubungimu. Jika tidak, bagaimana caraku mencarimu di kampus seluas ini?"
"Maaf, baiklah," ucap Sakura setelah menerima alasan yang cukup logis. Ia sedikit takut untuk memberikan kontaknya terutama pada orang yang baru saja ia kenal. Mengingat dulunya ia sering mendapat pesan jahil karena kontaknya disebar luaskan.
Tak membutuhkan waktu yang lama mereka sudah saling bertukar kontak.
"Tolong jangan diberikan pada orang lain," ujar Sakura.
Sasuke membalasnya dengan anggukan mengerti. "Kalau begitu, permisi," ujarnya kemudian pergi.
Beberapa langkah setelah keluar dari kantin, Sasuke menghentikan langkahnya. Ia terdiam sejenak dan memandangi benda yang ia pegang. Kemudian melakukan sedikit flashback kejadian di kantin tadi.
"Apa yang sudah aku lakukan?" batinnya dengan sedikit rona merah menghiasi telinganya.
.
.
Sasuke menatap ke luar jendela sambil sesekali menyeruput secangkir kopi kesukaannya. Mencium aroma khas minuman kesukaannya itu seketika membuat semua beban yang ada di pundaknya hilang.
Tak membutuhkan waktu yang lama baginya untuk menghabiskan minumannya. Ini adalah salah satu kebiasaan Sasuke yang memiliki prinsip bahwa kopi itu lebih nikmat selagi masih panas.
Ia berjalan menuju meja dapur dan meletakkan cangkir kopinya. Setelah itu ia duduk dan menjangkau laptop yang sedari tadi sudah bertengger di atas meja makannya. Sebuah laptop berwarna silver yang berhiaskan label nama berwarna merah muda.
"Sakura," ucap Sasuke pelan membaca tulisan di label tersebut. Ia tersenyum tipis dan mengaktifkan laptop tersebut.
Sambil menunggu proses loading, ia bersender dan menengadah ke atas. Menutup matanya. "Sakura ya.." Mengucapkan nama itu kembali membuat pikirannya kosong seketika. Nama itu seolah bagaikan sihir berbahaya yang dapat membuatnya melupakan beberapa hal yang harus ia lakukan.
Ping Ping!
Suara laptop Sakura menghentikan lamunan Sasuke. Ia kembali memfokuskan perhatiannya pada benda persegi panjang itu. Ia mengerutkan keningnya. Terasa ada yang janggal.
Dengan jarinya yang panjang, ia menggerakkan pointer dengan menggunakan touch pad pada laptop itu. "Loh?" Keningnya semakin mengkerut. "Internetnya terhubung dengan internet gedung apartemenku? Bagaimana bisa?"
Timbul berbagai asumsi di benaknya saat ini. Mungkinkah gadis bernama Sakura itu pernah datang ke apartemennya? Bukan, bukan di kamarnya. Tapi kenalan Sakura yang berada di gedung apartemen ini.
Mungkinkah juga ia pernah mengakses wifi saat bermain di taman apartemen yang terbuka untuk umum? Tidak tidak. Jaringan wifinya berbeda. Jelas-jelas internetnya tersambung dengan jaringan khusus untuk penghuni. Atau jangan-jangan… Ia juga salah satu penghuni apartemen ini?
Sasuke tersenyum kecut, "yang benar saja."
Ping Ping!
Suara itu kembali mengalihkan perhatiannya. Ia melihat sebuat aplikasi yang terbuka secara otomatis. Sebuah aplikasi yang cukup familier baginya. Aplikasi chat yang dapat digunakan pada ponsel maupun laptop. Ya, aplikasi yang digunakan orang-orang pada umumnya.
Awalnya ia berniat untuk menutupnya. Berusaha untuk tidak melewati batas privasi gadis itu. Tapi, setelah aplikasi itu berbunyi kembali ia menjadi penasaran. Penasaran apakah gadis itu seperti gadis populer pada umumnya yang biasa ia temukan. Gadis popuer yang dikelilingi oleh laki-laki.
Sasuke memperhatikan aplikasi itu dengan seksama. Kini ia kembali mengerutkan dahinya. Terlihat beberapa chat dengan memperlihatkan sedikit isi dari sang pengirim. Oh, bukan itu yang membuatnya mengerutkan dahinya. Tapi sebuah kalimat pada salah satu chat yang tidak ia mengerti itu apa.
'Konnichiwa HS-san!'
"HS?" gumamnya.
Sasuke mengklik menu profil pengguna. Kemudian melihat nama yang tertera di sana adalah HS. Ia kemudian mengecek kontak Sakura di aplikasi yang sama pada ponselnya. Tentu saja, itu kontak yang tadi ia dapatkan setelah memintanya.
Lalu apa yang ia dapati? Nama pada kontak tersebut adalah Sakura. Lalu foto profil yang ada di aplikasi laptop dan ponsel sangat berbeda. Sasuke mengangguk mengerti. "Dua akun yang berbeda ternyata."
Tanpa pikir panjang Sasuke menambahkan kontak di laptop Sakura ke dalam daftar kontaknya. Persetan lah kalau nanti ketahuan. Yang pasti sekarang di add dulu. Hal lain-lain urusan belakangan.
Ping Ping!
Laptop Sakura kembali berbunyi.
Sasuke mengklik menu chat. Ia melihat chat pada urutan paling atas. Tentunya itu adalah chat yang baru saja masuk. Terlihat nama yang sangat asing baginya. Ia kemudian membaca sekilas pesan yang muncul tanpa membuka chat.
'Lebih dihayati lagi HS-san!'
"Dihayati? Dihayati apa?" gumamnya penasaran.
Ping Ping!
'Saranku lebih baik dia….'
"Dia? Dia siapa?"
Ping Ping!
'Cium bibirnya!'
Sasuke membulatkan kedua bola matanya.
Ping Ping!
'Tentu saja dengan intens!'
Dengan cepat Sasuke mengalihkan pandangannya. Ia menutupi wajahnya dengan tangannya. Seluruh wajahnya terasa panas. "Yaampun, apa yang barusan aku baca. Dia itu gila apa? Cium dengan intens? Apa-apaan itu!? Bisa-bisanya membahas itu di chat!"
Sasuke melirik layar laptop kembali dari sudut matanya. Terlihat sebuah chat terbaru masuk. Entah kenapa ia tidak mendengar suara pemberitahuannya sama sekali.
'Kabe-don! Jangan lupa!'
"Kabe-don? Ia akan melakukannya?" batin Sasuke. Ia tanpa sengaja membayangkan Sakura tiba-tiba muncul dihadapannya. Terlihat gadis itu berusaha memojokkannya hingga punggungnya beradu dengan dinding. Kemudian gadis itu memblokir aksesnya untuk kabur dan mendekatkan wajahnya.
"Aaargh!" Sasuke terlihat frustasi dengan imajinasinya sendiri. Imajinasi liarnya itu sukses membuat rona merah diwajahnya itu lebih mencolok. Ia menopang wajahnya dengan kedua tangannya di atas meja.
"Perempuan mesum!" tukasnya.
.
.
Hatsyi!
Suara bersin Sakura terdengar sedikit keras. Gadis bersurai pink itu mengusap hidungnya yang terasa sedikit gatal. Cuaca siang itu sedikit tidak bersahabat. Udara dingin serasa menusuk tulang. Sangat berbeda dengan dipagi hari yang terasa cukup hangat.
"Tau begini, aku harusnya pakai jaket tebalku saja," gumam Sakura sambil mengancing blazer berwarna pastel kesayangannya. Berharap agar tubuhnya terasa sedikit hangat.
Ia kemudian berjalan menuju salah satu vending machine yang menyediakan minuman hangat. Dengan memasukkan beberapa keping uang koin dan memencet sebuah tombol, secangkir coklat panas kini telah tersedia untuknya.
Sakura melihat Sasuke yang tengah duduk di salah satu bangku. Ia terlihat sedang membaca sebuah buku yang cukup tebal.
Sakura menatap dengan teliti pria itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia kemudian berdecak kagum. Dilihat dari mana pun, pria itu selalu terlihat sempurna. Kakinya yang panjang, tubuhnya yang jangkung, jari tangannya yang panjang, rambut ravennya yang indah, dan tentu saja wajah tegasnya yang terlihat tampan.
"Kenapa ia tidak jadi model saja?" gumam Sakura.
Saat menatapnya, entah kenapa kedua mata mereka beradu pandang. Mereka saling menatap. Beberapa detik kemudian mengalihkan pandangan masing-masing.
"Yaampun! Ketahuan kalau aku melihatnya!" batin sakura. Jantungnya berdetak cukup cepat. Ia merasa telah melakukan kejahatan besar dengan menatap Sasuke.
Disamping itu Sasuke juga berusaha menenangkan jantungnya yang berdetak cepat. "Kenapa ia ada di depanku disaat yang tidak tepat!? Jangan-jangan itu cuma imajinasiku lagi?" pikirnya.
Sejak kemarin entah kenapa pikirannya dipenuhi oleh gadis bersurai pink itu. Terlalu penuh hingga ia tidak dapat berpikir jernih. Bahkan ketika ia berusaha mengalihkan perhatiannya pada buku, tetap saja tidak hilang.
Sakura menarik nafas dalam-dalam. Ia kemudian berjalan dan duduk di sebelah Sasuke. "Halo," ucapnya canggung.
"Halo," jawab Sasuke berusaha stay cool. "Ternyata dia asli. Bukan imajinasiku," batinnya.
Setelah saling menyapa, mereka berdua terdiam. Mata Sasuke tertuju pada bukunya. Namun pikirannya melayang entah kemana.
"Umm, Uchiha-san," panggil Sakura memecah keheningan.
"Ya?" balas Sasuke reflek. Ah, ingin rasanya ia mengutuk refleknya disaat seperti ini. Seharusnya ia diam hingga gadis itu memanggilnya lagi baru ia menjawab. Seperti yang biasanya ia lakukan.
"Itu, mengenai laptopku.. Bagaimana?" Sakura mengalihkan perhatiannya pada Sasuke.
Yaampun, Sasuke melupakannya. Setelah melihat pemandangan yang membuat ia shock, ia langsung menonaktifkan laptop Sakura. Lalu mengerjakan tugasnya untuk minggu depan.
"Maaf, ada tugas yang harus aku kerjakan kemarin. Jadi laptopmu masih di atas mejaku," balas Sasuke sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sakura memegang dagunya. "Sudah kuduga. Seharusnya aku bawa saja ke toko untuk service laptop."
"Maksudmu?"
"Maaf, sepertinya aku merepotkan. Seharusnya kemarin aku tidak meminta bantuanmu. Karena sepertinya kau orang yang sibuk," ujar Sakura sambil tersenyum tipis.
Lihatlah senyumnya itu. Sungguh manis. Sangat manis hingga Sasuke tertegun beberapa saat.
"Oh tidak. Tidak masalah. Sungguh," balas Sasuke dengan senyuman tipis miliknya. Mungkin Sakura tidak semesum yang ia pikirkan kemarin. Mungkin chat yang ia baca sekilas kemarin itu adalah chat iseng. Atau hanya orang yang bercanda padanya.
"Hmmm." Sakura berpikir sejenak. "Baiklah kalau begitu. Mohon bantuannya. Kalau butuh sesuatu, jangan sungkan untuk menghubungiku."
"Baiklah."
Tiba-tiba Sakura menepuk tangannya seolah mengingat sesuatu. "Oh ia! Uchiha-san. Bolehkah aku meminjam laptopku untuk beberapa saat? Aku baru ingat ada chat yang harus aku balas di laptopku."
Sasuke memicingkan kedua matanya. "Chat?"
Sakura mengangguk. "Ia, chat. Bisa bahaya kalau aku lupa memberitahunya, kalau untuk beberapa saat aku tidak bisa aktif. Lagi pula dia mungkin mencemaskanku kalau aku menghilang tiba-tiba."
"Dia?"
Sakura mengangguk dengan polosnya tanpa mengerti pertanyaan Sasuke.
Sasuke teringat dengan beberapa kalimat yang ia baca kemarin. Ia mengkerutkan keningnya. Berusaha untuk tidak menanyakannya pada Sakura. Sayangnya rasa penasarannya lebih besar daripada akal sehatnya. "Maksudmu, chat yang isinya mes-.."
"Saki!" teriak Ino menghentikan ucapan Sasuke.
Sasuke menghela nafasnya seketika. Hampir saja ia menanyakan hal yang seharusnya tidak ia tanyakan. Ia kemudian mengikuti Sakura menatap gadis blonde itu yang kini ada di hadapannya.
Ino melihat Sasuke kemudian tersenyum penuh arti. "Halo Uchiha-san!"
"Halo."
"Apa yang kau lakukan disini?"
"Tidak ada. Hanya baca buku," jawab Sasuke datar.
Sakura memperhatikan Sasuke yang tengah berbincang dengan Ino. Entah membicarakan apa pun itu. Tapi satu hal yang membuat Sakura bingung. Wajahnya terlihat datar. Tidak seperti dengannya tadi yang terlihat cukup ekspresif. "Laki-laki aneh," batinnya.
"Dan kau Saki? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Ino dengan senyuman penuh arti miliknya.
Melihat senyuman Ino membuat Sakura menghela nafas. Ia tahu dengan pasti apa yang ada di balik senyuman itu. Apa lagi kalau bukan Ino yang sedang dalam mode informannya.
Sakura mengambil minuman coklat yang ia letakkan disampingnya sedari tadi. "Tidak ada. Aku hanya menanyakan nasib laptopku." Ia berdiri dan menarik lengan Ino. "Ayo."
"E-Eh? Mau kemana Saki?" tanya Ino bingung. "Aku masih mau ngobrol dengan Uchiha-san."
"Sudahlah, ayo." Sakura kembali menarik tangan Ino hingga akhirnya Ino mengikutinya. Sakura kemudian mengeluarkan ponsel. Mengetik beberapa kalimat dan mengirimkannya.
.
.
TO BE CONTINUE
