Halo! Apakabar! Sudah berapa tahun ya terakhir kali saya menjadi author di Fandom ini :D Yah, ini adalah salah satu fic yang pernah saya publish di sini, tetapi karena suatu alasan saya mesti menghapusnya saat itu :/ dan sekarang saya niatkan untuk mempublish ulang dan melanjutkannya :)) selamat membaca!
.
.
.
.
Karma, target on! oleh Angchin
Ansatsu Kyoushitsu hanya milik Yūsei Matsui seorang, saya hanyalah segelintir dari sekian banyak fans yang bertebaran di luar sana.
KarmaNami, OOC(Yes!), Typo(maybe), Friendship, Romance, RnR, DLDR!
Bab 1: Dilarang Merokok, Karma-kun!
Tidak biasanya Akabane Karma menatap langit cerah untuk waktu yang terlalu lama di halaman belakang sekolah. Sebelumnya, ia lebih senang menutup matanya―tidur di sela-sela rutinitas membosankan di mana pun di tempat yang memungkinkan. Tetapi sekarang berbeda, dan walaupun kedua matanya kini terfokus menatap langit, sesungguhnya pikirannya tengah berkelana ke kejadian beberapa menit yang lalu saat jam istirahat.
Kau tidak berguna dalam pembunuhan ataupun pertaruhan antar kelas, Karma-kun. Kau tahu kenapa? Karena kau hanyalah anak kecil yang bangga dengan membawa pisau yang sudah karatan...
Karma berdecak sebal. Perkataan Koro-sensei terus terngiang di dalam benaknya, membuatnya semakin frustasi. Ia tidak iri pada ketiga teman sekelasnya yang telah berhasil mendapatkan nilai sempurna di salah satu mata pelajaran yang diujikan, ia hanya menyesali dirinya terlalu tolol telah bersikap santai dan menyepelekan soal-soal ujian.
Sekarang baginya hanyalah sia-sia bila bersikap serius. Toh selain tak ada manusia mana pun yang bisa menyamai kecepatan 20 mach milik Koro-sensei, ujian semester kedua akan berlangsung enam bulan mendatang. Yah, terlalu lama untuk membuktikan bahwa ia bisa berguna dalam pembunuhan ataupun pertaruhan antar kelas, jadi, mulai sekarang ia tidak akan peduli pada formalitas di sekolah dan akan berpikiran liberal.
Hmm. Siapa yang peduli bila bumi dihancurkan? pikirnya. Mulai sekarang aku hanya akan bersenang-senang.
Dan kesenangannya akan dimulai dari merokok. Sedari tadi kedua tangannya sudah gatal ingin memantik korek api dan mengarahkannya ke ujung batang rokok, lalu menghisap asap bernikotin itu.
Karma merogoh salah satu saku celana panjangnya untuk meraih sekotak rokok, namun seketika bel pertanda kembalinya jam pelajaran berbunyi.
Aku akan kembali membolos, ia bertekad.
Karma tidak peduli bila Koro-sensei memergokinya sedang membolos sambil merokok, karena baginya Koro-sensei bukanlah guru yang sesungguhnya, melainkan gurita kuning yang kebetulan dianugerahi kemampuan super untuk menghancurkan bulan dan bumi. Bila Koro-sensei berniat memberinya hukuman, ia akan dengan sangat senang hati tidak mengabaikan hukuman tersebut. Memangnya apa yang bisa dilakukan Koro-sensei terhadapnya? Membunuhnya?
Tidak. Koro-sensei tidak akan bisa membunuhnya.
Kini sebatang rokok yang sedari tadi didambakannya sudah terpejit di antara jemari tangannya, dan hanya tinggal memantik korek api hingga rokok tersebut dapat dihisap olehnya. Setelah menempelkan api kecil pada ujung batang rokok, Karma segera mengarahkan ujung batang yang lain ke mulutnya, menghisapnya, menikmati asap bernikotin itu.
"Tidak boleh, Karma-kun!"
Seketika Karma terkesiap. Seandainya suara yang berbicara kepadanya barusan adalah milik Koro-sensei, Karma tidak akan terkejut. Tetapi ia meyadari suara tersebut milik seorang gadis, dan ia segera menengadah ke arah belakang tubuhnya untuk melihat siapa yang ada di sana.
Manami Okuda.
Salah satu teman sekelasnya yang kini tengah berdiri kaku dengan menampakkan ekspresi malu-malu di wajahnya. Tentu saja Karma mengenalnya, atau lebih tepatnya... Karma mengetahui nama gadis itu karena setiap hari Koro-sensei mengabsen kehadiran seluruh murid dan menyuruh mereka mengatakan dengan suara keras saat menyebut nama. Selain itu, meja tempat gadis itu belajar jaraknya tidak jauh dari meja Karma.
Dalam sepengelihatan Karma, Manami Okuda adalah gadis polos penyuka pelajaran IPA dan ia tidak populer.
"Nah, Okuda-chan. Apa yang tidak boleh?" Akhirnya Karma berkata, dibarengi dengan seulas senyum.
"M-Merokok!" cetus Okuda dengan terbata. "Bukankah Koro-sensei sudah melarangnya?"
"Lalu apa yang akan kaulakukan jika aku melanggarnya?" tanya Karma, yang beringsut dan mengangkat kedua bahu untuk berdiri. Ia membuang puntung rokok ke tanah dan menginjaknya terlebih dahulu sebelum berjalan santai mendekati gadis itu dan kini hanya berjarak beberapa senti di hadapannya. "Mengadukanku?" lanjutnya.
Okuda menggeleng gugup. "T-Tidak, Karma-kun."
Karma tertawa kecil, lalu mengarahkan tangan kanannya ke puncak kepala Okuda dan mengelusnya. Dua detik berselang, perlahan ia menurunkan tangannya melewati pipi Okuda dan berhenti di ujung dagu gadis itu, mengangkatnya, menatap mata lavender polos Okuda di balik kacamata yang dikenakannya. "Bagus, Okuda-chan. Kau memang harus bersikap menuruti karakter alamimu." Lalu Karma menurunkan tangannya, menyeringai, memutar tubuhnya dan berjalan pergi.
"Tunggu, Karma-kun!"
Belum sampai langkah ketiga ketika didengarnya lagi suara gadis itu yang memanggilnya. Karma menoleh tanpa membalikkan tubuh. "Hn?" gumamnya mengarah pada Okuda.
"Karakter alamiku, menurut Karma-kun seperti apa?" tanya Okuda.
Karma tersenyum lembut. "Tentu saja seperti gadis polos kaku yang hanya menjadi pelengkap di dalam kelas," jawabnya riang.
Bagi Karma, jawaban itu hanyalah ungkapan tak bermakna. Ia tidak peduli bagaimana orang-orang menanggapi ucapannya, karena itu hanyalah sebuah perkataan.
"Jadi, menurutmu, aku hanyalah pelengkap di dalam kelas?" tanya Okuda lagi, kali ini menurunkan pandangannya ke arah tanah.
"Bingo!" jawab Karma sekenanya.
"Nah, Karma-kun." Okuda berkata lirih. "Apa yang akan kaulakukan bila gadis pelengkap itu dapat membuat pengaruh dalam kehidupanmu?"
Seketika Karma memegang perut dengan kedua tangan, tertawa terbahak-bahak. Ia memandang Okuda dengan tatapan meremehkan. "Ya, teruslah bermimpi, Okuda-chan. Pelengkap yang tidak berguna tidak akan membuat pengaruh pada kehidupan siapapun."
Karma nyaris menyeringai ketika mengamati Okuda yang tengah bergeming menatap tanah. Bagus sekali, sepertinya gadis itu sudah termakan provokasinya. Ya, itu memang tujuan utama Karma, untuk menanamkan kebencian di dalam diri gadis itu. Karena, bagaimanapun, Manami Okuda adalah gadis yang sama dengan gadis yang telah mendapat nilai sempurna dalam mata pelajaran IPA.
"Sampai jumpa, Okuda-chan."
Akhirnya, Karma memutuskan untuk berbalik dan pergi meninggalkan gadis itu sendirian.
...
Manami Okuda menatap pantulan dirinya di cermin besar yang tertempel pada lemari pakaian di dalam kamar tidurnya. Ia berpikir; Apa yang salah pada diriku? Kenapa Karma-kun memandangku dengan sebelah mata?
Setelah beberapa detik berlalu dan dirasakannya sudah menemukan jawaban tersebut, ia menghela napas. Tidak ada yang salah pada dirinya, yang salah hanyalah takdir keberuntungan karena tidak berpihak kepadanya. Ya, ia tidak seberuntung gadis-gadis lain yang populer di luar sana. Ia bertubuh kelewat kurus dan pendek―walaupun ia meyakini bahwa hal tersebut hanyalah masalah fase pertumbuhannya yang lambat―berwajah pas-pasan, dan yang lebih tidak menarik lagi... ia memakai kacamata. Pantas saja Karma meremehkannya.
Sekarang apa yang akan kaulakukan? benaknya kembali menuntut.
Ia menghela napas untuk yang kedua kalinya. Ia tidak tahu bagaimana cara membuat ramuan agar menjadi cantik dan bertubuh proporsional. Yang ia tahu… hanyalah cara agar Karma mengubah penilaiannya terhadap dirinya.
Perlahan-lahan ia melepas kacamata yang bertengger di wajahnya, lalu melepas karet yang melingkari kepangan rambutnya. Ia kembali menatap pantulan dirinya di cermin.
Sempurna, pikirnya. Pertama-tama aku akan membuatmu terpesona, karena targetku adalah mengubah sikapmu agar menjadi lebih baik... Karma-kun!
…
Tidak ada satu hari pun yang menarik dalam kamus hidup Akabane Karma, karena baginya rutinitas yang monoton adalah membosankan. Salah satunya yaitu menjalani kegiatan belajar di sekolah. Sebenarnya, hari ini Karma berniat kembali membolos, tetapi, berhubung ia penasaran dengan sikap apa yang akan ditunjukkan Okuda terhadapnya setelah provokasinya kemarin, membuatnya menyempatkan waktu untuk datang ke sekolah.
Karma tengah berjalan menelusuri koridor ketika melihat Nagisa melambaikan tangan dan memanggil namanya di depan pintu kelas 3-E. Ia menghampiri Nagisa dengan langkah tidak terburu-buru, menyapanya sejenak.
"Yo, Nagisa!―"
"Karma, kau harus melihatnya!" sergah Nagisa dan segera meraih pergelangan tangan Karma lalu menariknya masuk ke dalam ruang kelas. Mereka berhenti tepat di depan sekumpulan anak laki-laki yang tengah berbisik-bisik.
"Aku akan mengajaknya berkencan lebih dulu!"
"Jangan bermimpi, Isogai. Setidaknya kau harus menjadi kaya untuk mengajaknya kencan."
"Berisik, Okajima. Kau terlalu jelek menjadi teman kencannya."
"Dan kau terlalu urakan berada di sampingnya, Terasaka. Dia pasti lebih memilih diriku yang hebat bermain bisbol."
Dan bisikan-bisikan para murid lelaki terus bergema di dalam ruang kelas. Karma bukannya muak mendengar celotehan teman-temannya, ia hanya penasaran, siapa gadis yang dimaksud mereka dan diperebutkan untuk diajak berkencan?
Mungkinkah ada murid baru? pikir Karma. Ia langsung menerobos kerumunan anak lelaki, dan saat ia berhenti melangkah, saat itu juga ia memandang gadis bermata lavender cerah itu dengan pandangan terkesima.
Karma berusaha untuk tidak percaya, tetapi kenyataan mengatakan bahwa gadis yang kini sedang tersenyum ke arahnya itu adalah gadis yang sama dengan gadis yang ia ejek kemarin.
Mata lavender gadis itu lebih terlihat cemerlang menggunakan lensa bening ketimbang kacamata kuno yang sebelumnya selalu bertengger di atas hidungnya, wajahnya tampak cantik memesona dengan berbingkai rambut hitam panjang yang diurai hingga sepunggung.
Manami Okuda benar-benar telah berubah menjadi angsa yang cantik.
"Selamat pagi, Karma-kun!" sapa Okuda kepada Karma. Seulas senyum aneh yang sulit ditebak terlukis di wajah cantiknya ketika ia meninggalkan meja untuk menghampiri Karma. "Kuharap pagimu akan menyenangkan."
Karma hanya memasang raut datar ketika mengamati gadis itu menghampirinya. Ia harus bersikap waspada, karena kejutan bisa datang kapan saja. Malah, ia berniat mengejek gadis itu lagi.
"Selamat pagi, Okuda-chan," balas Karma berpura-pura tulus. "Apakah Bitch-sensei yang mengajarimu―"
"Selamat pagi, anak-anak!"
Seketika Karma mendecakkan lidahnya. Ia memutar tubuh dan memandang geram ke arah makhluk berwarna kuning dan bertentakel itu. Kenapa Koro-sensei harus datang di saat yang tidak tepat?
"Silahkan kembali ke tempat duduk masing-masing, anak-anak," seru Koro-sensei sedikit berteriak. "Kita harus segera memulai―"
"Tunggu, Koro-sensei," sela Okuda, yang masih berdiri di dekat Karma.
"Ya, Okuda-san. Apa yang ingin kau katakan?" tanya Koro-sensei.
"Aku ingin seluruh area di dalam kelas ini digeledah, termasuk laci, tas, saku jaket, blazer, rok dan celana yang dikenakan seluruh murid laki-laki."
"EEEHHH?!" seru seluruh murid kelas 3-E berbarengan.
"Apa yang kaupikirkan, Okuda-san?" tanya Koro-sensei lagi.
"Kurasa aku kehilangan ponselku," jawab Okuda dengan wajah sedih.
"Aku akan memberikan instruksi pencarian jika semua teman-temanmu mengijinkan," kata Koro-sensei, yang kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh murid. "Bagaimana, anak-anak?"
"Baiklah, Koro-sensei." Isogai angkat bicara. "Kurasa kami semua tidak masalah."
Koro-sensei merasa yakin setelah melihat seluruh anak-anak didiknya menganggukan kepala. Tidak. Tidak seluruh, tetapi ada satu yang terlihat bergeming sedari tadi. "Bagaimana dengan dirimu, Karma-kun?"
"Tentu saja tidak masalah, Sensei," jawab Karma dengan nada suara santai.
"Baiklah, semuanya! Silahkan kembali ke tempat duduk masing-masing," perintah Koro-sensei. "Sensei akan memeriksa kalian semua satu persatu!"
"Hai!" jawab seisi kelas secara serempak.
Semua murid mulai kembali ke tempat duduk masing-masing, begitu juga Karma. Tatkala Karma berjalan dan hendak melewati Okuda, seketika tangan halus gadis itu menahannya, menghentikan langkahnya. Mereka berdiri bersampingan dengan tubuh nyaris bersentuhan.
"Kurasa kau masih ingat dengan janjiku yang tidak akan mengadukanmu merokok pada Koro-sensei, Karma-kun," bisik Okuda dengan nada suara pelan.
Tetapi Karma mendengarnya, karena ia selalu melatih indera pendengarannya agar menjadi lebih tajam. Dan, tentu saja, ia masih ingat dengan janji gadis itu. Tetapi ia hanya mengangguk sekenanya.
"Aku tahu kau sedang gelisah, Karma-kun," lanjut Okuda. "Aku memang tidak akan mengadukanmu, tetapi aku akan mengantarkan Koro-sensei ke tempat kau menyembunyikan rokok itu. Di saku celana, eh?" Okuda tersenyum riang.
Karma melingkarkan sebelah tangannya ke pinggang ramping Okuda, menariknya berusaha menghilangkan segala jarak antara tubuhnya dengan tubuh gadis itu. "Sudah kuduga," bisik Karma di telinga Okuda. "Itik buruk rupa itu kini telah menjelma menjadi angsa yang cantik, dan juga punya taring. Aku terlalu meremehkanmu kemarin. Tetapi, apa yang akan dilakukan Koro-sensei jika ia menemukan sekotak rokok itu di saku celanaku? Menghukumku? Sayangnya aku tidak akan memedulikan hal itu."
Okuda tertawa kecil, terlihat percaya diri. Ia mendongakkan kepalanya mengarah ke wajah Karma, dan seketika pandangan mereka bertabrakan satu sama lain. "Tentu saja kau peduli, Karma-kun." Okuda mencibir. "Kau akan diskors jika tidak mengabaikan hukuman dari Koro-sensei."
"Yah, kau benar," kata Karma dengan santai. "Kurasa aku memang merindukan masa-masa ketika diskors."
"Hmm. Kau yakin?" ucap Okuda tak kalah santai. "Kau yakin rela diskors hanya karena gadis polos kaku seperti diriku?"
Karma terkesiap dan melebarkan matanya dengan ukuran maksimum. Benar juga, apakah harga dirinya rela bila ia diskors hanya karena gadis pelengkap di dalam kelas itu? Lagi, pikirnya. Lagi-lagi aku dikalahkan, karena menyepelekan soal-soal itu dan orang-orang di sekelilingku.
Wajah cantik Okuda berseri-seri tatkala melihat keterkejutan Karma. Akhirnya ia berkata, "Nah, Karma-kun. Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan?"
"Kesepakatan?"
"Ya. Aku akan menyelamatkanmu dengan berpura-pura lupa kalau ponselku ketinggalan di rumah dan meminta Koro-sensei menghentikan pencarian, dengan begitu tidak ada yang tahu tentang rokok itu."
"Syaratnya?"
"Kau harus berjanji untuk berhenti merokok."
Bagi Karma, itu janji yang mudah untuk ditepati. Tetapi, perasaan kalah yang menyelubungi dirinya yang membuatnya semakin didera rasa frustasi.
Karma menyeringai. "Baiklah," ucapnya menyetujui. "Aku akan menepati janjiku."
Tetapi, setelah ini kau harus menjadi mainanku... Okuda-chan.
Bersambung...
A/N : Thnks sudah membaca :D
