OASIS – Chap 1

Cast: Jang Hyunseung, Yong Junhyung and other

Genre: Romance Comedy

Rate: AU

Summary: Jang Hyunseung seorang pria sebatang kara yang harus membayar hutang-hutang mendiang ayahnya yang pemabuk ditambah dengan hutang-hutangnya sendiri kepada seorang musisi terkenal Yong Junhyung. Apa yang akan dilakukannya untuk melunasi hutang-hutang tersebut?

Disclaimer: Cerita ini sedikit banyak terinspirasi dari Full House tapi tidak sepenuhnya juga karena saya sendiri tidak hapal dengan jalan ceritanya. Semua tokoh di sini bukan milik saya, saya hanya meminjam nama mereka, jadi maaf kalau nanti berkesan OOC karena semua tokoh saya jalankan sesuai keperluan cerita.

WARNING! Ini adalah JunSeung fic = YAOI fic so yang tidak suka YAOI harap tidak membacanya, termasuk untuk kalian yang tidak menyukai JunSeung, FF ini diciptakan untuk para JunSeung shipper so DON'T LIKE DON'T READ!

(^o^)~JunSeung~(^o^)

Alunan gitar akustik dari seorang pria yang juga bernyanyi dengan suara seraknya yang indah membuka acara pelelangan untuk menggalang dana bagi para penyandang cacat, para tamu undangan yang berasal dari kalangan menengah atas itu tengah terpana menyaksikan penyanyi yang tengah naik daun itu. Di salah satu meja terlihat Yong Junhyung seorang musisi yang terkenal dan begitu diperhitungkan -meski di usianya yang terbilang muda- tersenyum bangga mendengar lagu gubahannya diperdengarkan di acara ini.

Siapa yang tak bangga jika lagunya dibawakan dalam acara sebesar ini dan didengar orang-orang top, bahkan tak tanggung-tanggung Presiden Korea Selatan pun turut hadir.

Waktu menunjukkan pukul 3 sore saat ini tiba giliran Seo Yijeong seorang seniman tembikar yang terkenal karena ketampanan dan karya-karyanya yang menakjubkan, memamerkan karya terbarunya.

"Mari kita sambut karya terbaru dari seniman besar kita Seo Yijeong!" tepuk tangan mengalir deras saat pembawa acara mengumumkan benda berikutnya yang akan dilelang, rata-rata mereka yang ikut melelang guci itu adalah wanita, sepertinya mereka benar-benar terhipnotis dengan senyum mematikan dari sang seniman.

"20 juta won!" seorang sosialita muda tersenyum bangga saat dilihatnya tak seorangpun berani menawarkan harga yang lebih darinya, sekarang tinggal menunggu sang pembawa acara menghitung mundur untuk kemudian memiliki karya luar biasa seniman Seo Yijeong.

"25 juta won!" senyum memudar dari sosialita muda itu berganti senyum joker Junhyung yang kini merekah ditemani langkahnya menuju guci yang nyaris menjadi miliknya.

"25 juta won dari musisi muda Yong Junhyung, apa ada lagi yang mau menawarkan harga diatas itu?" tak satupun menjawab pertanyaan dari pembawa acara itu, Junhyung tersenyum lagi, guci cantik yang sudah diincarnya sejak tadi itu kini menjadi miliknya.

.

.

.

Jalanan Seoul kian padat, hari sudah semakin sore sudah ada banyak mobil yang bersiap kembali ke rumah mengingat ini hari Jumat, hari di mana mereka bisa pulang lebih cepat dari biasanya. Hyunseung berjalan gontai setelah keluar dari kantor kecilnya atau mungkin bekas kantor kecilnya, bukan, kantor itu bukannya menjadi besar tapi Hyunseung sudah tak lagi bekerja di sana. Dia baru saja dipecat dengan alasan kantor tak membutuhkan tenaganya lagi, ia tahu betul kantor kecilnya itu memang sudah nyaris bangkrut, tapi setidaknya biarkan ia berada di sana sampai ia menemukan pekerjaannya yang baru.

Bruk

Hyunseung tanpa sengaja menabrak seorang pria, pria itu menatapnya tajam setelah menyadari benda yang dibawanya terjatuh. Hyunseung menatap pria di depannya takut, mungkin ia sedang sial setelah dipecat sekarang ia malah menabrak orang yang dari wajahnya saja sudah terlihat sangat menakutkan.

"Kau lihat?" pria itu membuka kotak kardus yang tadi dibawanya dan menunjukkannya kepada Hyunseung, "Ini guci mahal yang kubeli dari acara pelelangan, benda ini sangat langka dan dibuat khusus untuk acara lelang! Kau tahu apa artinya kan?" Hyunseung menggeleng pelan, "Itu artinya benda ini tidak dipasarkan secara bebas bodoh!"

"Ma-maaf…" Hyunseung membungkuk dalam, "A-aku, aku-"

"Aku apa? Mau menggantinya hah? Guci ini hanya ada 3 di dunia dan dua guci lainnya akan dilelang di Jepang dan Prancis!" Hyunseung membeku di tempatnya, benda langka, tidak dipasarkan secara bebas, hanya ada 3 di dunia, dilelangkan di Jepang dan Prancis, dan demi mencerna itu semua pria berwajah cantik itu kini hanya terdiam seraya memandangi kotak kardus berisi kepingan guci langka dan mahal itu.

"Yaa! Kau bisa ganti tidak? Tidak sanggup kan? Dasar pengacau!" Hyunseung tersadar setelah mendengar kata terkahir yang sangat tajam itu, dia memang bersalah tapi di katakan sebagai pengacau oleh orang asing adalah hal yang benar-benar menyakitkan.

"Aku akan menggantinya!" tantangnya seolah tak sadar kalau saat ini justru ia sedang butuh banyak uang.

"Kau bisa menggantinya?" pria itu menatapnya kaget –atau mungkin heran.

"Ne, tapi aku perlu waktu untuk melunasinya…"

"Bwo? Kukira kau mau menggantinya hari ini juga, kuberi tahu ya, harga guciku ini 25 juta won!" kata pria itu meremehkannya, Hyunseung terperanjat, 25 juta won hanya untuk sebuah guci yang –sudah pecah- tak ada gunanya selain untuk dipajang itu.

"Mana mungkin harga guci semahal itu?" Hyunseung menggeleng tak percaya.

"Ini karya terbaru Seo Yijeong!" Hyunseung terbelalak, siapa yang tak tahu salah satu personil F4 itu, tentu saja pria di depannya ini benar, karya Seo Yijeong memang selalu dihargai dengan sangat mahal. Yang jadi persoalannya saat ini adalah bagaimana caranya ia mengganti guci mahal tersebut.

.

.

.

Hyunseung mondar-mandir tak tenang, bagaimana caranya ia membayar guci sialan itu di saat ia tengah menganggur seperti ini. Malam ini sepertinya ia tidak bisa tidur tenang karena masalah hutang-hutangnya, saat pulang tadi pun pemilik rumah menghampirinya dan menyuruhnya angkat kaki karena tak kunjung membayar uang sewa. Hyunseung tak bisa menyalahkan pemilik rumah, ia sadar 5 bulan tak membayar uang sewa pasti sangat merugikan pemilik rumah.

Tapi seorang Jang Hyunseung memangnya bisa apa? Uang hasil kerja kerasnya selama ini sudah habis terpakai untuk melunasi hutang-hutang mendiang ayahnya ke sebuah bar pinggir jalan, yang bahkan belum juga berhasil dilunasinya. Hyunseung menghela napas berat, hari ini bahkan ia belum makan apapun karena tak punya uang.

"Lalu kenapa kau dengan sombongnya mengatakan akan mengganti guciku?" Junhyung menatap Hyunseung dengan rasa kesal yang benar-benar membuncah. Jika kepalanya adalah sebuah bom waktu pastilah saat ini kepalanya sudah meledak karena batas kesabarannya sudah habis.

"Maaf, aku hanya tak suka punya hutang apalagi dengan orang asing." Hyunseung menunduk dalam.

"Kau," Junhyung menunjuk wajah Hyunseung membuat orang yang ditunjuk segera menoleh kaget, "Jual tubuhmu kepadaku!"

"APA?" Hyunseung terlonjak, demi boneka pororonya yang begitu lucu dan menggemaskan, apa pria menyeramkan di depannya ini sudah gila? Kenapa ia harus menjual tubuhnya kepada sesama pria, apa pria itu adalah seorang psikopat?

"Jangan berpikir yang tidak-tidak!" Junhyung menatap jijik wajah Hyunseung yang dipenuhi gambaran imajinasi tingkat tinggi, "Maksudku kau harus menjadi pelayanku, sampai hutangmu lunas!"

Hyunseung menghela napas lega, rupanya ia terlalu banyak berpikir tadi, "Baiklah, kira-kira bayarannya berapa?" tanyanya polos.

"Tidak ada! Bayaranmu akan langsung kuhitung untuk membayar hutangmu padaku!" kata Junhyung santai, Hunseung mendesah, lantas bagaimana dengan hutang-hutangnya yang lain?

"Junhyung-ssi setidaknya kau harus membayarku, aku tidak sedang bekerja saat ini dan aku butuh uang untuk bayar sewa rumahku-" Hyunseung menghentikan perkataannya saat melihat tatapan menyeramkan Junhyung.

"Siapa bilang kau akan tinggal di rumahmu? Kau tinggal di rumahku sampai hutangmu lunas, kalau kau tidak tinggal di rumahku lalu bagaimana bisa kau melayaniku selama 24 jam?"

"24 jam?"

"Iya, 24 jam, keberatan?"

"Ah aniyo…" Hyunseung menggeleng cepat, "Lalu kapan aku mulai bekerja?" tanyanya.

"Hari ini, kau pulanglah untuk mengambil baju dan barang-barangmu lalu datang ke rumahku, kau masih menyimpan kartu namaku kan?" Hyunseung mengangguk tanda mengerti ia lalu pergi meninggalkan kantor Junhyung sambil berlari sampai ke rumahnya. Mungkin jika ada yang menyadari seberapa jauh jarak yang ia tempuh akan langsung berpikir bahwa ia bodoh, tapi demi apapun Hyunseung hanya punya 10.000 won di celana jeans yang dikenakannya, itu pun rencananya akan diberikan kepada pemilik rumah sebagai jaminan agar ia masih diizinkan tinggal di rumah sewaannya.

Nyaris 2 jam setelah ia berlari, Hyunseung akhirnya sampai juga ke pemukiman kumuh itu dan betapa terkejutnya ia saat melihat barang-barangnya tengah dilempari keluar oleh pemilik rumah, tentu saja pria kurus itu langsung berlari memunguti barang-barangnya terlebih saat ia melihat boneka Pororo yang lucu dan menggemaskan yang diklaim sebagai miliknya.

"Yaa ahjumma kenapa kau melempari barang-barangku seperti ini?" tanya Hyunseung gusar.

"Pergi kau, aku akan menyewakan rumah ini pada orang yang bisa membayar!" usir perempuan paruh baya itu.

"Aku tahu, aku juga akan pergi dari sini hari ini juga, kau tenang saja kelak aku pasti kembali untuk melunasi hutang-hutangku!" balas Hyunseung membuat wanita tua di depannya terperanjat, "Wae?" tanya Hyunseung galak.

"Kukira kau akan membayar hutangmu sekarang, lagi pula kau yang punya hutang kenapa jadi kau yang galak? Aigoo kau tak ada bedanya dengan ayahmu yang pemabuk!"

Hyunseung menatap wanita itu kesal, "Kau ini sudah tua kenapa cerewet sekali hah? Kau tidak tahu kan aku harus melunasi hutang dengan rentenir-rentenir di bar karena ulah pria itu?"

"Yaa bicara yang sopan, siapa yang kau bilang pria itu? Dia itu ayahmu!"

"Argh!" Hyunseung mengacuhkan nasihat si pemilik rumah, ia ingin bergegas pergi ke rumah Junhyung, "Ini, sisanya tunggulah sampai aku ada uang, aku pasti akan melunasinya karena aku tidak mau membawa hutang sampai mati!" Hyunseung memberikan uang 10.000 won kepada pemilik rumah sekarang ia benar-benar tak mempunyai uang dan sepertinya ia harus berlari lagi ke rumah Junhyung.

Tapi tidak, ia baru ingat kalau perutnya belum diisi sejak kemarin jika ia berlari lagi maka ia akan terserang dehidrasi, maka Hyunseung hanya berjalan dan terus berjalan meski sebenarnya terik matahari menyengat kulit putih mulusnya. Menatap pergelangan tangannya yang dihiasi jam tangan pemberian seniornya di tempat kerja dulu, Hyunseung mendesah menyadari saat ini waktu sudah menunjukan pukul 4 sore itu artinya dia sudah berjalan hampir 3 jam tapi rumah Junhyung masih sangat jauh atau mungkin terasa jauh untuk seorang pejalan kaki sepertinya yang jelas Hyunseung harus sampai ke rumah Junhyung hari ini juga, ia tak mau disebut tukang ingkar janji setelah sebelumnya disebut pengacau.

"Lama sekali, matahari baru saja terbenam kenapa tidak sekalian datang saat matahari terbit esok?" Hyunseung tak bergeming ia sibuk mengatur napasnya, satu persatu barang-barang yang dibawanya terjatuh dari tangannya dan hanya menyisakan sebuah ransel di punggungnya.

Bruk

Hyunseung terjatuh bersama ranselnya, Junhyung terbelalak menatap calon 'pelayan'nya yang jatuh pingsan dengan tubuh berkeringat dan wajah yang pucat.

"Yaa!" Junhyung masih dalam posisi berdirinya menyenggol tubuh Hyunseung dengan kakinya,"Yaa kau benar-benar pingsan ya?" tak ada jawaban? Tentu saja BaboJun mana ada orang pingsan yang bisa berbicara, merutuki kebodohannya sendiri Junhyung lantas menggendong tubuh Hyunseung ke dalam rumahnya. Jangan harapkan ada adegan 'bridal style' karena menggendong yang dimaksudkan di sini adalah menyeret tubuh Hyunseung, ya menyeret tubuhnya. Junhyung memang benar-benar pria yang dingin dan tak romantis di luar citranya sebagai musisi.

"Aigoo sekarang bagaimana? Hah ranselnya," Junhyung melepas ransel yang masih dipakai Hyunseung, "Pantas saja kau berat padahal tubuhmu kurus, ternyata ranselmu ini ya? Kenapa tubuh sekurus ini bisa membawa ransel sebesar ini sih?" Junhyung melemparkan ransel Hyunseung ke sembarang tempat.

.

.

.

Melewati jam makan malam dengan menulis lirik dan bermain piano atau pun gitar mungkin adalah kegiatan rutin yang dijalani Junhyung, tapi melewati jam makan malam untuk mengompres orang sakit terlebih orang itu harusnya melayani dirinya adalah hal yang paling memalukan baginya, apa pria ini mau menjatuhkan martabatnya sebagai musisi?

"Hah ini lebih melelahkan dari pada menciptakan lagu!" keluh pria beralis mata tebal itu. Merengangkan otot-otonya ia kemudian bergegas pergi meninggalkan ruang tamu, hendak mengambil minum.

"Akh!" Junhyung kembali ke samping Hyunseung dan melihat pria itu tengah menggigil menahan rasa sakit di perutnya.

"Yaa neo gwaencahanayo?" tanya Junhyung yang tentu saja tak mendapat jawaban dari pria itu, melirik jam dindingnya yang menunjukan pukul 8.37 malam Junhyung bergegas menggendong pria itu dan berinisiatif membawanya ke rumah sakit, bukan apa-apa akan sangat berbahaya jika pria itu mati di rumahnya, "Yaa kau bertahanlah sebentar, aku akan membawamu ke rumah sakit sekarang juga!" pintanya sambil berlari menuju mobilnya.

TBC

Faktanya, Hyunseung mengakui kalau kesan pertamanya kepada Junhyung adalah 'menyeramkan' LoL oh well mari mengenal dan mencintai JunSeung juga *sebar virus JunSeung* mungkin masih sulit menemukan pasangan ini tapi saya yakin kok kalian juga pasti akan menyukai JunSeung hehehe mereka manis loh kayak saya /plak

Saya ngga nolak kritikan lebih bagus kalau ada sarannya, tapi jangan ada yang ngebashing charanya ya, untuk chap ini charanya baru JunSeung aja next chapter akan keluar banyak sekaligus *smirk*

So keep it or delete it?