Homesick
:Guanlin x Minhyun:
:Wanna One:
::
Dorm
Seperti biasa kala pagi menyapa, member pertama bangun adalah Minhyun. Hwang Minhyun. Namja berperawakan tinggi, berwajah tampan dan manis di saat bersamaan, dan yang terpenting sabar juga pengertian.
Minhyun segera pergi mandi setelah semua nyawanya terkumpul menjadi satu dan dia siap beraktivitas. Tak butuh waktu lama bagi si pecinta kebersihan itu sudah nampak rapi. Sedang anggotanya yang lain masih molor semua.
"Hahhh~ aku rasa semua sama saja, tidak di nuest tidak di sini." Gumam Minhyun. Dia beranjak ke dapur, namun langkahnya terhenti kala menemukan seonggok manusia terbaring menyedihkan di sofa dorm. Karena pada dasarnya dia berhati baik, Minhyun pun mendekati sosok itu.
"Hei~" Minhyun guncang tubuh bongsor yang ia yakini itu adalah maknae mereka, Guanlin.
"Eungh~ mama~" Minhyun mengerjap beberapa saat.
"Guanlin, aku bukan mamamu, aku Minhyun, hyungmu!" ujar Minhyun masih berusaha membangunkan si maknae.
"Mama~" igau Guanlin. Minhyun mengernyit heran.
"Lai Guanlin!" akhirnya mata itu perlahan mengerjap.
"Hyung? pagi~" sapanya serak. Minhyun geleng kepala.
"Bangun dan pergilah mandi!" titah Minhyun. Saat hendak pergi seseorang memeluk pinggangnya erat. Membuatnya oleng dan jatuh ke pangkuan si maknae.
"G-Guanlin! Yak! Apa yang kau lakukan?" tanya Minhyun. Dia kaget saat seseorang tiba-tiba memeluk pinggangnya erat.
"Hyungg~ aku sakitt~" Guanlin menyandarkan kepalanya di leher belakang Minhyun. Dia hirup aroma menenangkan sang hyung.
"Sakit? Tapi kau tak demam sama sekali, Guanlin!" ujar Minhyun. Dia berusaha melepas pelukan Guanlin namun tak bisa kala si maknae semakin mengeratkan pelukannya. Mengingatkan dia pada pelukan si anak ayam.
"Ish hyung! maksudku sakit itu, aku homesick!" kesal Guanlin.
"Ohh~ kau rindu rumahmu?" Guanlin mengangguk.
"Kenapa kau tidak coba hubungi keluargamu?" tanya Minhyun lembut saat sadar apa yang membuat si maknae bertindak aneh seperti ini. Minhyun masih diam dipangkuan Guanlin.
"Aku takut hyung~" ujarnya pelan.
"Takut? Apa yang kau takutkan?" tanya Minhyun heran. Tinggal menelpon apa susahnya? Begitulah pikir Minhyun.
"I'm afraid if I can't hold my tears" Minhyun mengusap lembut tangan Guanlin yang melingkari perutnya.
"Ahh~ jadi itu yang kau takutkan?" dirasanya Guanlin mengangguk. Minhyun tersenyum tipis.
"Aku juga selalu merasakan itu, kala aku menghubungi keluargaku, bahkan saudaraku di Nuest. tapi, ya namanya rindu mau bagaimana lagi? Aku tak bisa menahannya. Aku hubungi mereka, bahkan aku juga menangis di telepon, aku katakan semuanya. Aku jujur pada apa yang aku rasakan." Guanlin mendongak.
"Mereka akan mengertimu kenapa kau menangis karena mereka menyayangimu. Hubungi saja mereka, kalau kau menangis dan takut ketahuan yang lain, datanglah padaku, hubungi mereka di hadapanku dan kau bisa menangis di hadapanku, hanya aku nanti yang melihatnya" Minhyun berbalik dan tersenyum manis. Guanlin terdiam dan mengangguk.
"Hyung gomawo~" Minhyun tertawa dan mengangguk. Dia berdiri kala rengkuhan Guanlin melonggar.
"Jja, sana bersihkan dulu dirimu lalu hubungi keluargamu, kalau kau takut ketahuan yang lain menangis, temui aku di dapur, aku akan menemanimu!" Guanlin mengangguk. Minhyun mengusap sayang kepala Guanlin dan pergi ke dapur. Meninggalkan Guanlin yang segera beranjak dari tempatnya dan melakukan apa yang Minhyun katakan.
.
.
:END:
