Operation Proposal
HunHan/Rated M
.
.
.
Luhan tampak duduk di kursi taman, hembusan angin musim semi menyapanya, menerbangkan helaian surai madunya. Matanya yang tertuju pada buku tampak sedikit sayu. Dua tahun belakangan, hidupnya telah menjadi hitam putih. Warna hidupnya telah hilang. Tepat setelah untuk pertama kalinya, Sehun punya pacar, seorang gadis cantik yang Sehun temui di kampus dulu. Ya, Luhan adalah seorang gay, ia menyukai laki-laki, ia menyukai Sehun. Ia mulai menyadari hal itu ketika ia mulai berteman dengan Sehun, sejak usia mereka 5 tahun. Sehun tidak tahu, begitu pula dunia. Luhan memilih menyembunyikannya, Karena Sehun menyukai wanita. Dulu, bagi Luhan berada di samping Sehun sudah cukup baginya, tumbuh bersamanya, dan menyukainya diam-diam. Tetapi, sekarang rasa cinta itu tumbuh begitu kuat, ia mulai haus, mulai serakah akan kasih sayang Sehun yang kini harus terbagi dengan pacarnya. Ia iri, seandainya ia wanita, mungkin Sehun akan menyukainya. Seandainya saja.
Luhan bangkit dari duduknya setelah melirik arlojinya sejenak, setiap langkahnya menuju Sehun sekarang begitu menyakitkan. Dua tahun lalu, ia ingat bagaimana hancurnya ia ketika Sehun bercerita padanya ia menyukai seorang gadis di kampus. Bagaimana hancurnya ia ketika mereka resmi berkencan. Sehun tampak bahagia, ia selalu tersenyum lebar setiap bersama gadis itu. Sementara Luhan, dibalik kesakitannya yang luar biasa, harus berpura-pura tersenyum, di setiap kepingan hatinya yang hancur, ia harus mencoba ikut berbahagia. Percayalah, itu bukanlah hal yang mudah. Selama sebulan Luhan harus menghindari Sehun, karena setiap melihatnya Luhan akan merasakan air matanya yang meluap siap untuk membasahi pipinya.
Luhan membenarkan mantelnya, pagi tadi Sehun menelponnya, meminta untuk bertemu. Entah apa yang ingin dia bicarakan. Meski selalu merindukan Sehun, dia lebih memilih untuk tak menemui Sehun jika Sehun tak memanggilnya. Langkah kaki Luhan kini berhenti di depan sebuah caffe, dibalik kaca caffe ia dapat melihat Sehun yang sedang bercanda dengan kekasihnya. Terlihat sangat bahagia. Luhan menghembuskan napasnya, mencoba untuk tak terlihat murung. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam caffe "hey guys!"sapanya dengan menaikkan suaranya agar tampak ceria.
"Luhan!"panggil Sehun senang, "Luhan oppa!"panggil Hye In, kekasih Sehun. Luhan tersenyum lantas duduk di hadapan sepasang kekasih itu.
"jadi, apa yang ingin kalian bicarakan?"Tanya Luhan cepat, ia sedang tidak ingin menyiksa diri dengan melihat Sehun bermesraan dengan Hye In.
"sayang, kau yang beritahu"ucap Sehun menatap Hye In lembut, Hye In menggelengkan kepalanya dengan aegyonya "tidak, oppa yang beritahu, Luhan oppa kan temanmu"
Jantung Luhan berdetak kencang, terasa sangat sakit di setiap detakannya. Rasanya Luhan tau apa yang ingin mereka beritahukan. "Lu, kami akan menikah"ujar Sehun tegas.
Luhan terdiam mematung. Kata-kata itu berputar cepat dalam otaknya. Rasanya seperti baru saja di tusuk ribuan belati oleh Sehun sendiri, ribuan belati penuh racun yang menggerogoti tubuhnya. Luhan merasakan matanya memanas, "O-Oh be-benarkah?"lirih Luhan, suaranya bergetar. "Luhan oppa terkejutkan?" Hye In terkekeh senang.
Luhan mengangguk sambil menarik paksa dua sudut bibirnya untuk tersenyum "se-selamat, aku ikut senang hahaha"tawa Luhan canggung. Ia kemudian bangkit dari kursinya, hampir terjatuh karena kakinya terasa begitu lemas. "Lu, kau tidak apa-apa?"Tanya Sehun khawatir sambil memegangi tubuh Luhan. "kau tampak pucat, apa kau sakit?"lanjut Sehun.
Luhan tersenyum "tidak apa-apa, aku hanya sedikit pusing"
"apa mau kuantar ke rumah sakit Lu?"raut wajah Sehun tampak begitu khawatir.
"T-Tidak, aku hanya ingin ke toilet sebentar"Luhan melepaskan diri dari Sehun, lalu berjalan cepat menuju toilet, ia kemudian masuk ke salah satu bilik dan mendudukkan dirinya. Tubuhnya bergetar hebat, setetes air mata membasahi pipinya. Sedikit demi sedikit, isakan penuh kesakitan keluar dari bibir mungilnya. Ia terisak hebat, tangannya mencengkram dadanya yang terasa luar biasa sakit. "mengapa? Mengapa?"isak Luhan, mengapa terasa begitu sakit? Sekarang ia harus benar-benar melupakan Sehun, ia bahkan tidak boleh menyimpan pria itu di dalam hatinya. Cinta nya hanya akan mejadi belati dalam hidupnya, cinta itu hanya akan membunuhnya.
Di luar, Sehun Nampak terdiam dengan penuh kebingungan mendengar suara isakan Luhan. Bukankah Luhan senang dengan pernikahnnya? Mengapa tangisannya terdengar menyakitkan? Mengapa itu bukanlah tangis kebahagiaan. Sehun mencoba mengetuk pintu bilik, mencoba bertanya pada Luhan. Tetapi tak ada keberanian dalam dirinya untuk mengetuk pintu itu, dan bahkan suaranya pun seakan-akan hilang untuk meneriakkan nama Luhan. Setetes air mata jatuh membasahi pipi Sehun, mengapa Luhan menangis? Bukankah selama ini Ia bahagia? Ada apa dibalik raungannya itu?.
"maaf, apakah aku agak lama?"Tanya Luhan tersenyum manis.
"tidak Lu, Tidak apa."jawab Sehun tersenyum kaku.
"Luhan oppa apa kau habis mencuci wajahmu? Matamu tampak basah"Tanya Hye In
Luhan mengangguk dan tersenyum "ya, aku habis mencuci wajahku"
Hye In menggandeng tangan Sehun "anyway, Luhan oppa harus membantu Sehun oppa memilih tuxedonya nanti, aku dan temanku akan memilih gaun pernikahannya"Hye In tampak sangat bahagia.
Luhan tersenyum lirih dan mengangguk "heum, baiklah"
Luhan melangkah lemas menuju tempat tidurnya, wajahnya tampak sangat muram lantas menghempaskan dirinya diatas tempat tidurnya yang hangat. Ia menaikkan selimutnya dan membungkus dirinya berusaha menghangatkan diri. Langit yang diterangi cahaya bintang dan bulan malam itu tidak tampak indah sama sekali di matanya, karena suasana hatinya yang buruk, sangat buruk.
Rasa sesak kembali memenuhi dadanya, perasaannya cintanya akan Sehun membuncah, air mata membasahi wajahnya. Ia meraung dalam keheningan, suara tangisannya yang penuh akan kepiluan menghiasi gelapnya malam itu.
Sehun berdiri di depan pintu kamar Luhan terdiam, ia memilih ke rumah Luhan untuk memeriksa apakah Luhan baik-baik saja dan yang didapatinya adalah Luhan memang sedang tak baik-baik saja. Keinginan untuk memeluk Luhan ditahannya. Mengapa, mengapa Luhan menangis begitu pilu? Bukankah ini yang seharusnya?.
FlashBack
"jongin, ketika kau ingin menyatakan perasaanmu pada seseorang, apa yang biasanya kau lakukan?"Tanya Sehun tersenyum.
"hmmm, biasanya aku akan membeli Bunga lalu berlutut padanya"jawab Jongin sumringah.
"lalu apakah dia menerima perasaanmu?"Tanya Sehun lagi tampak antusias
"tentu saja, aku ini kan tampan" pletak, Sehun memukul kepala jongin dengan keras "hentikan narsisme mu itu Kim Jongin"
Saat Jongin mulai mengomel, Sehun mulai bergelung dengan pikirannya sendiri, membayangkan bagaimana ia akan menyatakan perasaannya pada Luhan nanti. Saat makan siang, ia telah meminta Luhan menemuinya di atap sekolah sepulang sekolah nanti, dan Luhan menyetujuinya. Sehun memilih membolos mata pelajaran terakhir untuk membeli bunga, dan mungkin bubble tea untuk mereka nikmati berdua nanti.
Bel pulang sekolah telah berbunyi, Sehun yang baru kembali dari luar dengan riangnya kembali ke sekolah, membawa sebuket bunga mawar dan bubble tea. Senyumnya sangat sumringah dan begitu manis, membayangkan nantinya ia bisa menjadi pacar Luhan membuat hatinya berbunga-bunga. Sementara Luhan yang tidak tahu apa-apa hanya menunggunya di atap sekolah, tak lama seseorang menghampiri Luhan, dengan senyumnya Luhan berbalik dan bermaksud akan memanggil Sehun "Seh-"
Tidak, dia bukanlah Sehun. Park Yeon Joo, salah satu gadis cantik disekolah yang terkenal karena mengejar-ngejar Luhan. Ia sudah berkali-kali menyatakan perasaannya, tetapi ditolak Luhan. Namun, nampaknya gadis itu tak menyerah.
"Luhan"Yeon Joo tersenyum manis. "kenapa kau disini? Pergilah"ujar Luhan berusaha mengusirnya dengan lembut.
"Luhan, kenapa masih disini? Ayo pulang bersama"ajak Yeon Joo, Luhan menggeleng "tidak mau" gadis itu merengut, tampak marah "Luhan, tidakkah kau menyukaiku juga? Aku sangat menyukaimu, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu, jadilah pacarku"
Luhan menghela napasnya, gadis ini benar-benar tidak punya harga diri "aku tidak bisa, yeon joo. Maafkan aku" Yeon Joo mendekati Luhan, "lalu apa setelah ini, kau masih akan tidak menyukaiku?" Gadis itu lantas menarik wajah Luhan dan mencium bibirnya. Ya, Sehun menyaksikan ciuman itu, hanya ciuman itu. Setetes air mata jatuh membasahi pipi Sehun, ia lantas berlari keluar Sekolah.
"benar, mengapa aku tidak pernah memikirkan hal ini. Luhan pastilah menyukai seorang wanita. Hanya karena dia tidak pernah terlihat bersama seorang wanita, bukan artinya ia tidak menyukai wanita. Oh Sehun kau bodoh"
Luhan mendorong gadis itu, "apa kau gila?! Sudah kubilang aku tidak menyukaimu!"bentak Luhan, itu pertama kalinya ia membentak seseorang, karena bibirnya hanya untuk seseorang, Sehun. Gadis itu tampak ketakutan melihat Luhan tampak begitu marah, lantas ia pergi. Pada akhirnya, Sehun tak datang pada Luhan hari itu meski Luhan menunggunya hingga larut malam, ia bahkan tak mengangkat ponselnya.
Flashback off
Sinar matahari menyinari wajah Luhan yang tertidur kelelahan karena terlalu banyak menangis. Luhan bangkit dari tidurnya, merasakan tubuhnya begitu lemas. Jika bisa ia ingin istirahat seharian ini, tapi dia harus menemani Sehun membeli tuxedo pernikahannya hari ini. Mengingat pernikahan Sehun kembali membuatnya meringis kesakitan, namun air matanya terlalu kering untuk menangis kembali. Ketika keluar kamar,ia dapat mendengar suara TV dari lantai bawah. Ia mengernyit bingung lantas turun menuju lantai bawah, dan menemukan Sehun yang sudah berpakaian rapi duduk di sofanya menonton TV. "Se-Sehun?"panggilnya.
Sehun menoleh "oh, sudah bangun? Aku sudah disini dari tadi dan kau belum bangun, jadi aku menunggumu sampai kau bangun"jawabnya, ya Sehun tahun password rumahnya. "o-oh begitu, memangnya ini jam berapa?" Luhan membelalakkan matanya ketika hari sudah menunjukkan jam sebelas siang. "astaga, aku tidur selama itu?!"kagetnya, Sehun terkikik"tampaknya kau sangat lelah, Lu"
"maaf membuatmu menunggu, aku akan pergi bersiap dulu"lanjut Luhan, "tidak apa-apa Lu, pelan-pelan saja tidak usah terburu-buru"
"heum, baiklah"
Luhan berdiri melihat sekelilingnya, banyak sekali pasangan yang sedang memilih tuxedo di toko itu, membuatnya kembali merasa sakit, andaikan saja memilih tuxedo hari ini adalah untuk pernikahannya dan Sehun, pasti akan terasa sangat menyenangkan. Sayangnya kata-kata 'andai saja' tidak akan pernah membuatnya jadi nyata.
"Lu, jangan hanya berdiri disitu. Kau pilihkan untukku"Sehun menarik tangan Luhan dan memintanya memilihkan tuxedo untuknya. "kenapa aku? Kau yang akan menikah"jawab Luhan.
"aku tidak bisa memilih dengan baik"kata Sehun tersenyum, Luhan menghela napasnya dan akhirnya menurut. Ia menatap tuxedo-tuxedo tersebut. Ada tuxedo yang sesuai dengan seleranya disana, ia hampir mengambilnya kalau saja ia tidak ingat yang akan menikahi Sehun adalah Hye In, bukan dirinya. Lantas ia mengambil tuxedo yang sesuai dengan selera Hye In. "yang ini"
"yang ini? Baiklah akun akan mencobanya"ujar Sehun berlari menuju Fitting Room. Luhan duduk di depan fitting room, menunggu Sehun yang sedang mencoba tuxedonya. Ada sedikit perasaan senang di dalam hatinya, seakan dirinya sedang menunggu Sehun, calon suaminya mencoba tuxedo. Tak lama tirai terbuka menampakkan Sehun dengan tuxedo yang pas dan cocok di tubuhnya, ia tampak sangat tampan dan mempesona, pakaian yang ia kenakan di tubuhnya selalu tampak cocok. "bagaimana?"Tanya Sehun tersenyum.
Luhan tersenyum lebar, dan bertepuk tangan "kau tampak sangat tampan, tak seperti biasanya"Luhan terkekeh. Sehun memiringkan kepalanya "jadi maksudnmu biasanya aku tampak jelek?" Luhan tertawa kecil dan mengangguk. Sehun berlari menghampiri Luhan dan menggelitiki tubuh Luhan, pria mungil itu tertawa senang "sehun hentikan"ujarnya sembari menggenggam tangan Sehun yang sedang berada di pinggangnya. Keduanya terdiam, posisi mereka saat ini begitu dekat untuk merasakan napas masing-masing. Sehun mendekatkan wajahnya, menatap bibir Luhan yang selalu mengundangnya. Luhan tersenyum lantas menghindari Sehun dengan memeluknya. Ia menepuk nepuk punggung Sehun "selamat atas pernikahamu, temanku"
Sehun menghela napasnya dan mengangguk "terima kasih, Luhan"
Hari ini akhirnya tiba, Luhan memakai jasnya yang berwarna Navy, tak lupa memakai dasinya agar tampak rapi. Ia menatap lirih dirinya di depan kaca, hari pernikahan Sehun tiba. Ia kembali menitikkan air matanya, setelah semalaman menangis hingga matanya sedikit bengkak. "kau akan baik-baik saja Luhan, tersenyumlah"ujarnya lalu menghapus air matanya dan tersenyum lebar. Luhan lalu pergi ke gedung pernikahan mengendarai mobilnya tak lupa membawa hadiah pernikahannya. Sesampainya disana, ia segera menuju ruangan mempelai wanita dan mendapati Hye In sedang duduk disana, tampak cantik dengan gaun pernikahannya. "Luhan oppa!"gadis itu tersenyum yang kemudian dibalas oleh Luhan.
"woah, kau tampak sangat cantik"ujarnya, Hye In tertawa kecil "terima kasih, aku sedikit gugup"katanya.
"tidak perlu gugup, aku yakin semuanya akan baik-baik saja" Luhan lalu memberikan sekotak hadiah "ini hadiah pernikahan dariku"ucapnya tersenyum.
"terima kasih oppa"
Luhan lalu menuju aula setelah berpamitan dengan Hye In, ia memilih berdiri jauh di pojok ruangan. Tak lama pernikahan pun dimulai, Sehun sudah berdiri di dekat pendeta, dan sang mempelai wanita tengah melangkah menujunya, diiringi sebuah lagu. Sehun tersenyum hangat, tampak sangat bahagia, dan semua orang memuji kecantikan wanita itu. Upacara dimulai, dan di akhir upacara, keduanya berciuman. Luhan hanya mampu menatap pilu, menahan tangisnya. Setelah upacara selesai, pesta pun dimulai dan Luhan memilih keluar, berada di dalam sungguh menyesakkan.
"eoh? Luhan sunbae" seorang gadis memanggil Luhan dan menghampirinya, Luhan menoleh dan mendapati hoobaenya ketika kuliah dulu, Kim Hyunji. "eoh Hyunji-ya, kenapa kau disini? Ahh apakah ada rekanmu yang menikah?"Tanya Luhan tersenyum.
"eum, temanku menikah. Apakah rekan sunbae juga menikah?" Tanya Hyunji balik, Luhan mengangguk lemas. "lalu kenapa sunbae tampak sedih? Ah…." Hyunji mendekatkan bibirnya ke telinga Luhan dan membisikkan sesuatu "apa kau menyukai perempuan yang sedang menikah itu?" Luhan tertawa kecil, tebakan Hyunji hampir benar. Sehun yang sedang mencari Luhan pun mendapati Luhan yang tengah berbincang dengan seorang gadis. "tak apa sunbae, orang yang dinikahi temanku pun juga orang yang aku sukai. Sayangnya hanya cinta bertepuk sebelah tangan"lanjut Hyunji.
"bukankah rasanya sakit?"Tanya Luhan lirih, Hyunji mengangguk "tentu saja, tapi aku telah melepaskannya, suatu hari mungkin aku akan mendapatkan pria yang lebih baik"Hyunji tersenyum lantas memeluk Luhan "semangatlah sunbae, aku harus pergi"ujarnya sembari melepaskan pelukannya.
Sehun yang melihat itu akhirnya memilih kembali ke dalam, "heum, kau juga semangat" lalu Hyunji pun pergi menuju aula pernikahan temannya. Luhan kembali menatap aula pernikahan Sehun, kakinya benar-benar tidak ingin kembali kesana, Sehun kini sudah resmi menjadi suami orang lain, dia tidak ingin menangis dan berakhir memeluk Sehun nantinya. Ia pun memilih pulang ke rumahnya.
Luhan mengendurkan dasinya dengan kasar, lalu menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Ia memejamkan mata sejenak, lagi-lagi wajah Sehun muncul dalam benaknya. Setetes air mata mengalir dari ekor matanya, diiringi suara hujan yang begitu lebat tiba-tiba turun. Suara petir berdentum dan itu sama sekali tak menakuti Luhan, ia terlalu sibuk dengan rasa dadanya yang sesak. Ia lalu bangkit dan mengambil sebuah amplop di atas nakas. Ia lalu membuka isi amplop tersebut dan menemukan sebuah tiket ke Inggris. Ya, dia telah memesan tiket itu jauh hari. Mungkin, hidup jauh dari Sehun akan membuat Luhan melupakannya nanti. Besok ia akan berangkat, dan tak ada keinginan untuk memberitahu Sehun. Ia hanya akan pergi diam-diam dan menghilang seperti angin.
Luhan terisak, air matanya mengalir semakin deras diiringi suara hujan yang semakin lebat dan angin berhembus kencang, ditambah petir yang semakin menjadi-jadi. Luhan lalu berlutut menghadap balkon kamarnya, suara isakannya berubah menjadi raungan "mengapa? Mengapa rasanya sesakit ini?"
"aku mencintaimu, tidakkah kau tau?" Luhan semakin terisak kencang, lantas memukul-mukul dadanya "ini rasanya sangat sakit, aku ingin memelukmu, menciummu, menggenggam tanganmu dan menatapmu, Sehun!"teriaknya.
Luhan lalu menundukkan kepalanya, disela-sela isakkannya ia berucap "andaikan…. Andaikan aku bisa memutar waktu aku akan membuatmu menjadi milikku Sehun, aku menyesali hari ini, aku menyesalinya, Sehun. Aku mencintaimu"isaknya, ia lalu terbaring lemas di atas lantainya yang terasa sangat dingin dan tertidur dalam keadaan menangis.
Sinar matahari kembali menyinari kamarnya, sinar yang begitu terang tampaknya tak mengganggu Luhan sama sekali, ia tertidur sangat pulas seakan bermimpi sangat panjang. "Lu, Luhan!"teriak seorang wanita memukul tubuh Luhan membuat pria itu terkejut dan otomatis bangun dari tidurnya.
"mengapa tidur di lantai? Kau akan terkena flu nanti"Tanya wanita itu lagi, Luhan berusaha memperjelas pandangannya dan menemukan seorang wanita di hadapannya, "i-ibu?" Luhan mengernyitkan keningnya, apa ibunya kembali dari China untuk memeriksa keadaannya? Ibunya telah pindah sejak Luhan mulai kuliah. "ibu, kau pulang? Kenapa tidak bilang?"
"ckckck"decak ibu Luhan lantas memukul kepala Luhan "pulang kemana? Memangnya aku pernah kemana?"
"ah! Ibu sakit"kesalnya, "oh! Ini jam berapa?!"teriak Luhan membelalakkan matanya, jam 12 nanti ia harus ke bandara. "sekarang baru sadar? Ini sudah jam 7, cepat mandi dan berangkat sekolah sebelum telat, Sehun sudah menunggu dibawah sedari tadi"omel ibunya.
"sekolah? Sekolah apanya? Aku ini sudah selesai kuliah bu, dan Sehun? Harusnya dia berada di Jeju untuk bulan madu sekarang"Luhan menatap ibunya bingung. Ibunya menggelengkan kepala, menatap anaknya seakan ia orang gila "bulan madu apanya? Memangnya Sehun sudah menikah apa? Dia baru 18 tahun Luhan, apa kau ini bermimpi huh?"
Luhan menggaruk kepalanya "18 tahun? Mimpi?"ucapnya pelan, "ibu ini tahun berapa?"tanyanya lagi.
"apakah kepalamu habis terbentur huh? Sekarang tahun 2008"jawab ibunya malas lalu pergi keluar kamar Luhan. Luhan yang Nampak masih tak percaya lalu bergegas turun ke lantai bawah menemukan Sehun tengah duduk menonton TV sambil makan snack dan ia juga memakai seragam sekolah mereka dulu. "Se-Sehun"panggilnya pelan, "Oh? Luhan kau sudah bangun? Cepatlah mandi atau kita akan terlambat"ujarnya santai. Luhan tiba-tiba menampar dirinya sendiri "ah sakit, sepertinya ini bukan mimpi"
"hey mengapa kau menyakiti diri sendiri?"Tanya Sehun menghampiri Luhan dan menatapnya khawatir. "kau tak apa?"lanjut Sehun, Luhan masih menatap Sehun dengan tatapan tak percaya, maksudnya Sehun masih disini! Sehun yang dulu disini, benarkah yang dia alami selama ini hanyalah mimpi? Jika iya mimpi itu sangatnya terasa nyata dan menyakitkan, sebuah mimpi yang panjang.
"abaikan dia Sehun, dia sepertinya habis bermimpi dan menjadi gila"celetuk ibu Luhan, sementara sang anak masih diam tak percaya. Hanya dua kemungkinan yang Luhan tau, yang kemarin itu mimpi atau yang sekarang lah yang mimpi.
Sehun mengerutkan kening "mimpi?"
Sehun terbahak-bahak memegangi perutnya sembari berjalan beriringan dengan Luhan menuju sekolah mereka "mimpi konyol macam apa itu?"
"tapi mimpi itu terasa sangat nyata dan panjang, di dalam mimpi itu kita benar-benar sudah dewasa dan kau menikah dengan seorang gadis"ujar Luhan masih bingung. Sehun tersenyum lalu menepuk bahu Luhan "aku disini Luhan, usiaku 18 tahun, aku masih muda dan tak ingin menikah"Sehun terkekeh lalu berjalan cepat "ayo cepat nanti kita terlambat"
Luhan yang masih bingung meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah sebuah mimpi, sebuah mimpi buruk. "ya, itu hanyalah mimpi, hanya sebuah mimpi buruk yang menyakitkan…aku rasa begitu"ujarnya ragu tiba-tiba Luhan merasakan setetes air jatuh membasahi wajahnya "eoh? Apa hujan?"ia mengulurkan tangannya dan membuka telapak tangannya untuk memeriksa hujan.
Tak ada hujan yang jatuh hanya secarik kertas berwarna putih, entah datang darimana. Luhan menatap keatas dan tak ada apa-apa disana, lalu darimana kertas itu datangnya. Ia membuka kertas itu sedikit ragu mendapati beberapa tulisan indah terukir disana "keinginan mu untuk memutar waktu kembali terkabul, jika kau bisa membuat orang yang kau cintai menjadi milikmu dalam kurun waktu dua minggu. Masa depan akan berubah selamanya"
Luhan terdiam menatap kertas itu, lantas teringat kata-katanya malam itu "andaikan…. Andaikan aku bisa memutar waktu aku akan membuatmu menjadi milikku Sehun, aku menyesali hari ini, aku menyesalinya, Sehun. Aku mencintaimu" entah bagaimana, keinginannya itu terkabul.
"Lu, apa yang kau lakukan? Kita akan terlambat" Luhan terperanjat mendapati Sehun berdiri di hadapannya, lalu kembali menatap tangannya, tiba-tiba kertas itu hilang begitu saja bak tertiup angin yang berhembus. "kau tak apa? Kau tampak pucat Lu"Sehun yang khawatir menghampiri Luhan dan menjamah keningnya. "Sehun"lirih Luhan, matanya berkaca-kaca menatap Sehun lantas memeluk Sehun dengan cepat dan terisak kencang.
"Luhan? Kau tak apa?"Sehun membalas pelukan Luhan. "sehun sehun sehun"isak Luhan memanggil nama Sehun
"terima kasih"
TBC
