Kyungsoo kehilangan uang setoran kuliahnya dan tersentak bingung saat seorang pemuda berkulit tan mengucapkan padanya "Kyungsoo, aku mencintaimu."
.
.
.
nyEmEh proudly present..
KAISOO | GS! | The chara(s) aren't mine, I just own the story
...
...
"LIPID"
...
...
"Shit!"
Ini umpatan kesekian yang terlontar dari mulut manis Kyungsoo. Rambut panjang gadis itu ia cepol tinggi-tinggi. Buliran air bercampur bakteri hinggap di hampir setiap jengkal kulit putihnya. Blus yang baru ia lunasi tadi pagi pun tak luput dari aliran keringatnya. Ibunya akan mengatainya danau buatan jika melihat pakaiannya seperti itu.
Di sekitar pohon besar.. sudah. Bawah bangku taman.. sudah. Di dekat tong sampah sampai ke dalam tongnya pun sudah.
"Astaga, ibu.."
Kyungsoo menyender pada pagar besi yang memisahkan jalan setapak taman itu dengan kumpulan bunga aster. Memejamkan matanya dalam, berusaha mengorek ingatannya dari limabelas menit yang lalu.
Matahari semakin terik padahal baru pukul 10. Karena bukan weekend jadi taman ini sedikit sepi. Dan hanya Kyungsoo yang berada di sekitar tanaman bunga ini.
Ia yakin, saat ia memasuki area taman ini, amplop putih yang dititipkan ibunya tadi pagi masih ada dalam tas punggung hitamnya. Dan saat Kyungsoo akan mengambil uang untuk membayar es krim yang dibelinya, ia menyadari amplop itu tidak ada di dalam tasnya lagi.
Ngomong-ngomong tentang ibu, ia lupa akan ditujukan ke mana amplop putih itu.
"Halo..ibu."
Terdengar suara batuk di seberang telpon sana.
"Emm.. aku ingin tanya, surat yang ibu berikan tadi malam, ibu ingin menyuruhku mengirimnya ke mana?"
"Surat?"
Kyungsoo menggaruk betisnya yang dibalut skinny jeans. "Ya.. surat dalam amplop putih itu."
"Astaga, nak. Kapan ibu mengatakan itu surat? Amplop itu berisi uang setoran kuliahmu semester ini. Kau lupa? Ah.. atau jangan-jangan kau tidak mendengar dengan baik penjelasan ibu tadi malam?! Sudah sering ibu katakan kalau orangtua—"
"Halo! Halo ibu! huh?! Apa? Aku tidak bisa mendengar suaramu. Halo?"
Klik
Kyungsoo memutuskan sambungan telepon dengan akting mainstreamnya.
Amplop itu berisi uang setoran kuliahmu semester ini.
Dan sekarang amplop itu hilang.
Otomatis uangnya juga hilang.
Kyungsoo memegang dadanya.
"Mati aku."
...
...
Rambut panjang yang tergerai dan acak-acakkan. Wajah dan bibir yang pucat. Mata sembab. Baju basah. Keadaan yang menggambarkan Kyungsoo saat ini.
Kelas ini hampir kosong. Kuliah berakhir beberapa menit yang lalu. Sedang Kyungsoo masih duduk lunglai di barisan terakhir.
Wanita itu menumpu wajah dengan kedua tangannya. Pandangannya kosong. Sedang mulutnya menganga lebar. Membuat beberapa mahasiswa yang masih di kelas itu jadi ilfil dibuatnya.
Kyungsoo mulai memikirkan beberapa cara. Pokoknya uang itu harus ketemu. Atau ia harus segera mendapat gantinya. Atau tidak ia akan di DO dari Universitas ini. Capek-capek masuk, baru semester 4 masa sudah keluar. Mungkin ia akan kerja part time. Em, tidak.. tidak. Jadwal kuliahnya ketat, belum lagi tugas yang harus ia kerjakan tiap harinya, belum lagi ia harus membantu ibunya di kafe.
PUK
Sebuah tangan melingkar di leher Kyungsoo. Dan dia tidak perlu berpikir untuk menebak siapa orang itu.
"Good morning, dear..", suara orang itu mendayu-dayu.
Kyungsoo tak bergeming. Tetap pada posisinya seperti tadi.
"Ada apa, sweetheart? Kenapa keadaanmu menyedihkan begini?"
Kyungsoo mendelik pada sosok di sampingnya, "diamlah, Baek!"
"Ayolah, Kyung. Sudah kubilang jangan memanggilku begitu. Itu terdengar seperti.. em, itu, hewan yang punya sayap tapi tidak bisa terbang. Dia memiliki selaput di kakinya yang mem—"
"Ck! Aku sedang tidak mood main tebak-tebakan denganmu. Kalau bukan Baekhyun lalu aku harus memanggilmu apa, huh?!"
Sosok yang dipanggil Baekhyun itu membuat angka V dengan jemarinya, "Oppa!"
Kyungsoo memutar malas bola matanya, lantas memandang Baekhyun dari ujung kaki sampai ujung rambut. Hari ini Baekhyun mengenakan converse merah putih, skinny jeans hitam, kaos putih dibalut jaket merah dengan lambang Manchester United di dada kirinya. Jangan lupakan rambut yang baru dipotong cepak itu.
"Jangan memandang seperti itu. Aku tahu aku tampan."
TAK
Beruntunglah buku jurnal Kyungsoo belum ia masukkan ke tas. Jadi ia bisa menggunakannya sepuas hati memukul kepala Baekhyun.
"Tidak punya jakun mau dipanggil Oppa?! Simpan saja mimpimu itu Byun Baekhyun."
Kali ini Baekhyun yang memutar malas bola matanya. "Ugh, kau tahu apa tujuanku begini, sayang."
Kyungsoo sebenarnya sudah gila selama berteman dengan Baekhyun. Tapi Baekhyun lebih gila. Dia itu putri semata wayang kerajaan. OK, Kyungsoo sedikit berlebihan. Tapi dia pernah berkunjung ke rumah Baekhyun dan itu memang seperti istana keluarga kerajaan. Ayahnya adalah satu dari sekian banyak caebol di negeri ini. Ibunya merupakan ketua dari organisasi yang anggotanya istri-istri konglomerat.
Dan Baekhyun...sekali lagi Kyungsoo tegaskan, adalah perempuan tergila di dunia ini. Kyungsoo tidak melebih-lebihkan soal itu.
Gadis itu berpenampilan layaknya laki-laki, em, ya bisa dibilang tomboy. Alasannya begitu kuno. Baekhyun ingin menemukan seseorang yang mencintai dia apa adanya.
"Sudah selesai melamunkan diriku, sayang?"
TAK
Kembali, buku jurnal Kyungsoo dengan manis menyapa dahi Baekhyun.
"AW! Aku ini mahasiswa kedokteran. Kalau dipukul terus nanti aku bisa bodoh."
"Aku juga mahasiswa kedokteran. Nanti aku yang akan mengoperasi kepalamu. Aku juga akan mengeluarkan virus gila dalam otakmu itu. Jadi tenang saja."
Baekhyun menarik pipi tembem Kyungsoo, "Kau begitu manis jika berbicara panjang begitu sayang"
Dan dengan cepat menghindar saat Kyungsoo mengancang-ancang buku jurnalnya lagi.
Dulu saat pertama kali kuliah. Kyungsoo sempat menyukai Baekhyun. Sampai suatu hari ia menemukan kartu tanda pengenal Baekhyun dari dompetnya yang tertinggal. Saat itu Kyungsoo begitu terkejut. Masalahnya bukan hanya dia yang suka dengan Baekhyun. Tapi ada puluhan mahasiswi dari luar jurusan yang juga menyukainya. Jangan tanya bagaimana mahasiswi di kelasnya. Kyungsoo sudah membeberkan rahasia itu ke teman-temannya.
Namun entah awalnya bagaimana, mereka berdua berteman akrab sampai sekarang. Lalu Kyungsoo menceritakan bahwa dulu ia sempat tertarik pada gadis gila itu. Makanya Baekhyun suka sekali memanggil Kyungsoo dengan sebutan sayang.
"Hei. Kau belum menjawab pertanyaanku tadi Kyung."
"Yang mana?"
"Ada apa, sweetheart? Kenapa keadaanmu menyedihkan begini?"
Selain teman akrab, Baekhyun juga teman curhat Kyungsoo. Mereka sering berbagi cerita.
Kalau Kyungsoo menceritakan masalahnya, besar kemungkinan Baekhyun akan membantunya. Tapi, Kyungsoo tidak ingin merepotkan Baekhyun lagi. Semester lalu saja, Baekhyun yang menambah kekurangan uang setorannya.
"Aku sedang patah hati," jawab Kyungsoo sekenanya.
"Memangnya kau punya kekasih sampai bisa sakit hati?"
"Ck! Memangnya harus punya kekasih baru boleh patah hati?"
Baekhyun terbahak-bahak. Kyungsoo berdiri, ingin keluar dari sana. 5 menit bersama Baekhyun setiap hari rasanya sudah cukup. Lebih dari itu ia akan ketularan virus gilanya Baekhyun. Tapi setidaknya Kyungsoo bersyukur, alasannya tadi bisa diterima otak gila Baekhyun.
"Mau kemana?", tanya Baekhyun setelah menyelesaikan tawanya.
"Menyembuhkan patah hatiku." Jawab Kyungsoo sembari merapikan penampilannya.
2 gadis berbeda style itu berjalan beriringan di lorong. Kebanyakan mereka melihat ke arah Baekhyun. Menatap memuja pada sosok yang mereka kenal sebagai pemuda terimut di kampus.
Beberapa juga memandang jijik, mereka yang sudah mengetahui jika Baekhyun itu perempuan—merasa risih melihat keduanya sering melakukan adegan-adegan yang tidak masuk akal. Belum lagi jika mereka mendengar Baekhyun memanggil Kyungsoo dengan sebutan sayang.
Tapi Kyungsoo dan Baekhyun acuh saja dengan hal tersebut. Toh, juga banyak yang mengerti jika keduanya hanya sebatas sahabat.
"Bagaimana dengan bubble tea Sehun ahjussi?"
Kyungsoo mengacungkan kepalan tangannya ke udara, "bisa tidak jangan ke sana."
"Hanya bubble tea buatan Sehun yang menurutku paling enak." Baekhyun mengedip pada Kyungsoo.
"Tapi, Baekhyun. Kau tahu kan."
Baekhyun tertawa, lagi. Lebih baik Kyungsoo mati kehausan daripada harus ke kedai Sehun. Pria tua dan kolot itu selalu saja merayunya. Dia malu sekali, terakhir ke sana pria itu seenaknya mencium pipi kanannya.
"Daripada Sehun yang tua dan kolot lebih baik Sehun dari fakultas ekonomi itu," Kyungsoo menunjuk seseorang yang tengah berdiri di samping air mancur.
Baekhyun mengikuti arah pandang sahabatnya, "kau menyukainya?"
"Siapa sih yang tidak akan suka?"
"Aku tidak."
Kyungsoo beralih ke Baekhyun yang sekarang mengorek hidungnya dengan... ibu jari. Astaga Baekhyun.
"Kau bilang suka pria tinggi."
"Iya, tapi tidak yang bermata sipit dan bibir tipis begitu. Apalagi Sehun itu pendiam dan dingin. Aku lebih suka yang tinggi, berbibir tebal dan bermata besar.. sepertimu."
"Jangan mulai, Baek. Aku tidak tinggi."
"Oh, bagiku kau sudah tinggi karena hampir menyamaiku."
"Dasar gila. Tapi, darimana kau tahu Sehun itu dingin?"
Baekhyun terdiam. Kyungsoo memicingkan matanya. Sedang gadis tomboy itu membuat ekspresi seperti bertanya 'Apa?'
"Ceritakan~"
"Aku menolak."
"Ayolah, sayang~ ceritakan~" Kyungsoo merayu sambil mengayun-ayun tangannya.
Oke, ini tidak baik untuk Baekhyun. Dengan gesit gadis itu berbalik dan berlari.
Namun Kyungsoo tidak lengah. Ia segera menyusul Baekhyun.
"Baekki~"
Baekhyun bergidik, bisa runyam nanti urusannya jika Kyungsoo tahu. Dengan kekuatan bisonnya, gadis tomboy itu berlari sekuat tenaga.
Dan adegan kejar-kejaran itu berakhir ketika Baekhyun sampai ke mobilnya dan langsung tancap gas.
...
"Aku pulang.."
Kyungsoo melepas sepatu flatnya dan menggantinya dengan sendal rumah. Kakinya lelah sekali, rasa sakitnya menular ke seluruh tubuhnya. Sepertinya dia harus rajin olahraga supaya bisa mengejar orang gila macam Baekhyun.
Sejenak, ia berdiri sambil memandang sofa berwarna peach di ruang tamu itu. Waktu ia menginjak sekolah dasar, biasanya ada sang ibu yang duduk santai sambil membaca majalah, lalu menyambutnya ketika pulang sekolah. Dan pada sore hari, mereka akan duduk di sana sambil bercerita banyak hal sembari menunggu sang ayah pulang tepat sebelum makan malam.
Gadis itu tersenyum sendu. Saat ia menginjak usia remaja, sehari setelah kelulusan sekolah menengah pertama. Kebiasaan itu sudah hilang untuk selama-lamanya.
Kyungsoo membuang napas kasar, "oke, setelah mengetik laporan, bantu ibu di kafe." Bisiknya pada diri sendiri.
...
Bangunan itu bercat ungu muda, di kelilingi rumput dan pot kecil berbagai tanaman. Di kaca depan bertuliskan Kyung cafe & resto. Walaupun sederhana, hampir tiap hari tempat itu selalu ramai.
Aroma khas kafein menusuk hidung Kyungsoo saat membuka pintu kaca itu. Matanya langsung menjelajah ke sana kemari. Sekitar 10 meja bundar terjejer acak di dalam sana. Dinding semennya tercat hijau muda. Menurut ibunya, hijau adalah warna semua orang. Siapapun yang melihat pasti akan suka.
"Ibu mana?" cegat Kyungsoo pada salah satu pelayan di sana.
"Oh, di ruangan beliau. Sedang ada tamu."
Kyungsoo mengangguk paham dan pelayan itu kembali melanjutkan pekerjaannya. Gadis berbalut kaos pororo itu masuk ke arah dapur. Bau kuah dan tumisan menyapa hidung bangirnya.
"Selamat sore, nona," sapa seorang chef kepada Kyungsoo.
"Selamat sore juga, Paman Chan."
Chan telah lama bekerja di sini. Jadi dia sudah sangat akrab dengan Kyungsoo. Dulu ibu Kyungsoo adalah chef merangkap barista. Lambat laun tempat ini semakin ramai. Maka ibu Kyungsoo memperluas tempat ini dan menambah pegawai. Sekarang ada 8 pegawai, 2 chef, 3 waiters, 2 cleaning service, dan 1 barista.
"Pria dari mana lagi yang dibawa Nyonya Yoon. Hampir tiap bulan dia berganti-ganti pasangan."
Kyungsoo mempertajam pendengarannya. Di pojok sebelah kanan, 2 cleaning service tengah mencuci piring.
"Menurutku mereka tidak ada hubungan apa-apa selain rekan kerja. Kalau tidak salah dengar, Nyonya ingin membuka cabang lagi. Jadi bisa saja pria-pria itu adalah investor."
"Ya, bisa saja, bukan. Tahu, kan anaknya Kyungsoo. Dia kuliah fakultas kesehatan."
"Lalu?"
"Biayanya mahal sekali. Jika kupikir-pikir, keuntungan dari restoran ini belum cukup untuk biaya kuliah di sana. Belum lagi nyonya harus menggaji kita."
"Kalau tidak salah, Kyungsoo itu dapat beasiswa."
"Tapi biaya buku dan praktek tetap pakai uang, kan?"
Kyungsoo menggertakkan giginya. Yang bermulut besar itu, Hyerim namanya. Wanita itu baru bekerja 2 bulan di sini. Yang satunya lagi, duh, Kyungsoo tidak ingat. Dia jarang ke sini karena hanya bekerja part time.
Daripada mendengarkan ocehan tidak jelas itu, Kyungsoo memilih beranjak ke ruangan di lantai atas. Lebih baik ia jujur pada ibunya. "Oke, apapun omelan ibu akan kuterima," lirihnya.
Kelima jemari Kyungsoo sudah menyentuh kenop pintu. Kemudian memutarnya dengan hati-hati, dan mendorong benda kayu itu setelahnya.
"Ibu, aku ingin—"
Napas Kyungsoo tercekat saat mendongakkan kepalanya. Pria berjas hitam duduk di sebuah sofa dengan seorang wanita berbaju rumahan. Tapi bukan itu yang membuat jantungnya serasa berhenti.
"Kyungsoo.. i—ini tidak seperti yang kau pikirkan," ucap si wanita sambil mendorong dada pria di hadapannya.
Kyungsoo menggeram. Tidak seperti apa? Bagaimana pikiran seseorang ketika melihat seorang pria menangkup pipi seorang wanita, saling bertatapan seolah mengucapkan sesuatu yang dalam, dan lebih, posisi mereka yang begitu dekat.
"Siapa yang berbohong? Ayah? Atau ibu?" lirih Kyungsoo dan menggigit bibir setelahnya.
Wanita itu, ibunya—bangkit dari duduknya dan menghampiri anak gadis semata wayangnya. "Ibu bisa menjelaskannya, sayang," ucapnya lalu meraih tangan Kyungsoo.
Namun Kyungsoo dengan segera menepisnya.
"Kyungsoo.." wanita kepala empat itu juga menggigit bibirnya. Membiarkan anaknya berpaling dan berlari keluar dari tempat itu.
"Maaf, Sae.. ini salahku," ucap suara baritone di belakangnya.
...
Kyungsoo tidak tahu kenapa, tapi rasanya sakit sekali. Di dadanya.. rasanya sesak. Jangan-jangan dia ketulahan karena berbohong pada Baekhyun, karena sekarang dia benar-benar patah hati.
Kyungsoo tidak melarang ibunya jika ingin menikah lagi. Tapi, setiap melihat ibunya dekat dengan pria lain, dia merasa sakit hati. Ingatan tentang bagaimana bahagianya dulu ibu bersama ayahnya, membuatnya jadi sedih begini.
Dia juga masih trauma, masih merasakan sakit saat sang kepala keluarga itu meninggalkannya dulu.
"Hyerim, kau benar. Ngomong-ngomong, aku akan memberimu hadiah."
Gadis itu menyelinap kembali ke dalam dapur. Lalu menuju ke rak sepatu di dekat pintu belakang. Kalau tidak salah, sepatu sporty bergaris tiga di rak atas adalah milik Hyerim, Kyungsoo baru melihatnya beberapa minggu ini. Ia pun membawanya keluar.
"Maaf ya Hyerim, hanya bagian depannya saja." Bisik gadis itu sambil terus mencelupkan sepatu Hyerim ke air selokan.
...
Langit biru menjelma jingga. Puluhan burung camar gembira terbang di atasnya. Mengikuti arus angin yang begitu tenang sore ini.
"Kim, kau mau es krim?"
Angin menyalurkan suara bass di dalam sebuah mobil sedan elegan. Asap nikotin keluar setelah pemilik suara itu menurunkan kaca mobil.
"Apa itu membuatmu bisa menemukan istriku?"
Suara lain menyahut. Ia duduk di samping kemudi dengan memajang mata sayunya.
Pria yang memegang kemudi berdecak sebal. Tanpa persetujuan temannya, ia keluar dari mobil itu. Bayangan panjang terbentuk setelah kakinya menginjak tanah. Dan sang bayangan melangkah pergi mengikuti titah tuannya.
"Kyungsoo.. kau di mana?" lirih si mata sayu.
Pria itu mengepalkan tangannya. Kepalanya sudah berputar-putar sejak tadi. Dan dengan kekuatan penuh, ia meninju kaca bening di sampingnya.
"Kyungsoo.."
Pria itu terkejut. Kira-kira jaraknya ada 50 meter. Ia melihat seorang wanita duduk di bangku panjang taman itu. Rambutnya panjang tergerai dengan poni menyamping. Kaos bergambar tokoh kartun pinguin, Pororo—kalau ia tidak salah. Dengan kaki yang dibungkus celana training.
Tidak salah lagi, itu..
"Kyungsoo!"
...
Kyungsoo menghapus air matanya. Dia pergi ke taman, tempat uangnya hilang. Dan merutuki kebodohannya karena pergi ke sini.
Ah, Kyungsoo benar-benar kacau sekarang. Ikat rambutnya putus lagi, dia benci menggerai rambut seperti ini. Dan juga, kaosnya sempat terciprat air selokan.
Gadis itu mengambil ponselnya. Dia akan menghubungi Baekhyun.
"Nomor yang Anda tuju sedang sibuk"
Kyungsoo menggeram frustasi. Sekarang adalah jam-jamnya Baekhyun sibuk dengan para penggemarnya.
"Ya, Tuhan... berikan aku seorang kekasih."
Kyungsoo berdo'a konyol sekarang.
"Kyungsoo!"
Gadis bermata bulat itu mendongak. Menengok ke kanan kiri mencari sumber suara. Dan menemukan sosok pria berkemeja abu-abu yang tengah berlari kecil ke arahnya.
Pria itu tersenyum lebar. Kyungsoo bisa melihat matanya yang berbinar.
Mata Kyungsoo terpaku pada mata itu. Ada sesuatu yang berdesir saat detik demi detik kaki jenjang pria itu mendekat. Kyungsoo mengedip beberapa kali. Kini pria itu hanya berjarak 5 meter darinya.
4 meter..
3 meter..
Kyungsoo mengira-ngira
2... 1...
HOP
Mata Kyungsoo membulat sempurna. Dia yakin Baekhyun akan berteriak ketakutan jika melihat matanya yang ingin keluar seperti ini.
Pria itu langsung memeluknya! Sangat kencang!
Kyungsoo yang berhenti bernapas karena terkejut, tambah sulit bernapas. Pria yang tidak dikenalinya itu membisikkan sesuatu di telinganya.
"Kyungsoo, aku mencintaimu."
.
.
.
.
.
.
.
.
Next..
OR
Delete?
.—.
Pasintik, 15 Januari 2017
nyE~
