Pahit
Hetalia ⓒ Hidekaz Himaruya
Tidak mengambil keuntungan apa- apa dalam membaut cerita ini, hanya kesenangan saja saat menulisnya.
Warning: AU, OOC meskipun sudah kuusahakan IC , Typo , Human Name! dll.
Chara : Belarus : Natalia Arlovskaya
Russia : Ivan Braginsky
Summary: Natalia merasa hidupnya begitu pahit, sepahit kopi didalam cangkir yang ia pegang.
.
.
.
.
.
.
Angin yang bergerak perlahan, pelan namun sejuk. Matahari mulai terbenam, langit mulai gelap, namun Natalia tidak peduli. Ia tetap memegang cangkir kopinya, diam tanpa kata. Kopinya masih tersisa, sedikit banyak. Uap kopi tak lagi mengepul diudara, kopinya telah mendingin, namun Natalia tetap diam tak bergerming, sidikit pun tidak. Ia tak mati, hanya diam. Nafasnya masih berhembus, meski perlahan. Gadis bersurai platina itu terdiam , pilihan terbaiknya untuk saat ini, angin tak ia pedulikan, meski mengajak menari dengan badan.
Kata orang mata adalah jendela hati, namun bagaimana bila itu mata Natalia, kosong. Tatapan mata tanpa cahaya, terasa hampa, mungkin hatinya juga.
Selembar kertas putih masih berada dihadapannya, hanya selembar yang membuat hatinya berdebar tak karuan. Gadis berdarah slavia itu mulai ragu antara buka atau tinggal. Sambil sedikit meminum kopinya perlahan. Kertas itu ia buka perlahan, itu undangan. Gadis bersurai platina itu menggenggam kertas tersebut dengan sedikit kuat, kecewa, marah , semua jadi satu. Natalia tak berdaya membaca lebih dari tiga kata, bukannya ia tak bisa, hanya tak sanggup dan juga tak siap saja. Hanya selembar kertas putih dengan goresan tinta apik. Kertas tersebut ia taruh kembali perlahan. Natalia mulai bangkit , berajak pergi. Kopi masih digenggamannya, balkon kamar tujuannya, ia hendak menenangkan dirinya. Tatapannya mulai menengadah keudara, manatap gumpalan awan, tidak biru maupun orange namun tampak kelabu. Kopinya tinggal setengah, kopi pahit tanpa gula. Kopi yang telah menceminkan kehidupannya yang begitu pahit untuk dirasa, bahkan lebih pahit ia rasa, tapi siapa yang peduli. Besok adalah hari yang begitu besar baginya, karena ia harus datang dipernikahan seseorang yang ia cinta, Ivan kakak kandungnya.
"Pahit" bisik Natalia yang begitu pelan , nyaris tak terdengar. Natalia mulai mencengkram dadanya, tak ada luka disana, namun rasa sakitnya begitu ia rasa. Rasa ini begitu pahit untuknya, tanpa sadar ia terisak perlahan, pelan.
Natalai mulai menatap kembali cangkir yang ia pegang. Apakah jika ia tak datang, kakaknya akan mencarinya, batin Natalia. Mungkin saja tidak , kakaknya tak akan peduli. Natalia tetap memandangi kopi miliknya yang tersisa setengah.
Natalia tak menyadari bahwa dibelakang punggungnya, tengah ada seorang pemuda yang memandangnya dengan tatapan mata yang tak terbaca. Ia tak bisa menghampiri Natalia, ia tahu gadis itu tengah terluka, dan itu bukan sepenuhnya salahnya.
.
.
.
.
.
The And
