Draco memang akan selalu begitu. Merayap dalam bayang gelap malam, dan akan selalu lenyap bersama dengan datangnya pagi.
.
.
.
Gone
.
(c)ulilolala
Harry Potter (c) J. K. Rowling
.
Draco Malfoy x Harry Potter
.
.
.
Harry selalu tahu, Draco itu manusia bermuka dua. Bahwa dia adalah seorang ditaktor sok yang bersikap berkuasa, padahal tidak lebih dari orang rapuh yang perlu ditopang terus menerus, Harry tahu itu. Kadang Harry membencinya, tentu saja. Dengan semua arogansi dan semua sikap yang membuatnya muak, Harry sangat membencinya.
Tetapi, sulit dikatakan, jika Draco itu indah—tidak, Harry hanya sulit menjelaskan bagaimana Draco.
Draco kerap kali terlihat seperti konstelasi bintang Orion yang berpijar, indah namun membingungkan—atau terlihat misterius penuh rahasia, sama kelamnya dengan kastil tua. Sekali lagi, Harry hanya sulit mengungkapkan bagaimana Draco itu.
Dalam hari-hari yang sangat biasa, Draco bisa saja mengajak Harry jalan-jalan—tapi si bodoh itu tidak melakukannya, beralasan jika dia sibuk atau apalah. Padahal, Harry tahu—itu hanya bentuk lain dari sifat arogannya. Tapi, Draco tidak pernah menolak jika Harry memintanya menemani pergi ke dunia muggle. Lucu memang.
Dan kemudian, ketika petang datang, Draco akan mengangguk sekali pada Harry, berbelok ke gang sempit dekat Picadilly—dan Harry hanya akan melihat bayangnya sekilas, sebelum hari berganti menjadi malam.
Ketika Harry sampai di flatnya, dia hanya akan menemukan bungkusan di dekat perapian, yang isinya sekedar coklat, kue, bubuk kopi, teh kering—atau bahkan burger McDonnald, salah satu bentuk keisengan—dan kepedulian Draco. Harry terkekeh.
Malam tiba. Biasanya, Harry tertidur tak sengaja di sofa, dengan televisi menyala menyanyikan jingle iklan soda. Lalu, sekitar pukul satu Draco akan melumat bibirnya—membuat Harry terbangun dan tertawa, dan menggendongnya ke kamar.
Setelah itu, Harry akan membiarkan Draco menguasai tubuhnya selama jam-jam kosong menuju matahari datang di pukul empat. Ketika alarm berbunyi, Harry sudah tertidur pulas dengan selimut tebal menyelimuti tubuh Harry dengan sempurna.
Saat dia terbangun sekitar pukul tujuh pagi, flat kosong dan dingin tanpa Draco, meskipun perapian menyala penuh. Tetapi Harry hanya pergi menuju kamar mandi dan bersiap-siap untuk kerja. Harry tidak mengapa sesungguhnya—karena dia sudah biasa dengan kasur putih gading yang kosong dengan bau tubuh Draco—yang jujur saja membuat Harry nyaman.
Sekali lagi, Draco memang akan selalu begitu. Merayap dalam bayang gelap malam, dan akan selalu lenyap bersama dengan datangnya pagi. Kembali menuju Astoria dan Scorpius, meninggalkan Harry yang membereskan flat sekedarnya. Tetapi meskipun demikian, Harry mencintainya—dan selalu membencinya, berharap bahwa akan ada suatu masa dimana Draco akan selalu menemaninya di saat pagi datang. Selalu.
FIN
a/n: Silahkan bunuh ulil jika anda sekalian berminat, ulil sungguh tidak keberatan, mengingat sebentar lagi bagi rapot dan selama semester ini ulil langganan remedial.
Oia, sekedar info hape ulil rusak, dan ulil males beli modem—jadi bagi yang menanyakan kemana ulil selama ini, ulil lumutan tanpa hape dan LINE. Tapi ulil masih on ig dan pm.
Eniwei, ulil lagi demen bikin fic beginian, jadi maklumin aja tulisan ulil suram semua. ulil setia menunggu review *ditabok* babai *
