I Don't Love You

Terinspirasi dari lagu Urban Zakapa – I don't love you. Bisa dibaca sambil dengerin lagunya biar lebih greget :)

Happy reading!

.

.

"Aku tidak mencintaimu."

Setelah diliputi keheningan yang panjang, kalimat itu akhirnya meluncur keluar dari celah bibir Mingyu. Begitu lugas, begitu lihai seperti telah dilatih selama bertahun-tahun. Sampai-sampai perasaan menyesal tidak terlihat ikut menyertai.

Wonwoo, untuk satu dua detik, lupa bagaimana caranya bernapas. Oksigen seakan bukan segalanya yang dapat terus membuatnya hidup. Melainkan, kata cinta dari pemuda di hadapannya.

Beruntung sore itu ia memesan secangkir kopi hitam, yang aroma pekatnya memaksa masuk untuk dihirup.

"Kau pasti telah mengetahuinya sejak awal."

Seakan kalimat pertama belum cukup, Mingyu menambahkan kalimat kedua. Seperti ditaburkan garam pada luka yang menganga, Wonwoo kini lupa caranya merasakan. Dentuman di balik dadanya memperparah segalanya. Wonwoo pikir ia akan mati karena serangan jantung.

Atau mati karena mengetahui pemuda yang selalu ia berikan cinta, tidak pernah memberikan hal yang sama.

Wonwoo mulai memutar kenangan. Sejak awal, tadi sependengaran telinganya.

"Oh…"

Bisikan kecil akhirnya ikut lolos. Lebih kepada rintihan yang menyedihkan.

Semua kebingungan kini menjadi terasa wajar.

Pantas saja. Pantas saja, pemuda itu tidak pernah menutup matanya ketika sedang berciuman. Saat turun hujan, tidak pernah meminjamkan mantel ketika ia telah memeluk, mengusap-ngusap diri menandakan sedang kedinginan. Saat dibuatkan masakan, tidak pernah memberikan komentar ketimbang meminta tolong diambilkan nasi. Tidak pernah memuji. Tidak pernah tersenyum. Tidak pernah berkata… aku mencintaimu.

"O-oh…"

Bisikan kecil yang kedua. Kali ini tersendat akibat isakan yang tertahan.

Berikutnya sebulir air ikut meluncur turun membasahi pipi. Dua, tiga. Meluncur sesukanya tanpa bisa berhenti. Wonwoo menutup mulut. Menjaga dirinya untuk tidak terlihat terlalu menyedihkan dengan air mata dan isakan keras.

"Setelah melihatmu menangis pun hatiku tidak terasa sakit."

Wonwoo menatap pemuda di hadapannya dengan mata yang memerah.

Tidak bisakah pemuda itu berhenti bicara? Tidak tahukah ia, kalimat-kalimatnya terasa seperti belati yang menusuk, jauh ke dalam jantung hati Wonwoo yang rapuh?

Wonwoo sudah mengerti semuanya. Ia sudah benar-benar paham.

Kini, biarkan ia menyesali kebodohannya yang selalu berpura-pura tidak melihat keragu-raguan kekasihnya. Selalu berharap pemuda penuh dusta itu bersungguh-sungguh padanya. Selalu menunggu satu kalimat yang mungkin sengaja disimpannya agar terasa lebih bermakna. Aku mencintaimu.

Nyatanya kalimat itu tidak akan pernah dapat ia dengar.

Saat itu salju pertama turun menemani sepasang kekasih yang sedang berada di ambang batas perpisahan. Wonwoo berharap pada kepingan salju yang berpendar, untuk tidak membiarkannya menikmati salju di tahun esok dalam kenangan buruk memilukan. Ia ingin menikmati salju dalam balutan senyum kebahagiaan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Seperti saat ia mengenang salju sebagai kebahagiaan kali pertamanya bersama Mingyu. Sebuah ajakan kencan pertama yang tidak akan pernah ia lupakan.

Entah sudah berapa lama Wonwoo meratapi diri, dan kini Mingyu telah berdiri dari kursinya.

"Maaf, karena tidak merasa bersalah ataupun meminta maaf. Cari saja kebahagianmu yang lain, karena itu bukan aku. Bukan ada pada diriku."

Mingyu pergi. Pergi meninggalkan setangah cangkir black mocca dan sepotong croissant yang masih utuh. Serta, sebuah bekas luka di hati Wonwoo.

Dan, jejak air mata.

Dan…

… dan, sebuah kenangan memilukan bersama salju.

-End-

Review juseyooo :3