[ January 02, 2017, 5:15:29 PM ]
Cigarette Lighter
HunSoo
Sehun - Kyungsoo
Slight; ChanBaek [Chanyeol - Baekhyun]
Lien
.
.().
.
ATTENTION!
"YANG TIDAK SUKA/TIDAK BISA MENIKMATI FF CRACK COUPLE, JANGAN MEMAKSA UNTUK MEMBACA, NANTI SAKIT HATI MALAH DEMO KE SAYA :D"
.
.
Ch1. TRADE
Di dalam waktu yang disebut masa lalu;
Seorang gadis cantik berambut pirang panjang dengan tubuh mungil memiliki mata bulat polos, tertawa mendengar lelucon yang diceritakan kekasihnya. Sembari berpegangan tangan, keduanya berjalan pulang dari sekolah. Sesekali si pemuda melepaskan genggamannya lalu berpura-pura berlari, kemudian si gadis pirang mengejarnya dan keduanya tertawa.
"Tunggu sebentar, Alice." Ujar si pemuda pada gadis pirang bernama Alice.
Pemuda berkulit pucat berlari ke sebuah toko yang baru saja dilewatinya, lantas berdiri di depan etalase kaca sembari memandang sebuah benda perak di dalam sana.
"Kau menyukai pemantik?" Tanya Alice selagi ikut memandangi pemantik perak memiliki ukiran salib berhias berlian putih.
"Pamanku mengoleksi pemantik, dan yang satu ini berasal dari 1932." Ujarnya antusias.
"Kau bahkan mengetahui tahunnya?" Alice tampak takjup menatap si pemuda.
Tawa mengalun melihat reaksi gadis polosnya. "Kau lihat lisensi yang tertulis di bawah pemantik itu?" Tunjuk si pemuda.
"Ah." Seru Alice mengerti. Kemudian keduanya kembali tertawa.
"Aku bisa membelikannya untukmu." Ujar Alice.
"Jangan konyol, harga pemantik itu sebanding dengan harga sebuah gedung bertingkat." Tukas si pemuda sembari menarik tangan Alice dan membawanya pergi dari toko.
"Ayahku bisa membelikannya untukku lalu aku bisa memberikannya untukm—"
Alice terdiam ketika si pemuda mencium bibirnya.
"Jangan macam-macam, mengerti?" Tegur si pemuda dengan ekspresi serius.
Alice terkekeh, lalu menarik tangan si pemuda untuk berlari bersamanya.
Ia berlari sekuat tenaga, melewati koridor, menuruni tangga, dan melewati lapangan luas. "Di mana Alice?" Tanyanya pada seorang gadis berambut hitam pendek.
"Dia sudah di ruang kesehat—."
Tak peduli untuk mendengarkan jawaban lengkap teman Alice, ia segera berlari menuju ruang kesehatan, keringat membasahi tubuh dan rambutnya, ia bahkan tak peduli pada lututnya yang terasa nyeri ketika menaiki tangga.
Alice berbaring di sana dengan mata terpejam, ia mendekat lalu meraih tangan si gadis mungil. "Kau baik-baik saja?" Tanyanya begitu melihat Alice membuka mata.
Alice mengangguk, "Aku hanya sedang pusing, sebentar lagi Ibu akan menjemputku dan membawaku ke rumah sakit." Senyum tipis terukir di bibir pucat gadis pirang, "Kau mengikuti lomba lari, huh?" Candanya.
"Diam kau gadis nakal." Balasnya. Meski mengumpat, tetapi ia menunduk dan memeluk Alice. "Kau membuatku takut." Ujarnya.
.
..()..
.
Ia tertegun. Berdiri bak patung hias. Satu jam lalu ia bergegas ke rumah Alice setelah sebelumnya berjanji untuk menjenguknya setelah Alice kembali dari rumah sakit. Begitu pintu gerbang rumah dibuka, Alice berlari padanya dan memeluknya erat. Kemudian berbisik;
"Aku hamil."
Ia terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa. Bahkan berpikir bahwa ia salah dengar. Namun Alice yang kembali membisikkan kalimat yang sama, ia merasa seperti didorong dari tebing dan jatuh dengan kepala mengenai batu.
"A-Alice," Ia melepaskan pelukan gadis mungil itu, sembari memegang lengan kurus Alice ia bertanya, "Apa yang kau katakan?" Tanyanya seakan ia berharap mendengar kalimat berbeda kali ini.
"Aku mengandung anakmu. Kau dengar? Aku hamil!" Ujar Alice antusias dengan wajah berseri-seri.
Matanya melotot, seolah ia tak henti merasa terkejut. "Kau— kau yakin?"
Alice mengangguk cepat, senyum cerah mencerminkan kebahagiaannya.
"Tapi, Alice, kita masih… enam belas tahun." Ujarnya terbata dengan tangan sedikit gemetar.
"Lalu?" Gadis itu bertanya dengan mata bulatnya yang polos menunjukkan kebingungannya.
"Bukankah terlalu dini untuk kita merawat anak?" Ia tersenyum, senyum kaku yang tak bisa ia sembunyikan.
Alice terdiam. Senyumnya menghilang. Matanya menatap tajam.
"Alice, kita masih remaja, kita—"
"Kau ingin membunuhnya?" Sergah Alice, "Kau, Ibu, Ayah, mengapa kalian mengatakan hal yang sama?!" Tuntut Alice kini frustrasi. "Aku tidak akan membuangnya."
"Alice," Ia berusaha menenangkan, meraih tangan Alice namun ditepisnya.
"Aku tidak akan membunuhnya."
"Alice, dengarkan,"
"Aku tidak akan menyakitinya!" Teriak Alice histeris.
"Aku tidak menginginkannya, Alice!" Alice terdiam, air mata jatuh begitu saja di pipi meronanya, menatap tak percaya pada pemuda yang dicintainya. "Aku tidak menginginkannya." Ucap pemuda itu menegaskan. "Aku tidak bisa." Gumamnya kemudian. Dan tanpa menatap Alice, ia berbalik dan berlari meninggalkan Alice yang memanggil-manggil namanya.
.
..()..
.
Sebagaimana seorang remaja yang memiliki sifat pengecut, ia melarikan diri. Ia pindah sekolah dan bahkan tinggal di tempat terpencil. Ayah dan kakaknya menyampaikan permohonan orang tua Alice agar ia mau menemuinya. Tapi, keras kepala, pengecut, penakut. Ia takut pada keinginan Alice. Meski mencintai gadis itu, ia tetap tidak berani menghadapi kenyataan. Ia tidak berani terikat. Ia tidak berani menjadi pria yang menanggung hidup Alice, terlebih jika di sana juga ada seorang anak. Ia masih mempunyai mimpi dan keinginan.
Lalu lima bulan kemudian; kakak laki-lakinya menjemputnya, dengan membawa kabar bahwa Alice telah meninggal, dengan urat nadi yang sengaja dipotong. Ia berlari ke gereja tempat upacara pemakaman Alice, namun langsung disambut oleh pukulan Ayah Alice, ia merasakan hantaman kayu di kepalanya, dan tendangan kaki di sekujur tubuhnya, hingga ia bisa mencium bau anyir dari darahnya sendiri. Di antara matanya yang tertutup darah yang mengalir dari kepala, ia melihat gadis mungil itu terbaring di dalam tempat peristirahatannya, terbalut gaun putih yang indah, menutup mata dalam wajah damainya. Air mata mengalir dalam diam ketika ia menyadari perut yang tertutup tangan Alice yang bersedekap, telah besar membuncit. Saat itu ia tahu, penyesalan tak akan bisa membayar kesalahannya.
Ketika ia terbaring di rumah sakit seperti mayat hidup, Ibu Alice mendatanginya, lalu memberikan sebuah pemantik perak yang dikatakan digenggam Alice ketika menjemput tidur panjangnya, pemantik yang juga dikatakan ingin Alice hadiahkan padanya ketika ia menjadi seorang Ayah nantinya. Wanita paruh baya itu juga mengatakan bahwa Alice menunggu dirinya, gadis itu percaya bahwa ia akan kembali, namun gadis itu sendiri mengalami tekanan dan setres tak berujung ketika dalam usianya yang masih belia memikul beban psikisnya seorang diri, terlebih ketika gadis itu mengetahui bahwa seseorang yang ditunggunya selalu menolak untuk menemuinya, hingga akhirnya gadis itu memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Ia menangis meraung, memeluk pemantik perak seakan sedang memeluk Alice.
.
.().
.
Sebuah hubungan akan terikat semakin erat jika kau bertengkar dengan pasanganmu, itu lah yang selalu dikatakan Baekhyun. Tapi itu tidak berlaku di dalam hubungan 9 tahun yang pernah dijalani Kyungsoo. Ya, pernah, karena sekarang itu sudah menjadi masa lalu. Ia dan kekasih yang ia kencani terakhir kali, memiliki banyak kesamaan; kesamaan hobi, kesamaan sifat, kesamaan sikap. Akan tetapi, kesamaan-kesamaan itu membuat mereka memiliki banyak alasan untuk bertengkar setiap hari, menciptakan jarak yang semakin menjauhkan mereka, hingga akhirnya ia ditinggalkan. Sembilah tahun yang sia-sia.
Karenanya ketika Baekhyun mengatakan bahwa setelah dia sering bertengkar dengan kekasihnya, mereka semakin mengenal masing-masing dan menjadi semakin dekat. Kyungsoo hanya bertanya-tanya akan bertahan berapa lama kah hal itu akan berlangsung? Ia hanya berharap, bahwa Baekhyun tidak akan mengalami hal yang sama dengan dirinya. Dan ia juga berharap sekali, sekalipun Baekhyun bahkan ingin bertengkar setiap jam dengan kekasihnya untuk mengeratkan hubungan, dia akan mulai berhenti menyeret dirinya ke dalam pertengkaran mereka,
"Lepaskan tanganku dan berhentilah berlari."
"Tidak, kita harus cepat, kelas Chanyeol akan segera selesai."
Kyungsoo menghela napas selagi menyamakan langkah dengan langkah cepat Baekhyun. "Kenapa aku harus ikut bersamamu setiap kali kau ingin berbaikan dengan Chanyeol?"
"Dengan begitu dia tidak akan melampiaskan emosinya saat melihatku, dia tidak akan berani memarahiku di depanmu." Baekhyun menjawab disela ia mengejar napasnya yang terengah.
Dramatis. Baekhyun menjadikan dirinya sebagai tameng setiap kali mereka bertengkar, dengan alasan bahwa Chanyeol tidak akan marah jika ada dirinya di antara mereka berdua, yang tidak lain penyebabnya karena Kyungsoo bersahabat dekat dengan Chanyeol—sejak Kyungsoo menabrak pria tinggi itu ketika berlari di gerbang universitas hari pertama perkuliahan dimulai. Dengan kata lain Chanyeol adalah teman pertama Kyungoo di universitas dan begitu pula sebaliknya dengan Chanyeol. Yang menjadi titik lemah yang dimanfaatkan oleh Baekhyun adalah, Chanyeol yang tidak pernah menunjukkan emosi marahnya di depan Kyungsoo, sehingga Baekhyun menjadikannya sebagai kesempatan agar Chanyeol mau mendengarkan penjelasannya. Dan selalu begitulah mereka berdamai.
"Bukankah kau seharusnya senang? Kalian selalu bertengkar, jadi seharusnya hubungan kalian semakin kuat." Celetuk Kyungsoo sarkastis.
Kening Baekhyun bertaut, "Siapa yang mengatakan itu?"
"Kau. Itu teori milikmu. Kau mengatakan padaku ribuan kali. Apa sekarang kau lupa pada teori yang kau buat sendiri?" Jawab Kyungsoo datar. Baekhyun terdiam. "Jadi, apa teorimu tidak berlaku lagi?" Suaranya terdengar jenaka saat ia menyindir Baekhyun.
Langkah kakinya berhenti, genggaman tangan pada Kyungsoo, terlepas. Baekhyun tertunduk, membuat Kyungsoo merasa sedikit bersalah. "Tidak, justru karena semakin dekat kami sering bertengkar."
"Hmmm? jadi itu sebaliknya? Hubungan yang semakin dekat menimbulkan banyak pertengkaran?" Ia bersikap acuh meskipun mengetahui perasaan Baekhyun menjadi sedikit suram.
"Aku tidak akan berpisah dengannya." Ucap Baekhyun penuh keyakinan. "Ayo!" Kemudian ia kembali berjalan dengan langkah cepat.
Senyum tipis tampak di wajah Kyungsoo. Sepertinya, Baekhyun tidak akan melewati jalan yang sama seperti yang pernah ia lewati.
.
.().
.
Wajah Baekhyun terlihat tegang memperhatikan Chanyeol yang duduk di hadapannya sembari memijat pelipis dengan ekspresi lelah. Kafetaria Universitas menjadi semakin ramai seiring beralihnya pagi menjadi siang hari, sehingga ketegangan di antara Baekhyun dan Chanyeol tak tampak di mata orang lain. Kyungsoo menenggak minuman kaleng untuk melepaskan dahaga setelah hampir satu jam ia berputar-putar mencari Chanyeol bersama Baekhyun, tapi yang menarik perhatian Kyungsoo, adalah pria yang ikut bersama Chanyeol, yang sekarang sedang duduk di hadapannya, sembari membalas tatapan Kyungsoo dengan menatap langsung pada matanya, seakan mereka sedang berada dalam kontes beradu pandang siapa yang pertama mengalihkan mata maka dia akan kalah. Kyungsoo tidak pernah melihatnya, ia juga tidak pernah melihat Chanyeol bersama pria itu.
Sementara ia melihat pria itu dengan rasa penasaran, Kyungsoo bisa merasakan bahkan pria itu menatap dirinya dengan perasaan yang sama. Itu mengganggunya.
"Akan ku antar kau pulang, kita bicara di rumahmu." Chanyeol memecah keheningan, terkesan frustrasi, lalu terdengar suara decit kursi selama Chanyeol berdiri dari duduknya kemudian meninggalkan kafetaria, hanya Baekhyun yang berlari mengikutinya tanpa mengatakan apapun pada Kyungsoo yang masih tak melepaskan tatapannya dari pria di hadapannya.
Di tengah riuk kafetaria, mereka hanya terdiam mengunci padangan satu sama lain. Namun akhirnya satu di antara mereka menyerah, pria di seberang meja menegakkan punggung, bersandar pada kursi, lalu mengeluarkan bungkus rokok beserta pemantik dari celananya. Retina mata Kyungsoo mengikuti setiap gerakannya, seakan sudah diatur otomatis.
"Kau tidak tahu bahwa di sini dilarang merokok?" Ujar Kyungsoo dengan nada datar sembari menggerakkan dagunya menunjuk pada tanda larangan merokok di samping kanter.
Pria itu mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusan, dengan acuh lalu membakar ujungnya menggunakan pemantik perak berbentuk segi empat, terdapat ukiran salib emas di pemantik itu, dengan sebuah berlian putih di bagian tengah ukiran palang salib, yang di bawahnya terdapat tulisan Tribal Cross, unik, seakan benda itu jimat pelindung. Setelah menghisap batang rokok itu sekali, dia berkata di antara asap panjang yang keluar dari sela bibirnya. "Mau berkencan denganku?"
Kening Kyungsoo bertaut, ia terpaku. Sejenak mencerna kalimat yang baru saja didengarnya. Omong kosong apa yang pria itu katakan? Ia memiringkan sedikit kepalanya sembari memperhatikan pria itu lekat.
"Kau mengigau?"
"Kau memiliki astigmatis?" Balas pria itu.
Kyungsoo kembali terpaku sesaat, sebelum kemudian tawa kosong mengalun dari suara lembutnya mendengar sarkasme yang hampir saja menyulut emosi sehingga sekilas ia ingin melempar kaleng minumannya ke wajah pria itu.
"Namaku Sehun." Ucap pria itu dengan intonasi yang lebih rileks. "Dan aku tahu kau Kyungsoo." Ujar Sehun lagi saat Kyungsoo baru saja membuka bibirnya untuk menyebutkan namanya. Namun justru itu membuat alis Kyungsoo bertaut, bertanya-tanya dari mana—"Kekasih Chanyeol menyebutkan namamu saat tadi dia memintamu duduk di sampingnya." Lanjutnya. Kedua tangan menggenggam pemantik perak, ibu jari mengusap-usap ukiran salib emas dengan lembut.
Mata bulat Kyungsoo melebar. "Apa sebaiknya kita berkomunikasi melalui pikiran kita saja?" Sindirnya, Sehun hanya menyeringai kecil.
"Jadi, mau berkencan denganku?" Sehun kembali bertanya, tetapi ekspresinya terlihat malas seakan dia tak mencerminkan apa yang diucapkannya.
"Apa hobimu adalah mengajak kencan siapapun yang baru kau ajak bicara?" Kyungsoo melipat tangannya di atas perut.
Abu rokok jatuh berserakan di atas meja, angin semarai membuatnya berserakan sehingga terlihat samar dengan warna putih meja. Sehun menghisap rokok yang sudah sisa separuh, sebelum menjawab, "Tidak pada siapapun, hanya pada gadis manis."
Konyol. Kyungsoo kembali tertawa sumbang. "Sayang sekali, aku bukan seseorang yang memiliki payudara dan vagina." Ia pun membalas, tak henti menyindirnya. Dan merasa cukup, Kyungsoo berdiri hendak pergi namun Sehun menghentikannya.
"Tapi kau punya yang lain." Ujarnya.
Kyungsoo menoleh, menatap Sehun dengan bertanya.
Pria itu memasukkan puntung rokok ke dalam kaleng minuman Kyungsoo di meja. "Tidak butuh vagina jika itu antara pria dengan pria, bukan?" Ujarnya. "Dan payudara? Tidak semua pria menyukai payudara berisi."
Kyungsoo terdiam, dibekukan oleh kata-kata Sehun. Sesaat, kemudian ia menghela napas, kali ini rasa jengkel terlihat pada raut wajahnya. "Bisa kau jelaskan apa aku sedang berbicara dengan aktor film dewasa?"
Pria itu menggumam kecil, mengekspresikan bahwa dia sedang berpikir. "Baru kali ini aku mendengar seseorang menanyakan hal itu padaku." Sehun mengusap rahangnya dengan telunjuk dan ibu jari, terlihat berpikir semakin dalam.
Tapi Kyungsoo lelah menunggu. "Hei," Panggilnya, dan Sehun mendongak, "Apa pemantik itu berharga?" Tatapan matanya menunjuk pada pemantik yang dipegang tangan kanan Sehun, yang sesungguhnya sejak awal sudah menarik perhatian Kyungsoo. Selain karena benda itu sepertinya benda antik, cara Sehun memegang dan memperlakukan benda mati itu lah yang paling menarik perhatian.
Dia menatap benda di tangannya. "Jika kau bertanya apa pemantik ini berharga dalam arti uang, maka matamu sangat jeli." Ia kembali menoleh pada Kyungsoo, "Tapi selain itu, benda ini berharga sama dengan nyawaku."
Kyungsoo tertegun. Menelan ludahnya dengan diam. Mata Sehun menatap begitu intens saat mengatakan kalimat yang bermakna dalam, ada sesuatu di balik itu. Ia mengalihkan mata, memandang para mahasiswa yang sedang menikmati makan siang mereka sembari bersenda gurau, sebelum kemudian ia kembali menatap Sehun yang juga masih menatap dirinya.
Kyungsoo mendekat, hanya dua langkah ia berdiri tepat di hadapan Sehun yang duduk di kursi, kemudian Kyungsoo menyelipkan jemarinya di antara genggaman tangan kanan Sehun, mengelus telapak tangannya dengan gerakan sensual, membuat pria berkulit pucat bingung, lalu perlahan ia mengambil pemantik milik pria itu. Sebelum Sehun menyadarinya, Kyungsoo sudah mengangkat benda perak itu sejajar dengan wajahnya, memperlihatkan benda yang sudah beralih tangan pada Sehun, yang sekarang justru terlihat pucat.
"Kita berkencan." Ucap Kyungsoo.
.
.().
.
Batu berlian putih, berkilau terpantul sinar matahari dari jendela kaca. Jemarinya memutar benda itu ke kanan, lalu ke kiri, membuka penutupnya, menekan roda kecil hingga berputar setengah putaran, lalu muncul api, kemudian ia menutupnya kembali. Kyungsoo menatap lekat pemantik perak itu, tak bisa menghilangkan wajah sang pemilik. Saat ia mengambil pemantik itu, wajah Sehun tiba-tiba berubah pucat tanpa sanggup berkata-kata, seakan ia telah benar-benar merenggut nyawanya. Itu membuat Kyungsoo bertanya-tanya, mengapa benda seperti pemantik bisa menyebabkan perubahan besar pada pria itu? Benarkah benda perak itu adalah nyawanya? Tapi mana mungkin ada yang seperti itu.
Kyungsoo tidak bisa melepaskan kejadian itu sampai membuatnya tak bisa tidur hingga pagi. Ia bahkan tak peduli mendengar makian Chanyeol ketika lewat dini hari ia menghubunginya hanya untuk menanyakan tentang Sehun, namun Chanyeol yang kesal hanya mengatakan bahwa Sehun adalah teman masa kecilnya sebelum dia pindah ke Amerika, dan sekarang Sehun kembali, berada di Universitas yang sama. Kyungsoo tak sempat memberitahu apa pun pada Chanyeol karena setelah memberikan nomor ponsel Sehun, pria itu langsung menutup telepon.
Lonceng di pintu kafe berbunyi, Kyungsoo menoleh, dan mendapati pria yang ditunggunya telah berjalan ke arahnya. Untuk kali ini Kyungsoo benar-benar memperhatikan perawakan Sehun, karena saat pertemuan pertama kali, ia terlalu sibuk meladeni setiap ucapan Sehun yang selalu memancing emosinya. Hanya ada satu kata untuk menggambarkan Sehun, impresif, dalam hal wajah dan fisik dia sangat sempurna, wajah tampan dan tubuh tinggi proporsional. Pria itu memakai topi hitam, kaos V-neck putih dengan jaket dan celana hitam, penampilannya sederhana namun tetap menarik perhatian. Begitu mendekat, mata Sehun langsung tertuju pada pemantik di tangan Kyungsoo.
Kyungsoo yang menyadarinya, berkata, "Aku tidak memanggilmu untuk mengembalikan ini."
Sehun tersenyum tipis selagi mengambil tempat duduk di depan Kyungsoo. "Tidak masalah, aku senang kekasihku menghubungiku pagi-pagi buta."
Dan jawaban Sehun membuat Kyungsoo tertegun, ia sudah memperkirakan bahwa ia akan kembali melihat ekspresi emosional Sehun yang ia lihat sehari lalu ketika pria itu melihat pemantik miliknya. Tetapi tidak, Sehun justru hanya melihat pemantik itu sekilas dengan wajah santai, dia bahkan berkelakar, seakan pemantik itu tak berarti apa-apa baginya, seakan apa yang dilihat Kyungsoo sebelumnya hanyalah ilusi. Dan itu semakin membuat Kyungsoo penasaran.
Ia berdeham pelan, menyatukan pikiran yang sepertinya akan terseret jauh, lalu menyodorkan soft drink yang sudah dipesannya untuk Sehun. Dia menggumamkan kata terimakasih selagi menerima minuman dari Kyungsoo.
"Jadi, apa yang ingin kau lakukan? Aku banyak memiliki waktu luang untuk menemanimu karena aku hanya memiliki kelas sore untuk hari ini." Sehun menyesap minumannya sembari menunggu jawaban Kyungsoo.
"Sebentar lagi aku memiliki kelas, aku hanya memiliki waktu luang saat sore." Jawab Kyungsoo datar, beradu pandang dengan tatapan Sehun yang selalu memberi kesan nakal di mata Kyungsoo.
"Sepertinya hari ini bukan hari yang bagus untuk berkencan."
"Aku tidak memanggilmu untuk berkencan!" Terlalu cepat memberi tanggapan, membuat Sehun justru terkekeh melihat Kyungsoo yang kini tanpak kikuk setelah menyadari sikapnya, Kyungsoo belum terbiasa dengan status sebagai kekasih Sehun yang bahkan baru ditemuinya dua kali, semuanya serba tiba-tiba dan mendadak.
"Aku akan ikut menghadiri kelasmu, dan saat sore kau ikut bersamaku menghadiri kelasku." Ujar Sehun.
"Untuk?"
Kedua alis Sehun terangkat tak mengerti untuk pertanyaan Kyungsoo.
"Aku bertanya untuk apa kau ikut ke kelasku dan aku ikut ke kelasmu? Aku tidak suka membuang-buang waktu karena aku memiliki banyak laporan yang harus diselesaikan." Jelas Kyungsoo.
Sehun menopang dagu ke dalam telapak tangannya dengan siku bertumpu pada meja sembari menatap Kyungsoo dengan pandangan iba. "Kau benar-benar tidak romantis." Ujarnya.
Kening Kyungsoo bertaut, karena ia seolah tiba-tiba diberi jawaban tentang kemungkinan alasan mengapa hubungan sembilan tahun yang pernah dijalaninya, berakhir berantakan. Mungkinkah karena dirinya bukan tipe yang romantis?
"Apa kau pernah memiliki kekasih?" Pertanyaan Sehun mengembalikan fokusnya, kening Kyungsoo semakin bertaut, tak mengerti tujuan pertanyaan itu.
"Sepertinya sudah." Timpal Sehun sebelum mendengar jawaban Kyungsoo. "Apa kau sering menghabiskan waktumu dengan cuma-cuma bersama kekasihmu?" Bibir Kyungsoo terbuka, namun tak ada kalimat yang keluar, karena ia tidak tahu jawaban dari pertanyaan itu, lebih tepatnya ia tak mengingatnya. Namun—
"Sepertinya tidak." Lagi-lagi Sehun menjawab pertanyaannya sendiri, membuat Kyungsoo kesulitan untuk mengikuti arah pembicaraan Sehun.
"Hei, apa kau pernah berciuman di kafe?"
"Ap—"
Kalimat yang ingin diucapkan Kyungsoo dihapus begitu saja oleh bibir Sehun yang dalam hitungan detik membuka bibir Kyungsoo dengan lidahnya sebelum menghisap dalam bibir bawah Kyungsoo. Meja kecil yang memisahkan mereka sedikit berdecit ketika Sehun semakin mendorong bibirnya ke dalam mulut Kyungsoo. Berdiam sesaat, sebelum melepaskan tautan bibir.
"Sepertinya belum pernah." Ucap Sehun, seringai lebar menghiasi wajahnya yang terlihat sangat puas, melihat Kyungsoo menatap lekat pada dirinya dengan mata bulat yang melebar dan kening yang begitu kusut.
.
.().
.
"Bangsat." Gumam Kyungsoo selagi berjalan di koridor.
Pria di belakang yang mengikuti langkahnya hanya menanggapi dengan senyuman kecil.
Tak pelak Kyungsoo merasa kesal, entah mengapa ia merasa Sehun telah mencuri ciuman pertamanya meskipun kenyataannya tidak. Ia merasa dipermainkan dengan sikap impulsif Sehun walaupun dia tak terlihat sedang bermain-main dengan dirinya. Begitu memasuki kelas, Kyungsoo tak menyadari semua mata tengah tertuju padanya dan pada Sehun yang berjalan di belakangnya, ia lagi-lagi sibuk di dalam pikirannya sendiri dan baru tersadar ketika Baekhyun memukul punggungnya dari belakang.
"Kau ingin berjalan sampai di mana?" Tegur Baekhyun.
Kyungsoo menatap Baekhyun dengan mata kosong, lalu menoleh pada Sehun yang berdiri di sampingnya, kemudian ia menatap di sekitar dan ternganga ketika ia menyadari dirinya berdiri di pintu belakang kelas. Apa ia sudah berputar-putar?
"Ah, itu karena dia." Kyungsoo memijit pelipisnya sembari menunjuk Sehun dengan dagunya, kemudian berjalan ke arah kursi deretan paling depan sebelum mengambil tempat duduk.
Sehun mengikutinya dan duduk di samping Kyungsoo. Baekhyun justru terlihat bingung, ia menghampiri Kyungsoo dan berdiri di samping mejanya, memandang Kyungsoo yang tertunduk tak henti memijit ke dua pelipisnya.
"Baiklah, ada apa dengan Sehun dan kenapa dia mengikutimu?"
Sehun mengangkat ke dua alisnya sebagai respon kecil.
"Kau mengenalnya?" Kyungsoo mendongak menatap Baekhyun.
"Tentu, Chanyeol mengenalkanku pada Sehun ketika kami tidak sengaja bertemu di rumah Chanyeol beberapa hari lalu." Jawab Baekhyun, ia masih tak mengerti.
"Aku akan dengan senang hati menceritakannya pada Baekhyun." Sehun menatap Kyungsoo dengan tatapan nakalnya, namun Kyungsoo mengabaikan pandangan itu.
"Dia menciumku di kafe dan semua orang melihatnya. Itu adalah tempat favoritku, dan sekarang aku tidak bisa kembali ke sana. Aku yakin dia sedang mempermainkanku." Dengan suara diliputi emosi, Kyungsoo berkata seakan Sehun tidak bersamanya.
"Me-mencium?" Baekhyun terkejut namun ia mengontrol suaranya dengan berbisik.
"Kami berkencan." Terang Sehun lugas.
Baekhyun terpaku sesaat, "Oh. Ok." Dengan ekspresi masih terkejut, Baekhyun mengambil tempat duduk di samping kiri Kyungsoo yang masih kosong. Kemudian ia berbisik, "Sebenarnya, tanpa kalian berciuman pun kalian sudah menarik banyak perhatian."
Tersadar, Kyungsoo menoleh ke belakang, lalu ke sisi yang lain dan yang lainnya, kemudian ia menghela napas—semua orang memperhatikannya, ia mulai tidak nyaman karena ia tidak suka menjadi pusat perhatian, dan membawa Sehun ke kelasnya adalah tindakan yang tidak tepat, pria itu benar-benar seperti magnet.
Setelah satu persatu kelasnya usai, Kyungsoo berharap Sehun akan pergi meninggalkannya, tetapi lagi-lagi tidak, Sehun tak melepaskannya sedikitpun, dan sekarang, Sehun menyeretnya ke kelasnya. Dan kemudian, lagi, semua orang menatap pada mereka dengan heran, dan Kyungsoo menyumpahi Chanyeol karena pria jangkung itu tak menghadiri kelas, ia sudah berharap menemukan perlindungan dari tatapan orang-orang ketika di sana juga akan ada Chanyeol, mengingat bahwa Sehun dan Chanyeol berada di fakultas dan kelas yang sama. Terkutuklah Chanyeol!
Kyungsoo menghirup udara panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Hari itu adalah hari yang sangat melelahkan bagi Kyungsoo, namun satu hal yang ia mengerti, menghabiskan waktu bersama Sehun, meskipun hanya duduk diam mendengarkan kuliah profesor, tapi Kyungsoo bisa sedikit lebih mengenal Sehun, seperti ia yang sekarang mengetahui bahwa Sehun adalah seseorang yang serius dalam kuliahnya, ia juga mengetahui kebiasaan Sehun yang akan menggumam setiap kali dia mengerti apa yang dikatakan orang lain, serta Sehun yang akan mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya dengan pelan ketika sedang berpikir, dan dia yang akan menyilang kaki selagi melipat dada di perut ketika sedang meragukan sebuah keterangan. Kebiasaan yang juga biasa dilakukan orang lain namun dengan bersama Sehun, Kyungsoo menyadari bahwa Sehun juga melakukannya. Meskipun ia masih tak mengerti mengapa Sehun meminta dirinya berkencan dengannya saat pertama kali bertemu, tetapi perasaan menyenangkan telah mengenal Sehun lebih dekat, membuat Kyungsoo menantikan esok ketika Sehun berjanji akan menjemputnya untuk kencan pertama mereka.
.().
NEXT 2
.
