Perasaan. Ugh. Satu kata itu sukses membuatku bimbang. Setiap manusia pasti memiliki perasaan, bukan? Tapi sepertinya hal itu berbeda denganku. Aku tidak memiliki perasaan. Tidak mempunyai perasaan? Tidak, tidak. Bukan seperti itu. Sudah aku tegaskan, bukan. Setiap orang pasti memiliki perasaan. Aku mimiliki perasaan hanya saja, aku tidak diperbolehkan menggunakan perasaanku. Tidak diizinkan.
~oOo~
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Warning : AU, OOC; Don't Like Don't Read.
I'am a Robot, Aren't i? © Ru Unni Nisa
~oOo~
Pagi hari di hari Senin adalah monster bagi sebagian orang. Termasuk remaja laki – laki tanggung ini. Remaja ini mengenakan seragam gakuran SMA KONOHAGAKURE. Ia tengah berjalan dengan tenang menuju sekolahnya yang cukup dekat dengan rumahnya.
Rambut pirang acak – acakan itu bergoyang pelan karena tiupan lembut angin yang membuat rambutnya semakin berantakan. Ia tak memperdulikannya. Ia terus menundukkan kepalanya. Poni pirangnya yang lumayan panjang menutupi matanya sehingga tidak akan terlihat ekspresinya. Kulit tan remaja itu terlihat sangat pucat dan memerah. Namun tertutup karena ia mengenakan gakuran-nya.
Kaki jenjangnya ia gerakkan dengan pelan. Seolah takut setiap bunyi yang ia keluarkan akan mengganggu setiap orang. Dan orang lain akan menyalahkan dirinya. Ya, menyalahkan dirinya.
Mengingat hal tersebut, mau tak mau remaja itu harus teringat dengan kejadian kemarin sore. Hal itu membuat dadanya sesak kembali. Tangannya bergetar. Sesuatu bergejolak di nadinya dan siap untuk meledak. Ia lelah, namun ia berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak 'meledak'.
FLASHBACK : ON
Sore ini, Naruto diperintah ibunya untuk membelikan obat di Apotek yang ditunjuk oleh ibunya. Obat ini sebenarnya untuk saudari kembarnya – Naruko Namikaze – yang saat ini tengah demam tinggi. Naruto tahu, saudari kembarnya itu tidak menyukai rumah sakit. Sehingga mau tak mau, dokterlah yang harus ke rumahnya untuk memeriksa Naruko dan orang tuanya akan menrawatnya dengan senang hati.
Dapat Naruto rasakan, ia tidak mendapat kasih sayang yang sepadan dengan Naruko. Namun, ia sadar. Naruko mempunyai jantung yang lemah dan sering kali kambuh. Untuk itulah, Naruto memakluminya dan tidak memperdulikan hal tersebut.
Dan saat ini, Naruto tengah berjalan menuju apotek langganan ibunya. Sebenarnya sudah ada beberapa apotek yang Naruto lewati. Namun Naruto lebih memilih menuruti perintah ibunya untuk membeli obat di apotek yang diinginkan ibunya. Perjalanan dari rumah menuju apotek itu memerlukan waktu 30 menit dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan ia berjalan kaki, membutuhkan waktu 2 jam.
Bukan tanpa alasan, Naruto pergi tidak menggunakan kendaraan yang lebih praktis. Hanya saja, jika ibunya memberikan uang lebih. Ia dengan senang hati akan naik kendaraan. Dompetnya tertinggal di kamar, sedangkan ia tak sempat untuk mengambilnya. Karena ibunya mencegahnya untuk segera membelikan obat tersebut setelah dirinya baru saja membersihkan gudang. Seperti perintah ibunya.
Ditengah perjalanan menuju apotek. Naruto melihat dua orang yang memiliki rambut yang ia kenal betul. Hitam dan merah muda. Dari belakang, Naruto melihat, gadis pemilik rambut merah muda itu tengah memeluk mesra lengan berambut hitam.
Naruto berdesis pelan. Mengepalkan kedua tangannya hingga memutih. Rahangnya mengeras. Menahan diri agar ia tidak menerjang kedua orang yang sudah ia anggap sebagai kekasih dan sahabat. Salah, mantan.
Dengan langkah pelan, namun mengeluarkan aura hitam yang begitu pekat. Naruto menghampiri pasangan penghianat tersebut.
"Sakura." Desis Naruto pelan dan tajam ketika ia sudah berada di belakang pasangan itu. Bahkan saking mesranya, mereka tidak menyadari keberadaannya.
Setelah menoleh kebelakang. Gadis yang dipanggil Sakura itu melebarkan kedua matanya. Terkejut, melihat kekasihnya tepat berada di belakangnya. Tak percaya dapat menemukan kekasihnya di daerah tempat tinggal Sasuke.
Sementara itu remaja yang memiliki rambut berwarna hitam itu sama terkejutnya, namun ia dapat menutupi keterkejutannya dengan memasang wajah datarnya seperti biasa.
"Na...Naruto." Gumam lirih Sakura. Ia merasa bersalah telah menyakiti hati kekasihnya yang selama ini selalu ada untuknya dan menghiburnya. Dan sekarang Sakura membalasnya dengan menghianati perasaannya dan berselingkuh dengan orang lain. Dan yang lebih parah, ia berselingkuh dengan sahabat Naruto sendiri, ironis. Benar – benar roman picisan.
Naruto menunduk. Masih berusaha agar dirinya tidak menghajar kedua orang ini. Mantan kekasih dan sahabatnya. "Aku pergi dulu. Maaf, telah mengganggu waktu mesra kalian. Silahkan lanjutkan kencan kalian." Dengan itu, Naruto segera menyingkirkan diri dan melanjutkan perjalanannya yang tertunda.
"Naruto." Sakura kembali bergumam. Gumaman itu sarat dengan perasaan bersalah dan penyesalan. Ingin sekali Sakura menyusul kekasihnya yang telah ia sakiti. Namun, sepertinya Sasuke menahannya.
"Naruto...Naruto! Naruto!" Teriak Sakura memanggil Naruto, agar kekasihnya mau mendengar perasaan bersalahnya.
"Cih." Dengan lirikan, Naruto tahu Sasuke tengah mencegah Sakura untuk mengejarnya. Ia memang sempat mendengar Sakura memanggilnya dan sekilas Sakura berteriak marah pada Sasuke yang telah menahannya. Namun Naruto, tidak peduli. Ia seakan tidak bisa mendengar lagi apa yang ada disekitarnya.
"Ugh" Naruto meringis. Dadanya terasa sesak. Badannya yang semula sudah lemas, semakin lemas melihat drama yang ia tonton baru saja secara Live. Naruto menengadahkan kepalanya. Awan hitam mulai terlihat. Naruto sudah mempunyai firasat kalau hujan akan segera turun.
Entah mendapat kekuatan dari mana. Kakinya melangkah cepat, berlari menuju apoteknya. Berharap dengan itu ia bisa segera sampai di rumah dan melupakan drama menyedihkan itu.
FLASHBACK : OFF
SREEK...
Suara pintu kelas yang didorong dengan pelan. Menampilkan Naruto yang tengah menunduk sambil memegang pintu tersebut .Dengan satu langkah masuk, Naruto kembali menutup pintu dengan pelan seolah takut orang lain dapat mendengar.
Dengan pelan pula ia melangkah menuju bangkunya yang berada di pojok depan dekat jendela.
Bugh...
Suara itu beriringan dengan tubuh Naruto yang seolah terdorong. Naruto berhasil menjaga keseimbangannya agar tidak jatuh terduduk dilantai.
Dan dapat Naruto rasakan. Suasana satu kelas itu langsung horror melihat hal tersebut. Iapun dapat mendengar beberapa anak perempuan yang menjerit histeris atas apa yang baru saja mereka lihat. Namun, Naruto juga merasakan perih di sekitar rahang kirinya yang sepertinya dipukul oleh seseorang.
Naruto tetap menunduk. Tanpa melihat ia sudah tahu siapa yang memukulnya dipagi hari seperti itu.
"Naruto!" Suara bariton dengan nada kemarahan terdengar ditelinga Naruto. "Kenapa kemarin kau tidak menoleh pada Sakura, hah! Kau bahkan tidak mau berhenti ketika Sakura memanggilmu."
"Apa kau tahu, gara – gara kau. Sakura dirawat di rumah sakit karena mengejarmu. Ia mengalami kecelakaan karena mengejarmu. Dan kau sama sekali tidak mau berhenti. Ini semua salahmu, Naruto." Baru kali ini Naruto mendengar pemilik suara yang ia kenal ini mengerang frustasi.
Salahmu. Ini semua salah Naruto. Ya, Naruto adalah penyebab semua kesalahan.
"Jawab pertanyaanku, Naruto!" Pemilik Suara itu mengerang frsustasi.
Dengan sedikit mendongak. Memperlihatkan wajah pucat kemerahan Naruto yang datar dan terdapat luka lebam karena pukulan sang pelaku.
Pelaku yang melihat wajah Naruto tertegun. Naruto tidak pernah menunjukkan ekspresi datarnya, bahkan ketika Naruto marah. Terbesit perasaan bersalah dalam dirinya karena seenaknya menyalahkan orang lain.
Pelaku yang ternyata adalah Uchiha Sasuke itu kembali teringat dengan masalah kemarin. Seandainya ia tidak menghianati sahabatnya. Mungkin, Sakura tidak akan masuk rumah sakit dan Naruto tidak akan mengenakan wajah datar sepertinya. Ini adalah kesalahannya, bukan kesalahan sahabatnya, Naruto.
Sasuke mengeraskan rahangnya, bersiap seandainya Naruto akan membalas pukulannya. Sasuke dapat membayangkan, Naruto akan menghina dengan ekspresi tersinis yang dimiliki oleh Naruto.
Namun, tiba – tiba Naruto membungkuk. Dan kata – kata yang keluar dari Naruto membuat suasana menjadi hening.
"Maaf, Uchiha-san. Anda benar, sayalah penyebab Haruno-san masuk rumah sakit. Sekali lagi saya mohon maaf, Uchiha-san."
Dan satu kelas kembali memasang wajah horror mereka. Tidak pernah mereka duga. Seorang Naruto Namikaze akan menjadi sosok asing bagi mereka. Naruto yang dikenal ramah dan murah senyum itu memasang wajah datarnya.
SREKG...
Sekarang pintu kelas kembali terbuka namun kini dengan gaya yang sangat kasar.
"NARUTO!"
Bugh...
Lagi, Naruto harus menerima pukulan di pagi hari ini. Dan sekarang Naruto tidak menahan dirinya, ia jatuh terduduk, merasakan rahang kirinya kembali sakit.
Dan satu kelas kembali memasang wajah horror, sangat horror. Menjerit histeris dan beberapa memaki sang pelaku.
"Kiba!"
"Naruto-kun"
"Kiba-baka. Apa yang telah kau lakukan pada Naruto!"
Makian dari Ino sama sekali tak berpengaruh pada emosi Kiba. Dan teriakan makian terhadap Kiba mulai terdengar. Namun berbeda dengan Kiba yang sama sekali tidak mendengar teriakan itu. Ia hanya menatap tajam Naruto yang masih terduduk dengan wajah yang tertunduk.
"Kau bodoh, Naruto! Kemana kau kemarin, hah? Aku menunggumu di sekolah dan kau sama sekali tidak datang. Lihat, proyek tugas kelompok kita belum rampung. Dan kau dengan santainya di kelas sementara aku harus menahan telingaku mendengar ceramah Orochimaru-sensei itu." Kiba mengeluarkan keluh kesahnya.
"Maaf."
Satu kata itu terdengar di telinga Kiba seperti sebuah letusan yang membuatnya semakin geram. "Maaf, katamu? Ini semua salahmu Naruto, kenapa aku harus satu kelompok denganmu, hah? Dasar tidak berguna!" Kiba berteriak seolah otaknya termasuki oleh setan.
Dan suara jeritan dari Ino akan kembali terdengar jika saja Shikamaru tidak segera menahan Kiba yang sudah bersiap untuk menghajar Naruto.
"Hentikan Kiba!" Shikamaru berteriak penuh amarah. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa Kiba yang merupakan teman dekat Naruto, tega memukul temannya sendiri hanya karena mendapat nasehat aneh dari Orochimaru-sensei.
PLAK...
Suara tampar keras terdengar didalam kelas itu. Kiba tertegun mendapat tamparan mulus itu. Ia dapat melihat Hinata – yang menamparnya – kini tengah menahan tangisnya.
"Ka-kau kejam, Kiba-kun. Bagaimana bisa kau bicara seperti itu? Na-Naruto-kun pasti merasa sakit mendengar ucapan kasarmu. Kau bahkan belum mengetahui alasan Naruto tidak datang kemarin." Hinata terus berbicara, berusaha agar suaranya tidak terdengar terisak dan bergetar.
"Itu benar, Kiba. Bukankah sabtu kemarin aku mendengar Naruto memberitahumu bahwa hari minggu ia tidak bisa mengerjakan tugas kalian. Dan akhirnya ia duluan yang mengerjakan bagiannya. Dan kau tinggal menyelesaikan sisanya, bukan?" Ingin sekali Shikamaru menghajar habis kebodohan Kiba.
Kiba membeku. Ia baru menyadarinya. Naruto tidak seharusnya ia perlakukan seperti itu. Kiba merutuki kebodohannya. Ini gara – gara kemarin ia harus bad mood karena kakaknya yang terus memarahinya karena salah dirinya, Akamaru menjadi sakit sekarang ini. Dan sekaranglah baru disadari bahwa Akamaru tak bersama Kiba hari ini.
"Naruto, kau sakit?" Pertanyaan tegas itu sukses mendapat perhatian seluruh kelas. Dan mereka melihat bahwa Gaara tengah membantu Naruto untuk berdiri.
Meskipun sudah dibantu oleh Gaara, tubuh Naruto masih terasa lemas. Hampir saja ia jatuh jika saja ia tidak bertumpu pada meja guru. Menggeleng pelan, Naruto menjawab. "Tidak, aku sama sekali tidak sakit. Terima kasih telah menolongku, Sabaku-san." Dan kata terakhir itu sukses membuat Gaara membatu, Naruto tidak pernah memanggil Gaara dengan nama keluarganya, hanya Gaara. Ya, hanya Gaara. Naruto tidak pernah memanggilnya dengan nama keluarga. Tapi kata 'tidak' itu sekarang tidak berguna.
Berusaha berdiri tegak, Naruto kembali membungkuk namun kali ini ia menghadap Kiba yang tengah membeku. "Maaf atas kesalahanku, Inuzuka-san." Kembali kata terakhir membuat satu kelas itu kebingungan.
Naruto tahu ini memang bukan kesalahannya. Namun, mendengar kata – kata Kiba berusan, membuatnya menyadari siapa dirinya. Setelah itu Naruto segera berjalan perlahan menuju bangkunya. Meskipun agak sempoyongan, Naruto berhasil mencapai bangkunya dan segera duduk. Kemudian ia mengalihkan wajahnya keluar kelas, ke jendela.
Ia dapat melihat, sebuah mobil yang terparkir di depan gerbang sekolahnya. Terlihat Naruko yang keluar dari mobil tersebut. Ia juga dapat melihat ibunya yang terlihat membujuk Naruko agar tidak perlu berangkat sekolah. Naruto tersenyum kecut melihat hal tersebut. Ia belum pernah mendapat perlakuan yang begitu nyaman seperti itu.
Melihat suasana yang tak lagi memanas. Para siswa akhirnya kembali menjalankan aktivasnya meskipun beberapa diantara berbisik membahas apa yang baru saja terjadi.
"Na-Naruto-kun. A-apa tidak sebaiknya Naruto-kun ke UKS dan merawat luka Naruto-kun?" Hinata bertanya dengan gugup seperti biasa. Naruto menolehkan wajahnya pada Hinata, terasa sakit memang. Ketika Naruto hendak menjawab, Hinata sudah menyelanya. "Wa-wajahmu Naruto-kun pucat. Apa Naruto-kun sakit?"
Pertanyaan penuh kekhawatiran itu membuat entah bagaimana, Naruto merasa sangat senang. Dan ketika ia akan menjawab, lagi – lagi ia disela. Naruto kembali tersenyum kecut, sepertinya ia juga sama sekali tidak diizinkan untuk menjawab pertanyaan yang bahkan ditujukan olehnya.
"Jawab pertanyaanku Naruto, kapan terakhir kali kau makan?" Pertanyaan tegas itu kembali terdengar.
Naruto dapat melihat Sabaku Gaara tengah duduk didepannya. "Kemarin pagi." Jawab Naruto santai namun tetap memasang wajah datarnya.
Alis – tak terlihat – Gaara berkedut mendengar nada tak nyaman itu. Namun Gaara segera menepisnya. Tadi, ia sempat mengintrogasi Uchiha yang telah berani memukul sahabatnya tanpa alasan. Dan sekarang ia mengerti kenapa sahabat berambut pirang itu terlihat pucat.
"Kemarin kau berjalan lagi ke apotek yang diinginkan bibi Kushina, lagi? Aku dengar dari Uchiha kalau disekitar daerah tempat tinggalnya kemarin turun hujan deras. Dan aku dapat menebak apa yang terjadi setelah itu di rumahmu." Ujar Gaara sambil melirik sinis pada Uchiha – menyebalkan – dengan wajah yang datar namun mengintimidasi dan sinis.
Sementara itu sang Uchiha hanya mendatarkan wajahnya mendapatkan perlakuan seperti itu dari teman sekelasnya yang tidak akan pernah akrab. Ego-nya belum mau mengalah untuk meminta maaf pada – mantan – sahabatnya.
Giliran alis Naruto yang berkedut mendengar pernyataan dari Gaara. Tebakan benar, tapi sangat meleset. Dia tidak tahu apa yang dikatakan ibu padaku dan bagaimana perasaanku. Dengan sedikit lemas, Naruto mengangguk.
Entah bagaimana mengingat kejadian kemarin, membuat tubuh Naruto sangat lemas. Kepalanya pusing. Kedua pukulan telak itu tepat mengenai rahang kirinya. Dan Naruto sangat yakin, rahang kirinya sedikit bergeser. Badannya menggigil. Perutnya terasa sakit, karena sama sekali tidak medapatkan asupan makanan sejak kemarin pagi. Pandangannya mulai tak fokus. Bahkan ia sudah tidak dapat lagi mendengar apa yang ditanyakan Gaara padanya dan kekhawatiran Hinata yang berada disampingnya.
Namun ia masih bisa merasakan sesuatu yang hangat mengalir dari hidungnya . Hingga barulah ia sadari, semua telah menjadi gelap.
To Be Continued or The End
Author Note ~~
Ini udah sangat lama saya simpan. Takut lumutan jadi saya publish aja. Imajinasi sedang mentok, kebablasan gara- gara Prakerin. Fic lain? Saya berusaha meluangkan waktu untuk ngetik disela – sela rebutan laptop sama kakak saya. Saya harapkan semua readers dapat memberikan saran di fic ini.
Gak ada maksud bashing, meskipun saya masih ragu garis batas untuk bashing ada dimana. Tapi ini yang muncul di imajinasi saya. Semoga suka.
Berniat Review?
Ru Unni Nisa
Sign Out
Jaa ne~
