Disclaimer : Masashi Kishimoto
Arti Sebuah Hati by Pastinya aku sendiri lah!
Rated : T+
Genre : Romance
Inspiration : First Love Forever love, by Syu Yi (yang kisahnya mungkin akan melenceng 80-85% hahaha…)
Warning! Sudut pandang orang pertama (Sakura). typo berterbangan ke mana-mana, OOC.
Satu
Pertemuan Dalam Kesendirian
.
.
Hari ini tanggal 25 februari 2009. Seperti hari-hari biasa yang kulalui, hidup sebagai seorang mahasiswa Jurusan Teknik Informatika khusus Perangkat Lunak Komputer disalah satu perguruan tinggi di Jepang bukanlah tuntutan yang pernah ingin aku jalani, sebal jika mengingat hal ini pernah terjadi dalam hidupku yang baru berjalan 19 tahun dihitung dari saat pertama aku dilahirkan ke dunia ini.
Teringat waktu pertama kegagalan yang kualami setelah tepat lulus SMA. Ya, ketika terdapat surat tanda lulus dari sekolah dan tanpa disangka saat itu juga harapanku mengenyam pendidikan sebagai mahasiswa jurusan Seni Desain Arsitektur bidang desain tata ruang disalah satu Universitas Tokyo itu lenyap dengan meninggalkan rasa sakit bagiku. Hari di mana aku mengharapkan sebuah impian untuk menggeluti dunia arsitektur dan menjalankan keinginanku telah sirna hanya karena masalah sepele yang jika diingat itu adalah saat-saat tersial dalam hidupku.
Aku menggertak-gertakkan kakiku di bawah lantai licin yang baru saja selesai aku pel, lantai tatami bersih yang terbuat dari kayu mahoni yang sudah terdesain secara khusus oleh para arsitektur handal di negara ini dengan berlapis futon. Ini bukanlah rumahku tetapi apartemen yang kusewa untuk mengenyam pendidikan di sini. Apartemen ini sederhana yang terdiri dari 3 kamar berukuran 2 x 2,2 m, kamar mandi serta ruangan dapur yang bergabung dengan ruang makan serta ruang tamu. Apartemen ini berwarna cat coklat muda dan coklat matang tapi yang lebih mendomisilinya adalah warna coklat muda.
Tidak kusangka dipagi hari yang cerah ini aku harus merasakan sakit hati lagi jika teringat akan kebodohan yang telah aku lakukan setahun yang lalu dan merubah hidupku 180 derajat dan membuat semua impian yang selama ini menjadi semangat hidupku musnah dan tergantikan sebuah impian masa lalu dari seseorang yang berbeda tetapi harus menjalankannya demi sebuah kata pendek yang penuh makna: 'hutang budi pada orangtua'.
Pagi ini terlihat cerah, sangat cerah bagi siapapun yang menjalankan provesi keinginannya. Dengan bermalas-malasan aku mengambil tas berwarna pink bermotive bunga sakura di depannya yang tergeletak tepat di atas tempat belajarku.
Masih dengan rasa yang sangat malas ini aku berjalan menuruni tangga, setapak demi setapak aku injakkan kaki menuju pintu depan apartemen yang dibilang sederhana ini. Ya, sederhana bagi diriku yang seorang mahasiswa ini tinggal di tempat orang untuk mengadu nasip menjalankan amanat dari orang tuaku yang berada di desa terpencil di daerah Osaka tepatnya daerah pantai Yamato.
Selama 20 menit aku berjalan dengan melewati gang-gang, rumah dan pertokoan demi sampai di salah satu universitas ternama Konoha Univercity ini, salah satu universitas terbesar dan terlengkap di negara ini dengan semua peralatan penunjang keperluan mahasiswa dari: Laboratorium teknik yang berisi puluhan komputer yang tertata rapi di ruang khusus praktik pengolahan perkembangan, tentang perkembangan komunikasi sistem operasi komputer dan ruangan yang berjarak lima ruangan lagi dari ruangan tadi, yaitu hampir sama dengan ruangan komputer yang tadi, yang membedakan cuma di sini terpasang jajaran alat perkomputeran yang khusus dipergunakan sebagai sarana pembelajaran informasi komputer dalam berbagai bidang kehidupan, misal: perkembangan informatika dalam bidang internet dan pengembangan komputer bagi perusahaan-perusahaan yang mengandalkan jasa sebagai seorang teknik informatika yang bergelut khusus pada jajaran rumus dan angka tertata rapi dalam pembuatan setiap aplikasi baru dalam sebuah perusahaan-perusahaan besar.
Dengan langkah malas aku memasuki ruang kelas yang terbilang sangat rapi ini, gimana tidak dibilang rapi. Lihatlah mereka! Kebanyakan di sini adalah perkumpulan para lelaki yang memakai kacamata tebal dan terlihat culun. Sedikit pun tak ada yang mengundang seleraku sebagai seorang gadis normal.
"Sakura-chan yang cantik, maukah kau menerima coklat yang kubuat khusus untukmu ini dengan penuh cinta?" dengan tampang pas-pasan salah satu cowok yang menggilaiku di kelas ini dengan PD-nya mengulurkan tangannya padaku untuk memberikan suatu benda yang paling kubenci namun pernah paling kusukai di dunia ini 'coklat'.
"What!" dengan tampang sangar aku memelototinya, siapa tidak marah coba, coklat, benda yang membuatku sial satu tahun yang lalu dan memaksaku terjun ke dunia yang sama sekali bukan keinginanku dan lebih parahnya, coklat adalah benda manis namun pahit bagiku yang notabennya sekarang pembenci coklat.
Hanya karena sebuah coklat aku harus melewati masa-masa sulitku sebagai seorang mahasiswa jurusan perkomputeran dan bergumul dengan sekumpulan orang culun yang berada di samping kanan dan kiriku, sungguh merusak mataku yang memang hampir terkena min ini yang tiap hari berhadapan dengan layar-layar komputer dan harus lebih rusak lagi karena diharuskan melihat tampang mereka para cowok yang sama sekali tidak bisa membangkitkan hormonku ini sebagai gadis normal, sungguh tragis.
"Sakura-chan yang cantik bak artis terkenal Julia Robert. Apakah sedikit pun kau sama sekali tidak menginginkan coklat manis yang terbuat dari susu murni yang memang sengaja orang tuaku kirim dari desa ini? Kumohon terimalah Sakura-chan yang cantik?" dengan tampang memelas dia peragakan di depan mukaku yang masih suntuk ini.
Berbagai cara cowok culun itu lakukan hanya untuk menarik perhatianku untuk menerima coklat berbentuk hati dan di tengahnya terdapat sebuah boneka panda warna merahmuda yang kelihatannya juga terbuat dari coklat putih. Sungguh menggiurkan, tapi ingat! Untuk tidak melupakan jika saat ini aku pembenci coklat. Benci coklat.
Dengan tampang sangar bak anjing herder aku suguhkan. Dia, ya, dia laki-laki yang bernama Inuzhuka Kiba, dia salah satu lelaki di kelas ini yang selalu mengejar-ngejarku. Belum lagi pemuda yang satunya lagi yang sekarang berada beda kelas dariku. Kelas C 'Rock Lee' dia sungguh lebih parah lagi.
Coba bayangkan pemuda yang benama Rock Lee itu bahkan pernah dengan nekatnya mengutarakan cintanya kepadaku dengan memungut berkresek-kresek serpihan bunga sakura dari bawah serta pohonnya hanya demi mengatakan cinta padaku dan sialnya, petugas kebersihan di KU ini menyalahkanku atas ulah pemuda gila itu dan menghukumku seharian membersihkan lapangan yang penuh dengan tumpukan-tumpukan kelopak sakura.
Dengan dalih pemuda kurang kerjaan itu bilang: "Sakura-chan cinta sejatiku. Kau mirip sekali seperti bunga sakura, kau bermata emerald bening yang sebesar buah kurma dan bersinar bak mentari pagi penyejuk jiwa, wajahmu laksana rembulan terang yang menentramkan jiwa yang kesepian, senyummu bagai bongkahan es batu yang siap mendinginkan hati yang berada di padang safana." Sungguh kenangan yang menjijikkan dan memalukan.
Tapi jika diingat-ingat tidak buruk juga. Waktu salah satu orang bodoh itu mengutarakan tentang wajah dan tubuhku. Hm, itu benar kenyataan karena tak sedikit pemuda di kampungku dulu tinggal mengatakan hal yang sama. Mungkin karena aku cantik kali ya? Dan selalu mengikat hati pemuda-pemuda konyol yang tiada henti mengejarku bak semut mendapatkan gula di atas meja. Ironis.
Menyebalkan! Sungguh menyebalkan, jika teringat mereka berdua hari-hari yang kulalui sebagai mahasiswa Informatika ini semakin menyebalkan. Oh, Kami-sama kumohon dengarkanlah doaku, kumohon dengan sangat. Turunkanlah seorang bidadara atau apalah untuk mengisi hari-hari sepiku ini. Aku berjanji aku akan terima semua resiko dari seberkas permintaanku ini, walaupun nyawa dan hidupku ini taruhannya.
Tanpa membuang waktu lama aku keluar dari kampus yang hampir membuatku gila ini. Langkah setapak demi setapak membuatku nyaman walau hanya sebentar melewati area ramai padat penduduk ini. Ya, sekarang aku berada pada depan sebuah Mal mewah di dekat kampusku tadi yang hanya berjarak 80 km dari kampusku tadi.
Bukan masalah apa, tapi kembali lagi pada masalah uang. Ya, orang tuaku dari desa hanya mengirimkan uang beberapa yen perbulan untukku itu pun sudah termasuk biaya membayar kontrakan juga. Jadi tanpa pikir panjang aku harus bisa menghandel semua keinginanku dan harus banyak olahraga, misalnya mengurangi biaya transportasi dengan berjalan kaki, karena jika dipikir-pikir hidup di sini sangat sulit.
Mal ini sangat besar dengan banyak aksen kaca yang digunakan sebagai interiornya. Aku tidak mengerti kenapa aku setiap hari sepulang kuliah jam 3 selalu menyempatkan diri berkunjung ke sini walau hanya sekedar melihat-lihat jejeran baju, sepatu, tas bermerek yang entah kapan aku bisa membelinya. Tapi ada perasaan lain kali ini, Kami-sama aku tidak tahu ini perasaan apa? Jantungku berdetak dua kali lipat dari sebelumnya, rasanya hari ini bukanlah hari-hari seperti biasanya.
Aku berjalan-jalan mengellingi tiap lekukan isi Mall, melihat-lihat tiap inci yang sanggup kulihat. Mengenaskan juga sih sebenarnya, tapi mau apa dikata semua karyawan di sini tidak sedikit dari mereka yang mengenalku dan bahkan menjadi sahabatku, misalnya: Karin, gadis cantik berambut merah yang memakai kacamata yang bekerja sebagai penjaga jajaran peralatan kosmetik, Ten-ten gadis manis yang selalu menyepol ikat kepalanya sebagai karyawan jajaran desain baju-baju bermerek dan Kurenai seorang perempuan cantik yang kira-kira umurnya sekarang sudah melebihi seperempat abad tetapi masih sangat cantik diusianya yang segitu sebagai bagian organation barang-barang yang baru datang dan mencatatnya untuk mengetahui jenis barang apa saja yang masuk dan mencatatnya.
Setapak demi setapak kakiku melangkah, samar-samar aku mendengarkan beberapa orang berlarian kira-kira 4-6 orangan sepertinya menyebutkan "Uchiha Sasuke-sama, Anda berada di mana?… Uchiha Sasuke-sama… "
Ku acuhkan suara berisik itu dan melanjutkan kakiku pada pintu depan Mal, tiba-tiba tiada angin tiada hujan langkah kakiku terhenti secara mendadak.
Dug
Keras sekali suaranya tapi itu rasanya tidak sekeras rasa kepalaku yang terbentur keramik bagian belakangnya. Huh sialan banget ni orang! "Hei kau pemuda kurang kerjaan! Kalau jalan hati-hati, bisa tidak sih? Sudah menabrak orang tidak meminta maaf malah dengan tampang sangar begitu memandangiku. Kau siapa berani memandangiku seperti itu hah!" aku berdiri dan langsung memegang kerah bajunya dan ingin memberikan tinju mautku kepadanya.
Pemuda itu langsung menepis tanganku secara kasar dan merogoh saku belakang celana jins-nya untuk mengambil dompet. Sedetik aku mendelik melihat bentuk dari dompet tersebut, sekali lihat saja pasti tahu siapa pemilik dompet tersebut? Suara hatiku menjerit mengatakan dia orang kaya! Tanpa pikir panjang orang tersebut mengambil beberapa uang lembar dolas AS dan dengan segera melemparkan di depan mukaku.
Marah! Siapa coba tidak marah pada pemuda di hadapanku ini. Langsung saja kutinju muka di bagian pipi kiri yang terlihat tanpa ekspresi itu. Pemuda ini memakai celana jins sederhana tapi terlihat keren di tubuhnya, kaos berwarna biru donker yang terselip antara jaket warna hitam yang di pakainya serta topi warna hitam dan kacamata warna hitam. Oh my God! Pemuda di depanku ini sangat pervect, benar-benar body atletis dengan tinggi kira-kira 189 cm-ran lah.
Pemuda itu menghampiriku dengan gagahnya setelah terjelembab ke lantai akibat pukulan tinju mautku yang terkenal itu. Bukan langkah maju yang kulakukan tetapi langkah mundur untuk menghindarinya. Matikutu! Itu yang aku rasakan setelah dia membuka kacamata hitamnya.
Yang terpampang di balik kacamata itu adalah sepasang bola mata onyx sempurna bak elang mendapat mangsanya. Apakah pria di depanku saat ini adalah dewa perang Mars Yunani kuno? Pertanyaan sekelebatan menghampiriku, hanya satu kata 'sangat tampan'.
Entah mengapa tubuhku terasa mati rasa tidak dapat digerakkan sama sekali, pandangan mata elang itu serasa merantai tiap lekuk tubuhku. "Nona manis, apa kau bosan hidup?" Pemuda tampan itu menutup kembali matanya mengenakan kaca mata hitam yang dipegangnya. Aku tidak dapat melihat dengan jelas ekspresi apa yang tergambar di mata itu, yang kulihat sekarang adalah wajah dengan ekspresi datar mulai perlahan mendekat padaku.
"Uchiha Sasuke-sama… di mana anda Uchiha Sasuke-sama?"
Entah dewa keberuntungan apa yang datang menghampiriku? Sehingga pemuda tampan di depanku ini segera menghampiriku dan berbisik tepat di telinga kananku, "Suatu hari nanti aku akan menagih hutangmu nona manis." Dia membisikkan kalimat itu secara perlahan dan di akhir kalimatnya dia bahkan sempatnya menjilat cuping telingaku, yang langsung membuatku lemas seluruh tubuhku seketika karena adanya aliran listrik yang menyengat secara spontan di dalam relung hatiku, sehingga mengakibatkan bulu-bulu halus di tubuhku berdiri.
Pemuda itu telah pergi setelah meninggalkanku jatuh terduduk. Aku melihat uang dollar di hadapanku ini dan tanpa sengaja tanganku dengan lembutnya memegang bekas sentuhan pemuda elang itu. Sensasinya sungguh aneh, bekasnya masih terasa hingga saat-saat sekarang aku yang telah berada di rumah dengan memandangi lembaran uang dollar AS itu.
"Sakura-chan sayang, kenapa kamu bengong?" keget Ino dari belakang yang refleks membuatku menoleh ke arah kanan bahuku. Dia Ino, salah satu teman satu apartemenku. "Hai, Ino bodoh apa yang kau lakukan hah! Kau hampir membuat jantungku mau copot,"
"Hahaha… makanya non! Jangan suka melamun di sore hari, ntar kesurupan hantu cina yang jahil lho! Hahaha…." tawa ino yang langsung terhenti melihat uang di tanganku ini. "Sakura, kau dapat uang itu dari mana? Banyak banget?"
Ino yang penasaran mengambil uang tersebut dan menghitungnya. "Fantastis!" itu yang keluar dari bibirnya, "Kau dapatkan ini dari mana Sakura? Jangan mebuatku penasaran dong?"
Ino masih antusias menanyakannya padaku, akhirnya aku tak tahan dan aku ceritakan dari awal sampai akhir, "Nah begitu ceritanya." dia tidak merespon sama sekali malah dia kembali tertawa padaku, "Kau sungguh beruntung nona manis, hahaha… tidak hanya itu, kau malah mendapatkan ciuman atau jilatan ya namanya? Hahaha…" tawanya bukannya terhenti malah semakin meledekku.
Seminggu telah berlalu. Tapi entah kenapa, kejadian seminggu yang lalu masih membekas di hatiku. Apakah itu karena cowok itu tampan, atau cowok itu gila dengan memberiku uang secara cuma-cuma, atau malah karena ucapannya di telingaku yang mengatakan dia akan mencariku lagi? Kami-sama kenapa perasaanku terasa aneh dan tak menentu? Ini baru pertama kali kualami.
…
Apakah ini awal babak kehidupanku?
Apakah ini awal cinta dalam hatiku?
Semua mengalir laksana angin berhembus di tiap inci wajahku…
Kenangan demi kenangan akan sesuatu yang baru, menimbulkan suatu lembaran demi lembaran alunan musik langkahku…
.
.
.
Bersambung :)
