rating. Teen/PG-15
genre. Mystery/Angst
disclaimer. Shingeki no Kyojin milik Isayama Hajime, ide fanfiksi dari saya pribadi.
warning(s). Various pairing, typo(s) dan OOC. Juga mungkin karena pair utama shoujo-ai, fanfiksi ini patut dijauhi, walau adegannya ga terlalu banyak (...)
forenotes. Halo! Jumpa lagi dengan saya dan YumiKuri! Kayaknya saya ga kapok bikin multichap ga selesai. (...) Kali ini cerita sekuel tidak langsung dari drabble panjang hologram summer, tapi ya, ga perlu baca sebelumnya karena saya akan menjelaskan semuanya kembali. Dan asal judul cerita ini kembali saya mendaur ulang dari frasa yang ada di game milik TYPE-MOON, Fate/Stay Night, yaitu Heaven's Feel. Judul mungkin bisa memiliki banyak arti, namun maksud kata fall di sini menurut saya 'musim gugur'. Apakah cerita ini akan ada permainan yudisial? entahlah ;;
Semoga cerita ini dapat dinikmati dengan baik, terima kasih dan stay tuned!
x x x
Dedaunan tampak menumpuk di sisi jalan, sementara pelataran hutan kota mulai kehilangan warna-warna hijau klorofil pemenuh kesenangan mata. Angin semilir mengetuk-ngetuk jendela gedung berlantai dua kantor tersebut. Alunan uap dari kopi hitam dan serenada sederhana suara kertas-kertas memenuhi ruangan. Ya, musim gugur telah datang, menyemai suasana dunia dengan sinar hangat menerang. Akan tetapi, kantor pengacara berlabel hologram summer & co. itu tidak pernah pergi dari musim panas yang dipenuhi tugas, eksepsi dan eksekusi.
Kantor kala itu dihuni tiga orang; sang jurnalis yang menyusun agenda, sang pengacara kanan yang tengah sibuk membuat laporan seputar kasus yang akan dihadapi si pengacara kiri, juga sang pengacara wanita yang tengah sibuk dengan obrolan teleponnya.
"Jadi, kapan kau akan kembali?"
Wanita itu mengganti tangannya ketika memegangi ponsel berwarna putih miliknya.
"Begitu, ya ..."
Sesekali matanya mengintip ke arah meja tempatnya bersua dengan segala dunia kerja. Di sana terdapat tiga buah file tebal dengan kaver hitam, masing-masing memiliki nomor yang berlainan menyusun kaidah pythagoras. Tangannya tengah mencari agenda kerja yang nyaris terlupakan di antara tumpukan pekerjaan. Buku kecil bersampul coklat itu sudah cukup lusuh adanya, namun nama pemilik yang tertera kerap bersinar tidak termakan usia.
Krista Lenz, lawyer;
hologram summer & co. law office
"Aku punya jadwal kosong besok ... ya, di kafe Connie-kun kan?"
Ia menghela nafas panjang, mengatur suara ketika ia sedikit 'digoda' dari sambungan pita elektromagnetik tersebut.
"Tenang saja, selama dua bulan ini aku terus menunggumu kok," rona merah sedikit demi sedikit meruap di wajah pucat sang pengacara. "Aku tidak sabar ingin bertemu, Kaschunnus."
heaven's fall
2014 © Kuroi-Oneesan
{chapitre un : purgatorio}
"Senangnya ditelepon calon istri."
Bertholdt Fubar, yang tengah sibuk di depan notebook berukuran mini miliknya mengeluarkan kekeh sindiran. Kereta api yang memberangkatkan mereka dari ibukota dari provinsi Wall Sina menuju Trost di provinsi Wall Rose baru saja angkat sauh dan sedikit membuat mereka berdua lupa akan kejadian-kejadian penting yang baru saja lewat. Tugas mereka selama dua bulan ke belakang adalah membantu mengungkap penyelundupan obat terlarang dalam kampanye pemilihan walikota daerah setempat, memang Inspektur Kaney tidak menyukai cara bicara detektif Ymir yang selebor, namun bisnis adalah bisnis, juga hukum harus ditegakkan; dan merekalah yang membawa titik terang di kasus tersebut.
Ymir baru saja berkomunikasi dengan kantor—utamanya, Krista Lenz, sang pemilik hatinya—dan hanya bisa menyembunyikan cengiran bahagianya dari sang asisten detektif yang tengah mengakrabi diri dengan laporan akhir perjalanan mereka bersama dengan seutas kopi espresso yang dibelinya di pinggir stasiun. Lorong yang ditempati mereka cukup lowong, kelihatan tidak banyak orang yang pergi menuju Trost dengan kereta pagi itu.
"Jaga mulutmu, Bertl." Ymir mendengus. "Lagipula memang si hidung tidak mengontakmu?"
"Ahaha, sayangnya aku tidak seperti kalian; sainganku banyak." Bertholdt menjawab seraya masih mengetik. "Ada sang prosekutor agung dan si dokter ahli anestesi, pekerjaanku ini bukanlah hal hebat."
Sebentar Ymir berpikir bahwa nama tenar sang pengacara bukanlah Night Queen melainkan Queen Bee.
"Hei, hei, jangan merendah dulu deh," wanita bersurai cokelat itu mengibas-ngibas tangannya. "Kau cuma kehilangan dua bulan dekat dengannya, kau bisa berusaha lebih kok."
Perjalanan mereka dari Sina menuju Trost cukup panjang, dikarenakan adanya perbaikan rel sementara, mereka harus transit di Karanese untuk berganti kereta dalam kurun waktu sepuluh jam, barulah dua jam dari Karanese untuk mencapai stasiun besar Trost. Waktu itu cukup dimanfaatkan untuk merampungkan pekerjaan, agar mereka berdua bisa memberi nafas lega pada agenda kerja juga menikmati kesenggangan bernama libur.
"Omong-omong, Inspektur Kaney memberiku informasi lain seputar pemasok obat terlarang itu." Bertholdt menunjukkan sebuah USB ke hadapan Ymir. "Aku sudah mengirim e-mail beberapa data ini ke Ann."
Bertholdt membuka isi flashdisk untuk menemukan sebuah folder yang tak diberi nama, di sana terdapat ratusan foto artikel dan satu file berisi catatan dari Inspektur Kaney. Isi foto-foto artikel itu menggambarkan sebuah logo yang sama dengan berbagai berita di dalamnya,
KELOMPOK TERORIS RECON CORPS MENJAJAL BRANKAS SENJATA KEPOLISIAN!
RECON CORPS KEMBALI MENJADI SENIMAN DI BALIK BOM KAPAL MAWAR
PENCURI TERKENAL ADALAH ANGGOTA RECON CORPS!?
Insignia yang ditampilkan berupa sayap berwarna berlainan, entah itu di sebuah bendera yang ditancapkan, atau sebuah mural yang dipasang di gedung sang target, bahkan di atas bom rakitan yang ada di berbagai artikel koran. Jelas nama yang mereka sandang, Recon Corps, bersinar terang memenuhi seluruh potongan artikel. Di sana juga terdapat berbagai nama yang sudah melekat di dunia kriminal, seperti pencuri permata, ahli bom, juga ahli meloloskan diri.
"... Aah. Jadi itu bukan perbuatan penjahat kelas teri?"
"Mereka adalah ahli, sangat tercium." Bertholdt berkomentar. "Dan belum ada yang tahu siapa sebenarnya yang di balik sindikat sayap ini."
Bertholdt dan Ymir terus melihat berbagai artikel itu bergantian, hampir semua mengangkat secara umum kejadian dan tidak ada seluk-beluk mendalam selain jumlah korban dan frekuensi kejadian di tempat yang sama di bulan yang sama. Artikel itu tampak berakhir di dua bulan yang lalu, dengan jumlah total empat ratus foto.
"Tunggu, jangan tutup foldernya." Ymir meminta. "Coba kau buka foto artikel nomor 311 itu."
x x x
Kartoffel Bar & Cafe, Trost.
Kafe kecil yang dulu dihuni dan dihidupkan oleh Annie, Reiner dan Bertholdt semasa rehat dari dunia dewi timbangan kini dimiliki penuh oleh Connie Springer, chef kenamaan yang merupakan teman dekat mereka. Sesekali tempat inilah yang dituju oleh penghuni kantor pengacara untuk melepas penat sekaligus menambat tugas yang terus merambat. Apa yang membuat kafe kecil ini selalu penuh oleh pengunjung adalah pertunjukkan musik klasik yang menggunakan piano setiap malamnya, juga suguhan eksklusif dari para pattisiere yang terjangkau di kocek siapapun.
"Maaf Reiner tidak bisa datang, ia masih memiliki tiga pengadilan lagi hari ini." Annie Leonhardt menarik kursi untuk berada dekat dengan meja persegi panjang yang diduduki mereka.
"Tidak apa-apa kok, sensei. Kami paham soal kesibukan kalian." Marco Bodt menguar senyum.
Alunan musik berjalan, seiring nampan besar pesanan datang dibawakan oleh sang pemilik kafe.
"Selamat, Marco!" seru koki berkepala plontos itu ceria dan lantang, disertai juga tepukan di punggung. "Untukmu juga kubuatkan yang sempurna, Jean!"
"Nee, Marco, boleh aku tambah kentang rebus ke daftar tagihan?" sang jurnalis Sasha Braus menyenggol.
Hari ini Krista diajak oleh Sasha, Annie, Jean dan Marco untuk menikmati Black Eye kebanggan Connie untuk perayaan berakhirnya kasus yang digarap Marco dan Jean—pengacara yang dikenal sebagai kanan dan kiri, atau kuda hitam dan kuda putih—seputar permainan lidah koruptor. Sebagai traktiran emas, Jean membawakan beberapa simfoni Beethoven kesayangannya dengan bantuan tuts hitam dan putih grand piano putih milik kafe tersebut, seraya cengkerama mengalir tak ada habisnya.
"Kau masih suka kentang? Kupikir sekarang kau lebih haus berita."
"Connie, kentang itu dewa. Dewa selalu ada di perutku."
"Leluconmu garing gadis kentang!"
"Diam kau, Jean. Kau main piano saja jangan cerewet!"
Krista tak pelan menahan tawa kecilnya. Memang, baru setelah setahun di mana ia menemukan kembali Ymir, kantor pengacara itu kembali dalam keadaanya semula. Setahun yang lalu, izin keberadaan hologram summer masih simpang siur karena kasus yang membawa Ymir sebagai saksi tidak juga diselesaikan. Krista sebagai penggugat, karena perusahaan ayahnya yang terlibat, mengangkat dan membersihkan nama baik kantor pengacara tersebut, serta mengembalikan kejayaan mereka sedikit demi sedikit hingga kini. Ymir dan Bertholdt Fubar kembali berkumpul sebagai satu detektif dan asisten; Sasha Braus yang merupakan pendiri kantor masih akrab di dunia jurnalis; Marco dan Jean, 'The Black and White Eques'; prosekutor tak terkalahkan Reiner Braun; juga Annie Leonhardt, 'The Court's Night Queen' kembali bersinar di lahan hijau pengadilan. Krista masih harus banyak belajar pada senior-seniornya, walau begitu karir yang ia titi di meja hijau cukup cemerlang. Namanya sebagai pengacara dengan panggilan rhesus negatif sudah diperhitungkan di dunia hukum.
"Ngg? Apa yang sedang kau baca, Annie?"
Krista menangkap Annie menyesap kopinya seraya sibuk dengan bacaan di tab berukuran delapan inchi miliknya.
"Oh, ini?" Annie menunjukkan tab yang ia gunakan. "Ada mail dari Bertholdt di Sina. Isinya tiga buah dokumen tulisan. Aku belum sempat melihatnya dari kemarin, jadi aku baru periksa hari ini."
"Apa ini ... Recon Corps?" Krista membaca. "Recon Corps ternyata adalah organisasi besar yang memiliki segudang kriminal multitalenta, seperti pencuri permata, profesor bom, dan juga si seniman kematian ..."
Yang membuat Krista menjeda adalah tatapan gusar Annie ke layar kaca tersebut, seakan mengisyaratkan pemikiran yang putus-putus, mengawang di atas langit.
Kenapa kau mengirim pesan ini, Bertl?
Isyarat apa yang ingin kau sampaikan padaku?
x x x
Keasyikan mereka terinterupsi dengan sebuah dorongan troli makan yang menuju ke arah mereka. Troli tersebut dibawakan oleh seorang petugas wanita yang berpakaian merah, persis dengan warna kereta mereka. Tampak ia membawakan sebuah hidangan yang ditutup oleh tudung saji perak menawan, tercium samar wangi ceri. Dorongan makanan itu berhenti tepat di samping mereka, dan sang peramu tampak menoleh, bertemu mata dengan sang detektif.
"Maaf, Nona. Kami tidak memesan pai ceri," seru Ymir jelas. "Terutama yang diberi dressing pistol."
Detik berlalu dan laras pendek bertemu laras pendek. Sang pembawa troli membuka nampan untuk menampilkan pistol perak, sementara Ymir mengambil pistolnya dari balik jaket hitam yang ia kenakan. Kontak antar mata berjalan sejenak sebelum sang detektif mendorong pembuat onar menjauhi tempatnya duduk, mengunci aksesnya dengan pelatuk pistol yang telah siap meledakkan kepalanya.
"Bertl, hati-hati! Aku yakin ia punya satu teman lagi!"
Bergulat di dalam naungan baja berjalan, sang pembawa troli melawan. Kini ia menendang tubuh yang menekannya, membuat Ymir terpaksa bertolak berdiri, dua pistol terbuang percuma keluar arena. Hendak sang lawan mengambil kesempatan untuk menjegal terbang kaki jenjang sang detektif, namun waktu masih memihak pada Ymir. Memanfaatkan momentum yang digunakan, Ymir menggunakan kakinya untuk menahan pundak sang pelaku dengan dentuman yang keras ke dasar.
"Kau anggota Recon Corps busuk itu, kah?"
Pertanyaannya tidak diindahkan, ditambahkanlah satu kakinya menginjak sang pelaku, menusukkan pantofel kerasnya ke arah perut.
"AAGH—"
Pintu gerbong terbuka menampilkan sosok yang ditutupi topeng berwarna putih menggambarkan lambang setengah sayap. Tampak senapan dikalungkan, menutupi tubuhnya yang berbalut seragam serba cokelat seperti halnya tentara. Senapannya diayun, tetapi pelurunya tidak ditunjukkan kepada Ymir, melainkan pada sosok yang ia injak di bawahnya, memusnahkan kepala orang tersebut hingga tertinggal ciprat darah dan besitan tengkorak.
"Wah, wah, kau tampak senang menyiksa bawahanku, detektif Ymir."
"Heh, ternyata ada kau juga, si ahli pencuri permata; Canto." Ymir mendecih. "Mau apa kau? Bukannya rencana penyelundupan kalian gagal ke Sina?"
"Maka dari itu aku ingin pulang." kekehnya. "Namun aku mencium bau orang yang hendak mencari kelompok kami, tak sengaja kita bertemu lagi, eh?"
"... 'Lagi', katamu?" Bertholdt bersuara. "Jadi kau juga dalang dibalik kejadian itu?!"
Sosok bertopeng itu tertawa lantang. Ekspresi Ymir dan Bertholdt menggelap. Bertholdt menendang dua pistol yang terbuang ke kaki Ymir, membiarkan Ymir mengambil pistol miliknya dan Bertholdt memungut yang lainnya. Tawa tersebut mulai surut, namun aura yang dipancarkan sang pencuri permata itu tidaklah putus menentang, seakan menertawai perang mental yang terjadi dalam siratan.
"Tunggu, tunggu, bagaimana kalau kita bermain dulu?" Canto berujar. "Kalian pasti sudah tahu kalau tempat ini dipasangi bom, bukan?"
"Pantas saja aku mendengar suara selain derit rel ..." gumam asisten detektif.
"Terserah kalian bahwa bom yang meledak sepuluh menit lagi ini akan meledakkan satu gerbong saja atau seluruh badan kereta. Aku menyediakan tuas di setiap gerbong. Tetapi syarat untuk meledakannya adalah harus ada penumpang di dalam gerbong tersebut."
Peluru mulai melayang di udara menuju kepala Canto, tetapi peluru tersebut dimentahkan oleh badan senapan yang ia pegang.
"Ups, kalau kalian membunuhku pun bom akan tetap meledak sesuai jadwal~"
"... Tch."
"Selamat tinggal, tuan dan nona. Saya Canto dari penguasa dunia Recon Corps mohon diri."
Pintu gerbong ditutup, meninggalkan mereka berdua diam dan mencuri pandang satu sama lain. Kembali detektif harus menghadapi waktu dengan deduksi sebagai senjata tajam yang bisa saja memakan tuannya sendiri.
"Bertl."
"Ya, Ymir?"
"Coba kau cari dulu tuas yang ada di ruangan ini, aku punya rencana."
[Ymir tersenyum. Bertholdt merutuk.]
x x x
Alunan piano terhenti pada Requiem, Jean sudah capek dan ingin sesegera mengecap buah karya Connie yang menunggunya di meja yang kini sudah dipenuhi beberapa makanan ringan pendamping minum kopi seperti beberapa roti manis khas dari tanah Darjeeling. Gurau tawa antar mereka tidak terputus, kemeriahan terus menambah seakan semua berusaha melepas penat dari pekerjaan masing-masing. Connie hanya bisa bergabung dengan mereka sebentar karena pembeli mulai merapati bar mendulang pesanan, setidaknya waktu mahal itu bisa dihabiskan mereka dengan khidmat.
"Oh iya, Connie, bisa kau nyalakan TV? Aku ingin lihat ulasan tentang kasus Reiner yang pertama." Jean mengacungkan tangan.
"Tumben sekali kau mau lihat, Jean, biasanya kau tidak senang melihat Reiner di layar kaca." Marco terkekeh.
"Sekali-kali bolehlah, lagipula aku sudah lama tidak melihat batang hidupnya; kehidupan prosekutornya terlalu glamor."
Connie menyalakan televisi milik kafe, yang tengah menyangkan acara kuliner sebelum berita sore. Ternyata acara tersebut dipotong menuju sebuah headline news.
(Headline News. Kereta tujuan Trost dari Sina baru saja tadi meledak pada pukul 15.25 waktu setempat.)
Segala suara di dalam kafe melenyap.
(Ledakan terjadi di gerbong tengah yang kabarnya berisi dua puluh penumpang. Saat ini tersangka, yang sidik jarinya menempel di tuas peledak sudah ditangkap. Dikabarkan terdapat lima korban yang sudah tereduksi menjadi abu—)
Foto pelaku ditampilkan di layar kaca, nama BERTHOLDT FUBAR tercetak jelas.
"Tunggu, mana mungkin—!" pekik Jean, tangannya memukul meja.
Dering nada telepon milik pengacara Annie Leonhardt memenuhi ruangan, terdapat panggilan masuk dari Inspektur Ackerman. Annie pun menghidupkan loudspeaker sebelum membuka percakapan.
"Annie, ini aku, Mikasa. Ini tentang pengeboman kereta." Suara di seberang ponsel membuka. "Apa yang dikabarkan televisi itu benar, sidik jari Bertholdt jelas ada di tuas bom. Untuk Ymir, tulang-tulangnya sudah ditemukan di bangkai kereta dan sekarang tengah diautopsi—"
Pembicaraan terus terurai, membuat suasana semakin bungkam.
"Krista-chan ...?" Sasha menatap sang pengacara yang duduk di sebelahnya dengan tatapan lesu. Tangannya berusaha menyentuh kedua tangan Krista yang mencengkeram pangkuannya.
"Inspektur—kau pasti ... salah." suara Krista meninggi, isak tangis jelas terdengar sayup-sayup di balik suaranya. "Ymir, Ymir tidak mungkin—Ymir—"
Sasha menahan bahu Krista, mencegah wanita itu mulai kalap dan hendak menyambar telepon antara Annie dan Inspektur Ackerman. Tangis kehilangan memenuhi ruang kafe, meminta pecahan Requiem kembali dilantunkan.
Hari itu sang detektif berpulang,
dan tidak akan kembali—
x x x
Dingin pagi mengisi ruangan tempatnya merebahkan diri. Sayup sinar mentari redup mengintip di balik jeruji gorden berwarna satin yang dimiliki ruangan tersebut. Musim gugur kini menunjukkan dingin, seakan musim salju akan datang lebih cepat dari jadwal.
Kemarin, mungkin, di sampingnya masih ada deru nafas hangat dan peluk erat yang membuatnya tak ingin tertarik pergi dari buai mimpi manis. Kini, segalanya hanya udara tipis atmosfir yang mengisi. Kasur itu terasa terlalu hampa baginya, keras bagai karang, juga dingin bak tundra. Bahkan, ia tidak dapat memejamkan mata semalaman. Air matanya masih menetes, seakan tiada habisnya. Manik birunya menatap horizontal kekosongan yang ada dalam kegelapan.
Di meja dekat kasur itu, sedaritadi ponselnya bergetar; ia tahu, mungkin Annie dan Sasha mencoba mengontaknya dan mengajaknya untuk datang ke acara pemakaman Ymir.
Ymir.
Ymir.
Ymir.
Ymir.
Hati dan pikirannya tidak henti untuk mengucapkan nama sang detektif. Rasanya mentalnya terkoyak dan meninggalkan bekas besar yang belum bisa ia terima. Pikirannya serasa ingin ia tinggal pada harapan yang ia sematkan kemarin.
.
.
.
"Nee, Ymir, tempat apa yang paling kau sukai?"
Di sela-sela penat dan kental pekerjaan, mereka akhirnya menyempatkan diri untuk bertemu di kafe Kartoffel. Ymir memesan Cafe au lait dengan tambahan satu jengkal espresso yang lebih untuk memerangi kantuknya di malam nanti, sementara Krista yang tidak ingin bertemu dengan konsentrasi kafein tinggi memesan teh susu.
"Aku suka tempat ini."
"... Eh?"
"Ini tempat kita pertama bertemu, kan?"
Semburat merah memenuhi wajah sang pengacara bersurai pirang. Ia pun menunduk menyembunyikan wajahnya dengan kamuflase mengaduk susu yang ada di dalam teh.
"Oh ya, akhir bulan ini aku dan Bertl akan ke Sina. Ada tugas dari Inspektur Ackerman." Ymir meneguk kopinya. "Mungkin setelah itu aku akan ada libur."
Ia mendecak, mengerjapkan matanya sesekali. Jemarinya kaku karena dingin ruangan, dan ia tidak ingin bergelung di dalam selimut.
"Jadi, kapan kau akan kembali?"
Wanita itu mengganti tangannya ketika memegangi ponsel berwarna putih miliknya.
"Ah, ini aku baru naik kereta ke arah Trost. Mungkin aku baru bisa ke kantor esok."
"Begitu ya ..."
Sesekali matanya mengintip ke arah meja tempatnya bersua dengan segala dunia kerja. Di sana terdapat tiga buah file tebal dengan kaver hitam, masing-masing memiliki nomor yang berlainan menyusun kaidah pythagoras. Tangannya tengah mencari agenda kerja yang nyaris terlupakan di antara tumpukan pekerjaan.
"O-oh iya! Kau ada waktu besok? Mau ke kafe?"
"Aku punya jadwal kosong kok ... ya, di kafe Connie-kun kan?"
"Ya, dan, umm..." Ymir menjeda. "Aku rindu cumbuanmu, rhesus."
Ia menghela nafas panjang, mengatur suara ketika ia sedikit 'digoda' dari sambungan pita elektromagnetik tersebut.
"Tenang saja, selama dua bulan ini aku terus menunggumu kok," rona merah sedikit demi sedikit meruap di wajah pucat sang pengacara. "Aku tidak sabar ingin bertemu, Kaschunnus."
Tangisnya kembali merayap dari sela-sela matanya, membasahi kembali pipinya yang baru saja mengering. Tangannya mencengkeram seprai, seraya ia membenamkan wajahnya ke arah bantal dan menangis sejadinya dalam sepi yang membunuh.
.
.
.
"Aku bosan menari sendiri
dalam untai kasus yang berlari
juga dari permainan retorika fiksi,
kapankah kau kembali,
wahai angin yang telah mati?"
{rhesus negatif.}
[]
