Summary: No matter how much you want to reach for my hand. No matter how I need your smiles and laughter to live, like I need oxygen to breath. It's just that, what we have is a love that can never be…
Warning: "Sedikit" AU dari epilog Harry Potter and the Deathly Hallows. Beberapa fakta yang tidak sama dengan di buku (karena author males ngecek kejadian dan kalimat persisnya di buku :D). A splash of Slash (in later chapter[s]—perhaps)…
Kumpulan one-shot pendek yang mungkin berhubungan satu sama lain mungkin juga tidak.
For this chapter: Severus Snape…
Disclaimer: JKR has not occupied her grave, and therefore, she's still alive and doesn't (hasn't! *stomping feet*) will Harry Potter to me…
.
.
A Love That Can Never Be Reached
.
Detik-detik terakhir yang berlalu di ruangan berdebu dan bau tengik itu, bagiku terasa seakan berjam-jam. Bahkan di saat-saat terakhir hidupku, rupanya tugas dan bebanku sebagai agen ganda, dan moralku, masih juga menuntutku untuk siaga dan bertindak, tidak membiarkanku berleha-leha sedikitpun…
Apa yang harus kulakukan, di saat nyawaku hanya tersambung seraut benang dengan tubuhku, adalah salah satu hal tersulit dan terberat yang pernah harus kulakukan.
Melakukannya dengan tongkat sihir saja sudah bisa dibilang sulit. Tak lebih dari seperempat dari populasi Dunia Sihir bisa melakukannya. Namun melakukannya tanpa tongkat teracung ke pelipisku, hanya mengandalkan sihirku dan kekuatan niatku, tanpa rapalan mantra verbal, sambil memikirkan sekuat tenaga serangkaian kejadian terpahit di hidupku…
…bisa dibilang itu adalah keajaiban. Terutama karena setelahnya otakku tidak menjadi kusut seperti otak Frank Longbottom setelah disiksa dengan Cruciatus. Bukannya itu menjadi masalah, toh aku tinggal sejengkal lagi dari ambang kematian.
Aku menghidupkan kembali peristiwa-peristiwa terindah sekaligus terburuk dalam hidupku di kepalaku, semua supaya semua kebenaran akhirnya terkuak, dan takkan ada lagi rahasia, takkan ada lagi rahasia…
Lalu aku harus menyerahkannya pada putra musuh besarku, supaya ia akhirnya mengetahui kebenaran, ia akan mengetahui saat-saat terlemahku, saat-saat menyedihkanku. Bukannya itu akan menjadi soal, sebentar lagi, aku toh akan meninggalkan dunia terkutuk ini.
Ah, paling tidak, bahkan di saat terakhirku, aku akan melihat kembali wajahmu.
Matamu tidak akan bersinar marah, hijau emeraldnya bagai diletakkan di dalam api berkobar sehingga berkilat-kilat, seperti saat aku memanggilmu nama tabu itu, ketika terakhir kali kita bertemu. Sebaliknya, yang akan menyambutku adalah wajah tersenyummu, atau dering tawamu ketika rambut merahmu dikibas angin, seperti saat kita bermain ayunan di taman bermain dekat rumah kita, saat kita kecil dulu.
Ya, ilusiku (atau halusinasiku?) sudah sampai sejauh itu.
Kau pasti berpikir aku sangat menyedihkan, Lily.
Tapi, kupikir paling tidak aku ingin memanjakan diriku dan mengizinkan saat-saat kelemahan terakhir, hanya sekali ini. Aku tidak akan punya kesempatan lagi untuk melakukannya. Aku tidak perlu, tidak ingin menjadi kuat untuk detik ini saja. Setelah itu… well, jasadku akan mengeras dalam raut tanpa ekspresi. Aku tidak perlu lagi memaksakan diri untuk menghilangkan perasaan dari wajahku, karena ia akan membeku selamanya.
Dalam anganku, bagian kecil diriku berangan-angan kau akan merengkuhku di saat seperti ini. Aku akan sangat senang, meskipun ini penghujung waktuku. Namun sejak awal, aku memang tak punya kesempatan. Tidak bahkan berada dalam pelukanmu sebagai teman, karena egoku menghancurkannya bertahun-tahun lalu.
Tak masalah betapa aku ingin menjulurkan tanganku dan meraih jemarimu. Tak jadi soal betapa aku membutuhkan senyum dan tawamu untuk hidup, seperti aku membutuhkan oksigen untuk bernapas, dan api di bawah kuali ramuanku membutuhkannya untuk berkobar. Sayangnya, dunia tidak berputar dengan aku sebagai pusatnya, meskipun kau adalah pusat duniaku.
Hanya itu faktanya, apa yang kita miliki, yang kumiliki, adalah cinta yang takkan pernah bisa…
Cintamu untuk putramu menggapai jauh, bahkan menjangkau menembus tirai kematian. Kau melindunginya, dan selalu mengawasinya, bahkan dari alam sana.
Kini aku takut, takut sekali, meskipun tak ada yang bisa kulakukan untuk menghindari atau mengubahnya, bahwa meskipun kini kita akan bersatu lagi di alam sana, namun aku tahu cintaku takkan pernah bisa meraihmu.
Ketika kesadaran terakhirku direnggut lembut, samar-samar aku berpikir, aku tidak akan pernah mengharapkan hal yang menimpaku—cinta yang menyiksa ini—pada orang lain. Tidak bahkan pada putra musuh abadiku.
As I said, it's a love that can never be… reached.
.
.
A/N. Hehe, cheesy lines cuma buat Severus, karena jauh di dalam lubuk hatinya, tersembunyi di balik layer topeng Death Eaternya, Severus Snape sebenarnya adalah hopeless romantic :D. *ditendang ke Danau Hitam*
1st PoV kelihatannya aneh, tapi siapa lagi yang tahu pikiran Sev kalau bukan orangnya sendiri?
