WARNING : BACANYA HABIS BUKA AJAAAH
Title : He is ours, not yours.
Fandom : Kurobas
Disclaimer : saya hanya penulis amatir nan abal-abal yang mesum dan tidak memiliki hak apa pun terhadap Kuroko no Basuke kecuali jalan cerita ini. Kuroko no basuke belongs to Tadotoshi Fujimaki.
Summary : "Sebelum kau menyukainya, dia sudah menjadi milikku. Dan aku tak suka milikku disentuh orang lain, Tetsuya. Kecuali… kau mau kita main bertiga?" Akashi Seijirou tak akan melepaskan kakaknya. Dia terlalu mencintai sang sulung Akashi. Tetapi dia juga tahu jika kakaknya mencintai orang lain selain dirinya dan itu Kuroko Tetsuya. Karenanya dia mengajukan proposal: bagaimana jika mereka melakukan hubungan threesome? Dan bermain S&M bertiga lebih menyenangkan, kau tahu? Oh. Seijirou tahu Tetsuya memiliki fetish itu tanpa harus bertanya.
Rate : M(A)
Pair : AkaAkaKuro
.
.
Kau pernah dipaksa demi kebaikan dirimu sendiri meski memalukan?
Ah begini maksudnya. Jadi kau tak punya uang. Benar-benar limit. Kemudian ketika kau mencari apartemen yang murah untuk tempat kau tinggal selama kuliah, kau bertemu teman lamamu (saudaranya lebih tepatnya). Lalu entah bagaimana dia mengajakmu makan, kemudian entah bagaimana juga dia membuatmu bercerita tentang kondisimu yang tak punya uang. Dan…
Semua berakhir di sini.
Seorang Kuroko Tetsuya, berdiri di depan rumah bergaya tradisional Jepang namun mewah yang begitu familiar meski belum pernah bertandang kemari. Apakah karena suasana yang ditimbulkan sama? Atau karena dekorasinya dibuat tak jauh beda dengan rumah serupa di bawah kepemilikian keluarga yang sama namun terletak di ibu kota Negara sakura ini?
Apa pun itu, kini mantan penyandang nomor punggung 11 SMA Seirin berdiri di depan rumah besar berplakat Akashi. Dia terpaku. Tas sebesar jaban di sampingnya. Dan sebuah kertas di tangannya. Kertas yang konon kata si pemilik rumah—seseorang yang pernah menyamar menjadi kaptennya dan ternyata merupakan saudara kembar sang kapten—merupakan hal pertama yang harus dia tanyakan begitu sampai di rumah ini.
Helaan napas si biru itu buang. Dia pening. Kalau dipikir-pikir kenapa dia kemari? Bukankah dia bisa tidak usah datang? Mengelak atau apa begitu?
"…"
Ah. Tetsuya ingat. Bagaikan dihipnotis oleh si-merah-yang-absolute (kembaran mantan kaptennya), dia secara tak sadar telah memberi cap inkan atas namanya di atas surat perjanjian. Perjanjian yang intinya dia harus tinggal di kediaman milik Akashi dan membantu kedua putra Akashi Masaomi dalam hal apa pun (bagian ini membuat si mantan pemain bayangan itu ragu sejujurnya. Terlalu banyak makna dalam kata apa pun, bukan? Tapi yah apa boleh buat). Dan diterangkan pula di surat perjanjian, sebagai ganti dari tinggalnya Kuroko Tetsuya di kediaman mereka, Akashi bersaudara berjanji untuk mencukupi kebutuhan Tetsuya, memberi kepuasan serta membahagiakannya. Lebih, kata pemilik rema merah cepak itu, mereka akan melalui hari-hari yang sangat mendebarkan jika tinggal bersama. Ok, meski menurut Tersuya janji ini sangat alay. Hanya saja dia penasaran… mendebarkan yang dimaksud di perjanjian itu… bagaimana?
Apakah itu ada hubungannya dengan se—tidak! Tidak! Kuat, Tetsuya menggelengkan kepala, berusaha menepis segala pemikiran menggiurkan yang membangkitkan libido.
Mengalihkan perhatian, Tetsuya memutuskan untuk segera memencet bel yang sudah dia pandangi sejak 15 menit silam. Dia sudah membulatkan tekad. Semenjak kuliah di Kyoto dia sudah kalang-kabut untuk mencukupi kebutuhan. Memang biaya untuk bertahan hidup di kota ini tak semahal Tokyo, namun dia sudah jemu merepotkan ayah-ibunya. Jadilah dia bertekad apa pun yang terjadi dia akan tinggal bersama dua Akashi.
"Dengan kediaman Akashi, ada yang bisa saya bantu?" sebuah suara menyapa gendang Tetsuya dari interkom. Suara ramah khas ibu-ibu. Mungkin kepala pelayan di rumah ini.
Sopan, Tetsuya spontan menunduk, berikan salam perkenalan. Entah mengapa dia merasa meski interkom yang terpasang biasa saja, alat ini merupakan salah satu perangkat elektrik yang sangat canggih dan dia berani bertaruh pasti dilengkapi kamera pengintai. Hal yang wajar jika dimiliki oleh sebuah keluarga konglomerat, bukan? Menyadari hal itu, Tetsuya memposisikan diri untuk sesopan mungkin. Lagipula tabiatnya memang sopan.
"Perkenalkan, saya Kuroko Tetsuya. Saya datang atas panggilan dari Akashi Seijirou," merupakan perkenalan yang Tetsuya berikan. Oh. Seijirou adalah adik Akashi Seijuurou. Adik kembar, serupa, sebangun, sewarna yang keberadaannya baru mereka—generasi keajaiban pun masyarakat seantero Jepang—ketahui setelah Rakuzan nyaris kalah. Yah meskipun pada akhirnya Rakuzan tetap kalah karena keberuntungan Seirin.
Ah. Kata keberuntungan yang tertera di atas benar adanya kalau boleh jujur, karena selepas kekalahan sang Raja… tahun-tahun berikutnya tiada yang bisa menggulingkan kembali mereka. Seirin? Dalam beberapa pertandingan, sebelum sampai di final, mereka kandas di tengah jalan.
"Aaah..." suara penuh semangat terdengar. Tetsuya sampai terlonjak karenanya. Tampak jelas dia yang di seberang saluran sana, sudah mengenal Tetsuya—atau setidaknya pernah dengar—dan sedang menunggu-tunggunya. "Hai, hai. Kuroko-sama!" lanjut suara itu lagi, masih dengan nada yang intensitas kegembiraannya berlebih.
… ara?
Dan mendengar bagaimana cegaknya wanita-entah-siapa itu, Tetsuya menganga. Terlebih terhadap bagaimana cara wanita itu memanggilnya. Huh? Sama?
"Seiji-sama sudah menceritakan kronologi semuanya, Kuroko-sama. Tunggu sebentar, akan saya bukakan," lanjut ibu-ibu itu lagi. Kini intonasi yang dia gunakan ramah. Ramah yang masih sarat akan betapa antusiasnya dia.
Kemudian sambungan interkom terputus. Tetsuya hanya bisa mengerjap mencerna apa yang terjadi, memastikan jika semua bukanlah mimpi belaka… sebelum tiba-tiba suara derak lumayan kencang mengejutkannya.
Spontan Tetsuya terlonjak. Dia menoleh ke samping, ke sumber suara nyaring itu. Jantungnya berpacu, dag dig dug dag dig dug. Dan dia berusaha tetap tampil kalem. Dalam diamnya, dia melihat pintu besar pembatas dunia luar dengan kediaman Akashi mulai terbuka. Seorang wanita berema coklat keriting yang disanggul keluar dari celah berikutnya. Wanita itu dengan ramah menyunggingkan senyum, menyambut kedatangan Tetsuya. Tangannya tertangkup di depan perut, saling menggosok satu sama lain. Kemudian berikutnya, usai memberi anggukan, dia memainkan tangan kanannya, berikan gestur sopan tuk mempersilakan Tetsuya masuk.
"Nama saya Kasukabe Aya. Saya bekerja di sini mulai pukul 07:30 hingga 17:00. Senang berkenalan denganmu, Kuroko-sama." Sembari melangkah masuk ke dalam rumah utama, wanita paruh baya itu memperkenalkan diri. Senyuman tak pernah jatuh dari wajahnya yang sudah bergaris di beberapa tempat, tunjukkan betapa dia benar telah paruh baya. Taksiran Tetsuya, kemungkinan usia wanita ini 30 tahun.
Dan hanya dengan sekali melihat, Tetsuya memiliki pemikiran wanita ini pasti sangatlah sabar. Raut muka wanita ini kalem, pandangannya teduh dan dia berkata menggunakan intonasi menghargai yang amat sangat. Tetsuya tersenyum simpul. Entah mengapa dia sedikit lega mengetahui kenyataan apabila Sei—maksudnya duo Akashi—ditemani oleh Aya dalam keseharian mereka. Jika bersama wanita ini, setidaknya entah bagaimana Tetsuya yakin keduanya tak akan terlantar.
Memasuki kediaman Akashi, Tetsuya dibuat terperangah dalam hati. Wajahnya yang datar sungguh mengelabuhi umat manusia jikalau dirinya tengah takjub. Namun bilahnya tak bisa berbohong. Sedari tadi, kelereng biru itu menyapu ruangan yang dia lewati inchi per inchi dengan detail.
Bagaimana dia bisa tidak? Godaan yang dipamerkan terlalu luar biasa.
Semenjak kaki memasuki ruangan, nuansa coklat yang menghadang begitu menyejukkan. Kesan bila rumah ini merupakan rumah nyaman bergaya tradisional begitu kental. Kemericik air dari taman terdengar bahkan hingga ruang depan. Lebih, tiada warna mencolok yang berikan distingsi bermakna dalam penataan ruangan. Bentuk perkakas rumah yang ada, hiasan-hiasan yang berjajar memenuhi ruang kosong, permadani yang menghampar, bahkan hingga yukimi shoji—pintu geser dari kaca—yang digunakan, semua… memberikan kesan menonjol kemewahan dalam balutan kesederhanaan. Sungguh penataan ruang yang luar biasa. Tak tanggung-tanggung dalam memamerkan estetis yang ada.
"Ini merupakan ruang utama kediaman Akashi, Kuroko-sama. Kamar Kuroko-sama ada ujung lorong pertama sebelum kita berbelok ke ruangan ini," sesampainya di ambang pinturuangan utama, Aya melanjutkan penjelasannya tentang rumah yang akan ditempati Tetsuya di tahap pembagian kamar tidur. Tadi sembari berjalan dia sudah menjelaskan ruangan-ruangan penting seperti kamar mandi, dapur dan ruang baca ada di sebelah mana. Tetsuya sempat pening dibuatnya. Rumah ini terlalu banyak gang kecil dan besar. Dia yakin dia pasti akan tersesat suatu saat nanti.
"Untuk kamar Seiji-sama ada di balik ruang utama ini dan kamar Sei-sama ada di sebelahnya. Kamar saya—jika saya diminta menginap—dua kamar dari kamar Kuroko-sama," jelas Aya lagi. Dia menoleh ke arah Tetsuya dan tersenyum. "Ada yang ingin Kuroko-sama pertanyakan?" tutup wanita itu seraya menangkupkan kedua tangannya di depan perut. Mata indah coklatnya memandang lurus ke biru langit Tetsuya.
Sesaat, Tetsuya terdiam. Otaknya masih tertinggal di angkasa luas. Penjelasan yang diberikan Aya terlalu detail dan rumit bagi sel kelabunya yang pergerakannya masih terkategori cukup lambat. Namun rupanya, Aya sangat sabar seperti dugaan Tetsuya. Wanita itu menunggu respon Tetsuya tanpa menginterupsi pemikirannya.
Baru setelah 3 menit lebih, Tetsuya sadar dari alam pikirannya sendiri. Dia memberikan senyuman yang sama ramahnya dengan senyuman Aya sebelum mempertanyakan dimana gerangan ruangan yang dimaksudkan oleh kertas Seijirou. Dia memberikan lembaran kertas yang sedari tadi dia genggam. Di sana tertuliskan 'ruangan santai 3'.
Mulanya Aya menerima dengan pandangan bingung. Namun begitu dia terdiam dan membaca tulisan yang Cuma beberapa kata itu, kerutan terbentuk di keningnya. Dan kerutan ini menjatuhkan senyuman sopan yang terpasang di wajah Tetsuya. Ada sesuatu yang tidak beres. Tampak jika Aya seperti mempertanyakan: mengapa Tetsuya disuruh ke ruangan itu. Ruangan yang sepertinya bukan untuk umum.
… ruangan apa sebenarnya?
Memikirkan kemungkinan ruangan apa itu dan menghubungkannya dengan janji Seijirou untuk membuat harinya selalu mendebarkan, membuat jantung pemuda berema biru langit itu terpacu kuat. Ruangan santai ini berbeda. Pasti. Lalu apa bedanya? Mengapa pula Seijirou memintanya langsung ke ruangan itu begitu tiba?
Sambil menahan debaran jantungnya dan berpikir yang iya-iya, Tetsuya meremas ujung jaket Vorpal Swordnya. Bibir dia kulum. Wajahnya menegang. Meski hati terdalam Tetsuya meminta dia untuk sadar dan menepiskan pikiran aneh-aneh, menjadi lelaki yang kebutuhannya tak bisa dia lepaskan sejak lama, menjadikan benaknya melakukan perulangan bayangan. Bayangan yang iya-iya. Dan harapan akan bisa melakukan yang iya-iya juga memuncak.
Apalagi jika bersama Sei—
"Maaf Kuroko-sama, saya tidak memakai kacamata jadi lama membaca tulisan Seiji-sama," mengembalikan kertas Tetsuya, Aya tersenyum sekali lagi. Dia menunjuk matanya kemudian, lalu berujar, "saya minus, hehe," seraya tertawa canggung.
Kecewa bercongkol di dada Tetsuya ketika mendengar hal ini. Rupanya kerutan di dahi Aya tak berarti apa-apa kecuali wanita itu kesulitan membaca.
… ah sial. Seharusnya Tetsuya tak terpancing cengiran ganjil yang dipampangkan oleh Seijirou saat mereka melakukan persetujuan kontrak. Lihat hasilnya? Dia menjadi begini. Dasar setan merah itu memang… argh!
"Ruangan ini ruangan bersantai Seiji-sama. Saya antar Kuroko-sama ke sana sekarang," ujar Aya berikutnya. Tangan kirinya bergerak, telapak tangannya di atas dengan kelima jari menunjuk lorong. Tetsuya mengerti. Ruangannya ada di tempat lain dan Aya mempersilakan Tetsuya untuk jalan duluan.
Namun ketika Tetsuya berjalan mendahului Aya, wanita itu tiba-tiba menarik tas yang dia panggul. Meski terkejut, Tetsuya mencoba menahan ketersikapannya dan menoleh ke arah wanita paruh baya di sana. Kilat tanya ada apa merajah di dua bilah beningnya.
"Tasnya tidak perlu di bawa Kuroko-sama. Akan saya bawakan ke kamar Kuroko-sama." Senyuman tersungging di wajah paruh baya Aya. Dengan penuh kebaikan hati, wanita itu menawarkan diri untuk membawakan barang Tetsuya. Mungkin karena Tetsuya adalah tamu? Tapi jujur, Tetsuya sedikit terganggu dengan panggilan sama di belakang namanya. Dia tak seterhormat itu, duh.
"Tidak perlu Kasukabe-san. Aku akan membawanya—"
"Kuroko-sama, biar saya saja. Sei-sama sudah di ruang santai menunggu Kuroko-sama sejak lama." Belum juga Tetsuya selesai menolak secara halus, Aya sudah memotong. Netra indah Aya memandang pemuda setinggi kurang lebih 170 senti itu penuh determinasi. Sepertinya wanita ini tak akan membiarkan Tetsuya mengambil pekerjaannya.
Menghela napas panjang, Tetsuya mengalah. Dia melepas tasnya dan memberikan pada Aya. Tampak Aya keberatan membawa tas itu, dan Tetsuya merasa iba. Hanya saja lagi, sebelum Tetsuya menuturkan apa keinginannya—dia ingin membawa tasnya sendiri karena kasihan pada Aya—wanita ramah itu mendahului dengan menggeret tasnya ke ujung ruangan utama. Berikutnya, dia meminta Tetsuya untuk mengikutinya.
"Etto… Kasukabe-san, apa maksud Kasukabe-san dengan Sei—maksudku Akashi-kun... menungguku?" di tengah perjalanan, tepatnya ketika mereka mulai keluar dari lorong dan di sambut taman indah bergaya tradisional di sisi kanan, Tetsuya menanyakan maksud ucapan Aya tadi. Aya terkikih mendengarnya.
"Saya dengar dari Seiji-sama jika Sei-sama dengan Kuroko-sama adalah…" Aya menunjukkan jari kelingkingnya pada Tetsuya sementara tangannya yang lain menutupi bibir. Dia masih terkikih.
Paham maksud wanita ini, Tetsuya spontan memerah. Wajahnya yang putih bersih dalam sekejap menjadi kepiting rebus. "B-b-b-bukan Kasukabe-san! Aku dan Sei—maksudku Akashi-kun—bukanlah sepasang kekasih dan tidak! Kami tidak sedekat itu!" Tetsuya berseru. Sangat di luar karakter sekali memang, namun dengan wajah memerahnya, di sini, sang wajah papan irisan itu menolak mentah-mentah. Tapi sekali lagi, dengan wajah memerah.
"Fufufu. Masih dalam tahap denial ya, Kuroko-sama?" Dan melihat tanda-tanda yang ada, Aya menolak untuk percaya. Dia justru ikut menggoda pemuda malang itu.
"Kasukabe-san, sudah kukatakan—"
"Pasti Kuroko-sama bahagia sekali ya. Karena setelah ini akan tinggal satu atap dengan Sei-sama. Setiap hari bertemu? Atau setiap hari bercinta? Kyaaaa~ maafkan saya Kuroko-sama. Saya seorang F akut~"
Dan Tetsuya kehilangan kata-katanya. Dia hanya bisa mengerjap melihat wanita di depannya ini tiba-tiba menjerit histeris dengan kedua tangan di pipi dan muka berseri-seri. Okay. Sepertinya ada yang Tetsuya lewatkan tentang wanita ini saat dia mencoba membaca kepribadiannya. Manusia memang mengerikan.
Akhirnya karena kekikukkan yang terjadi lantaran Aya mendadak histeris, mendadak kepo, Tetsuya tak sempat menanyakan apa yang ingin dia tanyakan. Sepanjang perjalanan menuju ruang santai kedua putra Akashi, Aya lebih aktif daripada sebelumnya. Wanita paruh baya itu semangat sekali bertanya dan mendadak menjadi pewawancara. Tetsuya yang sopan, tentu menjawab semua pertanyaan yang diajukan, tetapi dia tak mengiyakan jika dia dan Akashi Seijuurou adalah sepasang kekasih. Tidak. Dia hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan umum seperti kapan mereka bertemu, hubungan mereka bagaimana, setelah kuliah apa yang mendorong mereka untuk mengambil kuliah di kota yang sama, dll, dll.
… karena jujur Tetsuya sendiri masih bingung dengan status dia dengan mantan kaptennya itu.
"Nah, kita sudah sampai, Kuroko-sama…" riang, Aya menunjuk sebuah bangunan yang terpisah dari bangunan utama dan berdiri di tengah-tengah taman bergazebo. Bangunan ini dua lantai, gaya modern-minimalis bercat krem. Di lantai dua terdapat balkon. Di balkon itu tumbuhan merambat tumbuh indah, melengkung mengikuti pondasi yang ada. Jendela di balkon sepertinya terbuka. Tirai melambai-lambai dari sana, tertiup angin sepoi-sepoi musim gugur.
"Seiji-sama mengatakan Sei-sama ada di lantai dua. Seiji-sama akan kembali sekitar 15:50, 30 menit lagi. Dan ini kunci ruangan santai untuk Kuroko-sama," Aya memberikan sebuah kunci dengan gantungan kucing berwarna biru. Kemudian dia undur diri. Dia mengedip pada Tetsuya sebelum melangkah pergi, "di ruangan santai, Kuroko-sama bisa melakukan apa pun tanpa perlu khawatir diganggu. Pergunakan waktu sebaik mungkin dengan Sei-sama ya~"
Tetsuya memerah mendengar hal itu. Tapi jantungnya juga berdegup kencang karenanya. Dan suasana hati pemuda itu menjadi lebih gado-gado ketika Aya yang sudah pergi agak jauh, berbalik lalu berseru, "Kuroko-sama….. siapa yang uke?"
Tuhan. Dia ingin menceburkan diri ke kubangan saat ini juga.
Tapi tidak. Tetsuya tahu meski lidah bisa bersilat, meski daging tak bertulang itu bisa menolak, dia tahu hatinya tak bisa berbohong. Dia dan mantan kaptennya memang ada sesuatu. Sesuatu yang dimulai semenjak masa-masa indah Teiko. Alasan dia berkuliah di Kyoto alih-alih di Tokyo juga untuk mengekor kaptennya itu. Tapi mereka tak pernah secara resmi berpacaran.
Bukan. Bukan Tetsuya yang jual mahal. Tetapi semua ini karena ada keanehan pada mantan kaptennya.
Ya. Ada sesuatu yang disembunyikan Seijuurou.
Pernah Tetsuya mengatakan cinta pada mantan penyandang no 4 itu. Dari wajah yang memerah dan gerak-gerik lawan bicaranya, Tetsuya tahu Seijuurou memiliki rasa yang sama. Tapi, pemuda itu malah menjawab, "aku tak seperti yang kau kira Kuroko. Aku… mungkin aku tak pantas menjadi kekasihmu."
Lalu? Hubungan mereka renggang setelah itu. Seijuurou bagai menarik diri dari si biru. Dia hilang macam ditelan bumi. Kuroko Tetsuya sampai kehabisan akal akan bagaimana cara menghubunginya. Akashi Seijuurou memiliki kekuatan dan uang untuk menghilang tanpa ada yang tahu dimana dia, kalian ingat? Dan itu membuat Tetsuya tertelan kegelapan.
Sampai dia bertemu Akashi Seijirou.
Membuka pintu dengan kunci yang diberikan oleh Aya, dengan sopan Tetsuya masuk ke dalam ruangan. Dia tak langsung melepas sandal dan masuk ke dalam bak pemilik rumah meski telah diberi ijin oleh Aya. Dia tahu norma. Karenanya, dengan suara lantang dia berseru, "permisi, Akashi-kun!" di depan pintu.
Namun tak ada jawaban. Bahkan sampai 3 menit berikutnya.
Setelah mengulangi hal yang sama sampai 10 kali, akhirnya Tetsuya menyerah. Helaan napas dia buang dan dia mulai memasuki ruang. Pertama kali kaki melangkah, dia disambut ruang tamu mewah. Sofa besar yang begitu modern berjajar. Karpet beludru merah menutupi lantai. Perabotan mengkilap menghiasi.
Melepaskan jersey VS yang dia kenakan, Tetsuya menyampirkan kain itu di atas sofa. Dia menelaah ruangan berikutnya. Tak dia temui tanda-tanda keberadaan Seijuurou, meski pun dia sudah mengumumkan kedatangannya tadi. Ini membuat tanda tanya besar bercongkol di benak Tetsuya. Ada apa? Kenapa? Segitunya tak ingin bertemu dia kah sampai-sampai Seijuurou tak beranjak dari lantai 2?
"Akashi-kun, kau di atas?" mendekati tangga yang melengkung melewati ruang tamu, ruang keluarga dan dapur, Tetsuya bertanya. Suaranya keras hingga manggaung.
Namun masih sama, tiada jawaban.
Akhirnya, karena penasaran dan terdorong kata-kata Aya jika Seijuurou menunggunya, Tetsuya melangkahkan kakinya menapaki kayu-kayu indah. Satu demi satu anak tangga dia lalui. Dan setiap anak tangga, dia selalu mengulangi pertanyaannya, "Akashi-kun, kau di atas?" Namun sama, masih tak ada jawaban.
Dan ketika kakinya menapak lantai dua, napas Tetsuya tercekat seketika.
Bola matanya membesar, jantungnya berdegup kencang. Bulu roma kontan berdiri.
Karena apa?
Karena dia disuguhi sebuah pemandangan yang diluar nalar.
Lantai 2 ini hanya ada satu ruang sepertinya. Satu ruang yang terbuat sedemikian rupa dengan satu tempat tidur besar dikelilingi mainan dan lain-lain yang tak bisa dia temui di sembarang tempat. Dan kini, di atas ranjang besar itu Seijuurou berada. Dia sedang dalam kondisi setengah duduk dan telanjang bulat. Tangannya terantai ke atas. Penisnya berdiri menjulang dengan sebuah tusuk berulir menancap, memasuki uretra. Bibirnya tersumpal bola hitam. Matanya ditutupi kain hitam.
Kemudian dari kaca besar yang membentang di dinding berlawanan dengan Tetsuya berdiri saat ini, dia bisa melihat sebuah ekor berada di antara dua pipi lembut pantat Seijuurou. Dan ekor itu bergetar.
"S… Sei?" adalah apa yang bisa Tetsuya ucapkan dengan pemandangan yang tersaji di hadapannya.]]
a/n.
Alo. Kembali lagi denga saya. Siapa saya? Hanya salah satu manusia mesum yang ingin menyalurkan kemesumannya dan berbagi kemesuman.
Jadi sudah lama saya hiatus. Lamaaaa sekali. Kemudian saya ingin mencoba menulis. Sambil curi-curi waktu di kantor, jadilah tulisan abal di atas. Jujur plot belum mateng dan itu cuma nulis asal nulis :" makanya ancur.
Mind to R&R?
Salam sayang,
Deel
