Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki

Raccolta © Stella Nascosta

Casts: Kuroko Tetsuya | Aomine Daiki | Akashi Seijuurou

Genre | Rate : Romance | T

Idea: Future AU setelah mereka lulus dari universitas dan bekerja. Akashi sebagai seorang novelis, Aomine sebagai manajer sebuah perusahaan, dan Kuroko sebagai guru. Bersetting di sebuah apartemen mewah di Tokyo, mereka melewatkan malam tahun baru bersama.

Happy New Year!

Ulang tahun putra satu-satunya keluarga Akashi, malam natal dan malam tahun baru.

Tiga agenda tahunan setiap Desember di kediaman Akashi. Sesibuk apapun Masaomi, ia akan menyempatkan sedikit waktunya untuk putra satu-satunya. Meskipun tidak lebih dari enam puluh menit atau tiga ratus enam puluh detik, Masaomi akan sengaja meluangkan jadwalnya untuk bertemu dan mengobrol, atau mengontrol keadaan, di mata Seijuurou setiap tahun di tanggal yang sama. Empat tahun terakhir ini juga–

–seharusnya begitu.

Seharusnya, karena kini sang pemilik nama kecil Seijuurou itu sudah tidak berada di kediamannya lagi di Kyoto. Ia kini tinggal bersama dengan kedua teman, atau lebih tepatnya kekasih –meskipun kata dua kekasih itu terdengar salah, bagaimanapun juga– di sebuah apartemen yang cukup besar dengan tiga kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dan dapur.

Apartemen yang akhirnya mereka diami setelah melalui berbagai macam halangan. Atau argumen sepihak dari dua calon penghuninya. Terlalu mewah, terlalu luas, atau berbagai macam alasan yang pada akhirnya tidak digubris juga oleh calon penghuni yang ketiga. Tidak hanya itu, ijin untuk tinggal sendiri bersama orang asing –orang selain keluarga sedarahmu dan pelayan di rumah ini adalah orang asing, atau itulah yang pernah Masaomi katakan pada Seijuurou–, sangat sulit didapatkan dari ayah yang bahkan mempunyai supir pribadi untuk mengantar pergi pulang anaknya dari sekolah. Sehingga pada akhirnya sang ayah harus mengaku kalah pada pertandingan–

–memasak dan mau tidak mau mengijinkan putranya untuk tinggal bersama dua lelaki yang telah ia telusuri latar belakangnya, secara diam-diam tentu saja.

.

.

31 Desember 07.00 PM

"Aku pulang"

Tidak ada yang menyambutnya kecuali keheningan dan gelapnya apartemen yang telah ia tempati selama empat tahun ini. Keadaan gelap itu cukup untuk menandakan bahwa tidak ada orang lain selain dirinya, sang mantan bayangan. Meskipun sepasang sepatu putih dengan aksen merah yang merupakan favorit salah satu penghuninya sedang duduk manis di rak sepatu, luput dari perhatiannya.

Setelah menghidupkan lampu ruangan, berganti dengan sandal rumah dan menanggalkan mantel serta syalnya, pemilik iris biru langit itu berjalan ke dapur dan meletakkan kantong belanjanya di atas meja. Puncak musim dingin seperti malam ini memang sebaiknya dihabiskan dalam kotatsu saja, dan makan jeruk sembari melihat acara televisi, kalau bisa. Sayangnya, sepulang dari tempatnya mengajar, ia harus belanja dan memasak makan malam untuk dirinya dan juga dua penghuni lainnya.

09.00 PM

Suara kunci yang terbuka dan derap langkah berat familiar yang mengikutinya, membuat Kuroko mengalihkan perhatiannya sesaat dari buku yang ada di pegangannya. Meskipun ia tidak menoleh dan lebih memilih untuk tetap membaca bukunya.

"Tidak ada ucapan selamat datang untukkku?" derap langkah itu semakin mendekati sofa tempat duduk Kuroko saat ini.

"Selamat datang, Aomine-kun"

"Ou," kecupan singkat mendarat di pipi hangat milik Kuroko Tetsuya, "aku pulang, Tetsu." Kuroko menoleh untuk memberikan kecupan yang sama di bibir Aomine.

"Bibirmu dingin, Aomine-kun."

"Itu karena Tetsu yang hangat, kan." Memutari sofa besar tersebut, Aomine menjatuhkan tubuhnya di samping Kuroko, yang langsung digunakan pemilik helaian rambut sewarna langit musim panas itu sebagai sandaran.

"Akashi?"

"Masih belum pulang."

"Hmm," menyahut singkat sembari mengendurkan dasi dan melepas beberapa kancing atas kemejanya. "Makan malam hari ini?"

"Kau tahu hari ini giliranku memasak, Aomine-kun."

"Telur rebus, eh? Bukankan seharusnya kita makan, kau tahu, soba?"

Sodokan ringan segera tertanam di perut eksekutif muda itu begitu ia mulai terkikik geli, "telur rebus buatanku tidak seperti telur rebus pada umumnya, Aomine-kun. Dan aku tidak bisa membuat mi soba"

"Ya ya, terserahlah, Tetsu. Bagiku telur rebus semuanya terasa sama saja." Satu sodokan kembali mendarat di perut Aomine, kalau saja ia tidak menangkap siku pemuda yang lebih kecil darinya itu.

11.30 PM

Mereka sedang menonton film saat jarum jam panjang sampai di angka enam dan jarum kecil nyaris mencapai angka dua belas. Satu penghuni terakhir belum juga pulang, atau setidaknya itu yang ada di pikiran mereka. Tidak ada notifikasi dari telepon genggam yang mengabarkan bahwa ia akan pulang terlambat ataupun kabar lain. Tidak seperti biasanya. Kekhawatiran tampak jelas di raut wajah Aomine, dan dari tangannya yang tidak berhenti untuk mengecek ponselnya, kalau-kalau ada telpon ataupun pesan singkat dari sang merah.

"Sepuluh menit lagi, Aomine-kun. Bersabarlah. Akashi-kun pasti pulang," seakan bisa membaca pikiran mantan cahayanya, Kuroko berkata dengan nada datar khasnya. Meskipun wajahnya tetap menampakkan ekspresi yang sama, di mata Aomine, Tetsu tidak kalah khawatir dengannya.

11.33 PM

"Argh, Tetsu. Aku akan menelponnya sekarang!" Tidak ada kata sabar dalam kamus milik Aomine Daiki, saat ia menekan tombol dial di ponselnya, ke nomer ponsel penghuni berambut merah darah yang kini belum ada di antara mereka. Tidak ada jawaban, selain suara mailbox yang kini terdengar sangat menyebalkan di telinganya.

"Tch, brengsek. Angkat teleponmu, Akashi!"

Di saat yang sama, bel pintu apartemen mereka berbunyi.

Akashi, kah?

Tetapi Akashi juga mempunyai kunci apartemen mereka, kan? Tidak perlu sampai menekan bel juga ia tetap bisa membuka pintunya. Apalagi, 'kehilangan kunci apartemen dengan bodohnya' sama sekali bukan 'Akashi Seijuurou', melainkan 'Aomine Daiki'. Meskipun pada akhirnya mereka berdua meninggalkan sofa yang empuk dan menemukan delivery soba saat membuka pintu depan.

"Tiga mangkuk soba untuk Tuan Akashi"

"Tapi—"

"Ah, terima kasih," suara familiar tiba-tiba muncul di belakang mereka, memotong kalimat Aomine, diikuti dengan sosok berambut merah yang berjalan ke arah pengantar soba dengan santainya seakan ia telah berada di kamar apartemen mereka sejak tadi.

Begitu pintu depan tertutup dan Aomine pulih dari keterkejutannya, "KAU! SEJAK KAPAN KAU BERADA DI RUMAH, AKASHI?!"

"Sejak tujuh jam yang lalu. Jaga volume suaramu, Daiki"

11.58 PM

Tidak lama setelah Akashi dengan dibantu oleh Kuroko meletakkan tiga mangkuk soba di meja dapur, sandwich manusia terbentuk di sofa besar. Dengan Aomine duduk bersandar pada bantalan empuk sofa, Akashi yang bersandar pada dada bidang Aomine Daiki, dan Kuroko yang melakukan hal sama di dada bidang Akashi.

Tepat jam dua belas. Dentingan lonceng mulai terdengar dari tempat mereka berada saat ini. Suara denting berkelanjutan yang membelah keheningan malam.

"Selamat tahun baru," tanpa dipanggil pun, Kuroko telah memutar tubuhnya hingga ia kini duduk di paha sang emperor, sedetik kemudian ia mempertemukan bibirnya dengan bibir novelis di depannya, "Tetsuya."

"Selamat tahun baru, Akashi-kun."

"Daiki," tanpa membuang waktu, begitu namanya disebut, Aomine segera menunduk untuk menangkap bibir Akashi dalam kehangatan bibirnya.

"Aomine-kun," menit selanjutnya, bibir Aomine sudah berpindah pada bibir pemuda yang lebih kecil dari pemuda yang bersandar di dadanya.

"Selamat tahun baru, Tetsu, Akashi."

"Mohon bantuannya untuk tahun selanjutnya, Akashi-kun, Aomine-kun," meskipun tipis, Akashi dan Aomine dapat melihat senyum di bibir pemuda yang ada di depan mereka.

end


NG Tetsuya

Seusai berganti pakaiannya dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga sejengkal di bawah siku yang ditumpuk dengan sweater hangat tanpa lengan, tidak lupa dengan celemek hitam yang melindunginya, Kuroko Tetsuya mengeluarkan isi kantong belanjanya. Vanilla milkshake dan selusin pak telur mentah tampak tak lama kemudian. Ia mengangguk puas kepada dirinya sendiri dan berkata dalam hati, "dengan ini tidak akan ada masalah untuk beberapa hari ke depan."

NG Daiki

"Aomine-kun."

"Hmm?"

"Memangnya kau bisa melihat film ini dari posisimu?"

"Jangan pedulikan aku, Tetsu. Tonton saja filmnya."

"Tapi, Aomine-kun. Bukankah kita sudah berjanji untuk menonton bersama?"

"...apapun kecuali film horor, Tetsu,"

"Setidaknya jangan bersembunyi di belakangku, Aomine-kun. Dan jangan memegang pundakku terlalu erat."

NG Seijuurou

"Jadi dari tadi kau di mana, Akashi-kun?"

Setelah berhasil menenangkan Aomine yang kesal setengah mati ke pemilik helaian rambut semerah darah itu, Kuroko menyeruput gelas vanilla milkshakenya dan bertanya kepada mantan kaptennya yang kini ia gunakan sebagai sandaran punggungnya.

"Di kamar. Bermain MMORPG."

Jawaban datar yang sukses menimbulkan kedutan otot di pelipis kedua pemilik rambut biru di depan dan belakangnya.

-happy end?-


AN:

MMORPG = Massive Multiplayer Online Role Player Game. Berdasarkan bonus DVD kurobas S2, ada player bernama "Red Emperor", dan siapa lagi yang menggunakan nama itu selain Akashi, atau itulah yang kupikirkan dan jadilah NG seperti itu. Tehee.

SELAMAT TAHUN BARU 2015!

AoAkaKuro di awal tahun, dengan doa bahwa shipper OT3 ini akan bertambah.