Bad Day Akazukin
Based On: Little Red Riding Hood
Author: Tisa's Flower
Kuroko no Basket (c) Fujimaki Tadatoshi
Warn: Yaoi non-con, A/O verse, typos, ooc, dll.
Excerpt: Akashi adalah alpha yang hendak melakukan mating di dalam hutan, namun ketika ia hendak menjadikan omega-nya sebagai mate, mereka malah diusir oleh seorang penjaga hutan bertudung merah.
. . .
Aomine Daiki menyongsong dengan bahagia sosok mungil bertudung merah yang berjalan ke arahnya di tengah keremangan senja setelah memastikan bahwa sosok itu adalah rekan satu kelasnya di sekolah, Kuroko Tetsuya. Bekerja sendirian di tengah hutan belantara seperti ini terkadang membuat pemuda berpigmen cokelat ini merasa paranoid.
"Syukurlah kau cepat datang, Tetsu!" Aomine tersenyum lebar sembari menepuk keras punggung kecil Kuroko hingga anak itu terhuyung dan tudung merahnya melorot ke punggung, menampakkan helai-helai biru muda yang berantakan.
Anak yang lebih pendek itu melayangkan tatapan dingin. "Bukankah aku sudah berbaik hati menggantikanmu bekerja malam ini, Aomine-kun?"
"Maaf, maaf, Tetsu." Aomine terkekeh ringan, satu tangan mengeruk belakang kepala dengan kikuk. "Habisnya malam ini adalah malam istimewa bagiku. Ryouta bilang ia sedang berada di fase in heat一kau tahu kan maksudnya? Jadi kami berniat melakukan 'itu' malam ini."
Dahi di wajah datar itu mengernyit sekilas melihat ekspresi malu-malu seorang Aomine Daiki. Aomine penjaga hutan yang dikenal sangar dan galak itu, Aomine yang sudah tidak asing dengan semua hal berbau mesum itu, sekarang bertingkah layaknya gadis yang hendak menyatakan cinta pada gebetannya.
Kuroko menghela nafas dan berjalan masuk ke pondok kecil berukura meter yang digunakan penjaga hutan untuk beristirahat. Ia melepas tudung dan sepatu bootnya, kemudian merebahkan diri di atas ranjang kecil yang hanya muat untuk satu orang berbadan sedang.
"Oi, kau baik-baik saja kan, Tetsu?" Kepala Aomine menyembul dari jendela yang terbuka. Ini bukan pertama kali bocah berperawakan kurus itu menggantikan tugasnya jaga malam di hutan, mungkin sudah ada 3 atau 4 kali. Tapi biasanya Kuroko akan langsung mengambil senter dan berpatroli ke dalam hutan. Bukannya malah berbaring di atas kasur sambil menatap langit-langit dengan pandangan kosong.
Merasa tidak diacuhkan, Aomine mencondongkan badannya lebih masuk lagi melalui jendela. "Kalau kau sakit, lebih baik kau pulang saja. Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu."
Bola mata besar beriris aqua melirik tipis. "Aku baik-baik saja, Aomine-kun. Aku hanya sedikit kelelahan. Kalau kau tidak cepat pergi, nanti Kise-kun bisa 'dimakan' alpha lain."
"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi!" seru Aomine berapi-api. Ia berteriak dari luar. "Kalau begitu aku pergi dulu, Tetsu. Kupercayakan tugasku padamu!"
Kuroko memejamkan matanya ketika langkah sepatu Aomine semakin berderap menjauh.
"Oh ya, jangan lupa hati-hati... Katanya sedang banyak serigala yang berkeliaran di hutan..." Itu adalah pesan terakhir Aomine yang samar-samar sebelum langkah pemuda bersurai navy blue itu benar-benar hilang ditelan malam.
"Serigala?"
Kuroko bangkit untuk mencuci muka di wastafel kecil dekat pintu. Ia menatap pantulan wajah hambarnya di dalam cermin selama beberapa detik sebelum membasuh muka dengan air dingin agar tidak mengantuk berhubung ia akan berada di sini sampai besok pagi. Untungnya tadi siang pemuda 16 tahun itu sudah menyempatkan diri untuk tidur, jadi ketika Aomine secara mendadak dan memelas meminta bantuan padanya, Kuroko tidak mungkin menjawab tidak.
Hutan yang sedang dijaga Kuroko ini adalah hutan lindung milik pemerintah dan tidak sembarangan orang dapat memasuki kawasan konservasi alam yang subur ini. Dari pintu masuk hutan sampai ke pusat belantara terdapat 5 pos yang dijaga oleh masing-masing seorang penjaga hutan dengan jarak pos antara 3 sampai 5 kilometer. Kuroko sendiri berjaga di pos 3 yang sudah memasuki bagian hutan yang dalam, namun belum terlalu liar. Mentok-mentoknya, terkadang ada python berukuran kepalan tangan yang menyusup ke kolong tempat tidur, atau burung hantu yang menabrak atap pondok, atau rubah kecil yang memperhatikan Kuroko dari atas ke bawah selama beberapa kali kemudian melenggang santai untuk mencari makan.
Tidak ada yang benar-benar berbahaya di sini. Untuk urusan penebang liar dan pemburu hewan-hewan dilindungi, itu bukan urusan Kuroko karena wilayah penebangan dan perburuan biasanya tidak di sini. Titik rawan perburuan dan penebangan telah dijaga oleh pihak-pihak yang lebih profesional. Meski begitu Kuroko tidak boleh lengah karena pelanggaran hukum bisa terjadi kapan saja.
Sraaak.
Itu suara yang mencurigakan.
Kuroko melongokkan kepalanya keluar jendela. Ia tidak menemukan apapun yang mencurigkan. Dedaunan bergoyang pelan dan angin tidak berhembus kencang. Berarti yang tadi itu bukan suara gesekan daun yang dihasilkan oleh angin. Anak itu bergeming beberapa saat, menanti kalau-kalau ada suara mencurigakan lagi.
Trak.
Ranting patah, dan bunyinya cukup keras. Rubah atau landak tidak akan membuat suara sekeras tadi, kemungkinan sesuatu yang lebih besar dan kuat.
"Serigala?" tanya Kuroko pada dirinya sendiri, kurang yakin. Ia belum pernah menemukan serigala di hutan, pun belum pernah mendengar teman-teman sesama penjaga hutan yang lain tentang keberadaan binatang buas itu di kawasan ini. Tetapi ia harus memastikan.
Kain merah yang teronggok di atas kasur kembali disematkannya ke leher hingga jatuh menutupi nyaris seluruh tubuh kurusnya yang hanya dilingkupi kaus hitam dan celana pendek putih selutut. Aslinya potongan kain berwarna merah marun polos itu adalah selimut, namun ibu Kuroko menjahitnya menjadi jubah bertudung agar lebih mudah dipakai sang anak ketika malam hari supaya tidak kedinginan, berhubung Kuroko tidak suka memakai jaket atau mantel yang cenderung menambah gerah di malam musim panas.
Setelah memasang kembali sepatu bootnya, Kuroko mengambil senter dan menutup pintu pondok rapat-rapat agar tidak ada binatang liar yang bertamu seenaknya. Setengah wajahnya nyaris tak terlihat akibat tudung lebar yang menyelimuti kepala. Ia melangkah dengan hati-hati memasuki rimbunan pohon yang terlihat sedikit mencekam, ditambah iringan orkestra dari serangga malam, kukuk burung hantu yang meremangkan bulu roma, dan suara-suara yang tidak jelas asalnya, sudah dipastikan tidak akan ada yang berani menjelajah hutan ini sendirian. Tidak seorang pun, kecuali Kuroko Tetsuya. Bahkan Aomine pun sebagian besar waktu berjaganya hanya dilakukan di dalam pondok.
Trak.
Gusrak.
Bunyi ranting-ranting patah lagi. Semakin keras dan tidak beraturan. Kuroko memiliki pendengaran yang tajam. Ia bisa mengira-ngira jarak antara dirinya dengan subjek pembuat keributan hanya dengan satu kali dengar. Sorot matanya mengunci tajam rimbunan semak yang berada sekitar 15 meter di depannya, bergetar misterius. Seekor ular hitam kecil seukuran ibu jari berlari terbirit dari sana. Kuroko melangkah panjang, namun tetap berusaha meminimalisir suara.
"Aah..."
Langkahnya terhenti di pertengahan. Barusan itu seperti suara manusia normal. Dan terdengar... mencurigakan. Kuroko mempercepat langkah, cahaya senternya menyorot stagnan pada fokus yang diyakini tempat subjek pembuat keributan berasal.
"Ngh, ah..."
Ketika jarak antara dirinya dan semak mencurigakan itu tinggal dua meter, Kuroko kembali mengerem lajunya secara mendadak. Hidungnya mengendus udara, ada bau-bauan familiar yang membuat wajahnya tiba-tiba memanas. Ini bau seorang omega yang sedang berada dalam fase in heat. Ia tidak tahu jika fase in heat omega bisa berlangsung secara serempak. Kuroko mengendus udara sekali lagi, dan mendapatkan bau-bauan lain yang samar. Berarti omega itu tidak sendirian, ada seseorang yang menemaninya. Mungkin... alpha?
Dan jika seorang omega in heat berduaan bersama seorang alpha, maka dapat ditarik kesimpulan...
...mating?
Itu artinya mereka akan melakukan perkawinan. Perbuatan mesum. Di dalam hutan lindung milik pemerintah? Jangan bercanda dengan Kuroko Tetsuya.
Anak itu beranjak mendekat. Ia sudah bisa menangkap lelaki pemilik sejumput rambut berwarna merah yang bersembunyi di balik semak, menindih seorang lelaki lain yang tidak jelas wajahnya.
"Aah... tandai aku cepat... Sei-kunnn... jadikan aku milikmu seutuhnya."
"Dengan senang ha一"
Kuroko menyorotkan cahaya senter tepat ke wajah sejoli yang tengah dimabuk nafsu itu di saat yang tidak tepat, membuat mereka berjengit seperti cacing kepanasan.
"Sumimasen, dilarang melakukan hal mesum di dalam hutan ini," ucap Kuroko tenang. Ia bisa melihat pasangan yang bajunya masih utuh itu buru-buru berdiri. Satu di antara mereka, yang memiliki rambut merah menyala dan manik mata dua warna merah dan emas, memelototinya tajam. Dari baunya, meski tipis, Kuroko bisa merasakan bahwa dia ini seorang alpha, sementara lelaki lain yang baunya begitu kuat itu adalah seorang omega. Nampaknya ia kesal karena acara mating yang terganggu. Jangan salahkan Kuroko, ia hanya menjalankan tugas.
"Berani juga." Pemuda berambut merah yang kelihatan seumuran itu menyilangkan tangan di depan dada dan bergerak mendekati Kuroko yang sama sekali tidak terlihat gentar. Ia sudah beberapa kali memergoki pasangan mesum di hutan dan mengusir mereka. Jadi yang ini pun, tidak akan ada masalah besar.
"Hanya menjalankan tugas," balas Kuroko. "Aku penjaga hutan di sini."
"Sei-kun, ayo kita pergi." Pemuda yang bersama si rambut merah itu menarik tangan pasangannya, mengajak pergi. Tapi lelaki yang dipanggil 'Sei' tidak menurut begitu saja. Mungkin ia sama kesalnya dengan sang omega karena ritual suci seumur hidup mereka harus terinterupsi.
Sret.
Tudung merah Kuroko secara sengaja disibak sampai jatuh ke punggung. Dua pasang lensa yang tajam saling beradu. Namun sepertinya salah satu di antara mereka mulai merasakan ada sesuatu yang salah.
. . .
Akashi nyaris kehilangan jati dirinya selama sekian detik kala sepasang iris biru muda yang besar itu membalas tatapannya. Tatapan ingin membunuh dengan brutal pun terganti dengan tatapan lapar ingin menelanjangi. Makhluk berkulit pucat dan berwajah datar pemberani ini entah bagaimana mampu merangsang libido yang tadinya setengah-setengah saja menjadi seperti alpha in heat. Tidak seorang omega pun yang bisa membuatnya seperti ini, tidak bahkan oleh kekasihnya sendiri.
"Jika kalian berkenan, tolong tinggalkan tempat ini."
Sudut bibir Akashi tertarik ke atas. Ia suka tipe yang keras kepala dan pemberontak.
"Kau tidak tahu siapa aku? Namaku Akashi Seijuurou, putra tunggal Perdana Menteri Jepang." Ucapan itu muncul begitu saja dari bibir Akashi. Sengaja. Ia ingin melihat seperti apa reaksi lelaki di depannya. Jika orang awam, pasti mereka akan takut dan tunduk. Kita lihat saja yang satu ini.
"Lantas? Semua pelanggar hukum sama di mataku," jawab Kuroko tanpa rasa gentar sedikit pun. Akashi mendecakkan lidah, kagum. Benar-benar mengesankan. Kenapa ia tidak bertemu jauh-jauh hari dengan anak manis ini?
Akashi tersenyum kecil, kemudian menatap kekasihnya yang sedari tadi didiamkan. Anak laki-laki manis itu terlihat cemberut.
"Kau pulang duluan, aku akan menyelesaikan masalah dengan penjaga hutan sialan ini."
"Tapi Sei一"
"Setelah ini selesai, aku akan segera ke tempatmu."
Omega berparas manis itu menatap Akashi dengan pandangan was-was. Membiarkan alphanya一yang meski belum resmi一berdua saja bersama omega lain bisa sangat berbahaya. Apalagi ia merasakan bahwa feromon Akashi tiba-tiba jadi lebih kuat, jauh lebih kuat dari yang pernah ia rasakan.
"Pergilah."
Sang omega melangkah menjauhi mereka dengan ekspresi tidak suka. Ia kecewa, hanya demgan gangguan kecil semacam itu Akashi melupakan hal penting bagi mereka berdua.
. . .
"Kenapa kau masih di sini? Aku tidak melarangmu untuk pergi." Kuroko mengerutkan dahi ketika mengetahui hanya satu di antara kedua orang itu yang pergi.
Akashi duduk di atas tanah sambil tertawa kecil. Ia menyisir rambut merahnya yang agak berkeringat ke belakang. "Tak apa. Dia bukan mate-ku. Aku belum punya."
Kuroko memiringkan kepala dan melipat kembali tangannya di depan dada. "Lain kali tolong jangan berkeliaran di hutan malam-malam seperti ini, apalagi tanpa izin. Meskipun kau adalah anak perdana menteri."
Pemuda berambut merah itu bangkit berdiri sambil menepuk-nepuk celana cokelatnya yang diselimuti tanah. Ia mengulurkan telapak tangannya, mengharapkan sebuah sambutan.
"Siapa namamu?"
Kuroko menyambut uluran tangan itu. Permukaan kulit yang hangat... bukan. Tangan Akashi terasa panas, panas yang tidak wajar.
"Kuroko Tetsuya."
"Tetsuya." Akashi menyeringai. Ia menarik telapak tangan Kuroko yang sedang digenggam menuju bibir merahnya berada. Dikecupnya punggung tangan pucat itu lama, meski sang empunya tangan berusaha melepaskan.
"Tolong lepaskan." Dengan sedikit kesusahan, Kuroko menarik tangannya kencang, namun Akashi balas menarik dengan lebih kuat, membuat Kuroko limbung dan roboh telentang ke permukaan tanah dengan bunyi berdebam.
Visual pemuda itu berkunang-kunang. Ia berusaha bangkit sebelum kedua lengannya mendadak tertahan di samping kanan dan kiri, ulah dari kedua tangan milik Akashi yang sudah berada di atas tubuhnya, menyeringai lebar.
Seperti seekor serigala.
"Apa yang kau lakukan?" Kuroko menggeram, mencoba melepaskan perangkap di kedua tangannya, namun cengkeraman semakin menekan kuat untuk dilawan saat ia semakin memberontak.
Sang alpha tertawa kecil. Peluh yang timbul pada wajah tampan itu mengalir jatuh membasahi bibir Kuroko yang sedikit terbuka. Sensual, dan Akashi nyaris hilang kendali.
"Kau omega yang tangguh. Aku menyukaimu," bisik Akashi di telinga lawannya. Kuroko memejamkan mata. Ia benci sensasi saat sekujur tubuhnya bergetar hanya karena vibra dari suara alpha tak dikenal yang tengah menyerangnya.
Sebelah kaki Akashi melebarkan kaki Kuroko yang merapat, menghasilkan celah yang cukup nyaman untuk dapat digunakannya menyerang.
"Akashi-kun, tolong hentikan." Kuroko berusaha membuat suaranya sestabil mungkin. Ia tidak ingin membuat Akashi merasa bangga dan kesenangan dengan menyerah dalam hitungan menit saja.
"Kau tahu, Tetsuya? Aku bisa mencium feromon yang sedang kau tutupi mati-matian."
Pemuda beriris ganda itu mengangkat wajahnya, melebarkan senyuman ketika ditemukannya sedikit gurat kecemasan di sepasang lensa jernih di hadapannya.
"Aku tahu kau sedang dalam 'siklus', tapi kau berusaha keras menutupinya dari para alpha. Agar mereka tidak menyerangmu, benar kan? Tapi sayang sekali... selalu ada satu yang bisa membauinya. Aku. Kau tahu kenapa?"
Warna merah yang tipis menjalari sekujur wajah pucat sang omega ketika alpha di atasnya tiba-tiba mendaratkan satu ciuman pada belahan bibirnya yang sedikit menganga.
"Nnnh." Kelopak mata Kuroko menutup. Ia merasa takut dengan suara yang dikeluarkan. Telapak tangannya mengepal, namun genggaman tangan Akashi semakin kencang hingga seperti menahan laju aliran darah di pergelangan tangannya. Kakinya ikut terjebak oleh kaki Akashi yang lebih tangguh untuk menahan semua pergerakan.
Jantung Akashi berdebar keras hingga ia merasa kaget sendiri. Perasaan yang seperti ini baru pertama kali ia alami. Otaknya berkabut. Tubuhnya bergerak sendiri mengikuti ritme. Lidahnya menyetubuhi rongga mulut si biru yang sedikit tersengal akibat kehabisan nafas. Saliva keduanya yang menyatu, meluber perlahan dari celah di antara kaitan bibirnya dengan bibir Kuroko. Terus mengalir menjalari pipi pucat yang telah merona merah menyala.
"Ngh... uhuk!"
Akashi segera melepaskan tautan oral mereka ketika Kuroko tersedak karena tak mampu mencuri oksigen. Tubuh pemuda itu bergetar, matanya nyalang menantang, tidak suka diperlakukan sedemikian rupa. Akashi menyingkirkan helai-helai biru yang melekat oleh keringat di dahi sang submissive, kemudian menjilat bekas saliva yang masih tercetak di sudut bibir Kuroko.
"Sepertinya kita berjodoh."
Kuroko sama sekali tidak berpikir untuk menjawab tuturan Akashi. Ia terlalu bernapsu menampung oksigen sebanyak-banyaknya hingga tidak menyadari bahwa ikatan jubah merah di lehernya telah terlepas oleh gigi Akashi, membuat leher putihnya tertangkap jelas di mata sang predator.
"Kau tidak keberatan menjadi mate-ku kan, Tetsuya?"
"Tunggu...!" Kuroko membelalakan mata. Tubuhnya menegang ketika lidah Akashi menjilat satu titik sensitif di lehernya dengan sensual, menghisapnya hingga meruam, dan ancang-ancang menancapkan giginya di sana. Kuroko panik. Ia merasakan feromon Akashi menguat di sekelilingnya, siap menyatu dengan miliknya. Tidak, Kuroko tidak siap. Ia belum ingin memiliki dan dimiliki oleh siapapun. Ia masih 16 tahun, ia belum siap mating, apalagi sekarang adalah puncak in heat-nya. Jika mating sekarang, kemungkinan besar ia akan hamil dan itu akan menjadi permasalahan besar bagi setiap omega.
Telapak tangan Kuroko terkulai lemas, membuat Akashi melepaskan jeratannya karena menduga Kuroko telah menyerah. Untuk saat ini ia hanya fokus akan satu hal.
Namun sebelum sempat berbuat lebih lanjut, tangan Kuroko yang tadinya lemah mengeruk segenggam tanah dan melemparkannya ke wajah Akashi.
"Ugh!"
Momen ketika Akashi mengucek kedua matanya digunakan Kuroko untuk mendorong tubuh yang sedikit lebih besar darinya itu sampai lepas. Secepat kilat tangan itu meraih tudung merah yang terabaikan, memakainya, dan berlari jauh ke dalam hutan.
Ia harus bisa kabur dari situasi genting ini.
. . .
A/N: Aaaaaah, ngerasa belum kuat bikin lemon u.u Jadi saya pisah dulu ya. Kalau responnya baik, nanti baru saya update *fool grin*. Buat Lyn yg abis kena flame, tetap semangat! Flame itu bikin kamu jadi author yang strong. Trust me :D Tapi maaf ni fic agak buru2 bikinnya :P
Ngomong2 soal flame, lagi marak fanwar ya. Saya salah satu author AkaKuro yang nggak ngeksis2 amat, mohon maaf jika ada karya saya yang mengganggu shipper pair lain. Saya rasa AkaKuro shipper yang lain ngga ada salah sama karya mereka. Mereka cuma unleash their imaginations. Buat provokator (dari pihak manapun), sefanatik-fanatiknya Anda terhadap pair kesayangan Anda, tolong jadilah shipper yang saling menghargai. Ini cuma fiksi, fanwork, imajinasi, tidak nyata. Kalau kalian terlalu menganggap serius, kalian bisa berdelusi dan lupa segalanya一kayak saya. #plak.
Untuk AkaKuro shipper, keep calm and stay strong. Semakin tinggi pohon, semakin kencang juga angin yang menerpa :3
Komentar? Ok. Kritik dan saran? Ok. Flame? Ok. (tapi buktikan jika Anda flamer yg cerdas).
Yg mau kenalan, request fic, atau nagih fic, inbox aja ya~ *berasa jablay*
Saya banyak bacot nih. Udahan ya XD
Mata ne!
