A BOTTLE OF THOUGHTS
Main casts : Jean Kirschtein, Marco Bott
Rating : T
Genre : Drama, Angst
Disclaimer : all characters belong to Isayama-sensei
Warning : isi cerita saya ambil dari beberapa adegan dari episode 4-13 supaya cukup jelas timelinenya. Fanfic kedua Attack on Titan, masih pemula. Banyak kesalahan dalam istilah dan pengetikan. Mohon maaf kalau kurang berkenan. Don't like, don't read!
Chapter 1
Military Academy, year 850
Jean's POV
Pintu gerbang Akademi Militer yang terbuat dari kayu Oak itu didorong terbuka dan memperlihatkan sebuah kompleks bangunan pendidikan dan halaman pelatihan yang sangat luas. Lebih dari 200 orang mendaftarkan diri menjadi prajurit pengaman di negeri yang dikelilingi tiga lapis tembok raksasa. Setelah kejadian di Zhiganshina beberapa tahun yang lalu, kemiliteran negeri ini membutuhkan banyak orang untuk diterjunkan dalam peperangan melawan para Titan, sekelompok makhluk bertubuh sangat besar yang menjadi ancaman umat manusia.
Aku meneguhkan keinginanku bergabung dalam akademi ini, dengan harapan bisa masuk ke jajaran Polisi Militer. Mengapa aku memilih masuk ke jajaran super elit itu? Pertama, aku butuh pekerjaan dengan lingkungan yang aman. Kedua, aku ingin tetap hidup. Meski aku tidak tahu bagaimana mengerikannya monster besar pemakan manusia itu menyerang semua daerah di Wall Maria, aku tidak pernah mau menjadi korbannya. Demi menghindari kematian, aku memilih masuk Polisi Militer. Aku akan bekerja di tembok terdalam, di sebuah kastil dan jauh dari ancaman para Titan.
Dan kau tahu? Aku bukanlah satu-satunya orang yang berkeinginan seperti itu…
"Nama saya Marco Bott! Saya berasal dari Trost! Saya bergabung di sini karena ingin masuk jajaran Polisi Militer dan menyerahkan segala loyalitas saya kepada Raja!" suara lantang itu terdengar dari seseorang yang berdiri hanya beda 3 orang dari samping kananku. Dia, dan hampir semua prajurit baru lainnya, juga mempunyai keinginan yang sama denganku.
Meski kami bisa berkata demikian saat ditanya oleh pemimpin pelatihan kami, keinginan kami sebenarnya adalah ingin tetap hidup.
Kami akan dididik secara intensif sebelum nantinya kami harus memilih 3 divisi kemiliteran. Selain Polisi Militer, ada pula Pasukan Penjagaan yang bertugas di beberapa titik penting di setiap dinding. Mereka lebih berkonsentrasi pada pengamanan penduduk. Jika para Titan menyerang satu daerah, tugas mereka adalah membantu proses evakuasi sampai satu daerah itu kosong. Mereka juga bertanggung jawab atas keselamatan semua dinding. Selain 3D Maneuver Gear, mereka juga dibekali meriam dan barikade yang terbuat dari besi dan kayu besar.
Divisi paling penting dari semuanya adalah Pasukan Pengintai. Mereka adalah pasukan yang akan berhadapan langsung dengan para Titan. Mereka diterjunkan ke semua penjuru negeri, mengendarai kuda atau menyeberangi atap rumah dan gedung tinggi dengan kawat baja 3D Manuever Gear sambil mengayun pedang-pedang mereka untuk berperang. Tidak banyak orang yang mau tergabung di divisi ini karena selalu mengemban tugas yang sangat berbahaya. Mereka mengalami kekalahan telak saat berperang mempertahankan Wall Maria 5 tahun yang lalu. Lebih dari 300 pasukan mereka mati, dan tak sedikit pula yang terluka berat.
Kenyataan itulah yang membuat para kandidat prajurit tidak mau tergabung di sana. Atau hanya orang-orang gila yang siap mati yang mau bergabung.
Dan aku, yah, tidak lah…terima kasih…
"Hey Jean, kau begitu cerdas mengendalikan 3D Maneuver Gear! Ajari aku bagaimana melakukannya!" salah seorang prajurit baru mendatangi meja makanku dan Marco suatu malam. Kami baru saja menyelesaikan sesi latihan kami menggunakan alat perang 3D Maneuver Gear. Para senior bilang, aku cukup mahir menggunakannya.
Aku menggosok ujung hidungku dengan satu jariku, "Yah, mau bagaimana lagi. Aku memang berbakat. Hahahaha! Aku bisa bergerak lincah seperti itu supaya aku tidak menggunakan gas terlalu banyak. Kehabisan gas saat berperang, sama sekali tidak keren!"
"Ah, mungkin menurutmu itu mudah. Tapi sepertinya sulit untuk dilakukan," kata prajurit baru itu terdengar tidak yakin.
"Yah, tidak semua orang bisa melakukannya," kataku sambil meninggikan sedikit suaraku. "Tetapi jika kau mau masuk ke jajaran Polisi Militer, setidaknya kau harus ingat bagaimana menguasai alat perang itu."
"Benar-benar impianku untuk bisa tergabung di jajaran itu," kata Marco, dengan raut wajah berseri-seri. "Aku akan merasa sangat bangga bisa bekerja dekat dengan Raja."
"Hah, bicara apa kau ini, Marco? Benarkah itu tujuanmu masuk ke sana?"
"Aku serius, Jean!"
"Berhenti berbicara soal loyalitas dan coba pikirkan ini," kali ini aku merapatkan diriku dan menatapnya lebih dekat. "Kau mau masuk ke sana karena memang ingin bekerja di lingkungan aman kan?"
"Eh, bukan begitu! Aku sungguh-sungguh…!" dia terlihat salah tingkah.
"Bekerja di lingkungan aman, katamu?" tiba-tiba saja seseorang mengganggu pembicaraanku dengan Marco. Aku langsung melempar pandanganku ke arah Eren Jaeger yang duduk tidak jauh dariku. Dia lalu menatapku tajam.
"Bilang apa, Eren?" tanyaku agak sinis. Terus terang aku sangat tidak suka akan kehadiran laki-laki bermata hijau ini sejak pertama kali masuk Akademi Militer. Dia berasal dari Zhiganshina, dan dia melihat langsung bagaimana para Titan dengan bengisnya memakan manusia. Karena pengalaman mengerikannya itu, dia lebih populer di sini. Entah karena simpatik atau rasa hormat, orang-orang jadi lebih dekat kepadanya.
"Kau menguasai penggunaan 3D Maneuver Gear begitu mudah, Jean. Semua orang berharap bisa melakukan hal yang sama denganmu. Tetapi aku tidak percaya kau gunakan kemampuanmu itu hanya untuk kepentinganmu sendiri," kata Eren. Nada bicaranya terdengar dingin.
"Peduli apa kau soal kepentinganku, hah?" dia benar-benar membuatku muak. "Kau urus saja hidupmu! Tidak usah ikut campur dengan urusanku, Eren!"
"Kau benar-benar menyebalkan, Jean!" dia berdiri dan menantangku.
"Kau pun banyak omong dan itu menyebalkan, Eren!" aku terpancing dan ikut berdiri. Kami hampir berbuat keributan di ruang makan. Sampai akhirnya Mikasa memisahkan kami berdua, serta Marco yang membujukku kembali ke tempat dudukku. Nafasku tersengal menahan marah, tanganku terkepal kuat karena tidak bisa meluapkan kekesalanku dengan meninju wajah si brengsek itu.
"Sudah, Jean. Jangan terbawa emosimu," kata Marco berusaha menenangkanku. Satu tangannya diletakkan di pundakku. "Kau sudah berlatih cukup keras hari ini, dan kau lelah. Kau hanya akan menguras energimu jika kau harus ribut dengan Eren."
"Dia yang memancingku lebih dulu, Marco!" aku masih tidak bisa menguasai amarahku.
"Kita kembali saja ke kamar. Dinginkan kepalamu, dan tidur. Ayo, yang lain juga sudah mulai meninggalkan ruang makan."
Sebelum aku meninggalkan ruang makan, aku melempar pandanganku ke arah Eren. Aku menatapnya penuh benci, dan dia pun menatapku seperti itu juga. Tidak ada kata-kata terucap dari kami, dan aku pun langsung pergi dengan Marco ke kamar tidur.
Kami tidur pada satu ruangan besar dengan banyak ranjang bertingkat. Aku memilih tidur di ranjang atas, sedangkan Marco berada di ranjang di bawahku. Saat aku naik, aku memperhatikan laki-laki dengan bintik di wajahnya itu sedang menulis sesuatu di selembar kertas kecil.
"Apa yang kau lakukan, Marco?" tanyaku penasaran.
"Aku sedang mengeluarkan isi pikiranku, Jean. Di kertas ini," jawabnya tanpa menoleh kepadaku. Dia terlihat fokus dengan tulisannya. Kertas itu kemudian digulung dan diikat dengan tali. Setelahnya, dia memasukkan kertas itu ke dalam botol beling. Aku melihat botol itu sudah terisi kurang lebih 5 atau 10 gulungan kertas kecil. Kira-kira membutuhkan 50 gulung lagi supaya botol itu penuh.
"Aneh sekali, kenapa tidak ditulis di buku?" tanyaku, kali ini sedikit tidak peduli.
"Kalau di buku, aku harus menulis banyak," jawabnya sambil meletakkan botol itu di bawah kasurnya. "Dan aku tidak begitu suka menulis banyak. Kertas-kertas kecil ini setidaknya bisa menolongku mengeluarkan isi kepalaku yang mulai penuh dengan banyak hal."
"Memangnya kau memikirkan apa sih? Sampai harus ditulis di kertas kecil begitu. Kau kurang kerjaan, Marco."
"Hahaha…hanya ini yang bisa kulakukan untuk menenangkan diriku, Jean. Kau pasti punya cara sendiri untuk mengeluarkan isi kepalamu kan?"
"Aku boleh baca isinya tidak?"
Aku tidak mendengar dia menjawab apa pun dari pertanyaanku. Mungkin dia enggan menjawabnya, dan hanya ucapan selamat malam yang kudengar darinya sebelum akhirnya dia menenggelamkan diri dalam selimut tebal.
"Hey Marco," entah kenapa aku malah membangunkannya.
"Ya?" dia menjawab dari bawah.
"Kau dan aku akan masuk Polisi Militer. Kau punya impian, dan aku berharap punya impian juga nantinya. Mungkin sekarang aku belum tahu alasan sebenarnya aku masuk ke sana."
"Lambat laun kau akan menemukan impianmu sendiri, Jean. Perjalanan kita masih panjang."
"Ya, kau benar. Eren sialan! Lihat saja nanti! Aku akan mengalahkannya, membuatnya diam dan menunjukkan bahwa aku lebih baik daripada dia."
"Itu Jean yang kukenal! Aku tahu kau bisa cukup bijak menghadapi situasi ini. Bersemangatlah, kawan!"
"Hmph…aku memang selalu lebih baik dari siapa pun. Nah, saatnya tidur. Selamat malam, Marco."
6 months later
Setelah sekian lama kami dididik di akademi ini, kami mengikuti serangkaian ujian untuk kelulusan. Kemudian kami dibebaskan memilih 1 dari 3 divisi kemiliteran. Namun hanya untuk 10 kandidat dengan nilai terbaik yang bisa masuk ke jajaran Polisi Militer.
Aku termasuk salah satunya. Sialnya, aku berada 1 level di bawah Eren…
Setelah diputuskan nama-nama yang menjadi 10 terbaik, Eren kemudian memutuskan untuk tidak bergabung dengan Polisi Militer. Dia sudah bertekad masuk ke Pasukan Pengintai. Si brengsek yang banyak omong itu rupanya punya nyali besar untuk masuk ke barisan berani mati. Dia akan membunuh semua Titan, dan tidak membiarkan satu pun hidup di muka bumi. Orang lain mencoba menurunkan mentalnya, tetapi dia bersikeras untuk bertahan pada pendiriannya. Sebenarnya kata-kata dari mulut besarnya itu tidak ada yang salah. Para Titan itu terlalu besar, walau hanya bisa menebar terror dan makan manusia. Tetapi bukan berarti mereka adalah sesuatu yang perlu ditakuti. Kalau ingin hidup, berarti satu per satu ancaman harus dimusnahkan. Bahkan yang paling menakutkan sekali pun.
Dan kau mau tahu pendapatku?
Aku setuju dengannya, sial!
"Akhirnya kita bisa masuk Polisi Militer, Jean," lamunanku seketika buyar ketika Marco duduk bersamaku di ruang makan, dan membawakanku minuman hangat. Ah ya, Marco juga masuk dalam 10 besar. Dia berada 1 level di bawahku.
"Ya, aku senang kita berhasil, Marco," aku berusaha untuk tidak peduli dengan kata-kata Eren yang berusaha menyadarkan Thomas dari ketakutannya.
"Setelah ini, kita akan mulai bekerja di tembok terdalam dan dekat dengan raja. Impianku ini akan segera terwujud. Aku akan membuat orangtuaku bangga dengan perjuanganku di akademi ini. Bagaimana menurutmu, Jean?"
Aku hanya bisa tersenyum mendengar Marco berkata demikian. Aku tidak tahu akan menjawab apa. Aku bangga, dan aku lega atas hasil usahaku. Tetapi buruknya, kata-kata heroik Eren telah meracuni otakku. Sekian lama kami dididik di akademi ini, dibekali segala macam keterampilan berperang, membela diri, semua itu dilakukan karena kami benar-benar dipersiapkan untuk berperang. Kami tidak tahu apa yang akan kami hadapi setelah ini. Akankah kami langsung bisa masuk ke divisi yang kami pilih?
-to be continue-
A/N : minna-san, akhirnya saya nyoba lagi buat bikin cerita Jean/Marco. Terima kasih yang sudah membaca, dan terima kasih juga yang sudah review. Ini akan jadi multichapter. Semoga gak terlalu banyak biar gak bosen juga bacanya, ehehehe~
Chapter 2 coming up next!
