Jika mengingat cerita yang pernah dibacakan teman pantinya dulu . Jongin tak pernah mengira, patung hasil karyanya akan benar-benar seperti dalam cerita.

"Baekhyun?" "Namamu Oh Sehun." "Aku kekasihmu bodoh!"

...

...

Title : Snow Maiden

Main Cast : Kim Jongin, Oh Sehun

Pairing : KaiHun, Slight KaiBaek, ChanBaek

Genre : Fantasy, Romance

Rated : T – M

Warning : Typo(s), OOC, AU, BL

Disclaimer : Standard disclaimer applied...

Hyun Present..


Dua tahun bukanlah waktu singkat bagi Jongin untuk menjadi seorang yang tak lagi betah mendiami tempat tinggalnya. Masih mengiang bagaimana Baekhyun, teman sekaligus hyungnya itu mengingatkan bahwa ia tak boleh keluar rumah untuk malam ini karena salju pertama akan turun. Bukan ia tak menghormati ataupun menghargai ucapan pria mungil itu karena sekarang dirinya tak berada di tempat seharusnya, melainkan berada di depan pintu beranda rumahnya. Hanya saja, ia tak mau mati bosan dengan duduk di depan perapian sambil memainkan sendok kecil yang terus mengaduk-aduk coklat panas hingga rasa kantuk membuatnya menyerah.

Pria tan itu kembali menadahkan telapak tangannya, berharap es bertekstur halus itu segera menyapa dan memberikan sensasi dingin yamg dipujanya sejak dua tahun ini. Jika kebanyakan kerabat dan orang lain akan mengira bahwa Jongin adalah sosok penyuka terik matahari karena warna kulit tan'nya yang seksi, maka ia harus meralat mereka semua. Karena pada kenyataannya, hal itu tak benar-benar terjadi. Ia memang sempat membenci apa yang orang sebut sebagai malam natal karena hawa yang dirasakan nyaris membuatnya mati kedinginan. Namun semejak temannya tak lagi menemaninya saat musim dingin, ia menjadi seorang pemuja dari rasa sejuk berlebihan itu.

Aneh memang. Seharusnya ia membenci musim dingin dengan alasan tak ada yang menemaninya di rumah. Tapi justru itulah yang menjadi alasannya yang lain, Ia menyukai udara dingin karena kehangatan sudah sulit baginya untuk didapatkan.

Sejak kecil Jongin memang tinggal di panti asuhan dan hanya mendapat kasih sayang dari sang ibu panti. Awalnya, Jongin sendiri tak pernah merasa bahwa dirinya seorang yang perlu diperhatikan. Namun, seiring pertumbuhannya menjadi sosok yang selalu ingin tahu, ia menuntut apa yang menjadi alasan kedua orang tuanya meninggalkannya di tempat seperti itu. Dan jawaban yang ia dapat hanya berupa 'keterbatasan ekonomi'.

Mulai saat itu, ketika usianya menginjak genap enam belas, ia memutuskan untuk hidup sendiri. Bukan ia tak betah karena teman-temannya tidak bersikap ramah. Bukan. Teman-temannya bahkan menyayanginya seperti seorang saudara kandung. Namun ia berpikir bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah alasan cukup logis bagi seseorang untuk berhenti bertahan hidup. Apalagi untuk menelantarkan seseorang yang menjadi darah dagingnya sendiri. Ia ingin menunjukkan jika ia masih bisa hidup mandiri kepada orang yang telah menyia-nyiakan kehadirannya. Dengan bekerja keras dan mampu membangun rumah sendiri, meski terlampau sederhana namun ia yakin tuhan tak pernah berlaku tak adil padanya.

Ia mendapat cukup kebahagiaan dengan ditemani seseorang yang cukup memperhatikannya. Di kala musim dinginpun, tak pernah ada malam yang ia jalani sendirian di rumah. Ia selalu ditemani Baekhyun, kenalan pertamanya di cafe tempatnya bekerja yang telah merangkap menjadi Hyung tersayangnya.

Tapi sejak hari dimana Baekhyun menceritakan bagaimana pengalamannya bertemu dengan seseorang yang spesial dan berakhir dengan pria mungil itu yang tak pernah lagi menginap di rumahnya, Ia merasa terlantarkan untuk kedua kalinya. Maka dari itu, ia tak pernah lagi menghabiskan waktu malamnya di rumah, meski saat salju turun. Malah sebaliknya, ia menjadi pemuja udara dingin yang disisakan salju.

Jongin hendak melangkahkan kakinya meninggalkan teras depan rumahnya itu, sebelum butiran es lembut menghujami dan menghentikan niatnya untuk melanjutkan langkahnya yang ketiga. Pria tan itu lantas berdiri diam, ia menengadah, merasakan sensasi dingin menyapu kulit wajahnya dengan mata terpejam. Ia tersenyum, inilah momen yang ditungguinya sedari tadi. Menikmati indahnya salju yang turun pertama di awal Desember dengan tidak perlu susah-susah memakai pakaian tebal nan rumit miliknya.

"Terimakasih Tuhan.." Gumamnya seperti berbisik.

Ia merentangkan kedua tangannya, membiarkan kulit tan seksinya bersentuhan dengan parutan es yang turun menyapa. Ia hirup dalam-dalam aroma yang menguar bersama salju yang jatuh mengerubungi tanah tempatnya berpijak.

Sejenak dan sebentar, untuk selanjutnya ia kembali menatap lurus jalanan trotoar yang langsung bersebrangan dengan pintu utama rumahnya. Ia menarik nafas dalam sebelum kembali menghembuskannya dan menciptakan kepulan uap asap dingin. Sejujurnya udara malam ini terlalu dingin, tapi masa bodoh bagi Jongin. Pria tan itu lebih memilih mati membeku dibanding harus mati membusuk dalam rumah.

"Jongin-ah!"

Seseorang menepuk pundaknya dari belakang yang berhasil membuatnya terlonjak kaget. Ia mengenali suara itu, dan karenanya ia enggan untuk menoleh.

"Bukankah sudah ku katakan?" Tanya Baekhyun yang perlahan melangkah menghadap Jongin, tangannya masih bertengger di bahu pemuda tan itu.

Namun Jongin hanya menghela nafas bosan. Ia tidak membenci Baekhyun sebenarnya. Hanya saja, orang yang bersama Baekhyun itulah yang membuatnya sedikit terganggu.

"Aku tahu." Ucap Jongin dingin. Sedingin udara yang menyelubungi mereka bertiga. Ia menelusupkan jemarinya di saku celana jeans yang ia kenakan.

"Lalu?" Itu Chanyeol. Orang yang membuat Baekhyun jarang bersama Jongin lagi.

Suara berat Chanyeol berhasil mengundang perhatian dari Baekhyun. Pasalnya pria dengan eyeliner tebal di matanya itu tak pernah mendengar kekasihnya bicara dengan nada serius seperti tadi. Sepertinya Chanyeol mengerti jalan hati Jongin yang merasa risih akan kehadirannya.

Sementara, Jongin sendiri tak segera menjawab. Ia menghela nafasnya lagi dan menatap Chanyeol sinis.

"Baekhyun hyung, aku hanya ingin membeli sesuatu. Tenang saja, aku akan segera pulang." Kata Jongin pada akhirnya. Ia tidak ingin mencari masalah dengan siapapun, terlebih dengan orang yang pastinya hanya akan berujung pada kekesalan Baekhyun.

"Yasudah, tapi jangan lama-lama. Aku hanya khawatir jika kau akan sakit seperti minggu lalu."

Dengar? Karena hal itulah yang membuat Jongin betah berlama-lama dengan pria mungil itu. Baekhyun selalu perhatian padanya. Walau ia tahu benar bahwa Baekhyun itu tidak lebih dari seorang teman dan rekan kerja, tapi sikap protektif Baekhyun padanya sudah menunjukkan jika pria mungil itu benar-benar menyayanginya.

Jongin kembali melangkahkan kakinya setelah berhasil membuat 'Hyung'nya itu percaya bahwa ia benar-benar akan membeli sesuatu. Namun sebenarnya ia juga bingung, ia masih tidak tahu harus datang ke tempat seperti apa. Kakinya hanya berjalan menuntun hingga tak sadar dirinya sudah berada di depan taman yang tak lagi banyak orang berkunjung. Lagipula, siapa yang mau bermain di taman sementara hari sudah malam, dan lagi ini adalah awal musim dingin.

Lantas Jongin tak menghiraukan, saat tiba-tiba kakinya berjalan dengan sendirinya menghampiri tumpukkan salju yang menggunduk di sudut taman tepat di samping bangku. Ini aneh. Namun membuatnya menarik. Salju baru saja turun beberapa menit lalu, dan hal tak wajar jika ada gundukkan salju setinggi satu meter tepat di depan matanya.

Teringat teman sebayanya di panti dulu ketika membacakan karangannya berjudul 'Snow Maiden'. Jongin mengulas senyum tipisnya. Apa benar ada sepasang suami istri yang dikaruniai seorang gadis cantik dari salju buatan mereka sendiri? Andai saja hal itu dapat benar-benar terjadi, mungkin ia akan membuat sosok Baekhyun dan menjadikannya teman di rumah kecilnya itu.

Hah..

Jongin kembali menghela nafas. Mengapa ia harus repot berandai-andai? Sementara hal yang di'andaikan'nya itu sudah mutlak tak akan pernah terjadi. Ini dunia nyata Jongin! Jangan pernah berfikiran jika akan ada peri keajaiban yang dapat membantumu seperti di film 'Tinker Bell' ataupun 'Fairy Tail'. Itu hal sangat bodoh Jongin!

Namun tampaknya pikiran logis masih tak cukup untuk membuatnya bertindak normal. Buktinya, hal yang dilakukannya sekarang sama persis yang dilakukan oleh sepasang suami istri yang berada dalam cerita 'Snow Maiden' yang didengarnya. Ok, Jongin masih cukup waras karena ia beralasan hanya untuk melepas rasa bosannya. Itu saja.

Tangannya mulai menumpuk, menyusun, dan mengukir bentuk tubuh seorang pria serapih mungkin. Pertama, kakinya. Ia dengan telatennya mencetak bentuk kaki jenjang yang ramping. Disusul bagian pinggang. Huh, ia sedikit bergetar ketika membuat bagian sekitar 'itu'nya. Keringat dingin yang menuruni pelipisnya memberi bukti bahwa Jongin benar-benar menghayati karyanya itu yang baru setengah jadi.

Bagian pinggang sudah selesai. Ia mengelap keringat bodohnya itu. Sesekali ia menggosok-gosokkan kedua tangannya secara berlawanan disertai dengan tiupan hangat dari bibir sintalnya. Pekerjaan ini sudah membuat tangannya membeku.

Ia melanjutkan pekerjaannya setelah sebelumnya ia raih sebatang ranting pohon pipih yang kebetulan tergeletak tak jauh dari tempatnya barusan. Mungkin akan cukup membantu. Sekedar untuk mengeruk salju yang mulai mengeras itu untuk kembali dibuat patung pria yang belum tahu pasti wajah siapa yang akan ia pakaikan nanti. Mungkin wajah Baekhyun yang terbayang. Tapi ingat, ia masih waras, ia hanya melepas bosannya saja.

Patung pria itu sudah benar-benar jadi. Namun entah karena Jongin itu adalah seorang ahli pembuat patung atau malah sebaliknya. Yang terbayang di pikirannya itu wajah dan tubuh mungil Baekhyun. Tapi hasilnya? Ini keajaiban! Untung saja bukan patung dengan sosok yang ancur berwajah absurd. Sudah dikatakan bahwa ini sebuah keajaiban atau yang sering guru bahasa Inggris jadi-jadiannya sering sebut dengan kata 'Miracle'.

Wajah manis dengan ukiran sempurna. Bentuk dagu yang kecil dan rahang tegasnya. Bibir tipis namun kissable yang jika seandainya berwarna merah muda, pasti terlihat lebih dan lebih-lebih lagi, mungkin sudah ia kulum sedari tadi, eh?. Ukiran mata dengan sentuhan kelopak sipit. Kemudian mahkota di kepalanya ber-style blonde dan jika seandainya lagi itu bisa di beri warna, maka akan ia warnai dengan warna soft-pink. Uh, teringat arumanis yang sering di jual di festival kembang api. Dan jangan lupakan bahwa bentuk tubuh tinggi nan ramping patung itu menyerupai seorang yeoja. Cantik.

Jongin memang pengrajin ternama sepertinya.

"Kau... Kau namjachingu ku Ok?" Ucap Jongin bermonolog seraya mengusapi pipi halus patung buatannya. Sepertinya Jongin memang sudah gila. Ingatkan ia untuk tidak lagi menyangkal opini tersebut.

Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Sebenarnya ia ingin berlama-lama bersama dengan teman patungnya itu. Namun lagi-lagi ia mengelak bahwa ia bukanlah orang bodoh. Ia masih cukup cerdas untuk tidak bermalam kemudian mendirikan tenda di tempat itu hanya karena tidak ingin meninggalkan hasil karyanya yang 'kebetulan' begitu terlihat indah dan mendekati nilai sempurna. Ya... hanya mendekati, karena andai saja ia bisa memberi warna di bibir serta di bagian-bagian lainnya, itu baru bisa dikatakan sempurna, menurutnya.

"Sampai besok. Aku akan mengunjungimu tiap sore. Itu juga jika kau tak dirusak oleh tangan-tangan anak nakal yang bermain disini." Katanya tegas, namun semakin pelan ketika mengucapkan kalimat yang terakhir. Jujur saja, Jongin merasa tidak ingin karyanya itu hancur di tangan siapapun. Ia merasa tidak rela.

Ah, tapi itu hanya patung. Ia bisa membuatnya lagi jika yang ini benar-benar akan hancur, benarkan? Tapi semoga saja tidak.

Ya, semoga saja.

"Kau baik-baik di sini."

=Snow Maiden=

"Kau pulang cepat hari ini?"

"Ada hal yang harus aku lakukan." Tanggap Jongin cepat. Nafasnya masih memburu, baru saja ia mengantar pesanan yang ada di meja lantai atas, kemudian ia kembali memasukkan barangnya ke dalam tas yang sebenarnya tak pernah ia pakai.

"Kau tak mau memberi tahu Baekhyun dulu?" Tanya Luhan lagi, ia bersidekap dengan membagi berat tubuhnya di dinding seraya memperhatikan Jongin yang sepertinya benar-benar diburu waktu. Oh iya, Luhan adalah rekan kerja Jongin di cafe itu setelah Baekhyun tentunya.

Jongin tak segera menjawab, ia berhenti dengan aktivitasnya kemudian menatap Luhan datar. Ia menghembuskan nafas bosan. Huh, belakangan ini Jongin sering sekali menghela nafas lelahnya.

"Ah terserah kau saja." Ucap Luhan pada akhirnya seraya menegakkan kembali tubuhnya, hendak pergi kembali menuju meja counter namun suara Jongin kembali menginterupsi.

"Bilang padanya aku akan mengunjunginya nanti malam." Jongin lantas kembali membereskan barangnya.

Jongin segera melangkahkan kakinya menuju pintu keluar. Ia harus cepat. Entah mengapa ia jadi merasa khawatir akan keadaan patung buatannya yang ia tinggalkan di taman semalam. Biar saja orang menganggapnya kurang waras, tapi ia merasa gelisah, sungguh. Mungkin rasa tidak ingin kehilangan hasil karyanya. Kan sayang jika patung seindah itu harus musnah di tangan orang lain, itu pikirnya.

Ia semakin mempercepat langkahnya dari perhentian bus menuju taman itu saat ia berfikir kalau seandainya patung cantik itu dipakaikan baju yang bagus mungkin akan lebih cantik. Eh? Patung itu bergender pria kan? Jongin lantas menghentikan langkahnya dan membuka tas ranselnya dengan cepat. Ia menepi dan duduk sejenak di bangku trotoar untuk mengambil beberapa pakaian yang mungkin bisa muat untuk patung hasil karyanya.

"Ah sial!" Pekik Jongin frustasi. Ia sudah benar-benar gila sepertinya. Buktinya ia berteriak marah hanya karena benda tak berguna di taman itu.

Jongin segera beranjak menuju rumahnya. Percuma ia membawa tas besar itu jika barang yang ia butuhkan tak ada di dalamnya.

Kaos hitam lengan pendek, celana Jeans miliknya yang mulai tak muat lagi, juga hoodie bertudung ia ambil dari lemari pakaiannya dengan tergesa juga. Ia sudah melupakan semuanya. Biasanya ia akan makan kemudian mandi dan bersantai, sekarang tidak lagi. Ia lebih peduli akan keadaan patung di taman itu.

Jongin kembali meninggalkan rumahnya dengan tergesa pula. Ia setengah berlari menuju taman. Namun satu hal membuatnya berdiri terdiam. Ia nyaris tak bernafas dan seluruh pakaian di tangannya terjatuh begitu saja.

"Ya Tuhan!"

Patung di taman itu sudah tak ada. Tumpukkan salju yang semalam mengambil perhatiannya, menggunduk seperti semula.

"Patung saljuku rusak."

To Be Continued...


Terinspirasi dari Narrative text berjudul 'snow Maiden'

Gimana? Lanjut atau udahan?

Review Ok dears ;)