Corner of Memories
Rate: M for future lemon
Genre: Romance/Humor
Pair: GrimmIchi & others
Warning: Yaoi, OOC, judul nyontek judul lagu (karena nggak ada ide), abal, nggak jelas, Don't Like Don't Read, dll.
Summary: Waktu tidak pernah menunggu. Pergilah tanpa goyah, dengan hati sebagai panduanmu. AU, GrimmIchi. Seireitei Gakuen versi 2, semoga lebih baik. RnR, Don't flame. Warnings inside.
Note: Di cerita ini, rumah Ichigo ada di Tokyo. Sementara Seireitei Gakuen ada di Karakura.
Chapter 1: Welcome to Seireitei Gakuen
Ichigo tersenyum kecil. Mata cokelatnya memandang foto Masaki. Perlahan, ia meletakkan bingkai foto sang ibu. "Kaa-san. Syukurlah, aku diterima di sekolah yang aku impikan. Ya, aku diterima di Seireitei Gakuen. Semoga saja, aku bisa mendapat banyak teman di sana. Dan juga, nilai yang memuaskan. Sejujurnya, aku agak gugup juga, karena besok adalah hari pertama aku bersekolah di—"
Suara klakson mobil memotong pembicaraan Ichigo. Mendecih karena acara curhatnya diganggu, Ichigo dengan terpaksa pun menyudahi pembicaraannya. "Sudah dulu, Kaa-san. Kalau aku terlalu lama, Shiro-nii bisa marah-marah. Kaa-san tahu sendiri kan, bagaimana sifat Shiro-nii. Sampai jumpa, Kaa-san," Ichigo meraih foto tersebut. Dengan lembut, diciumnya foto sang ibu.
"Oi, Ichigo! Cepatlah, aku sudah menunggu dari tadi!" teriak Shiro dari luar.
"Iya, iya. Sebentar!" balas Ichigo sembari membawa tas ranselnya.
Dengan tergesa-gesa, ia menuruni tangga menuju ruang tengah. Tampak Shiro, Isshin, Yuzu dan Karin sedang menunggunya. Ichigo segera melenggang menuju kedua adik bungsunya.
"Yuzu, Karin…" sapa Ichigo pada kedua adiknya.
"Onii-chan…" balas Yuzu sambil menahan air matanya.
"Yuzu, jangan memasang wajah seperti itu. Kita seharusnya menyemangati Ichi-nii," tegur Karin yang memang tidak pernah menangis.
"Ta-Tapi…Onii-chan mau…pergi…" isak Yuzu.
Ichigo mengelus kepala kedua adiknya. Kemudian, ia berjongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh Yuzu dan Karin. "Ayolah, jangan bersedih seperti itu. Aku akan pulang sekali setahun. Aku juga akan sering menelepon kalian. Jangan khawatir, oke?"
Ichigo kemudian menghadap Isshin. Dalam hati, ia sedikit bersyukur karena saat ini Isshin sedang serius. Akan merepotkan jika Isshin lebay seperti biasanya.
"Aku pergi, Oyajii…" pamit Ichigo sambil tersenyum lebar.
"Hati-hati. Semoga tidak ada masalah di sana," balas Isshin yang kini mendekap tubuh Ichigo. Ichigo balas memeluk Isshin, merasakan kehangatan sang ayah yang akan ia rindukan.
"Oi, oi! Sudah selesai belum dramanya? Daritadi aku sudah menunggu! Lihat, sudah jam 8 malam. Kita mau sampai di sana jam berapa, hah?" Shiro berkacak pinggang sambil menjitak kepala Ichigo.
"Itte! Tidak usah pakai menjitak kepalaku, baka…" gumam Ichigo sambil mengelus benjolan di kepalanya.
"Maka dari itu, cepatlah sedikit," celoteh Shiro. "Cepat masuk!"
Dengan wajah cemberut, Ichigo masuk ke dalam mobil sport hitam milik Shiro. Shiro yang jahil sengaja membanting pintu mobil, membuat badan Ichigo mengedik karena kaget. Melihat reaksi adiknya, Shiro terkekeh geli sebelum ia ikut masuk ke dalam mobil.
"Shiro-nii! Apa-apaan!" protes Ichigo.
"Heh. Anggap saja bayaran karena tadi kau lama sekali," jawab Shiro dengan muka tidak berdosa.
"Ukh…" Ichigo hanya mencibirkan bibirnya.
"Baru kujahili seperti itu sudah ngambek ya, Ichigo?" Hichigo menahan tawa kegeliannya.
"Aku tidak ngambek!" elak Ichigo denga dahi yang berkedut.
"Lalu kenapa pakai mencibir segala?" ejek Hichigo.
"Aaakh! Sudahlah, cepat berangkat!" teriak Ichigo frustasi. Salah satu kelemahannya, ia tidak suka dijahili. Sehingga dengan cepat ia ngambek. Tak heran Shiro suka menjahilinya. Masih terkekeh, Shiro pun mulai melajukan mobil hitamnya.
"Kirei…" gumam Ichigo ketika mereka mulai memasuki Kota Karakura. Bangunan-bangunan besar menjulang tinggi. Lampu yang berkerlap-kerlip menghiasi malam di Kota Karakura. Ditambah, penataan bangunan dan taman kota yang teratur dan rapi.
"Oi, sebentar lagi kita sampai," kata Shiro mengingatkan Ichigo.
"Souka…" Ichigo menatap ke arah jalanan di depan. "Ngomong-ngomong, apakah asramanya ada di dalam sekolah?"
"Hm, untuk tempat tinggalmu sih tidak."
Ichigo mengerutkan alisnya. "Kenapa?"
Shiro menghela nafas perlahan. Ia paling malas jika disuruh menjelaskan seperti ini. Tapi karena kali ini yang bertanya adalah adiknya, ia jadi tidak tega. "Asrama yang berada di dalam sekolah memang sangat bagus. Fasilitasnya lengkap. Tapi, harga rentalnya sangat mahal."
"Jadi, jika kita tinggal di sana kita harus membayar?" tanya Ichigo.
"Tentu saja! Dan aku bisa tinggal di sana karena mendapat beasiswa. Nah, asrama yang akan kau tempati berada di luar sekolah. Agak jauh memang. Tapi kau bisa pergi ke sekolah dengan menaiki monorail*. Lalu, kalau kau tinggal di sana, dompet kita tidak cepat mengempis," Jelas Shiro.
Ichigo tersenyum lebar mendengarnya. "Memangnya, lebih murah daripada asrama di sekolah?"
"Yah, bisa dibilang begitu..." Jawab Shiro sambil memarkirkan mobilnya. "Kita sudah sampai. Cepat keluar."
Kedua iris cokelat Ichigo menatap bangunan berwarna coklat tua di depannya. "Jadi…mulai sekarang aku akan tinggal di sini ya?"
Shiro memukul belakang kepala Ichigo. "Jangan melihat saja, bodoh. Cepat masuk."
"Iya! Tidak usah pakai memukul kepalaku!" protes Ichigo untuk yang kedua kalinya.
Shiro hanya menyeringai jahil. "Aku kembali ke asramaku dulu. Sampai jumpa besok!" Lambaian tangan Shiro mengiringi kepergiannya. Meninggalkan Ichigo yang masih mematung di depan Karakura Dormitory.
"Baiklah. Aku akan masuk sekarang," gumam Ichigo. Tangan berkulit peach itu perlahan mendorong pintu cokelat di hadapannya. Menelan ludah untuk kesekian kalinya, Ichigo melangkah ke dalam.
"Well…Tidak buruk juga," gumamnya ketika melihat ruang tengah yang sederhana namun elegan.
"Siapa di sana?"
Sontak, Ichigo pun membalikkan tubuhnya ke sumber suara. Namun karena ruangannya gelap (mungkin karena penghuni asrama sedang tidur), Ichigo tidak bisa melihat wajahnya.
"A-Aku…Ano…" Kuso. Kenapa harus gugup di saat seperti ini?
Tiba-tiba, lampu ruangan itu menyala. Kini, Ichigo dapat melihat wajah orang itu dengan jelas. Rambut biru. Mata safir yang tajam. Tubuh yang tinggi dan berotot. Rasanya Ichigo ingin meleleh di tempat ini sekarang. 'Suteki…'
Sesaat kemudian, Ichigo malah merasa ingin menendang dirinya. 'Tunggu, barusan apa yang aku katakan? Su-te-ki? Lovely? Sejak kapan aku jadi gay!'
"Kau murid baru? Adiknya Shiro?" tanya pemuda itu memastikan. Merasa ditanyai, Ichigo kembali dari alam bawah sadarnya.
"A-Ah, iya. Salam kenal, aku Kurosaki Ichigo," ujar Ichigo sambil tersenyum canggung.
Pemuda itu mengibaskan tangannya. "Yeah, Shiro sudah memberitahuku. Aku Grimmjow Jaegerjaquez. Senior dan anggota Espada. Salam kenal juga," Grimmjow mengulurkan tangannya ke arah Ichigo.
Dengan ragu, Ichigo membalas uluran tangan Grimmjow. "Espada?"
"Benar juga. Kau masih baru, jadi wajar saja kalau belum tahu. Espada adalah organisasi di Seireitei Gakuen yang bertugas menjaga murid-murid, menertibkan mereka, mengurus urusan sekolah, dan lain-lain. Intinya, Espada bertugas untuk menjaga sekolah kita. Yah, seperti Student Council. Namun lebih istimewa dan hanya ada di sekolah kita," jelas Grimmjow sembari melipat kedua tangannya di depan dada. "Espada beranggotakan 10 orang. Aku adalah nomor 6 di sana."
"Souka…Aku pernah dengar dari Shiro-nii," gumam Ichigo.
"Untuk sekarang, kau harus istirahat," Grimmjow memberi isyarat pada Ichigo untuk mengikutinya. "Akan kutunjukkan kamarmu."
Ichigo mengangguk. "Baiklah."
Grimmjow berhenti di depan sebuah pintu. "Ini dia kamarmu. No. 15. Ichi-go. Mirip namamu, kan?"
"Kau sengaja?" tanya Ichigo.
"Yeah, bisa dibilang begitu," balasnya. "Hei. Aku lupa memberitahumu ya, kalau aku adalah pemilik asrama ini?"
Ichigo menggaruk pipinya. "Ah, benar juga. Kau belum memberi—Apa! Asrama ini milikmu?"
Grimmjow menaikkan alisnya. "Heh, jangan kaget seperti itu. Kau pikir aku adalah remaja seperti kalian yang harus berhemat uang?"
"Maksudmu?" tanya Ichigo bingung. "Jangan-jangan kau dari keluarga kaya atau semacamnya?"
"Tentu saja. Kau belum pernah mendengar nama Jaegerjaquez sebelumnya?" geram Grimmjow.
"Jaegerjaquez… Jaegerjaquez… Jaegerjaquez, ya? Emm…" Ichigo berusaha mengingat-ingat. "Souka! Kalau tidak salah, Jaegerjaquez Company adalah perusahaan game terkenal itu kan? Aku pernah membaca tulisan Jaegerjaquez Company di video game milik Shiro-nii."
"Shiro? Orang itu beruntung sekali. Aku sering memberinya video game dari perusahaanku. Gratis," dengus Grimmjow. "Sudahlah, kita tutup pembicaraan ini, gaki."
"Aku bukan bocah! Jangan memanggilku seperti itu, Jaegerjaquez-senpai…" gerutu Ichigo.
"Oh? Kau juga harus memanggilku Grimmjow. Aku benci dipanggil dengan nama itu. Mengingatkanku pada otou-sama yang…Urgh, jangan pernah bertanya tentang ayahku. Oyasumi, Kurosaki…" Grimmjow melambaikan tangan ke arah Ichigo sebelum ia masuk ke dalam kamar di pojok koridor.
"O-Oyasumi, Grimmjow-senpai," balas Ichigo.
.
Ichigo menghempaskan tubuhnya ke atas kasurnya. Ia menggulingkan badannya ke samping. "Seireitei…Gakuen ya? Kira-kira…apa yang akan kualami selama bersekolah di sana?" gumamnya pelan.
Ichigo tersenyum. "Lalu…Grimmjow-senpai. Meski kelihatannya kasar, tapi dia punya sisi baik juga." Ujar Ichigo sebelum matanya tertutup. "Yeah…Suteki."
Knock Knock
Ichigo yang sedang merapikan dasinya segera melangkah menuju pintu kamarnya. Didapatinya si Sexta yang sedang menyeringai.
"Ohayou," Sapa Grimmjow. Tanpa basa basi, Grimmjow melenggang masuk ke dalam kamar Ichigo. Ia kemudian memilih kasur sebagai objek untuk didudukinya.
"Ohayou, Grimmjow-senpai," balas Ichigo. "Hei, aku belum menyuruhmu masuk kan?"
"Terserah aku. Bukankah asrama ini milikku?" dengus Grimmjow sambil melipat tangan di depan dada seperti biasa. Ichigo pun beropini, mungkin itu adalah pose favorit Grimmjow.
"Tapi bukan berarti kau bisa seenaknya masuk ke kamar orang lain," Ichigo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Dan kenapa kau masuk ke kamarku? Jangan bilang kau masuk tanpa ada urusan."
Mata safir Grimmjow yang tertutup, kini mulai terbuka. Ia melirik Ichigo dari sudut matanya. "Aku harus mengantarkanmu ke sekolah."
"Apa katamu? Tumben sekali kau berbaik hati," Ichigo berbalik ke arah Grimmjow yang mendengus.
"Ini perintah dari Kepala Sekolah, jangan berpikir macam-macam…" ujar Grimmjow. "Kau beruntung sekali. Kalau Isshin bukan teman lama Yamamoto, pasti ia tidak akan memerintahkan hal seperti itu padaku."
"Jadi…karena perintah Yama-jii?" Ichigo merasakan sedikit kekecewaan di dalam dirinya. Kemungkinan besar karena Grimmjow mau mengantarnya bukan atas kehendaknya sendiri, namun karena perintah.
"Ayo berangkat, gaki!" ajak Grimmjow. "Di hari pertama masuk sekolah, lebih baik kau berangkat pagi."
"Ja-Jangan panggil aku gaki!" protes Ichigo sambil berkacak pinggang. "Aku bukan bocah, tahu."
"Fine," dengus Grimmjow.
Di dalam kereta monorail…
"Itu lautan, kan?" celetuk Ichigo sambil menunjuk ke arah laut. Airnya nampak berkilauan karena terkena sinar matahari.
Grimmjow mengangguk. "Dari sini memang terlihat."
Ichigo masih memandangi lautan itu. Kota Karakura memang indah. Sepertinya dia akan betah berlama-lama di sini. "Nee, Kota Karakura itu bagus juga ya?"
Grimmjow melemparkan pandangannya keluar jendela. "Itu Seireitei Gakuen. Sekolah kita."
Ichigo mengalihkan pandangannya menuju tempat yang ditunjuk Grimmjow. Sebuah bangunan besar nampak menjulang di tengah lapangan berbentuk bintang. Terpesona dengan bangunan sekolah (?) untuk yang pertama kalinya, Ichigo bergumam, "Su-Sugoi…Besar sekali…"
"Sudah kuduga kau akan berkata seperti itu, " ucap Grimmjow. "Well, wajar saja. Kau memang belum pernah bersekolah di tempat sebesar ini, kan?"
"A-Apa katamu? Mau meledekku? Hah?" balas Ichigo sambil memberikan deathglare pada Grimmjow.
Yang dipandang hanya tertawa pelan. "Whoa, chill down, Kurosaki…"
Ichigo kembali memandang bangunan besar Seireitei Gakuen dengan wajah cemberut. "Yeah, whatever."
"Yo, Grimm!" sapa pemuda berambut hitam panjang dengan bandana putih yang menutupi matanya.
"Yo, Nnoi.." balas Grimmjow. Pemuda yang dipanggil Nnoi tersebut melambaikan tangan pada Grimmjow, sebelum ia berlari di antara murid-murid yang berjalan.
"Siapa dia?" tanya Ichigo.
"Nnoitra Gilga. Dia nomor 5 di Espada," jawab Grimmjow. "Meski dia kadang menjengkelkan, tapi dia adalah salah satu teman terbaikku."
"So-Souka…" Ichigo kembali beropini tentang Grimmjow. Teman-teman Grimmjow itu kebanyakan berwajah dan berpenampilan sangar. Langkah Grimmjow yang tiba-tiba berhenti membuat Ichigo tersadar dari lamunannya.
"Hh…Ini dia. Selamat datang di Seireitei Gakuen," ujar Grimmjow dengan seringainya.
"Hah? Em.." Ichigo menggaruk lehernya perlahan. Disambut seperti ini oleh seniormu, tentu saja membuatmu gugup.
"Ano…Well, yeah. Terima kasih," balas Ichigo sambil mengukir senyum. 'That's right. Ini adalah hari pertamaku masuk di sekolah elit ini. Yah, aku tahu, aku harus berusaha. Dan semoga saja aku mendapat teman yang waras. Maksudku, tidak seperti Nnoi-guy yang tadi berpapasan dengan Grimmjow dan aku. Tapi…siapa tahu?'
Akhirnya selesai! Gomen ne, yang sudah menunggu update-an SG. Saya sibuk banget. Dan mumpung saat ini aku sedang libur, aku berniat utk memperbaiki fic SG yang menurutku alurnya kecepeten. Dan lahirlah fic ini... u.u
Makasih buat yg udah me-review di cerita SG. Yuk, sekarang pada ngungsi ke sini aja...Hehe...#plak
Ada beberapa catatan:
*Saya ganti pen name. Dari Chibi Dan = Minami Riru. ^,^
*Monorail/Monorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan dengan sendirinya, kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet, sehingga tidak sebising kereta konvensional.
*Kalo bayar uang asrama itu namanya uang rental apa uang pajak ya? Bingung...-,-a
*Student Council=OSIS
*Ini masih di awal cerita, jadi masih belum terlalu seru. Kalo udah jalan, ntar bakal ada banyak acara hang out kok. Dan akan aku usahakan tetap update.
Yang terakhir review ya? No flame please.
#Maaf kalo ceritanya abal. Makasih buat yg udah review dan nge-fave SG sebelumnya. Hontou ni arigatou. C:
