Disclaimer : Naruto bukan punya saya
Rate :T (untuk saat ini)
Pairing : SASUHINA
Warning : Author masih newbie. .MISTYPO. Dan kesalahan lain yang bisa ditemukan dalam fic ini.
Don't like, don't read.
Enjoy…^.^
The devil who tamed her
Chapter one
Jelas sekali ada perbedaan kontras antara menjadi wanita yang paling cantik, yang menjadi rebutan dalam perburuan jodoh abad ini, dan menjadi wanita yang paling dibenci di seluruh Jepang. Anehnya, Hyuuga Hinata mengalami kedua situasi itu. Kecantikan wanita ini justru menjadi kutukan karena membuat orang di sekitarnya bertingkah bodoh.
Sikap orang-orang yang berkumpul di Summer Haze, rumah pedesaan kepala klan, Namikaze pun tak jauh berbeda. Hinata berhenti di puncak tangga utama,berharap ruang aula akan sepi, tapi sekali lagi apa yang ia harapkan tak terjadi. Malah, tamu-tamu yang hadir untuk menghadiri pernikahannya dengan putra tunggal kebanggan keluarga Namikaze. Sebagian di antara orang-orang itu sudah pasti mendengar berita tentang pembatalan pernikahannya, terlihat dari sikap mereka yang sudah bersiap-siap akan pulang. Sebagian yang lain masih terlihat bingung, dan mulai bertanya-tanya. Namun begitu Hinata muncul, semua mata tertuju pada wanita itu. dan seperti yang ia duga bisik-bisik pun mulai terdengar.
Mereka pasti menyangka ia akan masuk ke ruangan itu dengan langkah anggun, seperti kebiasaannya selama ini-dan ia memang sudah cukup terlatih melakukannya. Tapi, tidak kali ini. daripada keluar anggun, Hinata lebih memilih keluar diam-diam.
"Kapan kau akan memberitahuku tentang apa yang sebenarnya terjadi?" tanya pelayan pribadi wanita ini, Shizune, yang berdiri di sampingnya.
"Tidak akan," jawab Hinata dengan enteng.
"Tapi kan, kau seharusnya menikah hari ini!"
Shizune mengingatkannya seolah-olah dia lupa tentang fakta yang satu itu-tapi…sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk membahasnya."Jangan rIbut, apa kau tidak sadar semuanya sedang mengamati kita?"
Shizune menutup mulutnya saat mengikuti Hinata menuruni tangga. Bisik-bisik itu terdengar semakin jelas. Bahkan, wanita ini bisa menangkap isi pembicaraan.
"Pertama, mereka bertunangan, lalu putus, lalu berhubungan lagi, dan sekarang berubah pikiran lagi. Menurut pendapat pribadiku, Hyuuga itu terlalu plin-plan."
"Kata mempelai pria, pembatalan pernikahan itu adalah kesepakatan bersama."
"Dan kau percaya? Semua juga tahu, perempuasn seperti dia itu banyak menuntut. Tapi, aku juga pasti akan seperti itu jika punya kecantikan yang sama sepertinya."
"Terlalu cantik justru membawa petaka."
"Kau terdengar cemburu padanya!"
"Menurutku, dia itu terlalu manja."
"Shh..dia bisa mendengarmu. Kau ingat kan, selain cantik, dia juga terkenal berlidah tajam."
"Tapi setidaknya sekarang kesempatan kembali terbuka."
"Jangan buang waktumu. Kau tidak memiliki gelar yang sesuai dengan standarnya. Jika mau, dia bisa saja mendapatkan seorang raja atau presiden.."
"Cukup mengejutkan bahwa keluarganya bukan tipe orang yang memperdulikan jabatan."
"Orang tuanya pasti akan marah sekali padanya."
"Bagaimana dengan Uchiha Sasuke? Pria itu memiliki kesempatan jauh lebih besar daripada kita. Hmm, dan sebenarnya aku sedikit terkejut melihatnya kembali ke Jepang."
"Dia kan tidak tertarik dengan pernikahan. Memangnya, kau tidak pernah mendengar rumor kalau dia pergi dari Jepang untuk menghindari wanita-wanita yang ingin menjeratnya dalam pernikahan."
Hinata berpura-pura tidak mendengar bisik-bisik itu. Namun saat mendengar nama Uchiha Sasuke, mau tidak mau matanya tertuju pada pria itu. Ia tahu pria itu ada di ruang tunggu, sedang mengucapkan selamat tinggal kepada teman-temannya. Atau, mungkin dia juga akan ikut pergi. Pria itulah yang pertama kali menarik perhatian wanita ini, saat langkahnya mencapai puncak tangga tadi. Sebenarnya, pewaris kebanggaan klan Uchiha yang tampan itu sudah membuatnya terpesona sejak pertemuan pertama mereka.
Hinata sempat mempertimbangkan pria itu sebagai calon suami ideal sebelum bertunangan kembali dengan Namikaze Naruto. Nanun sayangnya, Uchiha jelas sekali sudah terpengaruh oleh pria-pria yang berpikiran buruk terhadapnya. Mereka seolah-olah membentuk klub pembenci dirinya. Dan , apa sebutan pria itu untuknya?
"Si penghasut yang pendengki". Uchiha itu pernah mengancam akan menghancurkan hidup Hinata jika ia berani menyebarkan kepada orang lain tentang kecurigaannya bahwa pria itu meniduri Haruno Sakura.
Kecurigaannya itu cukup beralasan. Jika tidak, mengapa pria itu bisa perhatian pada gadis seperti Sakura? Toh, jika kecurigaanya salah, pria itu bisa langsung mengoreksinya, bukan justru balas menghinanya. Dan, pria itu adalah orang terakhir di muka bumi yang ia harap pernah memergokinya menangis.
"Bagaimana caranya kita pulang?" bisik Shizune saat mereka mencapai anak tangga paling bawah.
"Tentu saja dengan mobilku," jawab Hinata.
"Mobilmu tidak ada sopir. Sopir pengecut itu belum juga kembali."
Hinata benar-benar lupa akan hal itu. Ia mendegus kembali. Sejak awal, anak buah ayahnya itu tidak mau mengantarkan mereka ke Konoha. Meskipun berhasil di bujuk, setibanya mereka di sana, si sopir kembali mengeluh akan kehilangan pekerjaan jika tidak segera kembali ke Tokyo- untuk melaporkan kemana Hinata kabur. Padahal, nanti ia juga berencana untuk menelpon mereka. Jika waktunya tepat. Yang jelas setelah amarahnya reda akibat tamparan yang ia terima dari sang ayah. Itu terjadi setelah Naruto memutuskan pertunangan mereka untuk yang pertama kalinya, yang mengakibatkan mereka harus terusir dari summer Haze.
"Mungkin kita bisa meminjam salah satu pekerja Namikaze. Kau bisa mengatakan pada orang itu, sementara aku menunggu di sini.'
Hinata lebih suka menunggu di luar, jauh dari pengawasan. Namun, mantel yang dikenakannya lebih ditujukan untuk menonjolkan keidandahan tubuhnya dan sama sekali tidak bisa memberi kehangatan. Ia berharap ruang tamu sudah kosong.
Hinata beranjak ke ruangan itu. ternyata satu-satunya orang di sana justru adalah wanita yang paling tidak ingin ia temui lagi. Yamanaka Ino, teman terbaiknya-dulu. Kini wanita itu adalah musuh terjahatnya.
Sudah terlambat untuk menghindar, Ino menyadari kedatangannya."Kabur dengan cara licik lagi?" sindir wanita berambut pirang itu.
Oh Tuhan, jangan lagi. Bukankah mantan temannya itu sudah cukup menyindirnya, saat dia muncul untuk mencegah apa yang dianggap orang sebagai pernikahan tragis ini? Sepertinya, itu belum cukup.
"Aku sadar," jawab Hinata, masih berhasil mempertahankan ketenangannya. Teman lamanya itu tidak akan membuatnya menangis lagi. "Betapa sulitnya untuk memberikan pertolongan padaku, jadi dengan begitu, aku tidak harus menikah dengan pria itu,"
"Aku sudah mengatakan kepadamu bahwa semua tidak kulakukan untukmu. Kau adalah orang terakhir di muka bumi ini yang sudi kutolong."
"Ya, ya, aku tahu itu. Kau menjadi pahlwan hanya demi kepentingan Naruto. Tapi meskipun demikian, kau sudah menyelamatkan aku. Jadi, kuucapkan terima kasih.'
"Tidak perlu!" gertak Ino, ikal rambutnya ikut bergoyang."Tidak usah berpura-pura Hina. Kita berdua saling membenci…"
"Cukup," potong Hinata tajam, sebelum luka hatinya terbuka kembali."Sekarang tidak ada penonton yang bisa mendengar fitnahmu kepadaku-kebenaran dari versimu. Padahal, selama ini kau tahu bahwa kau adalah satu-satunya teman dekatku. Aku menyayangimu, jika tidak, buat apa aklu melindungimu dari Deidara dan menunjukkan pria macam apa dia sebenarnya. Tapi, kau justru menyalahkan aku atas pengkhianatan yang dilakukannya terhadapmu. Lalu, apa balasanmu? Satu-satunya alasan kau mau bertemu muka denganku hanya untuk melihat kejatuhanku, iya kan? Dan kau malah menyebutku pendengki?!"
"Aku kan sudah bilang kepadamu bahwa aku sendiri tidak mengenal diriku yang sekarang.."ucap Ino membela diri "Tapi itu semua salahmu. Kau yang membuatku menjadi seorang pendengki sehingga aku pun tak menyukai diriku sendiri!"
"Bukan aku yang melakukannya, tapi Deidara. Deidara-mu tersayang, yang sengaja memanfaatkanmu untuk mendekatiku. Sudah cukup aku melindungimu dari kebenaran,Ino!"
"Pembohong! Tapi, kau justru menuduhku berbohong di depan teman-teman kita!"
"Oh, jadi sekarang kau menganggap dua lintah licik itu sebagai teman? Tadi kau menegaskan di depan semua orang bahwa Karin dan Shion bukanlah temanku, iya kan? Kau piker aku tidak tahu itu? Dan, aku menyebutmu pembohong karena kau yang telah memancingku. Kau tahu itu. memangnya, kau piker berapa lama aku bisa menahan diri mendengar fitnah dan hinaanmu sebelum akhirnya kehilangan kontrol? Kau tahu aku lebih baik dari siapapun, betapa sedikitnya kesabaran yang kupunya. Tapi, aku sengaja menyimpannya untuk menghadapimu. Kesabaranku sama sekali tak bersisa menghadapi Karin dan Shion, padahal kita berdua tahu bahwa mereka sengaja mengikutiku agar bisa dilirik oleh para pria itu. tapi, sayangnya kau lupa menyebutnya hari ini," maki Hinata.
"Aku tahu kau pasti mencari alasan,"cetus Ino jengkel.
"Kebenaran bukanlah alasan," sanggah Hinata. "aku menyadari semua kekuranganku dan temperamen keras adalah kekurang terbesarku. Tapi siapa yang biasa memancingnya..?"
"Memangnya, apa hubungan semua itu dengan sifatmu yang pemarah?"
"Kau yang memancingnya! Kau sendiri yang memanas-manasiku. Apa kau mau mengakuinya sekarang? Toh, tidak ada ada penonton sekarang, yang menyaksikan kebusukanmu itu!"
Ino terkesiap."Bukan aku yang busuk, Hina! Dulu kau pernah mengecewakan mereka, tapi kini kau malah meyangkalnya!"
"Karena kau selalu berlebihan. Mereka berdua penjilat. Aku benci dengan sikap palsu mereka!"
Ino menggeleng "Kau tak akan pernah berubah. Kau menyedihkan Hina. Kau akan selalu mementingkan dirimu sendiri,"
"Oh c'mon Ino. Cut the act. Kita berdua tahu tujuanmu datang kemari,"sahut Hinata."Kau juga tetap tinggal di sini juga hanya karena ingin melihatku jatuh, kan? Apakah aku jatuh sekarang,honey? Aku rasa tidak. Aku terselamatkan dari pernikahan bencana itu. Tapi, bagaimana denganmu? Apa yang kau dapatkan? Oh ya, ucapan terima kasih yang tulus dariku.."
"Pergilah ke neraka!" maki Ino, lalu bergegas keluar dari ruangan itu.
Hinata memejamkan matanya, mencoba menahan air mata yang sudah ada di pelupuk mata. Seharusnya, tadi ia langsung berbalik, begitu melihat Ino ada di ruangan ini.
"Apakah aku harus bertepuk tangan? Menarik sekali, tadinya aku pikir pertunjukkan kalian sudah selesai tadi siang."
Hinata terdiam. Pria itu. Ya Tuhan, ia masih belum percaya kalau tadi siang ia menangis tersedu di bahu pria , saat ini ia menyerah pada kelemahannya, berbeda dengan kondisinya sekarang, yang sudah lebih terkontrol.
Wanita ini berbalik, dan mengangkat sebelah alisnya." Tadinya, aku pikir pertunjukkan ini tidak disaksikan siapapun. Suka menguping, Tuan Uchiha? Aku sama sekali tidak menduganya."
Pria itu menyeringai. Mata onyxnya berkilat-kilat seolah menganggap reaksinya adalah sesuatu yang lucu. Tak ada penyesalan di raut wajah tampannya itu. Yang ada malah, ia seperti menikmatinya. Dan untuk seorang Uchiha Sasuke yang tak mudah terkesan, hal itu termasuk luar biasa. "Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak melakukannya. Betapa mengerikannya dirimu jika sedang berada di bawah tekanan. Tapi, aku bisa melihat sisi lain Hinata, si ratu gunung es."
"Pergilah ke neraka!" maki Hinata, meminjam istilah yang dipakai Ino tadi. Dan seperti mantan temannya itu, ia pun bergegas pergi meninggalkan ruangan itu.
End of chapter one
