Warning:

Ini cerita manxman, a.k.a. humu story. Jadi buat yang ga suka mending jangan dibaca n nyesal kemudian trus maki-maki JN buat cerita yang ga mutu.

YunJae bukan punya JN, tapi mereka punya satu sama lain. Cieeeeeee *naik2in alis sambil godain Jaejoong*

Inspirasinya JN juga bingung dapt dari mana, tau2 aja pas liat kala Perhaps Love JN langsung pengen buat ff ini :D

Buat yang ga suka n tetap nekat baca JN ga tanggung jawab kalo seandainya ada review negatif yang JN hapus tanpa perasaan.

Typonya lumayan banyak, tapi setidaknya masih bisa dimengertilah ceritanya =.='

Happy Reading, Chingudeul.

-Perhaps Love-

Chapter 1

Jaejong dengan malas keluar dari kamarnya yang berada di lantai dua rumah itu. Ini sudah lebih dari dua bulan Jaejong tinggal di rumah suami dari ibunya. Ya, ibunya menikah lagi dengan seorang pengusaha yang kaya dan terkenal, Jung Yunho. Seorang pria dewasa berumur hampir 40 tahun, sukses dalam karirnya sebagai pemilik restoran mewah yang sangat terkenal di Korea, dan Jaejoong akui pria itu sangat tampan. Jaejoong sebenarnya tidak mengerti dengan jalan pikiran orang itu, hingga mau menikahi ibunya yang sama sekali tidak mencintainya. Ibunya sendiri jarang sekali berada di rumah, dan lebih sering menghabiskan waktu dengan bersenang-senang di dunia gemerlap dan kadang membuat Jaejoong membenci ibunya saat ibunya masih suka berjudi. Hal ini membuat Jaejoong semakin tidak menyukai Yunho. Jaejoong mengganggap pria itu sangat bodoh dan sudah kehilangan akal sehatnya. Pria normal manapun, akan berpikir berkali-kali untuk menikahi ibunya. Sekalipun Jaejoong akui, diumur yang sudah 37 tahun ibunya masih terlihat sangat cantik dan wajahnya tidak menunjukkan proses penuaan sama sekali meskipun tanpa operasi. Namun tetap saja, tidak ada pria yang lebih bodoh dari Jung Yunho yang menikahi seorang wanita namun tidak pernah tidur dengan wanita tersebut.

Kenapa Jaejoong bisa tahu?

Sejak hari pernikahan ibunya dengan pengusaha kaya raya itu, ibunya hanya sekali menginjakkan kaki di rumah itu yaitu saat mengantarkan Jaejoong. Dan tanpa basa-basi ibunya langsung pergi meninggalkan Jaejoong yang masih terlihat kaku sendirian bersama ayah tirinya. Bahkan Yunho sendiri tidak melakukan apa-apa untuk menahan ibunya. Sejak saat itulah Jaejoong berkesimpulan bahwa ayah tirinya memang sudah gila.

Tepat jam 7 pagi, Jaejoong sudah duduk di meja makan bersama Yunho untuk menikmati sarapan mereka.

"Selamat pagi Jaejoong." Sapa Yunho saat melihat Jaejoong sudah duduk manis di salah satu kursi yang sering dia tempati saat mereka makan bersama.

"Pagi."

"Apa kau sudah memutuskan mau melanjutkan kuliah di Universitas mana?"

"Belum."

"Sebaiknya kau putuskan memang dari sekarang, supaya nanti kau jangan terburu-buru dalam mengambil jurusan Jaejoong."

"Baik."

Dan keduanya kembali menikmati sarapan mereka dalam diam. Yunho sudah cukup mengenal watak Jaejoong sejak satu minggu pertama Jaejoong berada di rumahnya. Dan dia tahu benar untuk tidak memaksa anak itu untuk menjawab pertanyaannya lebih dari satu kata. Tidak, dia tidak akan mengulanginya dan membuatnya kehilangan teman makan selama satu minggu lebih.

Setelah keduanya selesai dengan sarapan mereka, Yunho merapihkan kemejanya dan mengambil tas yang sudah disiapkan salah satu asisten rumah tangga mereka.

"Aku duluan kalau begitu.'

"Ya." Jawab singkat Jaejoong tanpa mengangkat kepalanya, karena tak berapa lama dia merasakan belaian pelan di kepalanya. Satu kebiasaan Yunho tiap kali dia mau keluar. Kebiasaan Yunho yang membuat Jaejoong masih bertahan di rumah itu, sekalipun dia tidak menyukai pria itu.

"Semoga harimu menyenangkan, Jae." Dan Jaejoong pun menghembuskan nafasnya, yang tanpa disadari dia tahan, dengan lega.

—YunJae—

Malam ini, kebiasaan Jaejoong mengurung dirinya di dalam kamar tanpa mengerjakan apapun tidak dia lakukan. Entah apa yang membuatnya turun ke ruang tamu, dan duduk di samping ayah tirinya yang sedang menonton salah satu acara hiburan yang Jaejoong tidak ketahui sama sekali. Selera orang dewasa memang jauh berbeda dengan anak remaja sepertinya.

Yunho yang biasanya duduk sendiri diruang tamu sambil menanti istrinya yang tidak pernah muncul, cukup terkejut dengan kedatangan Jaejoong. Terlebih lagi saat anak itu duduk di sampingnya dan ikut menonton acara komedi yang Yunho sendiri tidak mengerti dimana lucunya. Tapi setidaknya tontonan itu berhasil mengusir kesepiannya, sedikit.

"Jaejoong, kau belum mengantuk?" sebenarnya Yunho ingin bertanya apa yang Jaejoong lakukan, tapi dia menahan pertanyaan itu. Dia tidak mau Jaejoong mengurungkan niatnya untuk menonton tv bersamanya dan kembali ke kamar tidurnya lagi.

"Belum." Jawab singkat Jaejoong masih tanpa ekspresi dan tanpa menatap ayah tirinya yang duduk di sampingnya itu. Jaejoong mengangkat kedua kakinya ke atas sofa dan menyandarkan sebelah sikunya pada lengan sofa agar dia mendapat posisi yang nyaman. Yunho berkesimpulan Jaejoong akan menemaninya sedikit lama sepertinya.

"Bagaimana sekolahmu?"

"Baik."

Merasa tidak ada lagi yang perlu dia tanyakan, Yunho kembali memusatkan perhatian pada acara yang sebelumnya dia tonton. Meskipun tidak seluruh perhatiannya terarah pada acara komedi itu, tapi Yunho mencoba menyamankan dirinya di sebelah Jaejoong yang masih diam dan menatap televisi tanpa ekspresi tertarik dengan yang disuguhkan oleh komedian itu.

"Kenapa..." Yunho sepertinya mendengar suara Jaejoong, tapi dia belum yakin sehingga dia menoleh ke arah anak tirinya itu dengan tatapan bertanya.

"Ada yang ingin kau bicarakan, Jaejoong?"

Jaejoong masih terdiam, seperti tidak terjadi apa-apa. Seperti dia tidak bertanya apapun. Seperti Yunho tidak bicara dengannya. Matanya masih terpaku pada televisi di depan mereka. Melihat Jaejoong yang tanpa reaksi, membuat Yunho kembali mengalihkan pandangannya ke depan. Mengganggap kalau dia memang salah dengar.

"Kenapa kau menikahi ibuku?"

Yunho menutup matanya, mencoba mengendalikan emosinya yang tiba-tiba saja meluap. Pertanyaan Jaejoong itu bukan pertama kali dia dengar. Jaejoong mungkin sudah menjadi penanya ke seratus lebih, tapi ini pertama kalinya anak itu mau berbicara dengannya. Sebaiknya dia harus mengontrol emosinya.

"Sudah jelas bukan, Jaejoong? Aku mencintai ibumu." Dan jawaban itu memang benar. Yunho mencintainya ibu Jaejoong sejak ibunya masih muda. Sebelum ibunya menikah dengan ayah Jaejoong. Mereka pernah bekerja di restoran yang sama, dan sempat memiliki hubungan hingga ibunya memutuskan untuk meninggalkan Yunho karena ibunya membutuhkan seseorang yang mampu menghidupinya, seseorang yang bisa memenuhi setiap kebutuhannya. Sejak pernikahan ibu Jaejoong, Yunho berusaha makin giat agar dia berhasil dalam usahanya agar suatu saat dia dapat menunjukkan kepada ibunya Jaejoong bahwa dia juga bisa. Dan saat ayah Jaejoong bangkrut, hati Yunho mulai gundah ketika melihat ibu Jaejoong terlihat merana. Hingga saat kematian ayah Jaejoong, Yunho pun akhirnya memutuskan untuk menikahi ibu Jaejoong karena ternyata dia masih sangat mencintai wanita itu.

Tapi semua keluarga dan kerabat Yunho menolak untuk merestui pernikahannya, karena mereka mengenal sifat dan perbuatan ibu Jaejoong. Mereka berpendapat Yunho terlalu baik bagi wanita itu. Sayangnya Yunho bersikeras pada cintanya, dan berharap ibu Jaejoong akan berubah jika melihat ketulusan cintanya.

"Ck." Jaejoong berdecik sinis mendengar jawaban naif ayah tirinya. "Aku tidak menyangka kau sebodoh itu, tuan Jung." Yunho menggenggam erat lengan sofanya, mencoba menenangkan diri. Apa hak anak kecil seperti Jaejoong mengatai dia bodoh. Jaejoong yang tidak merasa telah menyinggung Yunho, masih tetap menatap ke depan tanpa sedikitpun menoleh ke sampingnya.

"Jangan naif, tuan Jung. Kalau kau tidak ingin menyesal seperti ayahku." Pegangan Yunho tiba-tiba mengendur. Ini pertama kalinya Jaejoong berbicara panjang padanya, dia bahkan sampai menyinggung ayahnya. "Ayahku sama sepertimu, dia sangat mencintai ibuku. Tapi aku yakin ibuku bertahan disampingnya hanya karena harta ayahku. Tapi lihat, setelah ayah bangkrut dia malah pergi meninggalkan kami. Dan saat ayah meninggal.." raut wajah Jaejoong berubah dari yang keras menjadi lembut dan sedih. Yunho tahu, Jaejoong pasti berat untuk menceritakan ini tapi dia tidak mau menghentikannya untuk berbicara. "..dia bahkan tidak ada di samping ayah untuk mendoakannya." Mata Jaejoong masih mengarah ke televisi, tapi pikiran Jaejoong sedang melayang ke kejadian satu tahun lalu saat ayahnya meninggal. "Ayahku memang bodoh."

"Ayahmu tidak bodoh, Jae. Dia hanya..."

"APA YANG KAU TAHU TENTANG AYAHKU, TUAN JUNG?" Yunho sedikit tersentak mendengar teriakan Jaejoong yang tiba-tiba dan kali ini Jaejoong menatap Yunho dengan ekpresi yang tidak terbaca, kedua kakinya sudahberada di lantai. Apa itu marah, sedih, benci, kasihan, atau sesuatu yang lain yang tidak pernah Yunho ketahui. "DIA.. Dia berusaha... membuat ibuku berubah dengan memanjakannya.. tapi ternyata.. Ck." Jaejoong memijit pelan pangkal hidungnya, mencoba mengusir emosi yang sudah dia sembunyikan selama ini. Dia ingin marah, tapi dia tetap mencintai ibunya. Wanita yang sudah bersedia melahirkannya, sekalipun ibu Jaejoong tidak begitu memperdulikannya, dia tetap tidak akan mampu membalas jasa ibunya itu.

Jaejoong menutup matanya mencoba melupakan semua perasaan amarahnya, namun hasilnya dia malah mengingat semua hal menyedihkan yang terjadi padanya sejak kecil.

"Ayahku bodoh, tuan Jung." Jaejoong menyandarkan lehernya pada sandaran sofa hingga dia dapat menatap ke bagian atap rumah itu. ".. tapi kau tidak." Yunho menatap Jaejoong dengan bingung, apa sebenarnya yang ingin anak itu sampaikan padanya belum dapat dia mengerti.

"Jaejoong, apa maksudmu?"

Jaejoong menegakan kembali tubuh dan berbalik menoleh ke arah Yunho agar dapat menatapnya dengan baik.

"Ceraikan dia."

"Apa? Apa kau sudah gila?"

"Tidak." Jaejoong menggeleng kepalanya dengan lemah ".. aku tidak gila, tuan Jung. Beri ibuku uang yang banyak, dia pasti akan setuju bercerai denganmu." Mendengar permintaan Jaejoong, Yunho hanya mampu menggeleng kepalanya dengan cepat. Seakan dengan demikian perkataan Jaejoong akan pergi dari kepalanya.

"Tidak, tidak. Kau pasti sangat membenciku, jadi kau ingin aku menceraikan ibumu."

"Ya, aku membencimu.." Mata Yunho membulat dengan sempurna. Dia tahu Jaejoong membencinya, tapi mendengar langsung dia mengatakan itu didepannya rasanya sepuluh kali lebih menyakitkan dari yang Yunho bayangkan. "..tapi ini demi kebaikanmu, tuan Jung."

"Tidak. Ini tidak mungkin, Jaejoong. Bagaimana aku.."

"Ceraikan ibuku. Carilah seorang wanita yang baik untukmu, tuan Jung. Menikahlah dengan orang yang juga mencintaimu. Jika kau menemui seseorang yang kau cintai, dan juga mencintaimu, jangan lepaskan dia. Tapi aku yakin orang itu bukan ibuku." Yunho tidak percaya apa yang baru saja dia dengar. Seorang anak yang baru saja akan berangkat kuliah menasihati dia untuk memilih pendamping hidup. Yang benar saja.

Dan sebelum Yunho merespon kalimatnya, Jaejoong berdiri dan berjalan meninggalkan Yunho yang masih terdiam di ruang tamu.

"Jae.."

"Pikirkan kembali perkataanku, tuan Jung." tanpa menunggu respon Yunho, Jaejoong kembali menaiki tangga dan berjalan menuju kamarnya.

To the next chapter—

a/n: Hehe biasa aja ya critanya. Sorry, idenya emang mendadak gitu dan jadilah ff ini. JN harap ada yang bersedia menunggu chapter berikutnya

a/dn: Makasih sudah mau meluangkan waktu untuk membaca ff JN ini

Review are always please.

Thanx