IT'S HARD TO LOVE

.

.

.

MINYOON

Warn: BL, typo(s), Ey(T)D, OOC

Inspired by: Wotaku ni Koi wa Muzukashii & Sekaiichi Hatsukoi

.

.

.

Buru-buru, harus cepat jika ia tak ingin nyawanya terancam.

Dengan beringasan Min Yoongi, pria 25 tahun itu memasukkan barang-barangnya dalam tas kerjanya. Turtleneck hitamnya berantakan dipadukan dengan celana jeans hitamnya, terlihat sekali serampangan dipakainya. Tapi Yoongi tak peduli, ia sudah terlambat bangun dan ia tidak boleh terlambat naik bus. Maka setelah melempar ponselnya ke dalam tas dan menyisir surai hitamnya asal-asalan dengan jari, Yoongi segera melesat keluar apartemennya.

Tidak tahu ini disebut keuntungan atau tidak. Tapi karena seringnya ia terlambat bangun, dua tungkai kakinya yang ramping jadi terbiasa berlari demi mengejar bus. Rambutnya yang berantakan pun makin berantakan terkena angin musim gugur, dan walaupun terbiasa napasnya masih saja tersengal-sengal saat dibawa berlari menuju halte bus.

Yoongi rasanya ingin menangis, gila saja kalau dia sampai terlambat di saat kantornya sedang sibuk-sibuknya. Yoongi benar-benar ingin menangis ketika bus yang akan dinaikinya sudah datang, dan dengan motivasi besarnya agar tak dikunyah kepala editornya, bahkan dengan air mata yang sudah luruh dan napas tersengal Yoongi menambah kecepatan hingga akhirnya ia berhasil melompat masuk tepat sebelum pintu bus ditutup.

"Se. . . selamat." Yoongi yang kelelahan menopangkan tangannya pada lutut sembari satu tangannya yang lain mengurus T-Moneynya. Buru-buru ia mengusap air mata yang bahkan ia tak tahu sudah meluncur di wajahnya.

"Selamat!" Ucapan selamat dengan nada malas-malasan ini Yoongi sangat mengenalnya, sebelum Yoongi sempat mendongak dan melihat si pemilik suara, Yoongi sudah ditarik untuk duduk di kursi bagian tengah bus.

"Jimin! Jangan main tarik, masih untung aku tidak jatuh."

"Ya maaf, ini." Jimin memberinya sekaleng kopi yang masih hangat, rasa hangatnya nyaman sekali di tangannya yang hampir menggigil kedinginan. Ah, sahabatnya ini memang yang terbaik.

"Terima kasih." Buru-buru ia meneguk kopi susu yang diberikan Jimin, perutnya keroncongan ngomong-ngomong dan kopi itu benar-benar penyelamat hidupnya.

"Bagian editorial sibuk sekali ya sampai kau kurang tidur? Mata pandamu mengerikan sekali." Jimin mengeluarkan earphone dan ponselnya. Dimulailah kebiasaan Park Jimin yang tidak hilang dari jaman sekolah menengah, gaming.

"aku tidak mau membahasnya, rasanya aku ingin berhenti bekerja saja."

"Ya, kau sudah mengatakannya tujuh kali selama seminggu ini." Jimin yang masih fokus dengan gamenya mengambil kaleng kopi yang masih dipegang Yoongi dan ikut menyesapnya.

Yoongi hanya dapat menghela napas, pekerjaannya sebagai editor manhwa sebenarnya sangat menguras tenaga. Ia harus mengurus pengarang manhwa, mengingatkan untuk tidak melewati deadline, belum lagi kalau pengarangnya mengalami writer block. Dan karena volume terbaru dari manhwa yang diurusnya akan segera naik cetak beberapa hari lagi, ia harus lembur mengurus name (storyboard) dan menyerahkan ke pengarangnya secepat dan setepat mungkin agar segera dikerjakan pengarangnya.

Perjalanan ke kantornya masih lima belas menit lagi, dan melihat Jimin yang nampaknya tidak bisa diganggu, Yoongi mengeluarkan ponselnya dan memulai gamenya. Cuma gamearcade atau puzzle biasa, bukan game strategy atau RPG macam Jimin. Yoongi payah dalam urusan main game sebenarnya, tapi Yoongi memainkan game untuk mengisi waktu luang daripada dia harus mati bosan.

Pagi hari tepat sebelum pukul delapan pagi, keseharian Jimin dan Yoongi di hari Senin hingga Jumat dalam perjalanan menuju kantor yang sama. Ruby Publishing.

-민윤-

Yoongi meneguk kaleng kopinya yang ketiga hari ini, matanya susah diajak berkompromi. Yoongi masih harus menempel phototypesetting (kata-kata yang ada di balon dialog komik) untuk empat puluh halaman lagi dan ia paling tidak suka jika potongannya berantakan.

"Yoongi." Mendengar nada lemah yang gemetaran itu, Yoongi mendongak dan menemukan Seokjin rekan sesama editornya tengah terkapar di meja seberangnya dengan satu tangan yang mengangkat name yang sudah dikoreksinya. "Titip untuk Himchan. Aku mau. . ."

BRAKK

"SEOKJIN HYUNG!" Yoongi terperanjat begitu kepala Seokjin terkulai membentur meja.

"Tidak apa." Suara Seokjin lemah dan gemetaran, "ngantuk, titip." Mengerti dengan maksud perkataan Seokjin, Yoongi mengambil lembaran name yang dipegang lemah oleh Seokjin dan membiarkan Seokjin tidur.

Seokjin memang sedang ketiban sial ketika pengarang manhwa yang diurusinya terkena writer block sedangkan mereka harus segera meluncurkan volume selanjutnya, proses menggambar jadi lama dan idenya payah sekali sehingga banyak yang harus dikoreksi dan Seokjin diskusikan dengan pengarangnya hingga ia tidak tidur dari kemarin.

"Selamat tidur." Departemennya memang sedang dalam masa sibuk-sibuknya, ada magazine yang harus segera diterbitkan dan ada beberapa manhwa juga yang harus segera terbit. Departemen mereka sendiri hanya terdiri dari lima orang termasuk Kim Himchan sebagai kepala editor sedangkan ada banyak pengarang manhwa yang bernaung di bawah Ruby Publisher jadi mau tak mau mereka harus merelakan waktu istirahat mereka untuk bekerja agar semua dapat terbit sesuai jadwal.

Dua jam lagi waktu bekerjanya selesai, tapi dengan empat puluh halaman yang masih harus ditempeli seperti ini maka pilihannya hanya dua, mau lembur di sini atau membawa pekerjaannya pulang.

Sebenarnya Yoongi sudah berada di tahap akhir sebelum akhirnya mengurus proposal manhwanya yang kebetulan sudah ia cicil juga. Yoongi memang terkenal bekerja cepat, bukan berarti ia dapat bekerja dua kali lebih cepat dari teman-temannya tapi Yoongi pantang mengerjakan setengah-setengah. Lebih baik ia mengorbankan waktu tidurnya selama dua atau tiga hari dan mendapat ekstra dua hari libur daripada tak mendapat hari libur ekstra.

Baru saja Yoongi ingin membenturkan kepalanya untuk menghilangkan kantuk, ponsel di sakunya bergetar lama tanda adanya telepon. Ah, dari Park Jimin.

"Yeoboseyo?"

'Yoonyoon, nanti kita pulang bersama.' Khas Jimin sekali, bukannya meminta tapi nadanya lebih seperti memerintah.

"Sepertinya hari ini tak bisa Chim, aku harus lembur supaya besok bisa segera naik cetak dan mengurus proposal."

'Bawa pulang, nanti ku bantu.'

"JEONHA!"

-민윤-

Yoongi senang sekali, terlihat dari senyum dan langkahnya yang ringan di samping Jimin yang membawakan map berisi pekerjaan Yoongi yang belum selesai. Mereka baru saja membeli makan malam mereka di dekat kantor dan kini mereka mampir ke mini market di sebelah apartemen Yoongi untuk membeli minuman ringan dan beer.

"Hmm senang sekali yang pekerjaannya belum selesai." Yoongi tak menghiraukan sindiran Jimin, ia masih asyik bersenandung sambil memilih snack untuk teman minum dan mengerjakan pekerjaannya nanti.

"Kau sudah janji, lagipula aku ingin segera menyelesaikan manhwa ini dan mendapat ekstra dua hari libur. Aku ingin tidur seharian~"

"Ku pikir orang yang mengeluh tak punya kehidupan sosial sengaja bekerja keras untuk memiliki kehidupan sosialnya lagi, ternyata hanya untuk mendekam seharian di rumah dan terisolasi dari kehidupan sosial. Luar biasa."

"La la la~ tidak perduli~"

"Eh, nak Yoongi." Yoongi dan Jimin menoleh dan mendapati nenek yang tinggal di sebelah apartemen Yoongi.

"Halmeoni, sedang cari apa?"

"Nenek beli susu untuk membuat bubur. Cucu nenek sedang demam dan ingin bubur manis. Oh, apa ini pacar Yoongi?"

Yoongi menoleh ke kanan dan kiri, hanya ada Jimin di sebelahnya. Apa si nenek mengira Jimin itu pacar Yoongi? Yoongi hampir saja menyemburkan tawanya kalau tak ingat sedang di muka umum.

"Bukan halmeoni, ini teman Yoongi."

"Aduh, tampan sekali teman Yoongi. Cocok sekali kalau jadi pacar Yoongi."

"Halmeoni!" Nenek Cha meninggalkan mereka masih dengan tawanya yang mengejek, senang sekali menggoda Yoongi. Segera juga Yoongi dan Jimin membayar belanjaan mereka.

"Kau harusnya senang dikira pacarku." Yoongi hanya mendengus, percaya diri sekali Park Jimin ini.

"Mana ada, lagipula halmeoni bisa-bisanya mengira kau pacarku." Yoongi mengerucutkan bibirnya sebal. "Aku mana ada waktu untuk pacaran, lagipula umurku sudah bukan saatnya untuk pacaran main-main tapi bahkan aku tak punya waktu untuk diriku sendiri apalagi untuk bertemu orang yang tepat untuk menjadi kekasih."

"Kau hanya perlu mencari yang dapat mengerti kehidupanmu dan pekerjaanmu, Yoongi bear."

"Masalah percintaan itu rumit kan Chimchim?"

Yah, kalau saja Yoongi sadar kalau hanya ia sendiri yang berpikir seperti itu.

.

.

.

TBC

a/n: Ehe~ bukannya ngelanjutin book yang lain malah bikin book baru.

Tapi aku bener-bener udah gatel bikin ini pairing setelah nonton wotakoi dan sekaiichi hatsukoi, dan jadilah FF minyoon pertamaku.

Yang nonton animenya pasti tahu gimana alurnya, tapi sebisa mungkin ntar aku blend supaya ga berat sebelah. Untuk sekarang nikmati aja ya :v

Woof you all~