Gue adalah cowok terganteng. Bukan gue sendiri yang ngomong gitu, orang lain juga ngomong gitu. Ibu-ibu warteg, misalnya. Makasih ya mpok, besok saya gak ngutang deh biar mpok bisa operasi katarak.

Nama gue Raden Putra Adhyastha, cowok keturunan ningrat yang merangkup personifikasi negara tercinta kalian,...

...Indonesia.

.

Hetalia © Hidekaz Himaruya

This absurd fanfic, the OC(s) © Fix Five

Rate: T

Genre: Humor(?) ; Friendship(?)

Warning: gaje, nyampah, garing, kadang menyinggung orientasi seksual seseorang, tidak bermutu maka lebih baik anda segera menutup halaman ini, mendatangi ortu anda masing-masing, dan bertobat selagi masih ada waktu.

.

.

.

Kepentingan di dunia ini mulai bergantung pada duit. Oke, bukan mulai, tapi sudah bergantung pada benda bernama duit. Baik yang bentuknya tipis persegi panjang, bulat kecil dari logam, sampai yang abstrak. Sejujurnya gue adalah pemuja duit. Bukan, bukan berarti tiap malem Jum'at kliwon gue harus menyucikan diri gue dengan air kembang campur duit logam dari penduduk sekitar kemudian sujud-sujud depan duit, bukan. Walaupun menurut gue ide itu bagus juga.

Memuja duit. Hampir semua orang memuja duit. Benda berharga yang bisa bikin elo ketawa sambil nangis itu memang ajaib. Dengan duit, lo bisa makan, minum, boker, sampai memikat hati wanita. WANITA MANA YANG GAK SUKA DUIT?! Oke, mungkin ada. SIAPA YANG GAK SUKA WANITA SIH?!. Oke, yang baca ini belom tentu cowok, kecuali kalo dia orientasi seksualnya menyimpang #plak

Tapi gue disini bukannya mau ngomongin keajaiban duit, tapi bagaimana cara nyari duit.

'ya kerja dong. Masa ngubek-ngubek tempat sampah?!'

...dan gue yakin itu pikiran elo semua pas baca pertanyaan gue.

Enggak, gue gak bego. Gue sama sekali gak bego. Lo tanya ke orang-orang sebelah lo, Indonesia bego apa enggak. Eh, tapi jangan nanya sama orang yang wajahnya khas melayu yang ngaku-ngaku bernama Abdul Rayyan dan berbicara pake logat malaysia ya, dijamin dia bakal senyum ke elo dan berkata dengan manis—salah, sarkastik: "iya, Indon emang bego. Bego banget" elo juga jangan nanya sama orang dengan rambut naik ke atas kayak landak kesetrum terus masuk got yang lagi nguntit anak kecil, jangan. Salah-salah, elo bakal jadi korban. Mending jangan. Gue juga bisa jadi korban. Lo juga jangan nanya ke orang yang pake plester di mukanya sambil bawa-bawa koala. Itu juga jangan. Gue gak mau pemuda-pemudi kesayangan gue mati dibunuh koala.

"ngapain lu?"

Gue nengok. Sebelah gue ada cowok tinggi dengan plester di wajahnya yang...

...bawa-bawa koala. Anjir.

Ternyata emang panjang umur banget dia.

...

Hening.

"ELO KENAPA DI KAMAR GUE, BEGO?!" gue teriak. Kenceng. Enggak, gue gak teriak kayak banci yang nangis ditangkep polisi—KENAPA KITA NGOMONGIN BANCI.

"elah lu sewot amat, biasanya juga gini" dia malah nyengir.

Gue diem. Dia ikutan diem. Koalanya juga diem. Dan banci di depan kost-kostan gue juga diem.

Hapus kalimat terakhir barusan.

Gue menghela napas panjang sebelum gue menyadari ekspresi mencurigakan dari cowok di hadapan gue.

"...err, Kyle, lo bisa gak, jangan ngeliatin gue kayak gitu? Geli."

"eh, sorry." Kyle akhirnya berhenti memunculkan seraut ekspresi mencurigakan tersebut dan malah tiduran di atas kasur gue. Gue biarin ajalah, kasian. Lagian kalo gue marahin lagi bisa-bisa Indonesia malah ancur diserang ribuan koala.

Gue sendiri merinding ngebayanginnya.

"eh, Den" Kyle tiba-tiba berhenti memainkan koalanya dan duduk manis di tepi kasur gue. "tumben lu kagak jalan-jalan, godain cewek. Eh, cewek yang kemaren apa kabarnya?"

Gue tersentak. Selama itukah gue gak keluar, menatap dunia, menggoda cewek dengan rayuan yang diajarkan Francis, berteriak 'ASEM' seperti Gilbert, menyantet orang yang hampir nabrak gue pas nyebrang, dan hal-hal yang biasa gue lakukan kalau bos gue gak ngasih bejibun paper atau kerjaan absurd seperti mengunjungi Malon?

Dan saat itu gue mikir. Hingga gue tahu apa penyebab gue gak melakukan hal-hal tersebut.

"gue lagi gak ada duit."

Kyle menatap gue gak percaya. "lu ngapain sih nyampe duit lo abis gitu? Menyantuni anak yatim? Tck, gue gak percaya kalo lu bener-bener melakukannya"

"kurang ajar. Kemaren gue dimarahin sama ibu-ibu warteg gara-gara gue ngutang udah hampir setahun. Terus komputer gue sempet rusak, jadi gue ke teknisi andalan gue. Yaudah gue relain aja itu tiga ratus lima puluh dua ribu dua ratus terakhir gue ke tangan mereka."

Kyle bengong.

...

"BUAHAHAHAHAHAH, GILA LU, KASIAN AMAT"

Saat itu juga gue nyari keris sakti peninggalan Majapahit. Sayangnya gak ketemu. Padahal mantep tuh dikenain ke mukanya Kyle.

"udah deh, sejujurnya, duit gue juga menipis." Kyle berhenti ketawa dan menatap gue serius. "gini aja deh, karena lu lagi gak sibuk, gue juga lagi gak sibuk, kita part-time job aja di mana gitu,"

Sekarang gue yang bengong. Bukan, bukan karena gue gak ngerti apa itu part-time job, tapi kenapa si Kyle bisa mengeluarkan ide brilian semacam itu.

"oke, dimana?!" gue mulai semangat.

"gak tahu"

...

Seandainya keris sakti itu ditemukan...

"eh tapi kemaren kayaknya Eliza lagi nyari orang buat jadi detektif gitu! Gimana?"

Gue diem. Elizaveta? Gak salah denger? Tumben banget nyarinya detektif, biasanya nyari pasangan yaoi di taman.

"...boleh deh"

.

.

"jadi? Gimana? Kalian bersedia?" seorang cewek berambut cokelat panjang dengan membawa benda keramat yang kita kenal sebagai penggorengan menatap gue dan Kyle tajam. Gue cuma bisa diem. Tugas yang diberikan Elizaveta—cewek berambut cokelat tadi—memang tidak sulit.

Tapi beresiko tinggi.

"eh, ngomong-ngomong, kalian manis juga ya! Coba saja aku punya foto kalian sedang berduaan di kamar..."

"saya mengundurkan diri" gue nyerah. Gue gak mau kerja kalo bosnya kayak begini.

"eeh, Raden! Jangan!" Kyle menyikut gue pelan. Mengisyaratkan untuk tetap diam dan mengikuti perintah Elizaveta. Gue pasrah.

Yeah, let it be.

.

.

Berbekal kamera di tangan gue, gue dan Kyle—yang masih bawa-bawa koalanya—mengendap-endap masuk ke sebuah ruangan. Gue menatap Kyle, Kyle menatap gue, dan gue merasa itu sangat homo.

"ngapain lo ngeliatin gue gitu?!" gue bisik-bisik ke Kyle.

"lu juga ngeliatin gue!?" Kyle ikutan bisik-bisik.

Gue sama Kyle masih sibuk berantem dengan bisikan ketika akhirnya gue menyadari sesuatu yang dapat mengancam keselamatan lobang pantat dan keperawanan(?) gue.

Koala Kyle kagak ada di punggung Kyle.

Gue panik. Saking paniknya, gue gak bisa ngomong. Gue cuma nunjuk-nunjuk punggung Kyle, dan Kyle malah bisik-bisik, bilang kalo gue bego. Gue gak peduliin kata 'bego' yang dilontarkan Kyle padahal gue biasanya marah. Gue masih tetep panik sambil nengok kanan-kiri, siapa tahu koalanya terbang atau kemana. Kyle masih bingung dan tetep bisik-bisik, sedangkan gue akhirnya bisa ngomong dan menjawab Kyle dengan lirih,

"...Kyle... koala lo... ilang"

...

Dan sebelum Kyle heboh, sebuah teriakan terdengar dari kasur di depan gue dan Kyle.

Inilah sumber bencana.

"BLOODY HELL, KENAPA ADA KOALA DI SINI?! ALFRED, YOU GIT!"

"tapi tadi tidak ada koala di sini, Iggy"

"YANG PENTING SEKARANG KENAPA ADA KOALA DI SINI, GIT!"

"Den,..." Kyle bisik-bisik lagi ke gue. Dia narik tangan gue supaya nunduk dan ngumpet di bawah meja tepat di pinggir kasur.

"anjir, gue nyesel ngikutin elo part-time job sama Eliza" gue menghela napas, "gue pikir detektif kayak gimana, ternyata kayak gini. Lagian ngapain sih elo...-"

"..."

"-Kyle?" gue menatap gerak-gerik Kyle heran. "lo dengerin gue gak sih?"

"stt, diem." Kyle menutup mulut gue, sebelum akhirnya gue gak sadar teriak,

"GILA LO HOMO YA?!"

"gue bilang, lu diem!"

...

"I-Iggy... apa kau mendengar suara aneh dari meja sebelahku ini? Mu-mungkin itu monster atau-" ucap cowok dengan rambut dirty blonde bermata biru.

"Alfred, lo begitu bego." Salah satu cowok berambut pirang terang dan beralis tebal sibuk memakai kemejanya. Di wajahnya tampak beberapa luka. Gue duga itu hasil cakaran koalanya Kyle. Ia kemudian mendekati meja yang dimaksud cowok bermata biru.

Yah, gue mati aja deh. Salahin itu koala Kyle. Salahin rencana Kyle. Salahin juga mulut gue yang teriak barusan. Bisa jatuh harga diri gue kalo ketahuan ngintipin pasangan homo—yaoi. Arrgh, gue menyesal ikut Kyle-

"...Bloody git, Kyle, Raden... ngapain di situ..."

-yap, gue mati sekarang.

.

.

.

TBC?

.

.

.

Huff, finally, satu chapter sudah diselesaikan! *terharu*

Oh iya, saya ini masih baru di FFN, jadi mohon bantuannya, ya, senpai..

Maaf bila FF ini masih belum sempurna, karena tidak ada manusia yang sempurna di dunia... *kemudian nyanyi*

.

Ada yang mau kasih saran? *puppy eyes*

.

Signed,

Fixie