Sepintas perumahan di kota Seoul terlihat sangat sepi. Sudah bulan desember dan itu artinya sekarang musim salju turun. Udara semakin hari semakin dingin, perlahan butiran es berwarna putih mulai menumpuk di beberapa jalan. Suhu yang dibawah 0 derajat celsius membuat beberapa orang memilih menghangatkan diri di dalam rumah dengan keluarga mereka. Ya, beberapa.

"Aku tidak mau tahu! Aku ingin ikut teman-temanku pergi ke New York!"

Seorang pemuda berperawakan mungil nan manis mulai berteriak. Ia tetap bersikukuh dengan keinginannya. Sang Ayah hanya bisa mengusap pelipis, kepalanya pening akibat ocehan sang anak.

"Kau masih kecil Daehwi, nanti kalau kau hilang bagaimana? New York itu kota yang besar!" sang Ayah angkat bicara pada akhirnya. Daehwi kesal, ia kemudian berlari ke arah tangga dan mulai masuk kedalam kamar.

"AKU TIDAK MAU TAHU! AKU INGIN PERGI KE NEW YORK!"

BLAM

Pintu berwarna coklat tertutup dengan keras. Daehwi membanting pintu dengan asal. Ia kesal bukan main pada sang Ayah. Hei, umurnya sudah menginjak 20 tahun! Ia bukan lagi seorang bayi yang harus di jaga dan di awasi selama 24 jam!

"Ayah tidak pengertian!" celoteh Daehwi lalu membenamkan wajahnya pada bantal berwarna merah muda.

"Aku kan sudah besar! Aku ingin menikmati masa muda ku dengan teman-temanku! Lagipula aku bisa menjaga diri di sana."

Pemuda manis itu hanya bisa berceloteh ria di dalam kamar yang gelap. Sengaja ia matikan lampu, agar tak ada seseorang yang bisa melihatnya sedang merajuk. Daehwi memukul kasur berkali-kali. Berusaha melampiaskan seluruh amarah dan kesal pada benda empuk yang tak bersalah itu.

TOK TOK

Pintu kamar di ketuk beberapa kali. Pemuda bernama lengkap Lee Daehwi hanya mendengar, tak berniat membuka ataupun menyahut panggilan dari luar kamar. Samar-sama terdengar suara sang Ayah yang memanggil namanya berkali-kali. Daehwi terlalu malas untuk menjawab. Ia sudah terlanjur kesal pada sosok pria paruh baya yang ia sebut dengan Ayah.

"Daehwi, Ayah ingin bicara sebentar!"

Si manis yang masih membenamkan wajahnya pada bantal perlahan mulai menengok kearah pintu. "Apa?"

"Buka dulu pintu nya!"

Dengan gontai, Daehwi berjalan menuju pintu dan membukanya. Terlihat sosok sang Ayah yang memang pada dasarnya berwajah datar dan tegas. Daehwi masih merajuk, pemuda itu hanya memanyunkan bibirnya. "Apa?"

Sang Ayah tak menjawab pertanyaan Daehwi. Tangannya terulur untuk memberikan sebuah kertas pada sang anak. Daehwi yang penasaran pun segera mengambil kertas dari tangan sang Ayah. Matanya melebar ketika membaca kertas itu.

"Tiket untuk pergi ke New York. Selamat menikmati liburan musim dingin mu di sana, nak."

.

.

.

.

LOST IN NEW YORK

Main pair:

SamHwi, WinkDeep/JinHoon, GuanHo, JinSeob, OngNiel, MinhyunBin.

Disclaimer:

Semua tokoh bukan punya saya. Saya hanya meminjam beberapa untuk kelancaran fanfiksi ini.

WARN! YAOI, OOC, TYPO, AU.

I hope you enjoy this story~

.

.

.

.

Sepintas sebuah kota besar dengan gedung-gedung bertingkat muncul di bayangan Daehwi. Walau di Korea juga mengalami musim salju, tapi tetap saja rasanya berbeda ketika ia pergi ke New York. Banyak pria dan wanita dengan hidung yang kelewat panjang dengan rambut pirang mereka.

Lee Daehwi, mahasiswa tingkat tiga jurusan sains menatap takjub sekeliling. Ini adalah pengalaman pertamanya berkunjung keluar negeri. Bersama teman-temannya, Daehwi akan menghabiskan liburan musim dinginnya di negeri Paman Sam.

"Haaaa~ indahnya." ujar Hyungseob sambil mengeratkan jaket tebal berwarna merah di tubuhnya.

Jarum jam menunjukkan pukul 12 siang. Daehwi dan kawan-kawan pun memanggil taksi dan menaikinya. Beruntung teman Daehwi—Bae Jinyoung—fasih berbahasa Inggris.

Jalanan kota New York menampakkan pemandangan yang luar biasa indah. Patung Liberty terlihat sangat besar jika di lihat secara langsung. Udara dingin mulai menusuk pori-pori kulit. Daehwi mengeratkan mantel serta sapu tangannya agar terhindar dari dingin.

Beberapa orang terlihat sedang berjalan di trotoar jalan. Terdapat beribu-ribu orang yang berada di kota New York entah mereka penduduk asli sana ataupun yang berkunjung untuk menghabiskan waktu liburan musim dingin mereka. Daehwi kembali melihat jalan dari jendela taksi. Beruntung sang Ayah mengijinkannya pergi ke kota yang terkenal ini.

Mereka sampai di depan hotel bintang lima. Semua menatap takjub bangunan yang memiliki tinggi 40 lantai dengan cat berwarna emas. Beberapa pelayan dengan pakaian formal mulai datang dan membantu membawakan koper. Orang-orang itu tersenyum ramah.

"Ternyata, orang-orang bule itu tampan," bisik Jihoon.

Daehwi tak menyangkal ucapan sahabatnya. Karena pada dasarnya orang-orang bule ini memang sangat tampan. Tinggi mereka diatas rata-rata orang Asia kebanyakan, kulit mereka putih dengan sedikit bercak merah, hidung dengan kelebihan tulang itu menambah pesona mereka.

Mereka memesan dua kamar hotel. Kamar pertama diisi oleh Daehwi, Jihoon, Hyungseob, Seonho, dan Minhyun. Sedangkan kamar yang satunya diisi oleh Jinyoung, Guanlin, Woojin, dan Hyunbin. Kamar yang memiliki luas bak lapangan sepak bola itu membuat Daehwi kembali takjub. Hah, New York memang kota yang keren.

Daehwi membereskan pakaian dan kopernya, lalu bergegas mandi dengan air hangat. Tak lupa ia menghubungi sang Ayah terlebih dahulu untuk sekedar memberikan kabar. Pemuda yang kerap kali di sapa 'Dewi Ular' itu menyalakan shower dan mulai membasahi tubuh putih mulusnya dengan air hangat. Menikmati setiap uap air yang keluar ketika cairan hangat itu membasahi kulitnya.

Beberapa menit setelahnya, ia selesai membersihkan diri lalu memakai pakaian yang tebal berwana kuning dengan celana training berwarna hitam. Handuk ia gantung pada lehernya, lalu keluar dari kamar mandi—dan ternyata seluruh penghuni kamar tengah menunggunya di depan kamar mandi.

"Kau lama sekali Daehwi!" ucap Seonho.

Cengiran tak berdosa terlihat di wajah pemuda manis yang baru saja keluar dari kamar mandi. Ia lalu menaruh handuk di gantungan lalu menyisir rambut hitam kecoklatan yang masih basah. Matanya kembali menatap kota New York dari jendela hotel.

"Indah." gumam Daehwi.

.

.

.

.

Setelah berleha-leha di kamar hotel, pasukan Daehwi mengunjungi restoran yang tak jauh dari hotel. Ya, hanya sekali menaiki kereta lalu berjalan menyebrangi lampu merah. Setidaknya tidah terlalu jauh. Jinyoung dengan fasih menyebutkan beberapa makanan pada sang pelayan.

Pelayan itu mengangguk lalu berjalan pergi. Sembari menunggu makanan di sajikan, Daehwi mengajak teman-temannya bermain permainan ABC Lima Dasar. Permainan sederhana yang mampu membuat satu meja ribut.

"A, sebutkan negara yang berawalan dari huruf A!" ucap Minhyun.

"Amerika!" teriak Daehwi.

"Afrika!" teriak Seonho.

"Afganistan!" teriak Jihoon.

"Australia!" teriak Hyungseob.

"Austria!" teriak Woojin.

"Arab." ucap Guanlin datar.

"Albania!" ucap Minhyun semangat.

"Argentina." ucap Jinyoung kalem.

Semua menatap Hyunbin yang terlihat kebingungan. Pemuda itu terlihat sedang berpikir keras.

"Ya! Waktumu sudah habis, Kwon Hyunbin!" Minhyun kemudian mencubit pipi pemuda yang masih diam. Semua hanya terkekeh melihat reaksi Hyunbin ketika pipinya dicubit. Wajahnya merona hebat.

Mereka kembali bermain sampai makanan datang. Bau harum menyeruak ke dalam hidung. Pasta serta beberapa makanan lainnya berjejer rapih di atas meja. Seonho bahkan sampai tak sadar jika air liurnya sudah di ujung bibir.

Satu persatu mereka cicipi. Enak dan lezat, makanan ini sangatlah enak. Sesekali Daehwi membuat lelucon agar suasana menjadi ceria. Semuanya tertawa keras, bahkan Jinyoung sampai harus membungkuk meminta maaf kepada pengunjung yang lain.

"Inyi enyak swekalweh—"

"Seonho, telan dulu makananmu." ucap Guanlin datar.

"Hyungseob, eratkan syalmu. Malam ini dingin sekali." ucap Woojin.

Beberapa dari mereka yang sudah memiliki kekasihpun di manfaatkan untuk sekedar bersikap manis pada pasangan mereka. Daehwi hanya menatap mereka datar.

'Enaknya mereka sudah memiliki kekasih.'

.

.

.

.

Setelah membayar makanan, mereka semua pergi dari restoran yang terletak tak jauh dari stasiun kereta api. Salju semakin turun dengan deras. Dinginnya salju semakin meningkat, membuat Daehwi lebih mempererat mantel bulu berwarna cream nya. Rombongan Daehwi pun berjalan menuju stasiun kereta bawah tanah. Banyak orang yang berlalu lalang di sana. Mereka sangat tinggi, melebihi tinggi tubuh Daehwi sendiri.

Pemuda manis itu terdesak di antara kerumunan orang-orang bule. Ia tak bisa melihat teman-temannya. Kenapa pula orang-orang ini tinggi sekali?! Daehwi jadi kesusahan untuk melihat teman-temannya berada. Mata Daehwi melihat sosok Jihoon dan Jinyoung yang tengah berbincang dan segera menaiki sebuah kereta.

"Ah! Itu dia mereka!" Daehwi segera berseteru lalu berlari mengejar rombongannya.

Kaki mungilnya berlari di stasiun. Menerobos beberapa orang yang lewat. Masa bodo mereka marah atau tidak, yang penting dirinya tak boleh tertinggal oleh rombongan.

Daehwi semakin berlari ketika pintu kereta akan segera tertutup. Ia berlari secepat mungkin, matanya hanya fokus pada satu gerbang kereta yang harus ia naiki.

HAP

Daehwi lompat lalu terjatuh ketika dirinya sudah masuk ke dalam kereta. Orang-orang menatapnya aneh. Daehwi masih tengkurap di lantai kereta, hah ia malu sekali sekarang.

Pemuda itu bangkit lalu mengusap keningnya yang sempat terbentur lantai. Ia bernafas lega, setidaknya ia sudah masuk kedalam kereta. Ia bangun lalu berdiri tegap. Membenarkan letak syal serta topi yang ia kenakan. Daehwi menghadap ke belakang, melihat pintu gerbang yang sudah tertutup rapat. Matanya melebar, ia melihat semua teman-temannya berada di kereta satunya. Kereta yang berada di samping kereta yang ia naiki. Daehwi salah naik kereta!

Terlihat Jihoon yang sepertinya sedang berteriak memanggilnya. Daehwi berusaha membuka pintu kereta, namun tak terbuka. Pintu itu tertutup rapat. Suara kereta api mulai terdengar. Kereta perlahan mulai berjalan, Daehwi berpisah dengan teman-temannya.

"Bagaimana ini?! Aku tak mengerti bahasa Inggris!" Daehwi terlihat panik sendiri. Ia duduk dengan sangat gelisah. Sialnya ia lupa membawa handphone tadi. Hari ini benar-benar sial!

Kereta yang Daehwi taiki pun berhenti. Pintu gerbang mulai terbuka, orang-orang mulai turun dari kereta. Daehwi pun ikut keluar dari kereta bawah tanah. Ia berada di stasiun yang cukup sepi. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Udara pun semakin menusuk kulit. Pemuda Lee berjalan keluar dari stasiun. Ia berjalan di trotoar. Hua Ayah! Daehwi bahkan tak tahu ia berada di mana sekarang.

Malam itu, seorang Lee Daehwi menghilang di kota New York.

.

.

.

.

TBC

A/n:

Hola! Saya datang membawa fanfik SamHwi xD iseng aja sih sebenernya, jadi maaf jika kurang greget atau gimana TvT Terima kasih yang sudah membaca, terima kasih semua!

-levieren225