sunrise
by Kyoura Kagamine

Vocaloid © Yamaha, Crypton

a non-profitable fanwork

.

.

sunrise [n.] the time in the morning when the sun appears or full daylight arrives.

.

.

.

"Heh. Cepetan."

Rin tersenyum kecil melihat pesan singkat yang kini muncul di layar ponselnya. Jemari lentik menyentuh beberapa tempat di layar, mengetik pesan balasan.

"Iya. Tunggu bentar, ya."

Tak perlu waktu lama hingga Rin melesat ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tak bisa membuat sang sahabat menunggu lebih lama dari ini.

Beberapa menit berlalu, sebuah pesan singkat kembali hadir.

"Cepetan, woy. Udah depan rumah."

Kali ini, Rin tidak memberikan pesan balasan. Ia segera meraih tas dan melesat menuju dapur rumah. Mengambil kotak bekal berisi makanan yang ia siapkan sejak beberapa jam lalu.

"Rin? Sudah mau berangkat?" Ibunda Rin—Lenka, bertanya. Heran dengan tingkah putrinya yang agak berbeda.

Satu anggukan dari Rin seharusnya sudah cukup sebagai jawaban. "Iya, Bunda," ucap Rin.

Satu alis Lenka terangkat. "Loh? Gak kepagian?" tanyanya, sambil menunjuk jam dinding yang ada di sana. Pukul empat tepat. Terlalu pagi untuk pergi ke sekolah.

Rin tersenyum tipis. "Nggak kok, Bunda. Malah aku kesiangan hari ini." Rin memasukkan kotak bekal ke dalam tas.

"Udah, ya. Aku pergi sekolah dulu, Bunda." Rin memeluk Lenka sejenak sebelum akhirnya berbalik, meninggalkan rumah nyamannya untuk memulai perjalan menuju rumah kedua: sekolah.

"Lama banget."

Manik samudera Rin menangkap sosok pemuda yang tengah berdiri tepat di depan gerbang rumahnya. Pemuda itu melipat kedua tangan di dada. Syal tebal menyelimuti leher. Uap putih muncul di setiap embusan napas.

Rin tersenyum tipis sambil berlari menghampiri pemuda yang sudah lama menunggu. "Kamu aja yang kepagian, Len," ucap Rin sambil menutup gerbang rumah, lalu berjalan di samping pemuda yang ia panggil Len.

Berdua. Bergandengan tangan.

"Hm," gumam Len. Ia melirik Rin yang hanya memakai seragam—tanpa lapisan tambahan seperti jaket atau yang semacamnya untuk melindungi dari suhu dingin di pagi hari.

Len melepas syal merah tebalnya untuk dipasangkan pada leher Rin. Rin terdiam, merasakan kehangatan yang kini menyelimuti lehernya.

"Udah tau kita bakal jalan pagi-pagi, malah gak bawa jaket. Gimana, sih." Len menggerutu. Merutuki sahabatnya yang sok jagoan dengan tidak membawa kain penghangat apapun.

"E-eh, makasih," ucap Rin. Wajah manis itu dihiasi semburat kemerahan. Efek dari rendahnya suhu dan rasa malu atas perhatian Len.

Len tidak membalas perkataan Rin. Hening menyelimuti mereka. Kedua kaki membawa diri ke sekolah yang masih sepi.

Mereka memasuki bangunan sekolah. Melangkah menaiki tangga, menuju atap sekolah yang biasa digunakan para siswa untuk makan siang tanpa perlu merasakan ramainya kafetaria.

"Oke. Kayaknya di sini view-nya bagus," ucap Len sambil duduk bersandar pada tembok pembatas.

Rin ikut duduk di sebelahnya. Membuka tasnya, mengeluarkan kotak bekal.

"Sekarang, ayo kita makan."

Di tengah dinginnya udara pagi hari, mereka memandang langit yang mulai dihiasi semburat jingga mentari.

Siapa sangka menyaksikan matahari terbit sambil menyantap santapan pagi buatan tangan sang pujaan hati bisa senyaman ini?