.

.

.

.

Dengan langkah anggun bersama gaun indah yang ia kenakan, tangannya merangkul tangan sang Ayah dengan begitu banyak kebahagian. Senyum menawan sang Ayah membuatnya ikut tersenyum, walaupun jauh di dalam lubuk hatinya ia begitu gugup. Setelah hampir 2 bulan menyiapkan segala hal, hari ini, semuanya terlihat begitu sempurna.

Ibu berdiri sana, dengan tatapan haru yang membahagiakan, begitu juga dengan sanak saudara yang lain dan teman-temannya. Semuanya ikut bahagia. Hari berbahagia.

Mungkin ini semua hanya tentang penyatuan bisnis, tapi untuk perasaan itu akan tumbuh ketika terbiasa bukan, jadi itu tidak masalah. Terkadang perjodohan akan membawamu pada jodoh yang sebenarnya.

Pria itu tampan, hanya berselang satu tahun dengannya. Ia juga sopan dan berhati lembut, membuatnya terjatuh dan terjatuh ke dalam pesonanya. Mata bulatnya terlihat begitu indah layaknya bulan purnama, senyum lebarnya begitu menawan. Itulah pemikat dari semuanya.

Ia berdiri di sana, menatapnya dengan begitu teduh. Balutan jas hitam dengan kemeja putih itu semakin menawan dan mempesona melekat di tubuh atletisnya. Terus menariknya, dan terjebak ke dalam degupan menyenangkan.

Ia mulai jatuh cinta kepada, calon suaminya.

.

"Apakah kau Park Chanyeol bersedia menerima Choi Sooyoung sebagai istrimu yang sah di mata Tuhan dan hukum, serta saling menjaga satu sama lain sampai maut memisahkan?"

"Ya, saya bersedia."

"Apakah kau Choi Sooyoung bersedia menerima Park Chanyeol sebagai suamimu yang sah di mata Tuhan dan hukum, serta saling menjaga satu sama lain sampai maut memisahkan?"

"Ya, saya bersedia."

Semua berjalan begitu cepat, dan ketika sang pendeta meminta mereka untuk berciuman, ia malu. Melirik pada pria yang telah sah menjadi suaminya. Pria itu tersenyum namun entah alasan apa ia tak menyukai senyuman itu.

Chanyeol menggenggam jemari Sooyoung, semakin mendekat dan mendekat. Mata wanita itu terpejam, malu untuk menatap suaminya. Ini ciuman pertama mereka. Ini skinship pertama mereka. Ini mendembarkan. Ia menyukainya, sangat menyukainya.

Matanya terbuka, membulat sempurna, menatap Chanyeol yang tersenyum di hadapannya.

Dia tidak menciumnya, pria itu tidak menciumnya. Dia hanya mendekatkan bibirnya, sangat dekat, tapi tidak sampai kedua bibir mereka menyatu.

Tangan Chanyeol mengelus tengkuk Sooyoung, mencium kening wanita itu dan berujar sesuatu dengan suara yang begitu pelan. Namun Sooyoung tidak setuli itu, mengingat jarak mereka yang sangat dekat.

Ia mendengarnya, bagaimana suara berat itu berucap begitu parau,

"Maafkan aku."

.

.

.

TO BE

.

.

.

Park Chanyeol – Byun Baekhyun

And Other cast

BL – YAOI – ROMANCE DRAMA

Happy Reading

.

.

.

.

.

Part 1

.

.

.

.

.

Kringggg Kringggg

Suara dering jam weker membuatnya yang tertidur pulas menyergitkan dahi, namun tak lama kedua tangannya menggapai jam weker dan mematikannya. Bibirnya sesekali menguap, setelah mematikan jam weker dan kembali melatakannya di atas nakas samping ranjangnya ia mengambil ponsel yang terletak tepat di samping jam weker. Dengan tangan yang sesekali mengusap mata agar penglihatannya terlihat jelas, ia mencoba menghubungi seseorang.

Panggilan tersambung. Senyum kecil terpatri di wajah kantuknya.

"Yeol-ah~" Panggilnya dengan suara parau, yang mana hanya di balas dengan gumaman berat yang tak kalah parau dengan suaranya.

"Bangunlah, kau harus bekerja hari ini. Satu jam lagi aku akan ke apartemenmu." Kembali, hanya gumaman yang terdengar dari seberang sana.

"Aish! Bangun Yeol! Jangan kembali tidur, kau mendengarku? Jawab aku, jangan hanya mengeluarkan suara mendengkur yang menyebalkan." Bentakan keras keluar dari bibirnya, wajah kantuk itu menghilang dan berganti dengan wajah geram.

'Oke sayang, aku kan segera mandi.' Tanpa sadar, wajah geramnya berubah menjadi senyuman manis di sana.

"Segera. Sekarang. Aku tidak akan memberimu sarapan jika saat aku sampai kau belum rapi! Mengerti!"

'Jangan terlalu banyak berteriak sayang, nanti lehermu memerah.' Pipi gembilnya mengembung dengan bibir yang terpout kesal lalu tangannya yang bebas ia bawa untuk menyentuh lehernya.

'Hey, jangan poutkan bibirmu, aku jadi ingin menciumnya.' Tangan yang semula berada di lehernya, kini berpindah menutupi bibirnya. Kepalanya bergerak gusar menatap keseliling kamar, namun ia tidak menemukan sesuatu yang aneh.

'Cepatlah datang, aku akan segera mandi sayang.' Panggilan sudah terputus, namun tangan Baekhyun enggan menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Heol, apa ia memasang CCTV di kamarku?!" Mata sipitnya terus menatap mengelilingi sudut kamar dengan tajam. Hingga ponselnya kembali berbunyi, tepat di depan telinganya, membuatnya terkejut hingga melempar ponsel itu begitu saja. Beruntung ponselnya masih terjatuh di atas kasurnya.

New message from Yeol

Dan setelah membaca pesan itu teriakan keras dari kamar Baekhyun terdengar. Ia keluar dari kamar dengan membanting pintu kamar begitu keras hingga menimbulkan bunyi berdentum yang cukup keras. Cukup membuat ibu dan ayah yang tengah tidur di kamar bawah terkejut dengan helaan nafas panjang. Tingkah putranya seperti gadis yang tengah mengalami puber.

.

'Segera. Sekarang. Aku tidak akan memberimu sarapan jika saat aku sampai kau belum rapi! Mengerti!' senyum lebar menguar dengan sangat menawan bahkan dengan mata terpejam sekalipun. Wajahnya terlihat kacau, begitu juga rambutnya namun hal itu tidak membuatnya buruk, justru itu semakin terlihat mempesona dan menawan.

"Jangan terlalu banyak berteriak sayang, nanti lehermu memerah." Sekarang ia terkekeh tertahan. Matanya terbuka perlahan, memperlihatkan dua bola mata hitam yang sangat menghipnotis. Lalu menatap langit-langit kamar dengan senyuman kecil, membayangkan wajah merajuk kekasihnya.

"Hey, jangan poutkan bibirmu, aku jadi ingin menciumnya." Senyum jail itu terpatri pada wajahnya, cerahnya bahkan mengalahkan sinar matahari yang mengintip di balik jendela. Tubuhnya ia bawa bangun, dengan asal ia mengusak surainya yang terlihat tidak teratur semakin berantakan. Ia mendongak, melihat jam dinding, pukul enam lewat sepuluh menit.

Ia menatap ponselnya kembali, penasaran mengapa tak ada jawaban namun panggilan masih tersambung. Pria itu hanya terkekeh, "Cepatlah datang, aku akan segera mandi sayang."

Setelah memutuskan panggilan secara sepihak ia berdiri dan melempar ponselnya asal di atas ranjang. Langkah kakinya ia bawa menuju balkon dengan sedikit merenggangkan tubuhnya yang kaku setelah tidur semalaman.

Ketika tangannya bertumpu pada balkon kamarnya, kekehan terdengar dari mulutnya, "Apa yang ia pikirkan? Apa tebakanku tepat lalu dia mengira aku memasang kamera pengintai di kamarnya?"

Kembali tawa berat itu terdengar, setelah ia bertanya entah pada siapa.

Langkah lebarnya ia bawa kembali menuju ranjang, mengambil ponsel dan mengetikan sesuatu dengan cepat sebelum melemparkan ponselnya kembali ke ranjang, dan berjalan menuju kamar mandi dengan tawa yang begitu terdengar menyeramkan.

Message have been sent to Baekhyunee

Aku meletakannya di setiap sudut kamarmu, bahkan aku juga meletakan di dalam bathup-mu. Segeralah mandi, dan cepatlah datang, aku merindukanmu dan kelaparan.

.

.


.

.

"Kenapa tidak mengatakan jika persediaan susu di sini habis?" Chanyeol hanya menggeleng, kembali memakan sarapannya. Sedangkan Baekhyun berdecak kesal dengan reaksi pria besarnya.

"Jika kau mengatakannya, aku bisa mampir ke mini market sebelum kesini, tsk." Dengan dua botol air di kedua tangannya ia berjalan mendekati meja makan dan mendudukan dirinya di hadapan Chanyeol yang sebelumnya ia meletakan salah satu botol tepat di hadapan pria besar itu.

"Kau ada kelas hari ini?" Tanya Chanyeol ketika sarapannya telah habis, tangganya ia bawa untuk mengambil pisang untuk pencuci mulut. Baekhyun hanya mengangguk menjawab pertanyaan Chanyeol. Focus akan makanannya.

"Makan siang bersama?" Baekhyun terdiam sebentar lalu menggelengkan kepala membuat yang lebih pria di hadapannya menghembuskan nafas kasar.

"Aku ingin makan siang bersama," rajuk si besar yang mana hal itu membuat yang lebih mungil menyerngitkan dahi lalu membuat pergerakan seperti akan muntah. Bagaimana bisa pria itu merajuk dengan suara besar yang terdengar begitu aneh dan – menjijikan.

"Makan malam?" tanyanya lagi, binar mata bulan purnama itu penuh harap. Namun ia kembali jengkel pada si mungil, melahap pisangnya besar dan mengunyahnya dengan kasar. Menatap sengit ke arah pria yang lebih mungil darinya itu karena kembali gelengan yang ia terima untuk ajakan makan bersama.

"Yeol?"

"Kau merajuk?"

"Kau sedang pms ya, kenapa sensitif seka- YAK!" Chanyeol melemparkan kulit pisang tepat di wajah Baekhyun, yang mana hal itu membuat si mungil menggeram kesal. Namun, bukannya merasa bersalah, Chanyeol menatap Baekhyun menantang dan mengedikan bahunya acuh melihat tatapan tajam si mungil.

"Ah, sepertinya kau serius sedang pms." Dan tawa keras Baekhyun memenuhi seisi apartemen Chanyeol, setelah pria besar itu berjalan meninggalkan ruang makan.

Terkadang, Chanyeol akan terlihat lebih menjengkelkan darinya. Mengingat usia mereka terpaut 3 tahun dengan Chanyeol yang seharusnya lebih dewasa darinya. Namun, semua hanya tentang angka, bukan perilaku.

.

.

Chanyeol memasuki kamarnya dengan raut wajah geram. Bagaimana tidak, kekasihnya baru saja meledeknya –bukan tetapi menghinanya. Dia hanya ingin makan bersama, tetapi si mungil terus saja menolak dan jelas itu membuatnya kesal. Dan bukannya mengerti, si mungil itu malah membuat suasana hatinya semakin memburuk.

Chanyeol berjalan menuju Walkin Closet untuk mengambil jas dan dasinya. Lebih baik ia berangkat bekerja dan menenangkan suasana hatinya yang buruk di pagi yang cerah ini.

"Kita makan siang bersama besok, hari ini aku harus menyelesaikan tugas ujianku sampai besok pagi bersama teman kampusku. Jadi, mohon pengertiannya yaa pria besarku?" Baekhyun memeluknya dari belakang, melingkarkan tangannya pada pinggang Chanyeol erat dengan wajah yang mengelus punggung si besar itu dengan manja.

"Masih mengabaikan ku hmm?" Baekhyun sedikit mendongak, tangan kanannya yang berada di pinggang Chanyeol terangkat dan berpindah menyentuh telinga si besar. Masih dengan posisi Back hug.

"Dimana?" tanya si besar, "Di rumahku. Teman-temanku akan menginap disana setelah kelas siang ini."

Chanyeol menggenggam tangan kiri Baekhyun yang berada di pingganya lalu berbalik menghadap si mungil. Menyentuh wajahnya dengan lembut dan menarik tengkuknya, membawa bibirnya tepat berhadapan dengan bibir si mungil.

"Baiklah, aku akan makan malam dirumahmu jika begitu." Baekhyun menangkupkan kedua tangannya di wajah Chanyeol, lalu mengecup singkat bibir kekasihnya, "Jangan jadi bayi besar yang manja. Masih ada hari esok untuk makan siang dan makan malam. Alibi makan malammu itu akan menghancurkan jadwal pengerjaan tugasku. Jadi, aku menolak kedatanganmu." Chanyeol balas mengecup bibir si mungil,

"Dan aku akan tetap datang, walaupun kau menolak. Bukankah kau tau itu?" Baekhyun melepaskan tangannya dari wajah Chanyeol tetapi dengan cepat Chanyeol menahannya dan kembali meletakan kedua tangan si mungil di wajahnya.

"Aku memaksa. Jadi jangan coba menghindariku, mengerti?" Bibir si mungil terpout sebal, matanya ia alihkan agar tidak menatap Chanyeol. Ia kesal tapi tidak bisa melakukan apapun.

"Akh! Kenapa kau menggigitnya Yeol?!" Baekhyun mendorong Chanyeol menjauh, lalu mengusap hidungnya yang terkena gigitan si besar, "Karena aku merindukannya?" tanya si besar dengan kerlingan mata yang membuat Baekhyun menatap horror kearahnya.

"Cepatlah, aku akan terlambat ke kelas nanti." Baekhyun berbicara sambil berjalan membelakangi Chanyeol, dengan kaki yang di hentak-hentakan kesal Baekhyun membuatnya terkekeh lalu segera berjalan mengikuti sang kekasih.

.

.

.

"Nanti malam kau tidak perlu menyiapkan makanan, katakana itu juga pada ibumu. Aku akan yang akan membelinya. Di mengerti sayang?" Tangannya mengusak surai si mungil gemas, dan Baekhyun dengan cepat menggenggam tangan Chanyeol, "Hey kenapa menggigitnya? Aku sedang menyetir sayang."

Baekhyun menghempaskan tangan Chanyeol begitu saja, membuat si empunya tertawa dan kembali mengusak surainya. "Manisnya," ujar Chanyeol dengan suara beratnya dan itu membuat Baekhyun mengalihkan tatapannya ke arah lain. Merutuki degup jantungnya yang menggila dengan pipi yang terasa terbakar.

"Biarkan saja Baek, jika kau berdegup dan merona itu tandanya kau mencintaiku, bukan begitu?" Baekhyun menolehkan kepala kearah Chanyeol yang masih fokus menyetir menatap jalanan di depannya. Baekhyun kembali mengeluarkan tatapan itu, tatapan horrornya.

'Apa dia cenayang?'

Tangan Chanyeol yang bebas, bergerak mencubit gemas pipi si mungil lalu berlanjut menarik hidung bangirnya, "Jangan menatapku seperti itu, ketahuilah aku seorang pembisnis bukan cenayang." Baekhyun terbatuk, efek karena terlalu terkejut.

"Lagi? Kenapa kau begitu menyeramkan hari ini?" Chanyeol menoleh sebentar menatap wajah terkejut kekasihnya lalu menyerngitkan dahi bingung dengan arah pembicaraan si mungil.

"Apa kau benar memasang kamera pengintai di kamarku?" Tawa keras nan berat itu terdengar menyebalkan di telinga Baekhyun, ia mendengus, bersandar kasar dan bersilang tangan dengan bibir yang berbicara tanpa suara –mengumpat.

"Apa kau tidak sadar jika aku memasangnya?" Mata sipit itu terbelak, menatap kekasihnya yang mengedikan alis dengan wajah yang sangat menyebalkan.

"Serius Yeol! Kau benar melakukannya? Dimana? Katakan dimana kau meletakannya?!"

"Kau benar ingin tahu?" Baekhyun mengangguk, lalu dengan secepat kedipan mata Chanyeol mengecup kening dan kedua matanya. Sangat cepat. Sungguh.

"Di sana. Aku meletakannya disana." Senyuman itu terlihat begitu menyebalkan, namun entah mengapa Baekhyun juga tidak bisa menepisnya jika senyuman itu begitu sangat memikatnya. Ia kembali jatuh cinta. Untuk kesekian kalinya.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

Kembali dengan story baru. Semoga kalian suka, dan dapat menikmatinya dengan baik.

Jika ada kritik dan saran, silahkan tinggalkan di kolom komentar.

Terima kasih.