Aoihoshi Fiqih's Presents..
Her First Fict In Saint Seiya Fandom..
Based on True Story
HORROR
Chapter 1:
WHO
Saint Seiya belongs to Kurumada Masami-sensei
Warning!
Typo, OOC maybe, dan tentu saja seperti judul utamanya. Based on True Story.
Enjoy~
xxxxxxxxxxxxxxxxxxx
.
.
.
.
Dunia diliputi ketenangan kali ini, tanpa konflik yang macam-macam—pengecualian untuk pertengkaran kecil yang terjadi antar saint karena ke-absurd-an mereka sendiri. Sepertinya itu sudah menjadi rutinitas sehari-hari.
Sanctuary pun sepertinya tampak lengang karena ketenangan ini. Beberapa orang dari mereka banyak yang memilih untuk pergi berlibur sejenak ke kampung halaman mereka. Seperti Saori, Seiya, Shun, Ikki, dan Shiryuu.
Tapi tak sedikit dari mereka yang tetap diam di Sanctuary atau bahkan beberapa orang dari luar Sanctuary yang berkunjung karena ingin merasakan suasana tempat itu di kala damai. Hyouga dan Isaac yang berkunjung ke tempat guru mereka contohnya.
Tapi sepertinya waktu santai seperti ini tidak sepenuhnya menyenangkan, seperti saint Andromeda yang sangat kita kenal ini: Shun. Tampaknya ia mengalami yang namanya sindrom bosan saat libur panjang.
Apa? Tidak, bukan, bukannya ia mengharapkan ada peperangan besar yang tiba-tiba saja meledak seperti bom atom di waktu tenang begini, tidak. Dia malah tidak mau itu terjadi.
Yah.. namanya juga saint, bertempur rasanya sudah menjadi makanan sehari-hari. Tapi tidak dijadikan sebagai hobi.
Nah, disinilah Shun, pemuda berambut hijau lumut itu tengah termenung di salah satu balkon Kido Mansion. Menatap warna-warni bunga di halaman belakang rumah gedongan tersebut dengan tatapan tak bergairah.
Tatapan bosan.
Mungkin karena terlalu lama nganggur, kata 'bosan' adalah kata yang paling lumrah diucapkannya. Pantas saja Tuhan menciptakan konflik. Karena tanpa konflik, dunia rasanya tidak seru. Pikiran aneh tersebut tiba-tiba melintas di benaknya.
Ia mengambil smartphone hitam yang ada di saku celana panjang putihnya. Layarnya ia tatap sedikit lama, berharap bahwa tiba-tiba ada telepon masuk. Entah itu dari Hyouga, Shiryuu, atau siapapun itu.
Merasa tidak ada kegiatan lain selain melamun di balkon sendirian, lebih baik ia masuk. Karena hari sudah gelap. Dibuktikan oleh bintang yang berkelip dan bulan yang bulat penuh bersinar menyinari dunia.
Dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celananya, ia menyusuri koridor untuk menuju kamarnya. Tanpa sengaja ia berpapasan dengan kakaknya di sana, yang akan masuk ke dalam kamar yang letaknya bersebelahan dengan kamarnya.
"Lho, Shun? Belum tidur?" Tanya Ikki.
Yang ditanya hanya tersenyum lembut sebelum akhirnya menjawab. "Ini juga mau pergi tidur, kok, Nii-san! Ya sudah, Oyasuminasai."
"Oyasuminasai."
Setelah berpamitan seperti itu, Shun pun memasuki kamarnya untuk tidur.
xxxxxxxxxxxxxxxxxx
Shun melirikkan matanya ke jam digital yang ada di meja kecil dekat tempat tidurnya. Pukul 00.15 malam. Berarti ia baru saja memejamkan mata selama dua jam. Tidak seperti biasanya ia terbangun di tengah malam begini.
Entah mengapa ada sesuatu yang memaksanya untuk terjaga dari tidur singkatnya itu. Ia merasa sedari tadi diawasi oleh seseorang—sesuatu lebih tepatnya.
Ia menatap sekeliling. Rasanya tidak ada yang aneh di dalam kamarnya ini. Jendela sudah tertutup rapat, namun cahaya bulan sedikit menerobos celah gorden biru tua itu. Meja tulis yang ada di dekat jendela itu rasanya biasa saja.
Oh! Mungkin saja itu karena lemari tua yang ada 3 meter dekat pintu. Lemari berbahan kayu jati polos dengan satu pintu dan terdapat cermin oval besar menghiasi lemari itu. Kesan klasik-nya terasa sekali. Tapi, entahlah. Baginya, selain cermin besar yang retak menjadi dua itu, tidak ada lagi yang aneh baginya.
Saori pernah bilang akan memindahkan lemari tua itu ke gudang, tapi karena gudangnya sedang dibersihkan, jadi untuk sementara lemari tua itu harus bertahan sampai besok lusa.
Mungkin usia tua itulah yang membuat atmosfernya sedikit berbeda dari barang lainnya di kamarnya itu.
Merasa tidak ada yang aneh lagi, Shun pun mencoba untuk memejamkan matanya sekali lagi sambil berharap ia terbangun di pagi harinya tanpa pikiran aneh menempel di otaknya.
Cukup lama pemuda halus itu memejamkan matanya, ia merasakan adanya hawa orang masuk ke kamarnya. Penasaran, ia mengintip dari celah matanya. Karena gelap dan matanya yang kabur karena baru terbangun, sosok yang ia lihat tidak begitu jelas.
Yang ia tangkap hanyalah sosok itu muncul dari balik lemari, dan menatapnya—walau ia tak melihat matanya. Sosok berambut putih panjang dan tinggi yang semampai. Berdiri di dekat lemari itu sambil menghadap ke arahnya yang masih terbaring. Shun kembali tertidur sebelum akhirnya sosok itu kembali ke balik lemari tua itu.
.
.
xxxxxxxxxxxxxxxxxx
"Shun? Kenapa ommelette-nya tidak dimakan? Kau sakit?" ucapan sang saint Pegasus di hadapannya membuyarkan lamunannya akan sosok yang ia lihat di tengah kantuk mendera semalam.
"A-ah.. tidak kok, ini aku akan memakannya,"
Pagi ini, Saori, Seiya, Shun, dan Ikki tengah sarapan bersama. Seperti yang diduga, Shun masih memikirkan sosok buram semalam.
"Shun, kau kenapa? Ini tidak seperti biasanya," celetuk Ikki mengomentari sikap aneh si Adik. "Kalau ada yang kau pikirkan, ceritakan saja."
Ragu rasanya ingin menceritakan sosok buram semalam kepada mereka. Mungkin mereka akan berpikir bahwa itu hanyalah cerita dongeng yang dibuat untuk anak kecil agar mau tidur cepat. Tapi, kemudian Shun menepis pikiran sempitnya itu.
"Ehm.. begini," Shun menyeruput teh hangatnya sebelum memulai pembicaraan. "Semalam aku melihat sosok aneh di kamarku. Dia muncul dari balik lemari dan terus menatapku begitu saja. Sepertinya ia lenyap saat aku sudah tertidur lagi."
Seperti dugaannya, mereka yang ada di meja makan hanya menatapnya dengan sebelah alis terangkat atau mengerutkan dahi bingung. Yah.. bagaimana pun juga, ceritanya ini memang agak sulit dimengerti alias tidak masuk di akal.
Sejenak Ikki, Saori, dan Seiya hanya bereaksi seadanya, namun kemudian Saori pun menghela nafas. Menghilangkan keheningan yang sekejap saja mendera ruang makan.
"Mungkin kau hanya bermimpi," itulah tanggapan dari reinkarnasi Dewi Athena itu. "Atau bisa saja itu efek dari bulan purnama. Kemarin sedang bulan purnama, 'kan?"
Seiya mengangguk. "Iya. Aku saja yang kemarin malam mimpi dikejar-kejar arwahnya Saga biasa saja!"
Ikkia mengangguk pelan. "Aku setuju dengan kalian. Mungkin ini hanya efek dari bulan purnama. Sudahlah, Shun."
Yang dinasehati cuma bisa menghela nafas panjang. Tidak akan ada yang mempercayai cerita bodoh seperti itu..
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
.
.
Petangnya, ia duduk termenung di kursi yang ada di balkon. Ia terlihat tengah menatap layar smartphone-nya sembari jempol kanannya mengetikkan beberapa kata dengan keyboard virtual terpampang pada layar sentuhnya.
From Hyouga:
'Hei, ada yang mau aku ganggu? Aku punya bonus gratisan nelpon, sayang kalau tidak dipakai! :D'
.
From Shun:
'Bagaimana kalau aku saja? ;)'
.
'Iya sudah, sebentar ya! Tapi, apa yang mau dibicarakan? :/'
.
'Terserah kau saja, aku bosan nih! :('
.
Setelah percakapan singkat via SMS, layar smartphone hitam milik Shun berdering disertai getaran halus dan juga foto serta nama si penelepon.
"Ya, Hyouga?"
"Bosan, cuma berdua sama si Isaac!" sebuah keluhan terdengar dari sana.
"Nah? 'Kan ada Camus?"
"Itu dia! Dari tadi dia ditempeli sama Milo!"
"Lho? Terus sekarang yang temani si Isaac siapa?"
"Sama Baian, lagi teleponan," terdengar suara ringisan kecil saat itu. "Ngomong-ngomong, apa maksudmu yang tadi kau SMS? Kau bertemu hantu?"
"Entahlah, Hyouga, aku juga tidak tahu,"
"Apa itu bukan kakakmu Ikki?"
"Rambut Nii-san biru, Hyouga, lagipula dia tidak punya rambut panjang! Dia juga tinggi."
"Memangnya di Kido Mansion ada orang seperti itu, ya?"
"Itulah sebabnya aku tanya padamu, Hyouga,"
"Tapi kedengarannya seram sekali, ya, kalau benar,"
"Jadi, kau juga tidak percaya pada ceritaku?"
"Bukannya aku tidak percaya, Shun, masalahnya ceritamu itu seperti cerita sihir-fantasi yang tidak masuk akal,"
"Huh.. lebih baik aku curhat pada Shiryuu saja kalau begitu!"
"E-eh, jangan begitu dong! Iya, iya, aku percaya deh!"
Setelah itu, pembicaraan mereka beralih pada hal lain seperti kabar dari masing-masing, keadaan Sanctuary, Milo yang tak henti-hentinya minta perhatian dari Camus, dan banyak lagi. Pembicaraan ngalur ngidul itu pun rasanya tidak akan pernah putus.
Tapi mendadak Shun mendengar bahwa lawan bicaranya di telepon tidak menanggapi ocehannya. Malah samar-samar ia mendengar suara tertawaan. Suaranya itu.. suara laki-laki.
Sempat terpikir di otaknya kalau Hyouga sedang dijahili oleh Isaac ataupun Aiolia dan Milo. Namun pikiran itu tertepis karena bagaimanapun ia memanggil-manggil Hyouga, tidak ada yang menjawab. Suara tertawaan itu tetap terdengar.
Kemudian, sambungan telepon pun terputus. Meninggalkan Shun dengan tanda tanya besar. Ia pun meletakkan smartphone-nya di meja di hadapannya.
Tak sampai tiga menit, benda portable tipis itu berdering dan foto serta nama penelepon terpampang di sana.
"Halo? Hyouga? Kenapa tadi aku panggil tidak dijawab sih?"
"Justru aku yang tanya, Shun, kenapa kau memutuskan telepon tiba-tiba? Terus menelepon lagi, tapi dengan suara orang lain dan menanyakan orang lain."
"Hah? Maksudmu apa, sih?"
"Lho? Jadi, itu bukan kau?"
"Aku tidak mengerti. Jelaskan saja padaku!"
"Begini, tadi setelah telepon tiba-tiba putus, ada telepon masuk. Dan itu nomormu—lengkap dengan fotomu. Nah, tapi yang menjawab bukan suaramu, tapi suara orang lain yang menanyakan: 'Kenal Zelos?'. Saat kutanya siapa, dia hanya jawab: 'Saya Pharaoh.',"
"Hah?"
"Kau kenal mereka?"
"Tidak."
"Kau memutus teleponnya?"
"Tidak."
"Kok..?"
"Justru aku yang heran, kenapa kau memutus teleponnya tiba-tiba,"
"Tidak kok!"
"Soalnya berkali-kali kupanggil kau tidak jawab juga, terus aku mendengar suara tertawaan. Kukira kau dijahili Isaac, kalau tidak mungkin Aiolia, atau Milo,"
"Tidak mungkin, Shun, Isaac sudah tidur duluan, Milo dan Aiolia sudah pulang ke kuil mereka. Sekarang cuma ada aku dan Camus-sensei yang sedang baca buku!"
"Yang tadi juga tidak mungkin, Hyouga. Kau tahu sendiri, 'kan, kalau aku menelepon aku selalu mem-privat nomorku."
"…"
"…"
"Hei, Shun, kau jangan bercanda!"
"Aku tidak bercanda, Hyouga."
"Lalu? Yang tadi..?"
"…"
"…Siapa?"
.
.
.
Chapter 1: WHO -OWARI-
.
.
Konbanwa, Minna~ :D
Oh! Ya ampun, aku kangen banget, lho! *bletak!
Maafkan ke-absurd-anku. FYI, komputerku baru saja servis dan sekarang sudah balik lagi ke meja kesayangankuuu~ *dipanah
Seperti yang sudah di jelaskan di pembuka cerita, bahwa cerita ini Based On True Story. Artinya, cerita ini benar-benar berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh author sendiri beserta teman-teman sekolah author, juga orang-orang sekitar author.
Yang di chapter 1 ini adalah kisah nyata author. Ciyus lho! *dibantai
Author disini ditokohkan oleh Shun, yang hari ini sedang berulang tahun! HAPPY BIRTHDAY, HONEY BONEY SWEETY DARLING~ *dirantai nebula* Sedangkan Hyouga menokohkan teman author. Kejadiannya beberapa hari lalu, pas Author ada di banyumas, di rumah mbah dan teleponan sama temen author yang juga lagi mudik ke yogya. Dan kamar yang author tempati itu persis seperti yang dideskripsikan disini. Lemarinya juga asli.
Jujur, ini pertama kalinya author berani bikin fic horror ginian. Soalnya author sendiri penakutnya bukan main. Sama darah aja takut! *buka kartu*
Karena author yang mengalaminya, author tahu rasanya.. dan itu rasanya.. merinding abis! Ciyusan lho!
Mohon maaf kalau misalnya ceritanya kurang seram bagi penikmat cerita horror, karena author baru pertama kali bikin. Hitung-hitung pemanasan. Mohon maaf juga kalau ada salah-salah kata.
Akhir kata,
REVIEW?
9-9-2013
