Musim Dingin, 2013
.
.
Teng Tong Teng Tong
"Yap, hari ini cukup sampai di sini pelajaran kita hari ini. Jangan lupa kerjakan buku referensi kalian dari halaman 43 sampai 47, ya!" Ujar Bu Petra menutup pelajaran hari ini.
"Baaiikkk..! "
"Hormat!"
.
.
" Ahh..!" Teriak Eren di tengah perjalanan pulang.
" Ada apa?" Kata saudara angkatnya, Mikasa.
" Aku harus membeli busur sudut hari ini. Besok kan ada pelajaran matematika."
" Dan kalau ketahuan sama Pak Rivaille itu, tamat nasibmu, Eren."
" Ah, itu benar. Pak Rivaille kan galak dan tegas." Sahut Armin, teman masa kecil mereka menimpali.
" Huh, memalukan ketika minggu lalu aku tidak membawa busur. Aku kemudian diminta menghadapnya dan disuruh mengerjakan 10 halaman soal tentang sudut."
" Ya begitulah." Kata Mikasa dengan tenangnya.
" Dan lagi kau hanya punya satu, Mikasa. Dan kita sekelas. Jadi susah untuk meminjam."
" Soal itu.. Maafkan aku juga karena aku tidak membawa 2 busur." Kata Armin merasa bersalah.
" Tidak apa apalah, Armin. Aku juga tidak mengatakan padamu sebelumnya."
" Mau beli sekarang? Sebelum salju turun." Mikasa menawarkan.
" Ya, boleh. Kebetulan aku membawa cukup uang." kata Eren menyetujui.
" Ah, kalau kalian mau pergi ke membeli busur, maaf aku tidak ikut. Aku harus segera pulang." kata Armin.
" Iya, tidak apa."
.
.
.
" Terima kasih banyak. Ini kembaliannya."
" Ah, iya. Terima kasih kembali."
"..."
" Mikasa? Ada apa?" Ujar Eren heran melihat saudara angkatnya yang sedang melihat ke arah luar.
" Salju.."
Kriiet..
Suara pintu toko dibuka.
" Ah, benar.. Padahal aku sama sekali tidak membawa payung." Ujar Eren cemas.
" Iya.. Aku juga." Ujar Mikasa sambil membenamkan wajah pada syal merah yang selalu dipakainya.
" Mau jalan saja? Berjalan di tempat yang teduh tapinya."
"... Terserah kau saja."
.
.
.
"Hattchhii..!"
" Kedinginan, Eren?"
" Tentu saja..! Ini salju dan aku tidak membawa payung. Jaket yang kubawa juga tidak cukup tebal untuk ini."
"...-
-Mau... berdua syal denganku?"
.
Teng tong
.
" Haaaah?" Wajah Eren memerah. Mikasa juga.
" Kau bercanda..?"
" Tidak. Kau kedinginan, kan? Aku serius. Aku tidak bisa membiarkanmu kedinginan dan jatuh sakit."
"Tidak usah. Rumah kita hanya berjarak 3 blok lagi dari sini. Aku bisa bertahan."
"..." Mikasa hanya bisa menatap saudara angkatnya itu dalam diam.
" Benar benar ,deh."
.
.
" Hattchiiih..!"
" Lagi..? Huh, tuh kan.."
" Ti-tidak apa apa.!"
Syuut
Mikasa mengalungkan syalnya di leher Eren.
"Hooi! Apa-"
" Sebentar saja. Sudah kubilang aku tidak bisa membiarkanmu kedinginan."
"Gheh.."
" Bersyukurlah karena jalan ini sedang sepi, Eren."
" Huh?"
" Kau juga malu 'kan seandainya ini dilihat orang banyak?"
" Ngg.." Eren mengangguk perlahan.
Mikasa berusaha menyembunyikan rona merah wajahnya dengan membenamkan wajahnya pada syal.
Eren juga, tetapi ia lebih memilih untuk melihat ke arah yang lain.
Dan itu terus berlanjut dengan berjalan dalam kesunyian..
.
.
.
.
Rumah mereka sudah berada di depan mata.
Tanpa menatap Mikasa, Eren melepaskan kalungan syal di lehernya dan berlari meninggalkan Mikasa di belakangnya.
Mikasa terpaku-
Membetulkan letak syalnya.
" Aku masih ingin berselimut syal ini berdua lagi denganmu, Eren."
" Kapan kapan lagi.."
"HOOIIII...! Mikasa, ayo cepat! Nanti kau yang kedinginan karena lama berada di luar sana!"
Eren melambaikan tangannya kepada Mikasa di ambang pintu.
Senyum simpul Mikasa terkembang sedikit.
" Iya!"
.
.
" Kami pulang."
- Fin -
