Naruto fanfiction

Naruto © Kishimoto Masashi

.

.

Ah, Itoshii no Kazekage-sama!

Chapter 1: Prolog

Aku menarik napasku dalam-dalam setelah lima menit lebih tercekat begitu saja. Dadaku berdebar kencang saat diriku sadar akan posisiku saat ini. pupil mataku membesar seolah tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Kemudian kedua alis tipis yang hampir tak terlihat di hadapanku terangkat.

"Bagaimana?" Tanya lawan bicaraku yang bingung dengan reaksi yang ku berikan.

"Ah," Gumamku. Lalu tahu-tahu pikiranku hilang lagi.

"Matsuri?" Panggilnya. Suara berat itu memanggilku dengan tegas. Membawaku kembali pada dunia nyata.

"Menikah, sensei?" Tanyaku ragu-ragu.

"Hn" Jawab lawan bicaraku sambil mengangguk ringan.

"Menikah dengan sensei?"

"Hn"

"Aku? Menikah dengan sensei?"

"Hn"

Hening.

"KYAAAAAA" Jeritku dalam hati. OMG OMG OMG OMG OMG… ini adalah hal paling gak mungkin dalam hidupku!

"Bagaimana?" Jubah Kazekagenya berkibar saat angin berhembus kencang dari jendela yang terbuka lebar.

"Hem!" Aku mengangguk dengan pelan lalu pipiku memerah saat sensei berjalan mendekat.

Tuhan, ini adalah hal yang paling kutunggu-tunggu sekaligus hal yang paling gak mungkin dalam hidupku. Setahun setelah Gaara-sensei diangkat menjadi Kazekage aku tidak lagi belajar dengan sensei. Gaara-sensei telah sibuk dengan pekerjaan barunya. Belum lagi perang dunia shinobi yang bergejolak hebat tahun kemarin sukses menyita perhatiannya termasuk semua ninja diseluruh dunia. Sebagai kunoichi amatir aku tidak diperbolehkan ikut di garis depan. Berbekal ilmu yang di ajarkan sensei padaku aku bertugas menjaga seluruh penduduk Suna Gakure.

Alhasil. Lebih dari empat tahun penuh aku tidak bertemu lagi dengannya. Ya, empat tahun telah berlalu begitu saja. Dan akhirnya kedamaian dunia sudah kembali pulih. Kedamaian yang sebenarnya, dimana semua dunia shinobi telah bersatu saat ini. No war, no more cry!

Aku sangat bahagia. Perasaan damai dan tenang yang sekarang kurasakan ini ingin sekali kugenggam erat. Kujaga agar tidak ada lagi kesedihan dan kehilangan. Cukup aku yang merasakan kesedihan akan kehilangan keluargaku akibat perang dan aku tidak mau generasi penerus Suna Gakure ini merasakan hal yang sama denganku.

Dan dihari yang cerah dan damai ini, setelah empat tahun tidak bertemu dengan sensei, aku mendapatkan panggilan untuk datang ke kantor Kazekage. Gaara-sensei memanggilku! Setelah sekian lama tidak bertemu. Sebelum datang ke ruangan ini, pikiranku telah di penuhi oleh berbagai praduga yang ujung-ujungnya hanya membuat hatiku tidak tenang. Aku yang menduga bahwa sensei akan menanyakan kabar perkembangan anak-anak sekolah –kebetulan setahun yang lalu aku diangkat menjadi guru- telah menyiapkan puluhan laporan yang siap ku kirim kapan saja. Tapi ternyata yang di tanyakan sensei bukan itu, tapi…

"Ayo menikah!" Ucap sensei saat aku bertanya ada keperluan apa denganku. Bagai di todong suriken di depan mata, pikiranku melayang begitu saja.

Tidak ada kata-kata romantis, atau pernyataan cinta yang mendebarkan, atau ciuman dan pelukan, atau… oke lupakan! Tapi yang ada adalah sebuah statement 'Ayo menikah!' yang dari pada disebut 'permintaan' bagiku itu malah terdengar seperti 'perintah' yang dilontarkan atasan pada bawahan. Sebuah moment sakral yang tidak manis sama sekali!

"Kalau begitu, minggu depan aku akan membawamu menemui saudaraku. Kita akan membicarakan hal selanjutnya nanti. Sampai jumpa minggu depan." Gaara memasangkan sebuah cincin berwarna putih kejari manisku. Lalu kembali duduk dibalik meja kerjanya.

Tidak ada ciuman, tidak ada pelukan, bahkan senyuman pun tidak ada!

Sensei tetaplah sensei. si angkuh yang sedingin gurun pasir di malam hari. Tidak pernah berubah. Aku bahkan tidak tahu alasan kenapa dia berencana menikahiku. Dia bahkan tidak mengatakan perasaannya padaku!

O.o

"Ne, Matsuri-sensei lihat aku berhasil melakukannya!" Teriak Takashi sambil menarik tanganku ke arah sasaran tembak.

"Ah, benar! kau menembak suriken tepat di tengah lingkaran! Hebat!" Aku mengelus ubun-ubun anak lelaki itu sambil tersenyum hangat.

"Hehehe… terimakasih sensei." Takashi menunjukan senyum terbaiknya.

"Karena kau sudah berusaha sangat keras besok sensei akan membawa hadiah untuk Takashi." Seorang perempuan muda datang mendekat.

"Ah, benarkah Nanako-sensei?" Mata Takashi berbinar saat mendengar kata hadiah yang keluar dari Nanako-sensei.

"Hem.. sepulang sekolah besok datang ke kantor bu guru ya!" Gadis berambut indigo panjang itu mengelus rambut Takashi lembut.

"Nah, sebelum pulang ayo obati lukanya dulu." Aku menarik tangan mungil Takashi lalu membuka genggamannya perlahan. "Lihat. Lukanya banyak sekali. Cepat temui Sanae-sensei di UKS ya!"

"Hem!" Takashi mengangguk pelan lalu berlari dengan riang ke arah gedung sekolah.

"Ah, akhirnya anak itu bisa juga! aku sangat bangga padanya." Gumam Nanako

"Ya, dia selalu penuh semangat." Timpalku.

"Eh, ngomong-ngomong semangat. Akhir-akhir ini kau jadi lebih hidup, ya?!" Selidik Nanako. Matanya memincing curiga.

"Apaan sih?! Memang tahun-tahun sebelumnya aku kayak gimana?" Kataku sambil menepuk pundaknya, memastikan.

"Ah, enggak juga sih. Tapi akhir-akhir ini udara di sekitarmu udah beda. Bau-bau pernikahan gitu!"

Mendengar itu, napasku tertahan untuk beberapa detik. Ugh! Instingnya selalu saja tajam.

"Ne, aku benar kan?!" Desak Nanako. Aku mundur selangkah. Lalu tersenyum gugup. Aduh, masa harus di beritahu sekarang sih?!

"Egh, me…mengenai itu…" Kata-kataku terhenti saat kurasakan punggungku menabrak seseorang.

"Ah, selamat sore Kazekage-sama." Nanako membungkuk. Mendengar kata 'kazekage' badanku seolah membeku. Perlahan ku putar badanku.

"Ah, Gaara-sensei. Selamat sore." Kataku sambil menunduk dalam-dalam. Aduh, ada apa Gaara-sensei kemari? aduh, kenapa dadaku?! Aduh, bagaimana ini?! ayo tenanglah!

"Selamat sore." Balas sang Kazekage dengan dingin seperti biasanya. Tegas dan tanpa senyuman.

"Ano, Se…sensei?" Gumamku, entah apa yang harus ku katakan? Dadaku berdegup kencang.

"Apa pekerjaanmu sudah selesai?" Tanya Gaara sambil menatap kearah mataku.

"Ah?" Nanako berseru. Bingung.

"Matsuri, apa pekerjaanmu sudah selesai?" Ulang Gaara.

"Hem," Gumamku, mengangguk kecil.

"Ayo. Kuantar pulang."

"HAH?!" Seru Nanako lagi, seakan menyuarakan perasaanku. dibandingkan dengan kekagetan Nanako, jauh di lubuk hatiku yang paling dalam aku juga kaget setengah mati.

Nanako memandang ke arahku dengan pandangan penuh tekateki. Kekagetannya kembali terlihat saat Gaara dengan sopan mengambil tas kerjaku lalu berjalan perlahan.

Belum sempat kulangkahkan kaki, Nanako menarik tanganku lalu berbisik ke telingaku. "Aku akan datang ke rumahmu nanti malam." Aku menoleh kearahnya dan menemukan pandangan kau-harus-ceritakan-semuanya-padaku. Aku meneguk ludahku. Lalu mengangguk lemah.

"Ayo!" Panggil Gaara-sensei di ujung gerbang sekolah.

"Ja, nee!" kataku pada Nanako kemudian berlari kearah Gaara-sensei.

"Ada apa?" Tanyanya saat aku sampai tepat di hadapan Gaara-sensei.

"Ah, Nanako meminta penjelasan akan kehadiran Kazekage-sama yang menjemputku hari ini." Kataku. Aku menatap sensei untuk beberapa detik. Lalu pipiku memerah mengingat apa yang baru saja kukatakan. 'Sensei menjemputku?!' rasanya seperti ada kupu-kupu terbang didalam perutku. (?)

"Aku ingin tahu dimana rumahmu. Jadi aku bisa menjemputmu besok pagi." Ujar sensei.

Ah, begitu rupanya. Besok adalah hari dimana aku akan datang menemui saudara sensei untuk membicarakan rencana pernikahan kami.

"Ah, Kazekage-sama! selamat sore." Sapa seorang pedagang buah-buahan saat kami mencapai kawasan pertokoan.

"Selamat sore." Responnya.

"Sensei~ Selamat sore!" Seorang perempuan berkepang datang berlari kearahku. Aku tersenyum.

"Selamat sore, Tomo-chan." Jawabku. Kuelus ubun-ubunnya saat si imut ini memeluk pinggangku.

"Kazekage-sama, Konnichiwa~" Tomo-chan membungkuk sopan pada sensei.

"Konnichiwa," Jawabnya lalu ikut mengelus ubun-ubun Tomo-chan.

Kaget, mataku seolah terpaku pada sosok sensei yang begitu lembut. Memang wajah sensei tetap dingin tanpa senyuman tapi aku tahu bahwa ia mengucapkannya dengan tulus.

"Baru pulang ya, Matsuri-sensei. Terimakasih telah menjaga anakku." Seorang perempuan paruh baya menghampiriku.

Aku tersenyum, "Sebuah kebanggaan bisa mengajar anak sepintar Tomo-chan." Pujiku.

"Ah, Sensei bisa saja. Kazekage-sama, konnichiwa."

"Konnichiwa."

"Kazekage-sama, Matsuri-sensei! Ayo mampir dulu!" Teriak seorang pria di sebrang toko. Tersenyum sambil memamerkan potongan sayuran segar di tangannya.

"Kazekage-sama, Sensei…"

Dan begitu seterusnya hingga kami menghabiskan waktu lebih dari 2 jam untuk melewati 500 meter kawasan pertokoan. Itulah mengapa matahari kini telah sepenuhnya tenggelam di ufuk barat. Meski tertahan disetiap langkah kami saat melewati toko-toko itu, aku merasa bahagia.

"Apa selalu ramai begitu?" Tanya Sensei.

"Iya, kadang aku malah dipaksa ikut makan malam bersama mereka."

Rumah Gaara sensei berada di sebelah barat desa Suna, jadi jarang sekali sensei melewati pertokoan yang kebetulan berada di sebelah timur dari pusat pemerintahan.

"Besok, jam berapa sensei akan menjemputku?" Tanyaku.

"Sekitar jam 10."

"Apa aku harus memakai pakaian resmi?"

"Pakaian biasa pun tidak masalah."

Ah, sebetulnya bukan itu yang mau kutanyakan. Yang ingin kutanyakan adalah 'kenapa sensei menikahiku? Apa sensei mencintaiku?' ya semacam itulah! Tapi sayang, susunan hurufnya malah berubah saat melewati pita suaraku. Ah sudahlah. Lupakan! Jangan terlalu berharap, Matsuri!

"Em, sensei!" Panggilku.

Gaara, yang berjalan di depanku, menoleh. "Hn?"

"Kita sudah sampai. Ini rumahku!" Kataku. Tanganku otomatis menunjuk pada sebuah bangunan bertingkat yang berdiri kokoh tak jauh dari tempatku berdiri.

"Oh." Gumamnya.

"Terimakasih, telah mengantarku pulang." Kataku menmbungkuk sopan,

"Hn"

Ah, benar-benar kelewat dingin! Pikirku. "Ne, Sensei!" Panggilku. Gaara menoleh.

"Cup!" Sebuah kecupan singkat kudaratkan di pipinya.

"Ja, nee!" kataku lalu cepat-cepat menaiki tangga.

Ya tuhan! Matsuri, apa yang sudah kau lakukan?! ya tuhan ya tuhan ya tuhan…

Tepat setelah aku masuk ke dalam kamar apartemenku, aku terduduk lemas. Seluruh wajahku terasa panas dan jantungku berdetak sangat kencang. Kyaaaaa….. Matsuri! Kau nakal sekalii! Umpatku.

"Ting Tong!"

Suara bel terdengar. Sangat jelas karena aku terduduk dengan punggung membelakangi pintu masuk.

"Nanako-chan! Kau cepat sekali datangnya." Ujarku. Mendesah pasrah.

"Ayo masuk Nana–" kata-kataku terputus saat melihat sosok yang berdiiri di hadapanku saat ini.

DEG!

"Tasmu." Katanya. Lalu mengulurkan tas ke tanganku.

Blushhhh…

Gila, checkmate!

"A..a.. …a…" Gagapku. Aku bahkan tidak bisa mengeluarkan satu katapun!

"Sayonara." Gaara membungkuk sopan. "Oyasumi." Bisiknya. Lalu menghilang saat turun di tangga.

BRUG!

Aku menarik napas dalam. Kuraba dadaku yang berdebar hebat. KYAYAYAYAYAYAYAYYA… rasanya aku ingin menjerit sekuatnya!

"Ne, Matsuri-chan!"

Lamunanku seketika buyar, kutemukan Nanako-chan telah berdiri di pintu masuk. Matanya menyelidik, menatap ganjil padaku.

"Nanako-chan!" teriakku. Kupeluk erat Nanako-chan hingga ia terjengkal ke belakang.

"UAAA… Matsuri-chan! Lepas! A..aku.. ti..dak..bi..sa.. ber..na..pas!"

"Nanako-chan, Nanako-chan, Nanako-chan…."

"SESAK!" Teriaknya. Lalu memandang tajam kearahku. Kulepas pelukanku.

"Ayo! Kau harus mengatakan semuanya padaku!" Tanpa basabasi, Nanako menarik tanganku dan membawaku masuk.

"Biar aku yang tebak," mata Nanako menyipit padaku. "Sejak kapan kau dan Gaara-sama berpacaran?" Tanyanya to the point.

Kuteguk ludahku. Kutatatap Nanako dengan gugup. Ah, haruskah ku katakan semuanya?

"Ja..jangan bilang siapa-siapa!" Ancamku. Nanako mengangguk dengan khidmat. Lalu kembali menatapku, penasaran.

"Seminggu yang lalu Sensei mengajakku menikah." Uraiku. Langsung pada inti pembicaraan.

"APA?! MENIKAHHHH? KAU? MENIKAH DENGAN GAARA-SAMA?" Teriaknya histeris. Cepat-cepat ku bungkam mulutnya.

"Kau! Tenang sedikit!" Bentakku. Nanako mengangguk nurut.

"Ta..ta..tapi, kau menikah dengan Gaara-sama?!" Gumamnya.

"Kenapa kau sekaget itu?!" Ejekku. Padahal saat sensei mengajakku, aku juga kaget setengah mati.

"JELAS AKU KAGET! ITU KAN GA MUNGKIN BANGET!"

Ugh sampai segitunya ya!

"Gimana kejadiannya tuh kamu dilamar sama Gaara-sama?"

"Ah? Em…" Entah apa reaksinya nanti. Ku ulur waktuku sejenak.

"Gimana?" Selidiknya.

"Ayo menikah!" Gumamku.

"Hah?"

"Iya, Gaara-sensei hanya berkata begitu padaku. Lalu aku mengangguk. Tamat!"

"HAH? Kau benar-benar pencerita yang buruk!"

"Aku berkata yang sebenarnya." Rengekku. Ah, sedih rasanya.

"Tidak ada pernyataan cinta?"

"Nope."

"Tidak ada ciuman?"

"Nope."

"Tidak ada pelukan?"

"Nope."

"HAH?! Kau pasti bercanda." Selidik Nanako.

"Bahkan senyumanpun gak ada!" Aku menggerutu kesal.

"HAH?! SERIUS?"

Aku mengangguk, "Hem!"

"Kasihan sekali kau… ya ampun! Gaara-sama tetap saja sedingin es. Ckckck… tabahkan dirimu Matsuri!" Nanako mengusap punggungku. Aku mengangguk.

"Jadi, kapan kalian akan menikah?"

"Besok aku akan bertemu dengan Sabaku no bersaudara. Kami akan membicarakannya mengenai rencana pernikahan ini besok. Yah, begitulah."

"Lalu, apa yang terjadi tadi? Saat aku datang jiwamu seperti setengah melayang! Bengong kayak orang bego di pintu rumah." Ah, lagi-lagi! Insting Nanako-chan memang tajam!

"Eh? Em… Anoo…" Blush! Mengingat kejadian tadi aku jadi malu sendiri.

"Hei, Matsuri! Ayo cerita!" desaknya.

"Em.. tadi…" Blush.. pikiranku terbang ke detik-detik memalukan itu. uahhhhh… aku tak sanggup bercerita! Rasanya malu sekali… mana besok Sensei datang menjemput lagi?! Apa yang harus kulakukan? Aku tak sanggup bertemu dengannya… kyaaaaa…

"Hei, Matsuri! Kau masih hidup?"

O.o

"Matsuri-chan, kau sudah datang?! Maaf ya, merepotkanmu!" Suara Temari-sama datang menyambut kedatanganku dengan ramah.

"Ah, Matsuri-chan sudah datang ya, ayo masuk!" Kepala Kankuro-sama menyembul dari salah satu ruangan di dalam rumah.

"Permisi. Terimakasih atas undangannya." Kataku sambil membungkuk sopan. Aku berjalan mengikuti Temari-sama ke sebuah ruangan dimana kepala Kankuro-sama menyembul tadi.

"Sudah lama sekali kita tidak bertemu, ya!" Ujar Temari-sama. Tangannya dengan cekatan menuangkan teh kedalam cangkir dan meletakkannya di hadapanku.

"Iya, sudah lebih dari 4 tahun. Bagaimana kabar anda?" Tanyaku.

"Kabarku baik sekali. Apalagi setelah mendengar Gaara akan membawamu kemari untuk membicarakan pernikahan."

"Ah, aku tidak menyangka kau akan menikah mendahului kakak-kakakmu ini!" Gerutu Kankuro-sama yang duduk di sebrang meja.

Aku menunduk dalam. Rasanya pipiku mulai memanas lagi apalagi saat Gaara mengambil posisi duduk di sampingku. Jantungku langsung berulah lagi.

"Angkat wajahmu. Tenanglah." Bisik Gaara-sensei padaku. Suara rendahnya membuat jantungku terasa ingin meledak ke luar.

"Jadi. Kapan rencananya?" Tanya Temari-sama dengan senyuman cerah, seolah menenangkan hatiku yang mulai gugup.

O.o

"Terimakasih sudah mengantarku kembali sensei." Aku membungkukkan badanku saat kami telah sampai di depan kompleks apartemenku.

Gaara mengangguk singkat. Lalu berbalik hendak pulang.

"Ano…" Panggilku, Kepala sensei menoleh.

"Sukidayo, sensei!" Entah angin apa yang datang menerjang diriku. Mulutku seolah menyahutkan sesuatu yang tidak pernah kuperintahkan di dalam otak. Sehabis mengatakan itu. tubuhku terasa kaku. Lalu wajahku memerah hebat.

"Hn." Gumam Gaara. "Ja, ne!" Ujar Gaara. Buru-buru berbalik dan pergi.

Siiinnnggggg….

Pernyataan cintaku?! Pernyataan cintaku! Hei, sensei! jeritku dalam hati.

Apa-apaan itu?! 'Hn'?

Kyaaa memalukan!

-TBC-

Fict pertama saya di fandom Naruto. Entah mengapa tergerak membuat fict multichap dengan pair GaaraMatsuri mengingat fict dengan pair ini sangat jarang. Btw, untuk readers sekalian mohon dukungannya dengan mereview cerita ini. chapter dua akan kulanjutkan jika ada review. Hahaha :D

So, review ya minna~

Arigatou.