Dongeng memang cerita yang manis,

Dan suatu hari Kaz menginginkannya,

Menginginkan dunia dongeng yang penuh dengan fantasi dan keajaiban,


.

.

.

Fantasy

Made By © Hyucchi.

Disclaimer: Scan2Go bukan punya kami, enelan! Kami hanya meminjam karakter untuk cerita ini. Oke?

Pair: Kazuya x Shiro.

Genre(s): Romance, Fantasy, Superanatural, Adventure, and etc.

Rate: T

WARNING(s):
Semi-Canon, (kemungkinan besar) OOC, OC (hanya peran pembantu dan tidak akan diship dengan karakter asli, santai saja, haha), pendeskripsian dengan bahasa amatiran, Shounen-Ai, Boy x Boy, seme!Kaz, Misstypo bertebaran seperti makanan ikan, DE EL EL.

.

.

DON'T LIKE? JUST LEAVE.

Don't Like? Still stay here? Aw, just go die! :p

.

.

Enjoy~

.

.


"Ugh..."

Seorang pemuda berambut biru tua tampak mengerang kecil di tempatnya terbaring. Sekujur tubuhnya terasa ngilu, walau tidak seberapa sakit sebetulnya. Setidaknya anak bernama Kazuya Gordon itu masih bisa menggerakan tubuhnya setelah ia mendapat kesadarannya kembali.

Kedua mata Kaz terbuka perlahan karena sinar matahari langsung menyerang retina matanya yang tadi terus terlelap.

"Dimana ini..." erangnya sembari menutup sebagian dari pandangannya dengan punggung tangannya yang lembut. Eh,

―tunggu dulu. Kaz merasa asing dengan besi pelindung yang menyelimuti punggung tangannya itu.

Cit cit cit...

Suara burung berkicau tampak melengkapi suasana rindang tempat dimana Kaz sedang berbaring. Eh? Rindang? Kaz pun mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Dimana ini? Ia tidak mengingat pernah pergi ke tengah-tengah hutan yang rindang seperti ini.

"Aw! Sa-Sakit! Sakit!" rintihnya begitu punggungnya terasa ngilu saat Kaz mengubah posisi baringnya menjadi duduk secara paksa. Sekarang Kaz pun menggaruk-garuk tengkuknya sendiri dan menatap ke sekeliling dengan tatapan bodohnya yang indah.

"Kenapa aku bisa disini? Dimana ini? Aku tidak tahu!" teriak Kaz pada dirinya sendiri frustasi. Sampai burung-burung yang tadi bertengger di dahan pohon langsung terbang ketakutan.

"Oh, ya! Fionaa! Diegoo! Myroon! Shiroo! Kaliaan dimanaa!?" teriak Kaz lagi berharap mendapatkan jawaban. Tapi ternyata harapannya tak semuluk itu. yang ada hanya suara gesekan angin dengan dedaunan yang sahut menyahut. Kaz kembali menatap ke arah dirinya mengingat kalau―

"A-Apa!? Pa-pakaian macam apa ini!?"

―pakaiannya berubah drastis. Rompi birunya, kaos merahnya, semuanya lenyap seakan ditelan angin. Baju yang dipakainya sekarang memiliki tekstur keras, sepertinya terbuat dari besi. Namun ada banyak ukiran-ukiran classic berkelas yang sedikit memukau. Dari baju, celana, bahkan sarung tangannya pun berbahan sama.

"Argh! Demi koala sinting, siapa yang mengganti bajuku dengan pakaian aneh seperti ini!? Dasar mesum! Awas kalau ketemu, kulindas dia dengan mobil balapku!"

Oke, Kaz mulai stress rupanya. Sampai memaki-maki sendirian yang bahkan tidak akan ada yang membalas.

BRUAGH!

"AAARGH!" Kaz berteriak sekencang mungkin begitu dirasakannya seseorang menghajar belakang kepalanya, sampai Kaz sendiri terpelanting halus. Ya, kondisi seorang Kazuya Gordon sungguh memperihatinkan, sudah tadi stress sendiri, sekarang dihajar pula.

"Sembarangan, padahal aku sudah mengabulkan keinginanmu lalu ini yang kudapat? Omelan seperti orang sinting yang hina itu!?"

Kaz mengelus pelan sembari melirik ke arah belakangnya. Ia yakin suara yang menyerupai wanita itu adalah suara orang yang memukulnya tadi. Dan kedua iris amber-nya langsung terbelalak begitu melihat sesosok familiar baginya. 'Sepertinya aku pernah melihatnya...' pikir pemuda bersurai deep-blue itu masih mengelus kepalanya yang sakit dan menatap wanita di depannya dengan heran.

"Huuh, siapa kau?" tanya Kaz ketus, masih tidak terima karena sosok di depannya itulah yang membuat rasa ngilu di kepalanya ini.

"Tega sekali, sudah menghina pemberianku, sekarang kau melupakanku!? Dasar Anak Bejat! Tidak tahu diri!"

Kaz langsung jawdrop begitu sekarang ia dikatai bejat. Apes sekali sih nasibnya, umpat Kaz dalam hatinya dongkol. Wanita beriris emerald, berambut soft-green panjang, juga memakai baju terusan putih itu menghela nafas.

"Apa maksudmu bejat, hah!?" sergah Kaz yang mulai emosi. Ia sudah stress karena begitu terbangun, ia tidak ingat apa-apa, teman-temannya lenyap, lalu pakaian anehnya ini, Kaz sudah stress karenanya!

"Ya itu kau, Anak Bejat! Tidak ingatkah kau beberapa jam yang lalu kau bilang ingin ke negeri dongeng, hah!? Kau tidak ingat!?"

"Ha-Hah!?" sekarang Kaz yang menganga mulutnya.

'Beberapa jam yang lalu...? Aku bilang... ingin ke negeri dongeng?'


―.:: Flashback ::.―

"Kaz, apa kau yakin kita mendarat di tempat yang benar?" tanya sesosok gadis manis dengan pakaian dominan merah muda, sebut saja dia Fiona. Salah satu teman satu tim dengan Kaz Gordon. Gadis itu sesekali menengok kesana-kemari dengan raut wajah cemas, diikuti tupai imut peliharaannya yang selalu mengikutinya kemanapun Fiona pergi.

"Ya, tentu saja aku yakin! Tempat ini betul-betul menarik dibanding planet lainnya yang kita kunjungi bukan?" jawab Kaz dengan wajah semangatnya masih berjalan di depan memimpin teman kelompok lainnya.

Seperti biasa, mereka akan terus berkelana ke planet satu dan planet lainnya untuk mencari pengalaman dan balapan disana. Tapi kali ini, Planet bernama Laquier yang sekarang mereka singgahi, terlihat penuh misteri. Begitu mereka mendarat, sejauh mata memandang hanya ada tumbuhan-tumbuhan pencakar langit. Banyak sekali jumlah jenis tanaman disana, Fiona berani taruhan kalau jumlahnya mencapai seribuan lebih.

"Kaz, aku tidak yakin kita bisa berbalapan di tempat yang padat tumbuhan seperti ini. Bahkan kita tidak menemukan alien atau manusia lain sejak sejam yang lalu kita kemari, 'kan?" sambung Myron menatap ke sekelilingnya dengan tidak yakin. Benar saja, bahkan untuk berjalan itu sulit, mereka seperti tersesat di hutan lebat yang tiada akhirnya.

"Iya, bahkan kalau balapan pun yang ada malah menabrak pohon," sahut Diego menggaruk-garuk perutnya yang besar. Ia merasa lapar, tentu saja. Mereka semua sudah berjalan mencari tempat peristirahatan atau sejenisnya selama sejam, tapi tidak satupun mereka temui. Bahkan menemui alien saja tidak.

"Aish, kalian jangan mengeluh saja! Pasti sebentar lagi sampai, ya 'kan?" Kaz pun melirik ke arah robot putih yang selalu mengikutinya kemanapun ia pergi.

"O-Oh, iya tentu saja, Kaz! Jangan khawatir!" sahut si robot putih lalu mereka kembali berjalan. Jangan lupakan Shiro Sutherland yang tadi hanya diam di belakang mereka berempat. Ya, seperti biasa, pemuda ini lebih banyak bertindak daripada berbicara. Disaat seperti ini pun dia tetap tenang dan mengikuti saja.

―.:.―.:.―

"Huwaaa, aku lapaaar! Kapan, sih, kita akan sampaai!?" teriak Diego sembari mengangkat kedua tangannya ke langit luas. Lainnya hanya sweatdrop melihat teammate mereka yang badannya paling besar itu.

"Sa-Sabarlah, Diego..." ujar Myron mengada kedua tangannya berusaha menenangkan Diego dari rasa laparnya. Myron tahu, tidak hanya Diego disini yang lapar, tapi lainnya juga. Juga kelelahan. Ini sudah dua jam lebih mereka berjalan di tengah teriknya matahari dan padatnya tumbuhan-tumbuhan yang tiada akhirnya. Kaz menghela nafas dan menyekah keringat yang mengalir dari keningnya.

"Teman-teman, kita istirahat dulu, ya? Jujur, aku juga lelah sekali," akhirnya Kaz memberi komando untuk beristirahat membuat Fiona, Diego, dan Myron duduk bersamaan dan menghela nafas lelah.

"Aku harap kita tidak tersesat, Kaz. Kalau tahu begini, lebih baik kita pergi ke planet lain," keluh si gadis berambut oranye terang sembari merenggangkan otot-ototnya yang terasa letih setelah berjalan selama dua jam tanpa hasil. Myron mengangguk setuju.

"Huuh, aku 'kan juga tidak tahu kalau planet ini sebegini anehnya, padahal beragam pepohonan disini lumayan," sahut Kaz yang juga menyusul teman-temannya untuk duduk dan merenggangkan otot-ototnya. Tapi iris amber Kaz sedikit terkejut melihat salah satu teammate-nya yang justru melanjutkan jalannya.

"Heei, Shiro! Kau mau kemana!? Istirahat dulu disini!" seru si rambut deep-blue diikuti kepala ketiga teman lainnya yang langsung menengok ke arah Shiro yang ternyata terus berjalan, menjauhi mereka.

"Shiroo, nanti tersesat, lhoo!" seru Diego memperingatkan. Namun si pirang tak mengindahkannya. Kaz menghela nafas, Shiro memang sulit ditebak dan misterius. Ia pun kembali bangkit berdiri yang padahal tak sampai semenit duduk di tanah.

"Aku akan menyusulnya, kalian berempat tunggu disini, ya!" seru Kaz pada Fiona, Diego, Myron, juga robot putihnya yang sedikit terbengong-bengong melihat sosok Kaz mengejar Shiro.

Tap tap tap tap

Grep.

"Hm?" Shiro melirik Kaz dengan tatapan datar khasnya. Dilihatnya nafas Kaz yang tersenggal karena tadi mengejar-ngejar dirinya, meminta Shiro untuk berhenti dan kembali ke tempat peristirahatan mereka.

"Hah, hah, Shiro, ayo kembali! Bisa gawat kalau nanti kau tersesat tahu!" seru Kaz dengan nada emosi bercampur khawatir. Bagaimana pun Shiro tetap teammate-nya yang penting dan Kaz sama sekali tidak mau―

"Aku hanya penasaran dengan planet ini, biarkan aku pergi."

―kehilangannya.

Kaz terlalu menyukai Shiro sampai ia tak mau kehilangan. Karena itu ia khawatir dan kesal karena Shiro tak mau mendengarkannya dan pergi.

"Tidak, cepat kembali―!"

Pow.

"Hah?!" seru Kaz dan Shiro bersamaan begitu dirasakannya tempat dimana mereka berpijak muncul cahaya. Tidak, tidak hanya di tanah, tapi seluruh tumbuhan tempat mereka berada pun diselubungi cahaya. Kaz sontak kaget dengan perubahan yang mendadak ini langsung menggenggam tangan Shiro bermaksud menjaga anak itu agar tidak terlepas darinya.

Shiro tersentak kecil begitu dirasakannya sebuah pergelangan tangan menggenggam erat tangannya. Itu tangan dari si deep-blue. Kenapa Kaz menggenggam tangannya? Tapi Shiro menjadi tak nyaman dengannya,

"Wah―"

Bukan, bukan karena ia tidak suka digenggam. Tapi karena yang menggenggamnya itu adalah Kazuya Gordon. Ketua Team JET yang keras kepala dan besar mulut itu. Sejujurnya, ia sudah menyukai pemuda beriris amber itu sejak lama. Sejak pandangan pertama, sejak mereka bertemu.

"―indahnya," ujar Kaz terkagum-kagum melihat perubahan yang terjadi di tempat mereka berada sekarang. Yaitu tanah tempat mereka berpijak bagaikan permukaan air yang memantulkan bayangan mereka, tanaman-tanaman disana bercahaya, juga beberapa butir cahaya berterbangan disekitar mereka. Entah itu tanda-tanda bahaya atau apa,

"Apa ini?" tanya Shiro dengan suara pelan, terpukau dengan apa yang dilihatnya. Bahkan sudah tak sadar kalau genggaman Kaz di tangannya semakin erat. Keduanya menengada kepalanya ke atas, melihat-lihat suasana ajaib dan tenang ini cukup lama.

Sampai sepasang amber Kaz bertubrukan dengan sepasang crimson Shiro.

"A-Ah, maaf!" seru Kaz tersipu malu mengingat ia masih menggenggam lengan Shiro tadi. Ah, lengan itu begitu lembut, batin Kaz. Ia merasa sangat beruntung bisa menyentuhnya, karena ia tahu kalau tiba-tiba menerjang Shiro dan asal menyentuhnya sama saja cari mati.

Shiro tak menampilkan respon bearti. Ia hanya memegang bekas sentuhan Kaz di pergelangan tangannya tadi dan sedikit tersipu. Sayangnya semburat merah di wajahnya tak terlihat karena pengaruh cahaya-cahaya terang yang mengelilingi mereka sekarang.

"Ke-Kereen!" Kaz kembali beralih pada pemandangan takjub di depan mereka. "Setidaknya aku tidak merasa rugi lagi mendarat di planet ini! Keren sekalii!"

"Aku harus panggil Diego, Myron, dan Fiona supaya mereka juga melihat ini―"

Grep.

"Eh?" Kaz yang baru saja ingin beranjak dari sana untuk memanggil teman-temannya yang lain pun terhenti saat dirasanya ada sebuah tangan yang memegang bahunya. Kaz menoleh, dan ia langsung terasa tersambar listrik saat tahu itu adalah tangan Shiro, di pundaknya. Belum lagi Shiro menatapnya dengan tatapan senduh yang sulit untuk diartikan.

"N-Ng, apa Shiro?" tanya si deep-blue berusaha untuk menormalkan suaranya. Dan ia berharap kalau tidak ada semburat merah yang terlihat di pipinya. Jarang sekali 'kan Shiro menyentuhnya seperti ini, belum lagi... Belum lagi Shiro adalah orang yang disukainya sejak lama...

Shiro menarik tangannya lagi, ia menoleh ke arah lain. "Bukan apa-apa,"

'Apa dia tidak ingin aku pergi? Arrgh, kau terlalu kege-eran, Kaz! Mana mungkin Si Dingin Shiro begitu padaku! Ta-Tapi, kenapa tatapannya tadi begitu...' pikir Kaz jadi bimbang sekarang. Pergi atau tidak? Memang ia ingin pergi untuk memberitahu temannya yang lain, tapi disisi lain...

Ia merasa tatapan Shiro mengisyaratkannya untuk tidak pergi.

Keduanya tanpa sadar kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dimana cahaya-cahaya indah itu masih bertaburan di sekitar mereka dengan indahnya. Suasana kedua hening, sampai-sampai Kaz membuka pembicaraan, masih mengedarkan pandangan dengan tatapan takjub.

"Hah, andai saja kita bisa berpetualang di negeri dongeng seperti ini, pasti rasanya seru!" kemudian Kaz menatap Shiro dengan tatapan semangatnya membuat si pirang speechless. "―kau juga berpikir begitu, 'kan!? Ya, 'kan, Shiro!? Kalau kita balapan di negeri dongeng, seperti melawan naga api atau penyihir, lalu arena-nya sebagus ini!" tambahnya masih dengan kilauan senang di iris amber-nya.

Shiro terdiam mendengarnya. Kenapa mendadak anak itu berpikir demikian? Ah, sebetulnya Shiro tak terlalu peduli, hanya saja ia sedikit setuju dengan apa yang Kaz ucapkan padanya. Suasana tenang dan ajaib seperti ini sungguh membuat siapa saja yang melihatnya serasa melayang ke alam mimpi...

"Bicara apa kau ini, bukannya tadi kau mau memanggil lainnya kemari?" tanya si blonde dengan ketus, berlainan dengan apa kata hatinya yang sebetulnya ingin Kaz tetap disini. Bersamanya. Berdua dengannya. Kaz mengernyit dahinya kesal, kenapa tanggapannya dipandang bodoh seperti itu? Ah, menyesal Kaz sudah mau menunda kepergiannya hanya untuk berduaan dengan si dingin ini.

"Ck, menyebalkan sekali! Ya, sudah, aku pergi dulu―" Kaz sebetulnya tak rela pergi. Tapi gengsi lebih tinggi daripada apa kata hatinya. Sayangnya, sebelum ia berjalan lima langkah setelah berbalik badan untuk pergi―

Tring.

"A-Akh! Cahaya apa ini!?" seru Kaz sembari menutup kedua matanya yang tak kuasa menahan silau. Ia tak tahu pasti darimana cahaya itu berasal. Sampai-sampai cahaya itu meredup, Kaz pun kembali membuka kedua matanya dan melihat sesosok perempuan... yang sama sekali tidak dikenalinya...

"Hohoho, kalian ini sebetulnya saling suka, tapi kenapa tidak jujur begitu, sih?" Perempuan itu berujar sembari tertawa tipis membuat Shiro dan Kaz terbelalak di tempat mereka berdiri. Dan sekarang perempuan yang Kaz yakin tidak berpijak pada tanah pun menyeringai kecil,

"...Salam kenal, aku penyihir di planet ini. Namaku Requier. Dan aku akan mengabulkan apapun keinginan dari makhluk hidup yang datang kemari~~" serunya lagi dengan tawa santai. Kaz semakin tidak mengerti, apa yang diinginkan perempuan berambut soft-green panjang itu dan kenapa dia mendadak muncul di tempat seperti ini.

"Pe-Penyihir?"

Belum sempat Kaz mendapatkan jawabannya. Ia sudah terlebih dahulu merasa pijakannya hilang dan tubuhnya seolah tersedot. Kaz membelalak mata begitu dilihatnya kebawah terdapat pusaran hitam yang sangat besar menyedot tubuhnya―juga Shiro.

"Ti-tidak! A-Apa-apaan ini!? Diegoo! Myroon! Fionaa! Tolong akuu!" seru Kaz mengangkat tangannya berharap bisa menggapai sesuatu dan berhasil. Sontak melihat Shiro yang mulai terperosot jatuh membuat Kaz refleks menggenggam pergelangan tangan si pirang yang terangkat tadi.

Grep.

"Pegangan padaku, Shiro!" seru Kaz seakan melupakan kesalnya tadi pada si pirang beriris crimson merah yang begitu indah. Bagaimana pun juga, rasa sukanya pada Shiro tak akan berubah sekalipun si crimson berkelakuan acuh tak acuh padanya. Ia tidak mau kehilangan Shiro!

"Aiih, romantisnya. Kalian memang pasangan yang manis~ Tapi sayangnya tidak akan seru kalau kalian langsung bebas disini. Dan bahkan keinginanmu pun belum kukabulkan, hohohohoho~" gelak tawa penyihir tadi menggelegar, dan Shiro dapat merasakan kalau hisapan pusaran hitam dibawah mereka semakin kuat.

"U-Ukh, bertahanlah, Shiro―"

Set.

"Ah―!" Kaz membelalak matanya syok begitu tahu-tahu tangannya sudah menggenggam pergelangan tangan Shiro. Iris ambernya masih bisa melihat sosok teammate-nya yang dengan cepat tersedot di bawah sana. Sedangkan si blonde tak mampu berkata apa-apa sampai seluruh tubuhnya tak terlihat lagi oleh Kaz.

"Ti-Tidak! Shirooo!" Kaz refleks melepas tangannya yang tadi sempat memegang tumpuan. Ia tidak ingin meninggalkan si blonde apapun yang terjadi. ia terlalu menyukainya! Ah, tidak, bahkan ia terlalu mencintainya!

Melihat kedua manusia yang sudah ditelan hidup-hidup oleh pusaran hitam tadi, si penyihir hanya menghela nafas santai.


―.:: Flashback Off ::.―

"Ya! Kau yang membuatku jadi seperti ini!? Kau yang bejat, Penyihir Sarap! Katakan dimana Shiro!" bentak Kaz yang kini mulai teringat. Dimana ia mendarat di planet serba tumbuhan itu, lalu mereka berjalan dengan hasil nihil selama dua jam, dan sekarang Shiro lepas dari pengawasannya!

"Apa katamu!? Penyihir sarap!? Kau yang sarap, Bejat! Padahal kau sudah berada di dunia dongeng seperti yang kau minta! Soal pemuda dingin itu, cari saja sendiri! Bukannya kau menyukainya!?" bentak si penyihir merasa tidak terima. Dan ternyata ia hot-blooded sama seperti Kaz sendiri. Langsung saja si deep-blue memerah wajahnya tahu aib-nya ketahuan.

"Tapi bagaimana caranya aku kembali ke dunia asal-ku!? Huwaa, aku memang ingin tapi tidak seperti ini caranya! Bagaimana kalau Fiona, Diego, dan Myron khawatir pada kami yang tidak kembali!? Lalu rencana kami menjadi pembalap nomor satu gagal total!? Lalu lalu―"

"Ssst!" Penyihir itu meletakan telunjuknya di bibir Kaz mengisyaratkan pemuda itu untuk tenang dari stress-nya. Kemudian si penyihir tersenyum misterius penuh makna, yang hanya saja Kaz tak bisa mengartikan betul senyum apa itu.

"Ingat," ujarnya. "Ini dunia dongeng, dunia fantasi. Kau bisa menjalankan cerita di dunia ini seperti yang kau mau, asalkan kau bisa bertindak dengan baik dan benar, semuanya bisa kau kontrol~"

Kaz memiringkan kepalanya tanda ia tidak mengerti. "Sekarang kau sudah berada di awal dongeng, Kazuya Gordon~ Kau akan bisa keluar dari sini dan kembali ke dunia nyata kalau kau menamatkan cerita ini~ Kalau kau menamatkan cerita ini dengan happy ending, maka temanmu itu akan kembali ke dunia nyata bersamamu, tapi kalau bad ending, dia akan kubawa~"

"H-Hah!?" Kaz membelalak matanya. Pertama, tidak mau percaya. Kedua, tidak mau percaya. Dan ketiga, tidak mau percaya. "Kau gila!? Jangan membohongiku, Jelek! Cepat pulangkan akuuuuu!" teriak Kaz dengan suara super duper double triple incredible unforggetable besarnya. Sampai-sampai si penyihir terdiam di tempat tak kuasa menahan besarnya suara Kaz, juga tempat mereka berada tiba-tiba bergetar.

"Aku tidak jelek! Walau umurku sudah 1000 tahun lebih, tapi aku awet muda, tahu! Huh, masa bodoh! Pokonya aku sudah memberitahumu! Selamat bersenang-senang~" lalu penyihir itu menghilang dari hadapan Kaz. Tanpa bekas atau apapun. Si amber eyes hanya bisa terpaku di tempatnya berdiri sekarang. Asing. Tidak dikenal. Juga tidak bisa pulang.

"TIDAAAAAAKKK!"

"Pangeran! Kau-kah itu!?"

"Eh?" Kaz menoleh begitu dilihatnya sesosok manusia dari gelapnya sisi hutan datang menghampirinya. Langsung saja Kaz membulatkan mata melihat siapa itu. "K-Kau―!?"


―.:.―.:.―

Sesosok alien tampak menggeret-geret pemuda dengan paksa masuk ke dalam sebuah istana megah. Istana yang elit dan elegant memang. Yang bahkan ukiran-ukiran classic dindingnya pun berbahan dari emas murni. Tentara-tentaranya yang ribuan terus mengawal seluruh penjuru istana pagi dan malam.

"Pangeran, ayo kembali ke istana! Aku bisa repot kalau kau terus keluyuran tanpa pengawasan!" keluh alien itu bersikeras membawa si pangeran untuk kembali masuk. Sebut saja dia Jack. Pengawal setia pangeran tunggal istana ini yang sudah mengabdi selama tiga tahun.

Si pangeran yang bisa dibilang berwajah sempurna itu menggerutu kesal. "Apa kau perlu kubayar selama tiga milyar baru kau akan berpura-pura tak mengawasiku, huh?" cibirnya sombong. Jack menghela nafas. Kenapa kelakuan pangeran yang harus dijaganya ini buruk sekali?

"Tidak bisa, sekalipun kau mengancam akan membunuhku dengan celana dalam banci pun, aku tidak akan melepaskan pengawasanku darimu. Raja bisa membunuhku nanti," sahut Jack tetap tidak berubah pendiriannya. Akhirnya si pangeran yang tadi terus menahan kedua kakinya agar tidak terseret pun menyerah.

"Hah, baiklah, baiklah..."

Jack mengeringai lebar, akhirnya si pangeran itu mau menurut padanya. Setidaknya ia tidak perlu dimaki-maki Raja-nya kalau-kalau tahu anak tunggalnya itu menderita penyakit kanker panci dadakan karena diseret-seret.

"Ingat pangeran, sebentar lagi ulang tahunmu yang keenam-belas, seharusnya kau bisa merubah kelakuanmu. Jangan sering-sering keluyuran keluar, giat-giat belajar karena nanti Yang Mulia akan mewariskan tahtanya padamu," nasehat Jack sementara mereka berjalan berdua menuju kamar pangeran seakan-akan dia adalah orang tua pangeran itu.

"...Aku tak peduli. Jangan sok menasehatiku,"

Jack kembali cemberut, alien yang terkenal sangat pintar itu pun membiarkan pangeran masuk ke kamarnya tanpa sepatah katapun. Setidaknya bunyi blam dari pintu mewah kamar pangeran membuatnya bisa bernafas lega.

'Ya, di ulang tahunmu yang keenam-belas kau memang akan mewarisi tahta Yang Mulia. Tapi disaat yang bersamaan nyawamu pun dipertaruhkan di umurmu ini, jadi aku harus menjagamu baik-baik...' batin Jack bersuara demikian sembari terus menatap pintu kamar pangeran yang berukiran mewah dan istimewa.

"...Jack,"

Jack sontak terkejut begitu mendengar suara orang lain memanggilnya, dan begitu ia menengok ke sumber suara, ia menemukan sesosok elf cantik berambut indigo menghampirinya. "...Apa pangeran sudah kembali ke kamarnya?" tanyanya sopan.

Jack mengangguk canggung. Sejujurnya, selama ia bekerja disini, ia memedam rasa pada elf cantik yang dikenal mencintai perhiasan itu. "Iya, baru saja."

Hebina―nama elf itu―menghela nafas lega dan tersenyum manis. "Baguslah kalau begitu, Yang Mulia memanggilmu, Jack. Biar aku yang menyuruh pengawal lain untuk menjaga kamar pangeran," ujarnya dijawab dengan anggukan Jack lagi.

"Baiklah, aku akan segera kesana."


―.:.―.:.―

Blugh.

Pangeran tadi menghempaskan tubuhnya di ranjang mewah yang terpajang di kamarnya. Sungguh, ia bosan sekali. Ia menatap kosong ke arah luar balkon yang pintunya terbuka di kamarnya. Pemandangan di luar sana sungguh indah dan menenangkan. Padahal ia masih ingin berlama-lama diluar sana, berjalan bebas tanpa rantai belenggu istana yang terus mengurungnya disini.

Lalu ia merogoh tas kecil yang tadi diikutsertakannya saat berhasil kabur dari istana. Ditatapnya mobil balap miliknya yang merupakan harta benda berharga baginya.

"Sejujurnya..." gumannya perlahan, sangat pelan. Ia kembali bangkit berdiri, berjalan keluar balkon yang langsung saja disambut oleh hembusan angin lembut dari luar sana. "...Apa benar aku tinggal di negeri ini?"

Ia bingung.

Apa ingatannya yang terganggu? Atau dia sedang amnesia?

Ia yakin betul kalau ia merasa asing dengan semua ini. Benarkah ia putra tunggal Raja istana ini? Betulkah ia sejak dulu lahir di negeri ini atau...

Yang ia ingat hanyalah mobil balap kesayangannya― "Wolver..."

―Dan sesosok orang yang begitu bearti baginya. "...Kaz,"


.

.

.

―.:: To Be Continued ::.―

.

.


A/N: Halooo, author balik lagi ke fandom ini dengan penpik baruuu! XDDD Gomen kalau ide ceritanya aneh atau nggak OOT. Sudah author putuskan, yang lebih cocok jadi seme itu Kazuya-chaan~ /digeplak. Apa alurnya berkesan ngebut? Kalau memang udah pas, author pertahanin begini terus, hahahaha. Disini bakal tetap pakai konsep balap, kok. Cuma bassic-nya itu fairy tale! XDD Jadi jangan tiba-tiba kaget kalau aku nge-twist berbagai cerita fairy tale disini dengan beberapa komposisi yang aku ganti dan aku kembangkan, hehehe. XDD /ditendang. Yak, di fanfic ini author membuka jasa(?) request~ Boleh request scene, atau kemunculan tokoh, atau pairing lain? Silahkan requestnya~ XDD Request akan saya buat kalau masuk akan dan pas timing-nya di fanfic ini, hohohoho. Sekian dulu author note-nya. Sesudah baca, boleh minta review-nya? :) Kritik, saran, pendapat, komentar akan diterima dengan senang hati, hehehe. Review sedikit, update ngaret lho :p /plak.

Regards,

Hyucchi / IllushaCerbeast / SakiGane.