Rahasia... Memang kadang ada rahasia yang tidak bisa diketahui orang lain. Ada rahasia yang kalau terbuka bisa membuat si Pemilik yang Malang menanggung malu seumur hidup. Ada rahasia yang kalau terbuka bisa membuat hati orang lain bahagia bak tiket menuju surga sudah di tangan. Ada juga rahasia-rahasia kecil konyol yang kalau terbuka tidak membawa pengaruh yang berarti.
Tapi ada rahasia yang kalau terbuka, kebenarannya begitu menyakitkan.
Tepat seperti itulah yang dipikirkan Len sekarang ini.
Andai saja rahasia bisa senantiasa tersimpan di sudut kedalaman yang paling dalam sebuah brankas, tertutup rapat, terlindungi dinding-dinding besi dan baja anti peluru. Ia takkan tercium, takkan tersentuh, takkan terkuak tanpa seizin Masternya–yang tentu saja takkan dilakukan Len, memberi izin seperti itu kepada orang lain sama aja dengan menyerahkan diri ke neraka.
Tapi sayangnya bahkan besi dan baja anti peluru yang paling tangguh sekalipun bisa dirusak, tidak ada yang bertahan selamanya di dunia ini. Tidak ada yang berdaya melawan kekuatan waktu yang begitu dahsyat.
Begitu juga halnya dengan rahasia, yang sebenarnya begitu rapuh. Banyak rahasia yang tetap tersimpan setelah sekian lama, tapi itu karena ada dinding-dinding raksasa berupa kecerdasan–dan kelicikan–manusia yang dengan setia menjaganya. Tapi bahkan dinding raksasa tersebut tidak akan bertahan menghalau waktu.
Pikiran Len berputar-putar, kacau. Impuls saraf di otaknya seakan lupa jalan apa yang harus mereka tempuh, sehingga mereka berlarian dengan panik seperti segerombolan laron konyol di musim hujan. Tarikan napas yang membawakan aroma mint dan melati bagi hidungnya bahkan tak bisa kembali menertibkan pikirannya yang kacau. Entahlah.
Mungkin terminal badan selnya disadap dan dibajak, sehingga jalur dendron dan aksonnya tertukar-tukar.
Len menggeleng. Ah, benar-benar kacau. Pikirannya menerawang jauh, jauh... menjangkau bayangan sesosok manusia, imut menggemaskan, replikasi yang nyaris serupa dengannya.
Rin, kakak kembarnya.
.
.
.
Rin punya masalah. Masalah dalam kapsul selubung berupa rahasia. Masalah yang senantiasa membuatnya sakit, tak peduli seberapa banyak ia minum obat.
Tiap memikirkannya otot-otot polos dan luriknya sama-sama menegang, membuatnya melilit. Bahkan otot jantungnya sama tak mau diajak kerjasamanya. Rasanya tiap sel yang membangun tubuhnya bergetar hebat–seakan mereka berusaha memproduksi enzim untuk autofagus secara overdosis–membuatnya tidak bisa tenang.
Adrenalinnya sudah lama tidak berhenti berpacu, membuatnya tersiksa. Semua ini terasa konyol baginya–formalitas sekolah, peraturan-peraturan–terlebih di saat-saat ia tidak bisa menekan keinginan sialan terkutuk yng berasal dari dirinya sendiri ini.
Ia ingin lepas dari belenggu 'kutukan' ini, pergi jauh darinya, bahkan berharap seandainya saja belenggu penyiksa ini tak pernah ada. Ia selalu merasakan lecutan tiap kali ia mengingat apa yang dilakukannya akibat kutukan ini.
Sebenarnya, ini semua juga salahnya. Berawal dari sebuah taruhan konyol untuk permainan konyol, Rin bertaruh kepada Len kalau Rin menang melawannya bermain Pandora–sebuah game yang melibatkan kotak-kotak kubus dan beberapa miniatur–Rin akan melakukan satu hal gila –yang, lagi-lagi, sungguh konyol.
Meminum beberapa tetes darah setiap hari selama seminggu penuh.
Tanpa diduga, Rin menang. Dari dulu ia tidak pernah menang melawan Len bermain Pandora. Len selalu mengunggulinya, betada di puncak, menatapnya yang berada di kaki. Sebenarnya Rin tidak masalah dengan hal itu, karena itulah ia mengajukan taruhan konyol itu.
Tapi takdir berkata lain, dan kutukan itu mulai merangkak masuk ke dalam kehidupan mereka.
.
.
.
Mulanya, Rin menepati janjinya dengan meminum beberapa tetes darahnya sendiri. Len selalu mengawasi dan mengoloknya saat Rin bersusah payah menahan rasa jijik darahnya sendiri di mulutnya.
Derita satu minggu penuh. Oh, Rin betul-betul berharap kalau periode sialan ini cepat berakhir. Di hari ke tujuh, Rin benar-benar bahagia, karena ini akan menjadi hari terakhirnya mencicipi rasa besi–yang seperti karatan–dalam hidupnya yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Rin berjanji, lain kali tidak akan mengajukan taruhan sinting seperti itu lagi.
Dan ia memang menepati janjinya.
Tapi di hari itu, Len dengan polosnya menawarkan beberapa tetes darahnya sebagai ucapan selamat untuk Rin. Tentu saja mulanya Rin tidak mau–karena kan kalau darah sendiri saja dia merasa jijik, apalagi darah orang lain, meski itu Len.
Tapi lagi-lagi Len memaksanya karena Rin menolak–dan terutama karena Rin menolak. Len senang melihat kalau ia masih bisa menang dari Rin dalam hal-hal tertentu, seperti membujuk, dan Rin memang paling tak tahan dengan bujukan.
Salahnya karena menjadi oang yang lemah. Seadainya ia lebih kuat...
Seandainya saja mereka tak sebodoh itu.
Siapa sangka sebuah permainan mengandung kutukan. Siapa sangka mereka bisa tanpa sengaja memutar kutukan itu. Siapa sangka sepasang kembar telah lama dilambangkan sebagai kutukan di negeri nun jauh dari masa lampau. Siapa sangka mereka menemukan permainan itu.
Siapa sangka, kalau mereka terlahir kembar, dalam bayang-bayang kutukan sebuah kubus sederhana yang menyimpan kengerian tak terduga.
Dan itulah kutukan kubus itu; sepasang kembar yang salah satu diantara mereka meminum darah kembarannya, maka ia akan berubah menjadi monster haus darah yang akan terus meminum darah manusia lain. Bukan seperti vampir, karena kutukan ini tidak bisa ditularkan. Tapi begitulah kubus itu–penuh kutukan. Dan maka, kembarannya yang tidak berubah menjadi seperti itu pasti akan terlibat dalam siklus yanglebih mengerikan dan menyakitkan. Sejak dahulu, saat pertama kali kotak itu muncul di bawah bulan purnama, semua orang selalu menjauhinya, menatapnya dengan ketakutan dan kebencian. Tak ada yang sudi mendekatinya, apa lagi menyentuhnya.
Karena Pandora selalu menjadi Kotak yang Dikutuk.
.
.
.
And.. there it is~ hope you enjoyed it ^_^
Ohayo, Minna! Akhirnya, setelah beberapa waktu hiatus.. Fic kedua saya dalam bahasa Indonesia. Semoga kalian suka. Temanya agak darkandtragic, jadi lumayan susah juga pas coba buat efek-efek dramatis dalam kalimatnya. Semoga kalian juga suka diksinya. I was a bit struggling on that, though.
Jadi, itulah prolognya, mungkin kalian merasa masih belum jelas. But that's what called as prologue, isn't it :D Kalau ada kritik dan saran, misalnya perbaikan (dan saya yakin ada), mohon kerjasamanya untuk memberitahukannya kepada saya That's what we need to get better, right, try to know other's opinion~
Yap! I love manga and anime, I love vocaloids, and of course, I love writing and reading and you guuuyys! *maaf untuk author's-note-yang-terlalu-panjang._. saya sedang bersemangat!
Well,
mind to leave a word~?
