Dua tahun telah berlalu sejak perang dunia Shinobi ke empat.
Selama dua tahun itu pula seluruh desa merayakan dengan sukacita. Pesta sepanjang malam dan tahun.
Orangtua, pria, wanita, tak terkecuali anak anak. Mereka larut dengan euphoria kebebasan.
Di desa Konoha, semua orang juga merasakan hal yang sama, terutama para shinobi yang ikut berperang. Mereka merayakan kemenangan dan hidup dengan damai.
Tidak, tidak semua orang. Ada satu wanita yang tak dapat merasakan kedamaian itu.
"Kireii, Hinata-chan…. Kau terlihat sangat cantik dengan gaun itu."
Tenten memuji penampilan Hinata di pesta malam itu. Hinata memakai gaun berwarna putih gading tanpa lengan. Panjangnya tepat di atas lutut. Wajahnya dirias dengan minimalis , surai panjang indigonya dia biarkan terurai lepas dan dia hanya menambahkan jepitan dengan permata berkilau.
"halo, tenten, senang melihatmu, kau juga sangat cantik" Iris lavender itu tersenyum melihat penampilan tenten yang sangat seksi dengan gaun ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Tak heran semua mata para pria tertuju kepada mereka sekarang.
"Apa kau sudah mengucapkan selamat kepada mereka ?" Tenten bertanya dengan hati-hati
Yang ditanya menggeleng pelan lalu tertunduk diam seribu bahasa.
"nee, Hinata-chan, aku akan menemanimu mengucapkan selamat kepada mereka dan berfoto." Tenten memeluk lengan kanan Hinata dan menariknya menuju kepada pasangan pengantin yang sedang meladeni permintaan tamu untuk berfoto bersama. Keduanya menunjukkan senyum sumringah, sesekali mereka berbisik satu sama lain dan tertawa.
Sesak.
Sakit.
Hinata tak dapat bernafas bebas.
"yoo Tenten, Hinata-chan… kalian ingin berfoto bersama pengantin ya ?"
Shikamaru baru saja tiba bersama Temari, dibelakangnya mengekor rombongan tim Rookie 12. Kiba, Ino, Sai, Chouji, Lee, Shino dan ada satu orang lagi pria bermata hitam onyx. Dia memakai setelan jas sehitam matanya. Ekspresi datar dan terkesan tak peduli dengan segala hal disekelilingnya. Hinata memang tak pernah berbicara satu patah katapun dengan pria itu, belum sempat berbicara dengannya, tau tau dia sudah menghilang dari desa dan dilabeli sebagai buronan nomor satu yang fotonya terpampang di seluruh desa.
Sasuke Uchiha.
Hinata hafal diluar kepala nama mantan missing-nin itu, bukan karena dia peduli, tapi karena Naruto, orang yang disukai dan cinta pertamanya-lah yang sangat peduli pada keturunan terakhir Uchiha itu. Naruto selalu dan selalu berbicara tentang Sasuke. Dia juga selalu berjanji akan membawanya kembali ke desa. Dan si pirang itu pun menepatinya. Tepat 2 tahun lalu , Naruto membawa sang pengkhianat desa ini kembali ke Konoha.
Dan coba tebak, karena dianggap sebagai korban dari kekejaman pemerintahan Danzo, lalu dia juga turut berkontribusi pada perang dunia, sang Uchiha tidak dijatuhi hukuman apapun. Namun, dia harus tunduk di bawah pemerintahan hokage yang saat itu diduduki oleh mantan gurunya di tim 7, Kakashi Hatake. Lalu dia menyanggupinya, dengan satu permintaan, agar dia diizinkan melakukan perjalanan keliling dunia untuk menebus dosanya selama ini. Sasuke pergi hanya dengan satu tangan yang tersisa dari duel terakhirnya melawan Naruto.
Dan sekarang, disinilah dia, bersama teman-teman yang dulu pernah dikhianati olehnya. Entah kapan dia kembali, tapi, Hinata tahu benar alasan si Uchiha kembali ke desa adalah pernikahan dua sahabatnya.
"Haiiii.. kalian terlambat! Ayo ayo cepat kita berfoto bersama mereka sebelum orang lain mendahuli kita." Tenten terlihat sangat bersemangat bertemu teman –temannya. Tenten menarik lengan Ino dan Ninata untuk cepat bergegas menghampiri pengantin
"Tenten, apakah tidak apa-apa ?" Ino berhenti dan menarik tangan tenten pelan. Sang empunya tangan terhenti dan melihat ke belakang. Begitu juga dengan Hinata. Dia hanya diam dan tertunduk lemas. Ino sekarang melihat ke arah Hinata yang disusul dengan tatapan cemas Tenten.
"Hinata-chan, kalau kau memang tak ingin berfoto bersama tidak apa-apa kok…" Tenten berkata lirih.
"aku tidak apa-apa kok teman-teman. Ayo kita hampiri mereka." Mata amethyst itu tersenyum, atau lebih tepatnya, terpaksa tersenyum di depan teman-temannya.
"TEMAN-TEMAN! Kalian datang! Dattebayo!" si pengantin pria berteriak cukup keras dan melambaikan tangan kepada temna-temannya. membuat para tamu undangan melihat ke arahnya.
Naruto-kun…
Hinata melihat Naruto sangat gagah menggunakan setelan jas berwarna putih. Jas itu menyelimuti tubuh tegapnya dengan sempurna.
"Naruto baka! Kita sedang berada di acara pernikahan, kau malah berteriak-teriak seperti itu." Sakura mencubit perutnya.
"aww! Sakura, itu sakit."
"selamat malam Hinata-chan, terimakasih sudah datang di pesta pernikahan kami yaa.." sakura tersenyum kepada Hinata. Senyumnya terlihat sangat tulus. Atau mungkin merasa tak enak hati ? ah, hanya sakura yang mengetahuinya.
"ha-haii, sakura-chan. Selamat atas pernikahanmu dan Naruto." Hinata membungkukkan badan, dia melihat sakura malam itu bak dewi yang turun dari langit. Rambut pink berkilau berpadu kontras dengan mata emerald hijaunya yang sangat cantik. Ditambah, gaun pernikahan berwarna putih serasi dengan jas milik Naruto. Gaun itu memperlihatkan pundak, dan punggungnya dengan jelas. Begitu mulus, begitu putih, begitu halus. Diam diam Hinata mengagumi kecantikan si mata emerald itu. Pantas saja Naruto begitu menggilai sahabat masa kecilnya. Hinata mulai tenggelam dalam suara hatinya sendiri.
"wah wah wah selamat yaa Naruto dan Sakura, kalian sangat cocok bersama."
DEGH! Perkataan Ino menusuk tepat di jantung Hinata. Dia merasa matanya mulai panas karena tak kuasa menahan rasa sakit di dadanya. Tapi kali ini dia harus kuat. Tak boleh lemah Hinata!
"halo Hinata ! kau datang!" Naruto senang melihat wanita yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri itu datang ke pesta pernikahannya.
"ha-hai, Naruto-kun, selamat atas pernikahanmu dan Sakura yaaa…" gadis lavender itu memberikan senyum termanisnya.
Sepasang mata onyx tak sengaja menangkap ekspresi wajah gadis itu, dia dapat merasakan senyum palsu yang dibuat buat oleh Hinata.
"oi oi, apa kau melupakanku Naruto ?" Lee menyeruak dari kerumunan anggota Rookie 12.
"LEE! Mana mungkin aku melupakanmu!" keduanya sekarang seperti dua orang idiot yang saling berpelukan dan berputar putar. Sakura menahan diri untuk tidak memukul mereka berdua.
"dua idiot." Ucap sasuke lirih.
Shikamaru yang mendengar hal tersebut tersenyum tipis.
"hey Naruto, kau tidak menyambut kedatangan sahabatmu ini yang datang dari jauh hanya untuk menghadiri pesta pernikahanmu ?" shikamaru mendorong punggung Sasuke pelan agar lebih mendekat ke depan bersama yang lainnya.
Dua pasang iris sapphire dan emerald itu berbinar. Sulit mengartikan pandangan mereka berdua. Tatapan keduanya berubah saat melihat wajah Sasuke. Entah apa yang ada di pikiran mereka saat itu, Ketiga sahabat tersebut mungkin yang memiliki ikatan batin paling kuat diantara semua tim di rookie 12. Ketiganya telah menghabiskan masa masa sulit dan kelam bersama, sejak mereka masih menjadi Gennin.
"Sasuke…
"Sasuke-kun…"
Naruto dan sakura mengucapkan nama Sasuke lirih secara bersamaan.
"tadaima…" sang pria Uchiha yang memang irit bicara hanya mengangkat satu tangannya.
Secepat kilat Naruto dan sakura memeluk sahabatnya itu. Mata mereka berkaca-kaca.
Sasuke pun meletakkan kedua tangannya di punggung keduanya. Tak dapat dipungkiri sasuke sangat merindukan perasaan hangat yang mengaliri setiap aliran darahnya. Dia sangat merindukan pelukan ini.
Semua mantan rookie 12 yang melihat kejadian itu menitikkan air mata haru. Kecuali, Lee, yang sudah menangis dengan keras. Kiba dan Shino menepuk nepuk punggungnya memberi semangat.
Hinata memperhatikan tangan kiri sasuke yang dibalut perban putih menepuk punggung Naruto. Sepertinya dia sudah cukup melakukan penebusan dosa dan akhirnya setuju untuk memasukkan sel senju hashirama pada lengan kirinya.
Pesta berlangsung sampai tengah malam. Mereka mengobrol, tertawa, bercanda dan berfoto bersama. Entah ini sudah foto yang ke berapa puluh kali.
Hinata hanya bicara sedikit dan kadang tersenyum mendengar lelucon sahabat sahabatnya.
Mata onyx dan rinnegan diam diam memperhatikannya. Rinnegan itu mengetahui bahwa gadis bernama Hinata itu sama sekali tidak bahagia. Wajahnya memancarkan berjuta kesakitan yang sedang mati matian dia tahan.
Sasuke POV
Akhirnya pesta itu selesai.
Semua orang sudah kembali ke rumah masing-masing.
Mungkin kecuali aku, yang tak punya tempat untuk kembali.
Dan disinilah aku, berakhir di atas batang pohon besar di dekat sungai yang dahulu sering kukunjungi. Di pinggir sungai itulah aku sering menghabiskan kesendirianku. Tertidur di hamparan rumput lembut. Merenungi nasibku yang sangat menyedihkan. Anak sebatang kara yang tak memiliki orangtua karena dibunuh oleh kakakku sendiri. Bahkan sekarang , lebih buruk lagi. Aku tak memiliki kakak yang aku bunuh dengan kedua tanganku. Nasib buruk tak pernah lelah mengejarku. Tatapanku menerawang ke angkasa malam. Bulan sedang berada pada bentuk terbaiknya. Bulat dan besar, berwarna putih. Sangat menyilaukan mata. Kubiarkan mataku terpejam.
~0o0~
Berapa lama ku tertidur ? kulihat bulan masih disana. Berarti belum teralalu lama.
Tiba-tiba aku dapat merasakan chakra milik seseorang. Tapi sangat lemah. Tubuhku secara alami mengaktifkan mode waspada. Mataku melihat sekitar, mencoba mencari sumber dari chakra itu. Lalu, mataku terpaku pada seorang gadis bersurai indigo panjang dengan gaun putih masih menempel di tubuhnya. Gaun yang tadi kulihat di pesta pernikahan Naruto dan sakura. Matanya berwarna lavender pucat, sepucat kulit tubuhnya. Dia duduk tepat di atas rumput yang biasa kududuki. Di tepi sungai itu, dia menangis…
Menangis. Sendirian. Dalam gelap malam.
Sekelebat aku melihat bayangan tubuhku saat masih kecil disana. Melakukan hal yang sama seperti gadis itu. Ku aktifkan sharingan agar dapat melihat lebih jelas ke arah gadis itu. Aku mencoba mengingat namanya.
Hinata Hyuuga.
Kakinya tertekuk ke dadanya, dan dia memeluk kedua kakinya erat. Sekarang dia sudah membenamkan wajahnya disana. Diantara kedua lututnya. Air matanya semakin deras mengalir, diiringi isakan kecil nyaris tanpa suara. Entah kenapa, hatiku perih melihatnya. Dia benar benar mengingatkanku pada masa kelamku.
Aku tahu bagaimana rasanya menangis sendirian , setiap malam.
Sharinganku mendeteksi bahwa chakranya sangat tidak stabil. Mungkin dia benar-benar diselimuti oleh kepedihan.
Aku merubah posisiku yang semula duduk menjadi berdiri. Aku ingin melihatnya lebih jelas. Kenapa dia menangis ? apa yang membuatnya menangis ?
Ah! Aku baru ingat, dalam perjalanan menuju pesta pernikahan, Ino, Shikamaru dan Sai membicarakan gadis Hyuuga itu. Mereka mengkhawatirkan apakah dia akan baik-baik saja mendatangi pesta pernikahan Naruto setelah apa yang dia alami dua tahun belakangan ini.
Keabsenanku di desa sudah sangat lama. Bukan salahku jika aku tak mengetahui beberapa hal yang kurang penting seperti masalah percintaan diantara para shinobi disini.
Tak berapa lama kemudian, aku melihat melalui sharingan bahwa chakra gadis itu mulai stabil, bahkan cenderung tenang. Apa ? dia tertidur.
Di sana.
Di atas rumput yang paling tebal.
Di tempatku.
Cih! Dia memonopoli tempat terbaikku.
Dengan mengendap-endap dan tanpa suara aku menuruni pohon lalu bergerak hati-hati menuju ke arahnya.
Jarak kami sekarang hanya tersisa satu meter. Posisiku berdiri, dan gadis itu terlentang pasrah di tempat terbuka pada dini hari. Aku melihat wajahnya yang tertidur pulas dengan pipi basah kuyup terkena air matanya sendiri.
Kuperhatikan rambut panjangnya tergerai , kulitnya seputih salju, mata, hidung dan bibirnya seperti satu kesatuan yang membentuk suatu kesempurnaan di wajahnya yang mulus.
Meskipun begitu, dia kelihatan sangat 'berantakan' setelah menangis cukup lama.
Apa yang ada di pikiran si bodoh ini, tertidur dengan pulas di tempat seperti ini.
Bukan urusanku.
Aku ingin meninggalkan gadis itu disana, baru dua langkah aku pergi...
"Sasuke-chan, kamu tertidur disini lagi, kamu bisa masuk angin Ayo pulang."
DEG!
Kenapa di saat begini aku harus mengingat hal itu.
Bayangan ibu yang selalu mendapatiku tertidur pulas di tempat ini setelah latihan mulai menghantui. Lalu ibu akan menyelimutiku dengan jaket yang dia bawa dan menggendongku sampai ke rumah.
Kakiku berhenti melangkah. Mataku kembali menengok kebelakang, melihat gadis salju itu masih tak bergeming.
"ck, sial" aku melepas jubbah yang melekat di tubuhku lalu kuselimuti tubuhnya.
Aku hanya tak dapat meninggalkannya disana seorang diri.
Tapi, aku tak mungkin menggendongnya sampai ke rumahnya. Jika ada yang melihat, akan menjadi masalah besar. Klan Hyuuga terkenal dengan kekolotannya dalam segala hal, termasuk dalam hal hubungan laki-laki dan perempuan.
Setelah menyelimutinya, aku kembali ke atas pohon tadi. Aku memilih untuk menjaganya dari sini.
"kau pasti sudah gila, Sasuke"
Hinata POV
Setelah semuanya pulang ke rumah mereka masing-masing, entah kenapa aku tak ingin pulang. Di jalan menuju mansion Hyuuga, aku melihat bayangan bulan terpantul di atas sungai yang tenang. Di pinggir sungai itu terdapat hamparan rumput hijau yang indah.
Aku memang sering duduk disini, tapi itu hanya pada pagi atau sore hari, Ternyata tempat itu jauh lebih indah saat cahaya bulan penuh memantul di atas air sungai.
Aku menuruni bukit kecil untuk sampai disana. Dengan hati-hati aku melangkahkan kakiku, lalu aku sampai di atas rumput yang paling tebal dari yang lainnya.
Aku duduk disana dan menengadahkan kepalaku menuju langit. Bulan begitu indah malam ini.
Bulat , besar dan putih. Membuat hatiku semakin merasa sakit.
Sudah berapa lama aku menahan ini ?
Rasanya, aku sudah tak sanggup menahannya. Dan disini, di tempat ini, aku mengeluarkan semua air mata yang sejak tadi mati-matian kutahan agar tak menjatuhi kedua pipiku.
Aku menangis sejadinya.
Kupeluk kedua lutut kakiku, kubenamkan wajahku disana.
Aku melihat blonde bermata biru itu tersenyum padaku.
Aku tak peduli lagi. Tak peduli pada apapun. Aku hanya ingin menangis.
"doushite kamisama ? doushite ?"
Tiba-tiba kepalaku terasa berat, sepertinya sudah satu jam aku menangis. Aku pun merasa sangat mengantuk. Aku ingin merebahkan kepalaku sebentar lalu aku akan pulang.
