I do not own Assassination Classroom © Yūsei Matsui-sensei.
OOC may occured
.
.
.
.
Author POV
Silau.
Semua orang pasti akan merasa demikian jika sinar sang surya menyelinap melewati gorden kamar kalian tanpa permisi. Apalagi jika sedang dalam keadaan nyaman di dalam alam bunga tidur. Kondisi dimana keheningan menyelimuti seluruh ruangan, dihancurkan hanya dengan sinar menyilaukan saja. Akan lebih buruk jika jam bekerーyang memang sengaja disetelーmenjalankan tugasnya di saat yang bersamaan, memekakkan telinga.
Biasanya, pada cerita yang dikisahkan, sosok yang mengalami kejadian di atas akan dengan 'mainstream'-nya menghempakkanーatau sejenisnyaーjam beker sambil terlihat kesal. Dan hal tersebut dianggap wajar.
Ya, itu normal pula. Bagi seseorang bersurai terang yang saat ini tengah menggerutu kesal sebab rutinitas favoritnya terganggu karena beberapa alasan, dan yang paling menyebalkan adalah fakta dimana sepasang netra merkuri indah miliknya yang sempat tertutupi kelopak mata, kesilauan sinar dari gas yang berunsur 75% hidrogen ini.
Kenapa bisa tembus coba?!
Yah, seharusnya itu yang terjadi, seperti hari biasa lainnya. Namun, hari ini tampaknya ada yang berbeda.
Entah setan apa yang menghasutnya, yang sesama setan /merah/ ini langsung terbangun dengan tidak biasa-nya, seperti tanpa beban. Malah, sangat bersemangat. Lihatlah, surai merah miliknya sampai bosan terkibaskan hanya karena sang pemilik sedang dalam mood yang bagus.
Sosok pemuda tersebut melangkahkan kakinya dengan antusiasーpenyebabnya masih perlu diselidikiーuntuk menjalankan hari-harinya seperti biasa. Sanking enerjiknya, sudut kaki meja pun turut ditabrak oleh ujung jempol tungkai kanannya yang mulus. Mengingat sebelumnya ia hanya menabrak angin, hal ini memunculkan rintihan pelan dari celah bibirnya beberapa detik setelah kejadian. Dan hanya berlangsung sementara.
Jika memang bisa disebut sebagai sementara.
Tidak sampai dua detik, pemuda pewaris marga Akabane tersebut kembali mengeluarkan aura I'm-happy-everyone-happy di sekitar tubuhnya. Aura yang dipancarkan entah bagaimana berwarna. Merah muda, pula. Kenapa merah muda?
Takdir. Eh.
Seperti yang tengah terjadi, Akabane Karma sedang dalam keadaan sangaaat baik. Selama di rumah tadi, ia melanjutkan rutinitasnya seperti biasa. Ya, biasa.
Namun berbeda.
Jika biasanya yang dikenal adalah Karma datang terlambat ke sekolah, kali ini ia malah datang terlalu awal. Oh, sepertinya ia lupa mengecek jam rumahnya ketika berangkat tadi.
Jadi, begini lah keadaannya sekarang. Berada di gedung tua kelas E sendirian. Hampir tidak ada makhluk hidup lain selain dirinya di dalam kelasーhampir, sebab atensinya tak sengaja menemukan rombongan semut sedang bekerja. Barisan-barisan yang ada saling pergi ke arah yang berlawanan. Ah, tapi itu bukan urusannya.
Matanya sekilas menatap jam yang terpajang di atas papan tulis, masih ada setengah jam sebelum pelajaran pertama dimulai. Dengan kata lain, ia masih punya waktu untuk bersantai ria.
Karma mengambil langkah menuju tempat dimana ia biasa menerima pelajaran, dan menarik kursi guna menduduki diri di atasnya. Atensi kemudian diedarkan ke seluruh kelas, masih belum ada tanda-tanda bahwa orang lain akan datang.
Menghela napas pasrah, Karma menautkan kesepuluh jarinya di belakang untuk menyandarkan kepalanya. Ia bosan. Walau begitu, moodnya tak dirasakan berkurang. Tampaknya, ia masih memiliki bayangan akan hal yang ia antusiaskan sejak pagi tadi. Mungkin?
Walau ia dalam mood yang super baik hari ini, ekspresinya masih tetap kalem dan misterius seperti biasa. Dan penuh dengan seringaian. Memang ada niat untuk menutupi mood baiknya, sih, tapi tampaknya ia tak perlu bersusah payah. Toh, hanya perlu bersikap seperti biasa. Yang jadi masalah hanyalah aura merah muda berkilauan yang ia sendiri tak tahu bagaimana cara untuk melenyapkannya dari sekeliling tubuhnya. Yah, mungkin akan ia pikirkan nanti. Mumpung belum ada orー
"Oh? Karma-kun?"
Karma POV
Aku menguap lebar. Tak sempatーlebih tepatnya sengajaーmenutupinya dengan telapak tangan. Lagipula rasanya virus malas mendadak merasuki diriku. Karena belum ada orang, bersantai sebentar tentu merupakan takdir untuk diriku yang datang terlalu awal. Ah, ya. Biasanya juga seperti ini. Meski wajarnya banyak orang berada di sekelilingku yang memiliki kesibukkan tersendiri.
Lirikan singkat secara bergantian ku lemparkan pada jam di depan dan dua pintu kelas secara bergantian. Dalam lubuk hati yang terdalam berharap akan ada orang yang masuk dalam waktu dekat.
Aura ke-pink-an yang kusadari sejak awal telah mengitari tubuhku ini dalam berbagai hal membuatku kesal. Seperti, kenapa harus pink?! Merah atau hitam lebih bagus-agar orang-orang tak banyak mendekatiku. Tapi, kenyataan justru berkata lain. Tch, kenapa harus sial di saat seperti iー
"Oh? Karma-kun?"
Suara yang terasa familiar tiba-tiba terdengar dari arah pintu. Refleks kepala kutolehkan untuk menemukan salah seorang teman sekelasku melangkah masuk.
"Selamat pagi! Tumben, tidak biasanya kamu datang awal."
Sosok tersebut terus melangkah hingga sampai pada kursinya. Netraku bergulir, memperhatikan gerak-gerik yang dikeluarkan oleh siswi maniak puding itu.
"Yo, Kayano-chan." Sapaku singkat. Sebuah seringaianーsenyumanーkuukir tipis pada paras wajahku. "Hee, ayolah. Aku juga bisa datang awal." Lanjutku seraya membetulkan posisi duduk, dan menopang dagu dengan tangan kanan di atas meja.
"Jadi? Tidak biasanya kau datang awal." Aku balik melempar tanya.
Kayano POV
"Ahaha, sou ne." Tawaan canggung ku lepaskan. Yah, aku sudah menebak jawaban yang akan keluar dari Karma. Jadi rasanya tidak ada yang berbedaーtunggu.
"O-Oh! Semalam aku lupa membuang bungkus puding yang ada di dalam laciku! JadiーAAAAH!" Tersentak kaget, aku instan mengambil langkah menjauh dari mejaku. Tatapan nanar lantas kuberikan setelahnya.
Author POV
Kayano yang histeris membuat kepala Karma terangkat dari posisi semula, menaikkan alis sebagai tanda bahwa ia bingung. "Ada apa?"
"S-Se..."
"Se...?"
"...Ada banyak semut disana." Kayano menghela napas pasrah melihat semut-semut memenuhi hampir sebagian dari lacinya, hanya karena sampah puding.
Karma mengerjap dua kali, sebelum melepas tawa. "Pftt." Itu menjelaskan darimana asal semut ini.
Yang bersurai hijau memasang ekspresi-aneh? Antara tak rela lacinya disinggahi semut dan teman sekelasnya yang tertawa akan reaksinya. Ia kemudian melangkah guna mengambil sapu dan sekop, dan 'mengusir' kumpulan semut hitam kecil yang membuatnya iritasi.
"Shoo-shoo!" Serunya. Perempatan imajiner siku-siku lantas menghiasi pelipis tatkala semut yang diusir bukannya mengikuti perintah, malah mulai mendaki dasar sapu hingga sampai ke tangannya. Kayano refleks melempar sapu tersebut.
"Aaah, mou! Semut-semut ini menyebalkan." Gerutunya lagi.
Karma menghela napas kecil. Sebuah ember berwarna biru muda kemudian ia letakkan di samping kedua tungkai kaki milik Kayano. Sejak kapan..?
Yang berhelai terang berkacak pinggang. Tatapan sedatar-datarnya ia berikan pada Kayano yang tampak bingung. Lengan cardigan hitam yang ia kenakan sedikit dilipat ke atas, mencegah air terserap olehnya.
"Pakai ini." Sarannyaーlebih terdengar seperti titahan.
"...Tapi nanti mejaku basah."
"Bisa dilap."
"Tapiー"
"Tidak mau? Kalau begitu, selamat bersenang-seー" Karma baru saja ingin mengangkat kembali ember tersebut untuk dikembalikan pada asalnya jika tidak dihentikan oleh genggaman dadakan oleh Kayano pada pergelangan tangan sang surai merah. Tentu untuk menghentikan pergerakannya.
"T-Terima kasih, Karma-kun! Aku akan menggunakannya, jadi, bisa kamu lepaskan genggamanmu?" Kayano tersenyum /paksa/ dengan tangan yang bergetar akibat menahan tangan Karma yang semakin naik untuk mengangkat ember berisikan air.
"Oh? Baiklah~" Yang dipinta langsung mengikuti permintaan Kayano; melepaskan genggamannya pada ember. Ah, jangan lupakan seulas seringain yang ditampilkan oleh maniak susu stroberi ini.
Karena tak ada yang memegang ember, setengah dari isinya kemudian tumpah secara cuma-cuma hingga mengenai sepatu dalam ruangan milik Kayano. Yah, tentu juga ke lantai, sehingga lantai sedikit banjir akibat ulah keduanya.
Sang pemilik yang merasakan sesuatu lembab pada kaos kakinya kemudian kembali berteriak histeris.
"AAH-! JADI BASAH." Panik, dan panik.
Sedangkan sang pelaku hanya tertawa puas atas penderitaan yang lain. Meski terbesit rasa bersalah, tampaknya perasaan puas lebih mendominasi.
"B-Bagaimana ini...?" Kayano menatap sepatunya lesu. Salah selangkah saja bisa membuat seluruh tubuhnya kesakitan. Ia tampaknya secara tidak sadar telah membuat kereta pikiran yang tak berujung. Tidak lama lagi, murid lain akan datang. Jadi ia harus melakukan sesuatu secepatnya.
Beberapa menit terbuang percuma tanpa kalimat apapun dari kedua belah pihak. Tapi selanjutnya, Karma menghela napas.
"Jangan diratapi seperti itu. Sepatumu memang sudah mati. Jadi jika ia mati untuk kedua kalinya, untuk apa baru menggelar pemakaman sekarang?" Tuturnya. Entah hanya sebagai pencair suasana atau memang agar si hijau kembali pada mood awalnya? Tidak ada yang tahu.
Apakah itu berhasil?
"..." Kayano tertegunーlebih tepatnya, berdiam diri beberapa saat lebih lama. Sebelum berujar, "Ah, kurasa kau benar! Sepatuku basah bukanlah masalah besar." Tenggorokannya serasa sedikit tercekat. Seulas senyuman agak kaku ditampilkan. Hu-uh. Karena hal ini dan beberapa alasan lainnya, ia hampir selalu menghindari komunikasi antara dirinya dan Karma. Bukan berarti ia membencinya. Lagipula, ia tidak ada masalah mengenai tingkah violent Karma yang selalu ditakuti oleh sebagian besar orang. Namun, sesuatu membuatnya menjadi canggung ketika keduanya berbicara. Ia menganggap Karma sebagai salah satu temannya, tentu. Mungkin rasa canggung itu hanya karena keduanya tak begitu dekat? Yah, apapun itu. Kayano akan membawa perannya dengan sempurna, sebisa mungkin.
Karma, di sisi lain, dalam diam sedang memikirkan cara lain agar Kayano tidak berakhir seharian menggunakan sepatu dalam keadaan basah. Walau ia menolak untuk percaya bahwa gadis terpendek di kelasnya itu akan berbuat demikian.
Kayano kemudian mengangkat ember tersebut untuk menyiramnya ke dalam laci meja; sehingga semut-semut tersebut mati. Hanyut terbawa air.
"...Setelah kupikir lagi, bukankah ini sedikit terlalu kejam?"
"Aah~! Kayano-chan kejam~" Sang pemilik gelar setan merah kelas 3-E berucap dengan nada dramatis seraya menyeringai.
"ーB-Bukan begitu! Aku hanya terlalu fokus untuk memusnahkan mereka, sehingga tidak sadar..." Kalimatnya malah lebih terkesan ambigu.
"Heeー"
"Tidak, tidak! Itu tidak seperti yang kamu pikirkan!" Balasnya cepat sambil mengibas-ibaskan tangan. Tangan satunya yang menggenggam ember kosong kemudian menurunkannya ke lantai.
"Hm~? Kau tahu apa yang kupikirkan~? Ah, apa jangan-jangan, Kayano-chan adalah seorang..." Kalimatnya sengaja digantung.
"Seorang...? Apa?"
"Sst." Jari telunjuk tangan kanan ia letakkan di depan bibirnya. Sedangkan atensi ia arahkan pada pintu coklat yang berstatus sebagai pintu kelas mereka. Kayano yang memerhatikan gerak-gerik sang lawan bicara lantas mengubah atensi ke arah yang sama. Tak lama, bunyi suara yang familiar terdengar di baliknya. Dari yang terdengar, tampaknya tidak hanya satu orang yang sedang menuju kemari. Melainkan, tiga orang. Sejauh yang bisa Kayano identifikasi saat ini, pemilik suara tersebut adalah Nagisa dan Sugino. Suara yang dihasilkan tidak begitu terdengar jelas, pertanda bahwa posisi sang pemilik suara masih sedikit jauh dari lokasi keduanya saat ini.
"Ah? Mereka sudah daー Hmph!" Kalimatnya terputus. Kala sebuah tangan kekar menutupinya. Huh? Strawberry...?
Parahnya lagi, pemilik dari tangan tersebut menyeret-iya, menyeret-Kayano hingga keduanya sampai di belakang mesin Ritsu. Yang disebut belum aktif setidaknya sampai pelajaran pertama dimulai, jadi jika mereka bersembunyi, tidak ada yang akan tahu kecuali mereka sendiri. Karma sebagai pelaku yang menyeret Kayano, kemudian dihadiahi omelan dari korbannya sendiri. Hampir, lebih tepatnya. Sebab, Karma telah lebih dulu memasukkan secara asal, permen yang baru ia buka untuk membungkam mulut Kayano meski hanya sementara.
"Tenanglah, Nona Puding. Sekarang, lihat ini." Kepalanya ia tolehkan ke samping, memerhatikan Nagisa, Sugino, dan oh- Maehara! yang mulai melangkah memasuki kelas. Kayano yang lagi-lagi diberi bumbu penasaran oleh Karma, memutuskan untuk mengintip pula, dengan permen yang ia kulum dalam mulutnya. Ketiga orang yang menjadi target intipan si merah dan hijau ini, tampak tak menyadari eksistensi keduanya. Jelas, sih. Mereka juga tampaknya sedang sibuk dengan topik yang dibicarakan sehinggaー
"Uwaa?!"
"Sugino-kun!?"
To be continued.
