Evelyn Edelweis Frost.

Nama seorang anak yang sangat menyukai berlari.

Baginya, menikmati angin yang ia tembus dengan kecepatan tinggi sangatlah menyenangkan. Apa lagi saat ia mengejar Rose, sahabatnya. Mereka suka sekali menghabiskan waktu senggang mereka di lapangan, bersama anak – anak lain saling berkejar – kejaran.

Dan pada saat musim dingin, mereka bisa bermain perang salju, dan tentunya sambil berlari. Evelyn sangat mahir menghindari lemparan bola salju lawan – lawannya. Hingga terkadang, teman – temannya itu akan menjadi satu tim melawan satu orang.

Walau konyol kedegarannya, Evelyn akan tetap menang. Entah karena ia sudah kenal sekali dengan arah angin atau karena ia memang sangat cepat. Evelyn saja tidak tahu mengapa.

Kembali kebagian berlari,

Jelas sekali Evelyn cinta sekali akan berlari. Dan itu sangat jelas dari penjelasan di atas. Well, Evelyn suka berlari bebas, tapi ia tidak suka menabrak seseorang. Seperti yang ia rasakan sekarang.

Menabrak seorang Diana Jensen bukanlah ide yang bagus.

Apa lagi menabrak gadis 15 tahun itu saat ia bersama gengnya. Evelyn ini bukan hari yang baik bagimu. Ia menelan air ludahnya. Suhu udara musim dingin sejak dulu tidak mengganggunya, hanya saja ia tiba – tiba berkeringat. Sebegitu takutnya kah dirinya pada perempuan yang 3 tahun lebih tua darinya?

Evelyn menggeleng, ia mengulurkan tangannya pada Diana yang terduduk di setumpuk salju. Gadis itu memukul tangan yang Evelyn ulurkan. Menolak belas kasih Evelyn.

"Bisa – bisanya kau menabrakku?"seru gadis pirang itu. Matanya melirik tajam Evelyn yang juga penuh akan salju.

"Maafkan aku, aku terburu – buru tadi,"jawab Evelyn dengan jujur. Diana dan anggotanya itu bukannya lega karena ia telah meminta maaf. Mereka malah menertawakannya. Evelyn menggigit bibirnya, mereka sejak dulu suka sekali menindasnya.

Diana kemudian mendekatinya dengan perlahan. Mungkin saja ia jengkel karena Evelyn tak menyerah dan menunduk pada mereka. Ia mengangkat tangannya dan menampar Evelyn.

Evelyn merasakan tamparan itu dengan jelas. Tamparan dingin yang nyaris membuatnya jatuh, karena kurang antisipasi pertahan dirinya. Semakin lama tamparan itu mulai terasa pedih. Saat rasa pedih itu mulai menyengat, Evelyn memegang pipinya. Ia bisa merasakan air matanya di pelupuk. Tidak Evelyn. Jika kau menangis, maka kau kalah darinya.

Evelyn melirik mereka lagi. Ia mengeratkan genggaman tangannya. Ia benar – benar marah dan kesal. Ia tahu Diana sejak dulu akan menjadi penindas. Apapun yang terjadi.

Evelyn menarik napasnya, dan dengan tiba – tiba ia mendorong Diana. Gadis yang sedikit lebih besar darinya itu dengan sukses jatuh dikubangan salju tadi.

"Hey! Apa – apaan ini!"sergah Diana. Ia menunjuk anggotanya, dan kemudian mereka mendekati Evelyn. Mereka mengangkat tangan mereka dan mulai memukul Evelyn dengan keras.

Evelyn lalu jatuh. Dengan keras. Dan mereka melanjutkan kegiatan mereka. Mereka juga mulai menendangnya. Diana memberikan serangan terakhir dengan menendang dada yang Evelyn tahan dengan tangan. Evelyn merasakan rasa sakit di lengannya, hingga membuatnya mendesah. Diana menunduk dan menjabak rambut Evelyn. Ia mendekatkan bibirnya pada telinga Evelyn

"Dasar yatim piatu! Kau tidak tahu sopan santun karena kau tidak punya orang tua!"seru Diana dengan keras di telinga Evelyn. Evelyn mendorong Diana menjauh darinya. Ia menyeka darah yang mengalir di hidungnya.

Baru saja ia akan duduk, salah satu dari mereka ditarik seorang guru. Mrs. Jessie. Pikir Evelyn dengan berkunang – kunang. Tubuhnya sakit sekali. Membuatnya sedikit pusing merasakan rasa sakit ini. Guru lain yang ia lihat berlari mendekati Evelyn dan mengangkatnya.

"Kalian semua ke kantor saya!"seru Mrs. Jessie dengan penuh amarah.


"Kalian tahu kan peraturannya? Kalian tidak boleh berkelahi! Kalian sudah SMP. Memalukan sekali. Kalian juga perempuan,"tegas Mrs. Jessie. Mukanya memerah dengan penuh amarah. Sesekali ia memijit keningnya.

"Evelyn yang memulai duluan,"ucap Diana yang disertai anggotanya. Mrs. Jessie menatap Evelyn. Evelyn menghela napasnya. Ia tidak suka mendapat masalah. Karena masalah membuatnya masuk kantor kepala sekolah. Dan harus menerima ceramah panjang lebar.

Evelyn mengangguk pasrah. Ia sama sekali tidak tertarik dengan ceramah ataupun peringatan Mrs. Jessie. Mrs. Jessie menghela napasnya dengan terpaksa. Ia menulis sesuatu disecarik kertas. Dan memberikannya pada Diana.

"Kalian bertiga pergilah ke Mr. Watson, Guru konseling. Di sana kalian akan menerima hukuman kalian. Dan sekali lagi kalian melakukan hal seperti ini lagi orang tua kalian akan tahu apa yang kalian lakukan."pernyataan Mrs. Jessie disambut desahan tak puas Diana dan gengnya. Tapi mereka tetap berdiri dan meninggalkan ruangan. Evelyn bisa melihat jelas Diana memberikannya tatapan tajam.

Evelyn memegang perutnya yang masih ngilu. Ia sesekali mendesah kesakitan. Dan Evelyn tahu Mrs. Jessie kasihan padanya.

"Apa yang terjadi Evelyn?"tanya Mrs. Jessie. Evelyn sudah lama mengenal Mrs. Jessie, mengingat ia pemilik foster home yang ia tinggali. Tentu saja kejadian seperti ini membuat Mrs. Jessie tak percaya. Well, memang Evelyn sering membuat masalah.

Tapi, berkelahi?

Mrs. Jessie tahu Evelyn bukanlah anak yang seperti itu. Evelyn anak baik. Semua anak di foster home sangat menyukainya. Sangat aneh bagi seorang Evelyn yang ramah, memulai perkelahian.

"Aku menabraknya. Memang salahku karena berlari,"jujur saja Evelyn mengatakan hal itu agar ia bisa keluar dari ruangan ini secepatnya. Peduli amat membela dirinya yang tak punya saksi mata akan kejadian sebenarnya.

"Kau sudah meminta maaf?"tanya Mrs. Jessie dengan lembut. Ia menatap Evelyn dalam, seakan tahu gadis itu tak akan berbohong. Evelyn menghela napasnya yang sedikit sesak dan berujar, "Kau mengenalku Mrs. Jess, aku selalu meminta maaf atas semua kesalahanku."

Mrs. Jessie mulai bingung. Ia memijit keningnya. Apa yang Evelyn katakan sedikit berbeda dengan yang Diana dan kawan – kawan ceritakan.

"Kau meminta maaf lalu mendorongnya?"tanya Mrs. Jessie. Evelyn tahu yang Diana dan anggotanya adalah kebohongan. Setidaknya ia jujur tidak seperti mereka, pikirnya.

"Tidak, ia menamparku, lalu aku mendorongnya."mata Mrs. Jessie melebar. Ia sedikit kaget, ini berbeda sekali dengan cerita Diana. "Tapi mereka bilang-"

"Kemudian anggotanya memukuliku hingga aku terjatuh. Diana bangkit dan menendang tanganku saat aku tersungkur di jalan. Dan Bammm! Kalian datang,"lanjut Evelyn sedikit menyela Mrs. Jessie. Jujur saja ekspresi Mrs. Jessie berubah dengan drastis. Ia terlihat tercengang, bingung, kecewa, dan sedih, sepertinya?

Mrs. Jessie kembali memijit keningnya. "Kenapa kau tidak membenarkan Diana dan teman – teman, saat mereka menjelaskan apa yang terjadi. Kau tahu itu tidak ada benarnya."

Evelyn menghela napasnya dengan berat. Ia menatap langit langit ruangan Mrs. Jessie, seraya berucap, "Siapa yang akan percaya pada anak yatim piatu?"

Mrs. Jessie menggigit bibirnya, ia sadar dirinya saja tak percaya dengan apa yang Evelyn katakan. Mrs. Jessie mengetuk mejanya dengan penanya. Ia tahu betul apa yang Evelyn rasakan tadi itu penindasan. Itu tidak baik. Dan Evelyn lah yang menjadi korban. Tapi jika ia tidak memberikan hukuman pada Evelyn, Diana dan kawannya itu pasti akan iri dan kembali menindas Evelyn.

"Kau tidak percaya 'kan?"ucap Evelyn tiba – tiba. Hal itu membuat Mrs. Jessie tersentak. "Sudah jelas 'kan? Kami yatim piatu tak akan pernah dipercaya."pernyataan Evelyn membuat Mrs. Jessie bergetar. Gadis ini benar – benar putus asa. Seakan tak tahu apa lagi yang harus dilakukan.

"Kita bisa menyelesaikan permasalahan ini jika saja kau tak menyergah apa yang sebenarnya terjadi Evelyn,"respon Mrs. Jessie pada Evelyn. Gadis itu masih sesekali menyentuh perutnya yang masih terasa sakit.

"Bagaimana kalau kau beritahu saja siapa orangtuaku?"tanya balik Evelyn. Mrs. Jessie mulai geram. Tapi ia juga mulai terpojok. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu.

"Aku tak tahu jawaban dari pernyataan mu itu."Evelyn menggigit bibirnya. Ia tahu Mrs. Jessie berbohong padanya. Ia tahu sekali itu.

"Kalau begitu lupakan, kau tetap tak akan menjawab pertanyaanku."

Mrs. Jessie menghela napasnya dengan berat. Anak ini memang sejak dulu susah sekali diajak kerja sama adalam hal seperti ini. Evelyn terlalu tertutup. Bisa jadi Evelyn punya isu akan memberikan kepercayaan. Tapi tak akan ada yang tahu. Anaknya saja tidak pernah membicarakannya.

"Evelyn, jika kau ada masalah kau bisa katakan padaku. Kau sudah ditolak orangtua adopsi sebanyak 20 kali. Itu rekor Evelyn. Sikap mu yang tertutup itu tidak akan membuat nasibmu membaik,"ceramah Mrs. Jessie yang hanya ditanggapi keheningan.

Guru muda itu menghela napasnya. Usianya yang baru 30 tahun, -yang bisa dibilang muda untuk memiliki jabatan sebagai kepala sekolah. Tapi Mrs. Jessie sudah merasa tua. Ia cukup stress dalam menghadapi anak – anak SMP jaman sekarang. Mereka semakin hari, semakin susah dihadapi. Apalagi kasus Evelyn yang memiliki masalah dalam mempercayai orang lain. Tentu saja masalahnya tidak akan terselesaikan dengan adil, jika sang korban saja tak mau angkat bicara.

"Aku sejak awal tidak berniat untuk diadopsi,"jawab Evelyn tanpa beban sama sekali. Mrs. Jessie sudah tahu itu sebenarnya.

Hanya saja, Evelyn itu cerdas. Sangat cerdas. Evelyn memilki nilai rapor yang diatas rata – rata sejak ia SD. Ia bahkan sudah bisa membaca di usia 10 bulan. Memang terdengar gila, tapi itu lah kebenarannya. Dan anak secerdas Evelyn membutuhkan pertolongan dalam mengapresiasi kecerdasannya. Entah sudah berapa penawaran sekolah luarbiasa yang Evelyn tolak. Mrs. Jessie berpikir, dengan adanya figur orangtua, Evelyn akan lebih berani memperlihatkan kemampuannya.

Hanya saja anak ini, masih percaya orangtua kandungnya masih ada. Sedang mencarinya di suatu tempat. Dan Evelyn, percaya sekali dengan teori gilanya itu.

"Sudah lah ma'am, pertemuan ini mulai keluar dari jalurnya. Jika kau ingin menghukumku, hukum aku. Aku pantas mendapatkannya,"lanjut Evelyn yang sudah benar – benar tak tahan berada di ruangan sempit ini. Ia juga mulai muak dengan topik – topik yang Mrs. Jessie ungkit, -yang jelas sekali tak ada hubungannya dengan masalah yang ia hadapi.

Mrs. Jessie memijit keningnya seraya menghela napasnya berat. Ia menuliskan sesuatu di kertas di atas meja dengan goresan yang keras, kemudian menyodorkannya pada Evelyn. Evelyn tersenyum lebar dan meraih kertas putih itu. Mrs. Jessie kadang bingung dengan anak ini. Ia terlihat sangat senang jika mendapat hukuman.

Evelyn berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu keluar denan senyuman yang cerah. Baru saja ia hendak membuka pintu di depannya, Mrs. Jessie memanggilnya,

"Evelyn."sang pemilik nama membalikkan tubuhnya dan merespon panggilan Mrs. Jessie.

"-jika kau ada masalah. Kau bisa mengatakannya padaku, oke?"

Evelyn mengangguk pelan dan berjalan keluar dari ruangan penyiksaan itu.


Rose sedikit berlari. Ia tidak seperti sahabatnya yang suka lari. Rose malah benci lari. Hanya saja berita sahabat gilanya itu dihajar Diana Jensen n Genk, membuatnya berlari dengan sesak.

Rose sedikit menunduk. Keringat mengalir di pelipisnya. Sesekali ia menyeka keringatnya yang membeku di musim dingin ini. Rose mengadahkan kepalanya. Matanya tertuju pada Evelyn. Rose duduk tepat di depan Evelyn yang sibuk memakan sandwich dan mengobrol dengan teman satu foster home mereka, Anna.

"Evelyn,"panggil Rose dengan sedikit terengah. Evelyn menoleh, dengan senyuman ia merespon panggilan sahabatnya itu.

"-kau gila?"tanya Rose dengan mata melebar. Evelyn bisa melihat jelas iris coklat susu Rose itu melebar karena tercengang. Evelyn menelan sandwich dalam mulutnya.

"Oh Rose! Kau lebih gila daripada diriku,"jawab Evelyn dengan konyol. Benar – benar, anak ini tak tahu kapan harus serius.

"Evelyn aku serius. Kau gila apa, cari masalah dengan genknya Diana Jensen?"Evelyn kembali mengigit sandwichnya lagi. Mengunyah gigitan itu dengan pelan. Hingga nyaris membuat Rose muak menunggu jawaban.

"Biarkan saja, lagipula itu salahku. Aku yang menabrak mereka. setidaknya masalah selesai untuk saat ini dan aku sudah minta maaf,"lanjut Evelyn yang memperjelas masalah yang ia hadapi. Dan ia tersenyum lebar kepada kedua temannya ini. Anna anaknya pendiam dan pemalu, makanya ia tak berani menanyakan masalah itu. Pernyataan Evelyn diam – diam menjawab pertanyaan Anna.

Rose membuka tas ranselnya. Dan ikut makan bersama temannya. Ia hening sejak tadi, karena ia berpikir. Saat ia sudah mengeluarkan sandwich yang ia dan Evelyn buat bersama pagi tadi, Rose merasa ada yang janggal.

"Eve, apakah mereka sudah minta maaf padamu?"perantanyaan itu membuat Evelyn sedikit tersentak. Ia sedikit menerka sahabatnya itu pasti akan menanyakan hal tersebut. mengingat Rose sedikit protektif padanya. Evelyn menggaruk kepalanya.

"Entahlah, aku lupa."Rose tahu itu bohong. Dan itu membuatnya sangat cemas pada sahabatnya. Jika Evelyn terlibat masalah dengan Diana n Genk, hidup Evelyn akan tamat. Ayah Diana Jensen itu donatur sekolah. Karena itu tak ada yang berani main – main degannya.

Hanya saja, Rose berfirasat, Diana n Genk, akan terus melibatkan Evelyn dalam masalah mereka, -sekalipun Evelyn tidak ada hubungannya.

"Sudahlah Rose. Lagipula,"Rose mendengar nada bicara Evelyn itu membuatnya sedikit tersentak. "Tidak Evelyn Edelweis Frost. Kau gila jika kau punya rencana membalas mereka,"sergah Rose mencoba membuat Evelyn merubah pikirannya untuk tidak membalas Diana n Genk. Sekejam – kejamnya Diana n Genk, membalasnya bukan lah ide bagus.

"Tenang 'lah Rose. Kau tak perlu ikut. Lagipula ini rencana luarbiasa. Akan sia – sia jika tak ku lakukan. Aku hanya ingin mereka belajar dari kesalahan mereka. Mereka memiliki -sikap yang benar – benar tak baik."

Rose memijit keningnya, menirukan Mrs. Jessie yang stress dengan kelakuan Evelyn. Jika Evelyn sudah mengatakan hal itu,

Apapun yang terjadi, -rencananya akan terus berjalan.

.

.

.

tbc?

.

.

.


oke..

Arn memang gila. Membiarkan fic ini berdebu puluhan tahun.

Dan sorry banget, yang udah nunggu lama. Eh tau tau update, cuma diedit.

Arn melakukan ini untuk membuat cerita ini sedikit lebih berfaedah untuk dibaca. (jujur Arn jijik baca fanfic ini sebelum di edit.)

Dan teng teng! Ini versi yang paling masuk akal dan logis (walau jujur karakternya semua tak ada yang logis dan nyata :v)

Alurnya sedikit diperlambat dan karakter tambahan lebih dijelaskan. (Dan tentunya cerita ini akan update ;v)

udahlah enjoy yaks!

and thanks banget support dari kalian.

luvluvluv

Sangatta 05/06/2017