BATAS SENJA
DISCLAMER : MASASHI KISHIMOTO
STORY BY JURIG CAI
PAIR: GAAHINA
RATED : T
WARNING: AU, OOC, TYPO, BAHASA ANCUR, PLOT BERANTAKAN, DLL
SEMI CANON.
PLEASE ENJOY MY FIRST GAAHINA.
DON'T LIKE DON'T READ
.
.
.
Merah.
Rasanya, seluruh hidupnya dipenuhi warna itu.
Membuatnya benci.
Ia ingin memilih warna biru seperti langit siang hari atau kuning yang melambangkan mentari pagi sebagai lambang yang melekat pada dirinya. Kedua warna itu terasa sangat… menenangkan. Atau bisa di bilang, ia ingin kesan itu ada padanya.
Sayang, ia tidak bisa memilih. Karena warna merah sudah lebih dulu mengisi takdirnya.
Ia kesepian, karena selalu sendiri.
Tapi satu nyawa melayang saat ia berniat mengulurkan tangan menjalin pertemanan.
Seperti saat ini.
Ia berdiri diam, mencoba tersenyum dengan sedikit canggung pada sekumpulan anak seusianya yang tengah asyik mengumbar tawa beberapa saat lalu. Tawa yang juga ingin ia rasakan. Tawa itu pula yang membuatnya memberanikan diri untuk mendekat.
Bola yang tengah mereka perebutkan ada di genggaman tangan Gaara. Ia ingin mengembalikan benda itu dan mungkin… mendapat imbalan sebuah ajakan bermain bersama sebelum berlanjut pada sebuah persahabatan.
Naïf.
Pikirannya benar-benar naïf.
Seharusnya ia tahu, tidak akan ada hal semanis itu dalam hidupnya.
Tidak akan pernah ada.
Dan tanpa bisa ia kendalikan, warna merah kembali terpampang dihadapannya, ketika para calon temannya malah melarikan diri. Menjauh darinya. Dan Gaara yang belum siap menerima penolakan, tak kuasa mengendalikan pasirnya yang dengan seenaknya mengambil alih.
Warna merah itu kembali menghiasi bumi tempatnya berpijak.
Namun sungguh, ia tidak menginginkannya.
Ia hanya ingin … di terima.
"Pergi kau! Dasar monster."
Ia bukan monster!
Ia hanya…berbeda.
Tak bisakah mereka melihatnya?
.
.
.
"Mereka kakakmu." Ujar seorang lelaki yang mendeklamasikan diri sebagai gurunya. Gaara menatap kedua 'kakak'nya dengan sorot mata tidak tertarik.
Ia tahu definisi kakak.
Kakak adalah orang yang memiliki hubungan darah yang usianya lebih tua dari kita.
Tapi jika boleh memilih, ia ingin kakak yang…normal. Yang biasa pun tidak masalah, ia tetap suka.
Namun, lagi-lagi ia tidak bisa memilih.
Hari itu, setelah ia mengalami kehilangan terbesarnya, ia mendapat seorang kakak perempuan berambut pirang kusam bertampang galak dan seorang kakak laki-laki bermuka abstrak.
"Sekarang kalian satu tim." Lanjut lelaki itu tanpa menyadari perang batin yang terjadi dalam diri seorang Gaara.
Sial.
Tak bisakah ia mendapat sesuatu yang…biasa-biasa saja?
.
.
.
Dan kembali, ia merasa Kami-sama tengah mempermainkannya.
Berawal dari pertemuannya dengan bocah lelaki berambut pirang bernama Naruto, yang Gaara akui menghantam kewarasan logikanya. Hingga membentuk pribadi Gaara sekarang, yang ia akui jauh berbeda dari Gaara sebelumnya.
Gaara yang baru akan mencoba untuk…memberi.
Sikapnya itu bertahan cukup lama, bahkan sampai ia menjabat sebagai Kazekage menggantikan mendiang sang ayah.
Kini, pemikirannya patut dipertanyakan ketika dihadapannya berdiri seorang gadis Hyuuga pemalu, atau bisa dibilang kunoichi Konoha yang terlalu…baik. Kalau tidak mau disebut lemah.
Membuat Gaara kembali tercengang.
Kenapa dari sekian banyak gadis Konoha, justru produk gagal ini yang menjadi sarana untuk mempererat aliansi kedua Negara, Konoha dan Suna?.
Tak adakah gadis yang lebih…baik?
Meskipun Gaara bukan tipe pemilih, tapi rona merah di kedua pipi pucat gadis itu sangat mengganggunya.
Benar-benar mengganggu.
"A-ano…Kagekaze-sama.." Gumam gadis, yang kalau tidak salah bernama Hinata, dengan suara nyaris tak terdengar.
Bahkan bicaranya pun tidak jelas.
Membuat Gaara menyadari, betapa beruntungnya ia memiliki Temari sebagai kakak. Setidaknya, Gaara tidak perlu susah payah untuk mendengar suaranya. Karena Temari selalu menyuarakan pikirannya tanpa diminta. Tak peduli Gaara mau mendengarkan atau tidak. Sikapnya itu terkadang membuat Gaara kesal.
"Istirahatlah. Perjalanan dari konoha menuju Suna pasti sudah menguras tenagamu." Ucap Gaara datar. Sementara Hinata masih bergeming dengan kepala menunduk yang merupakan kebiasaannya.
"Ba-baik." Gumam Hinata lagi. Dan kembali, rona merah menghiasi pipinya. Bahkan lebih kentara dari sebelumnya.
Kami-sama…
Apa semua aliran darah gadis itu naik dan berkumpul di pipi?
Dan sebuah perasaan asing menghantam benaknya, membuat Gaara merasa…tidak nyaman.
.
.
.
author notes:
so… what do you think?
to be continue or to be concluded?
please give me some advice in your review.
[status author: tersesat di gunung Krakatau.]
will see you in next time.
